Vol
.
IX
.
No
.
1
6
,
APR
IL
20
1
2
Penasehat : Direktur Politeknik Kementerian Kesehatan Makassar Penanggung Jawab : Ketua Jurusan Farmasi Poltekkes Kementerian
Kesehatan Makassar Dewan Redaksi
Ketua : Drs. Jumain, M.Kes, Apt
Anggota : Muhammad Saud, SH, S.Farm, M.Kes
Drs. H. Tahir Ahmad, Apt Drs. Ismail Ibrahim, Apt Drs. Rusli, Sp.FRS.,Apt Redaksi Pelaksana
Ketua : Rusdiaman, S.Si., M.Si.,Apt
Wakil Ketua : Drs. H. Asyhari Asyikin, S. Farm, M.Kes
Sekretaris : Dra. Hj. Nurisyah, M.Si.,Apt
Bendahara : Tajuddin Abdullah, ST, M.Kes
Anggota : Dra. Hiany Salim, M.MKes, Apt
Dra. Hasnah Ibrahim, M.Mkes Djuniasti Kari, S.Si, M.Si, Apt Sesilia R. Pakadang, S.SI, M.Si, Apt Sultan, S.Farm, M.Mkes
Harbiah, ST, M.Si
Humas : Mispari, SH, S.Farm, M.Kes
Rusdiaman, S.SI, M.Si, Apt Raimundus Chaliks, S.Si Arisanty, S.Si, Apt
Sirkulasi : Ahmad Murad, S.Sos
Hendra Stevani, S.Si, Apt
Alamat Redaksi : Jurusan Farmasi Politeknik Kementerian Kesehatan RI Makassar
Jl. Baji Gau No. 10 Makassar Telp. 0411-854021 Fax. 0411-830883 e-mail : farmasibajigau@yahoo.co.id www.farmasi.poltekkes-mks.ac.id ISSN No. 0216-2083
MEDIA FARMASI
DAFTAR ISI
________________________________________________________________________
MEDIA FARMASI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI MAKASSAR ...
ii
EDITORIAL ...
iii
DAFTAR ISI ...
iv
1.
EFEK REBUSAN KORTEKS BARUCINA ( Lannea coromandelica Merr) TER
HADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH MENCIT Oleh Rusdiaman, Mispari...
1
2.
UJI DAYA HAMBAT INFUS DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L) TER
HADAP PERTUMBUHAN Escherichia coli. Oleh Rusdiaman...
6
3.
UJI EFEK ANTIINFLAMASI SALEP EKSTRAK ETANOL RIMPANG KUNYIT
(Curcuma domestica rhizoma) TERHADAP MENCIT (Mus musculus)
Oleh Ariyani Buang...
10
4. KESTABILAN FISIK KRIM OBAT BISUL RIMPANG KUNYIT PUTIH (Curcuma
Zedoaria Roscoe) DAN DAYA ANTIBAKTERI SECARA INVITRO Oleh Hasnah
Ibrahim, Muh Saud, Sesilia R Pakadang...
15
5.
PENGARUH METODE PENYARIAN ZAT AKTIF TERHADAP EFEKTIVITAS
DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L. Less) TERHADAP PERTUMBUHAN
Candida albicans SECARA INVITRO Oleh Sesilia R Pakadang, Ismail Ibrahim,
St Rahmah...
19
6.
PERBEDAAN VO
2max, HEMOGLOBIN, TEKANAN NADI DAN KUALITAS
HIDUP USIA LANJUT DIDATARAN TINGGI KECAMATAN TINGGI MONCONG
KABUPATEN GOWA DAN DATARAN RENDAH KECAMATAN GALESONG
UTARA KABUPATEN TAKALAR Oleh Muhammad Nuralamsyah...
32
7.
TINGKAT PENGGUNAAN INSULIN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS
DI RSUD SYEKH YUSUF KABUPATEN GOWA Oleh Mispari...
41
8.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PENGOBATAN
TB PARU DI PUSKESMAS KASSI-KASSI MAKASSAR Oleh Hendra Stevani, Nur
Adi, Ita Erlitha Tajuddin...
45
9.
POLA BAKTERI DAN RESISTENSINYA PADA ALAT DI RUANGAN INSTA
LASI RAWAT KHUSUS DI RS.DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
Oleh Sisilia TR Dewi...
50
PENDAHULUAN
Radang atau inflamasi merupakan respon protektif jaringan terhadap cedera atau kerusakan jaringan yang berfungsi menghancurkan dan mengurangi baik agen yang menyebabkan cedera maupun jaringan yang cedera. (Dorland, 2002) Tanda-tanda pokok peradangan akut mencakup pembengkakan/edema, kemerahan, panas, nyeri, dan perubahan fungsi. Hal-hal yang terjadi pada proses radang akut sebagian besar dimungkinkan oleh pelepasan berbagai macam mediator kimia, antara lain amina vasoaktif, protease plasma, metabolit asam arakhidonat dan produk leukosit (Erlina dkk, 2007).
Penggunaan obat-obat antiinflamasi baik untuk pemakaian oral maupun topikal sering menyebabkan timbulnya efek samping yaitu iritasi gastrointestinal, gangguan kulit dan kardiovaskuler. Untuk sediaan topikal sering menyebabkan efek samping rasa terbakar, gatal, kekeringan, atropi kulit, infeksi sekunder. Oleh karena itu, obat tradisional dijadikan alternatif pengobatan karena mempunyai efek samping yang
Kunyit (Curcuma domestica Val) merupakan salah satu dari lima jenis tumbuhan yang dikembangkan sebagai tanaman obat asli Indonesia. Bagian rimpangnya digunakan sebagai bahan baku industri obat tradisional, bumbu dapur , bahan kosmetik dan maupun minuman penyegar.Kunyit (Martha Tilaar, 2002)
Secara empirik kunyit berkhasiat sebagai antiradang (anti-inflamasi), melancarkan darah, mempermudah persalinan, peluruh kentut (carminatif), anti bakteri, memperlancar pengeluaran empedu (kolagogum), dan pelembab (astringent). (Winarto. W. P, 2003). Komponen kimia yang terdapat dalam rimpang kunyit diantaranya minyak atsiri sekitar 3-5%, pati, zat pahit, resin, selulosa, dan kurkumin sebanyak 2,5-6%. Menurut Tonescent (1986) kandungan kurkuminoid yang terdapat dalam kunyit sebagai salah satu hasil isolasi maupun kurkuminnya memberikan efek anti inflamasi dan anti rematik. Adapun mekanisme kurkumin sebagai antiinflamasi adalah dengan menghambat produksi prostaglandin yang dapat diperantarai melalui penghambatan aktivitas enzim
UJI EFEK ANTIINFLAMASI SALEP EKSTRAK ETANOL RIMPANG KUNYIT
(Curcuma domestica rhizoma) TERHADAP MENCIT (Mus musculus)
Ariyani Buang
Program Studi Farmasi F.MIPA Univ.Pancasakti Makassar
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan efek antiinflamasi salep ekstrak etanol rimpang kunyit terhadap hewan uji mencit dan membandingkan kekuatan efek Antinflamasi salep ekstrak etanol rimpang kunyit dengan salep Betametason 0,1 %. Desain penelitian yang digunakan adalah eksperimental laboratorium yang dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Fakultas MIPA Universitas Pancasakti. Penelitian ini menggunakan 24 ekor mencit yang dibagi menjadi 6 kelompok terdiri atas kelompok I yang diberikan Vaselin putih sebagai kelompok kontrol negative, kelompok II, III, IV, dan V sebagai kelompok perlakuan diberikan salep ekstrak etanol rimpang kunyit dengan konsentrasi masing-masing 1%, 2%, 3% dan 4% serta kelompok V sebagai kelompok kontrol positif diberikan salep Betametason 0,1%. Hasil penelitian berdasarkan metode Krusal-Wallis Test menunjukkan bahwa pada pemberian salep ekstrak etanol rimpang kunyit 1%, 2%, 3% dan 4% memberikan efek antiinflamasi. Berdasarkan pengujian dengan metode Mann-Whitney Test disimpulkan bahwa Konsentrasi 4% memberikan efek yang tidak berbeda nyata dengan kontrol positif salep Betametason 0,1%.
Penelitian yang dilakukan Warhana Kesuma, (2009) melaporkan bahwa salep ekstrak etilasetat rimpang kunyit mempunyai efek antiinflamasi yang diinduksi dengan karagenan. Hasil yang didapatkan pada konsentrasi 4 % menunjukkan efek antiinflamasi yang tidak berbeda nyata dengan kontrol positif yaitu Voltaren® emulgel. (Warhana Kesuma, 2009)
Pada penelitian ini ekstrak kunyit dibuat dalam bentuk sediaan topikal yaitu salep. Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok. Berdasarkan komposisinya, dasar salep dapat digolongkan menjadi : dasar salep hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep dapat cuci dengan air dan dasar salep yang dapat larut dalam air. (Moh. Anief, 2005)
Adapun permasalahan pada penelitian ini adalah Apakah Salep Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit mampu menekan atau mengurangi inflamasi serta pada konsentrasi berapakah (1%, 2%, 3% dan 4%) Salep Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit dapat memberikan efek Antiinflamasi . Tujuan Penelitian ini adalah untuk menentukan Efek Antiinflamasi Salep Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit Terhadap Hewan Uji Mencit dan membandingkan kekuatan efek Antinflamasi Salep Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit dengan salep Betametason 0,1 %. Sedangkan kegunaan peelitian ini agar dapat menjadi bahan rujukan untuk mengetahui peranan rimpang kunyit sebagai obat antiinflamasi
METODE PENELITIAN Alat-alat Yang digunakan
Batang pengaduk, gelas piala 100 ml (Pyrex), gelas ukur 10 ml (Pyrex), kandang hewan, kertas timbang, lumpang dan stamper, labu takar 100 ml
(Pyrex), lap kasar, pletismometer, rotavapor , spoit injeksi 1 ml (one med), spatel , stopwatch, timbangan analitik, timbangan hewan. Bahan-bahan Yang Digunakan
Air suling, etanol 70%, mencit (Mus musculus), putih telur segar, rimpang kunyit (Curcuma domestica rhizoma ), vaselin putih, salep Betametason 0,1%.
Pengolahan Sampel
Rimpang kunyit yang telah diambil, disortasi, dibersihkan, lalu dipotong-potong kecil, kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan, selanjutnya diblender menjadi serbuk dengan derajat halus 22/60, kemudian diekstraksi. Pembuatan Ekstrak Etanol kunyit
Ekstrak dibuat dengan metode maserasi rimpang kunyit dengan etanol 70%. Maserat diuapkan dengan alat destilasi vakum kemudian dikentalkan dengan rotary evaporator hingga diperoleh ektrak kental dengan bobot tetap yaitu 15,6 g.
Pembuatan Salep Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit
Salep ekstrak etanol rimpang kunyit (Curcuma domestica rhizoma) dengan konsentrasi 1% dibuat dengan cara menimbang ekstrak sebanyak 100 mg dan vaselin putih sebanyak 900 mg. Ekstrak ditambahkan etanol 70% secukupnya dan digerus dengan penambahan sedikit demi sedikit vaselin putih hingga homogen Selanjutnya perlakuan yang sama untuk salep dengan konsentrasi 2% , 3% dan 4%. Penyiapan obat pembanding
Obat pembanding yang digunakan adalah salep Betametason 0,1% setara dengan Betametason valerat 1 mg.
Penyiapan Penginduksi (putih telur)
Diambil Putih Telur yang masih segar dengan cara dipisahkan putih telur dari kuning telur, kemudian diaduk hingga rata untuk meratakan kekentalan putih telur.
Penyiapan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan, berbadan sehat dengan bobot antara 20-30 gram. Diadaptasikan di lingkungan sekitarnya selama satu minggu. Jumlah mencit yang digunakan sebanyak 24 ekor, dikelompokkan secara acak dalam enam kelompok.
Perlakuan Terhadap Hewan Uji
Penelitian ini dilakukan dengan metode evaluasi inhibisi udem pada telapak kaki mencit yang terbentuk akibat diinduksi putih telur. Mencit dikelompokkan menjadi 6 kelompok yaitu satu kelompok sebagai kontrol dan lima kelompok diberi bahan uji salep ekstrak kunyit masing-masing dengan konsentrasi 1%, 2 %, 3 % dan 4 % dan satu kelompok sebagai pembanding.Masing-masing kelompok terdiri dari 4 ekor mencit. Mencit dipuasakan makan 18 jam sebelum percobaan dimulai (air minum tetap diberi secukupnya). Sebelum perlakuan, diukur volume kaki kiri belakang mencit menggunakan alat Pletismometer dan dicatat sebagai volume awal (Vo ) Selanjutnya semua mencit diinduksikan dengan putih telur sebanyak 0,1 ml secara subkutan. Setelah 1 jam diukur kembali volume kaki kiri belakang mencit dan dicatat sebagai volume udema (Vu) Kemudian masing-masing kelompok diberi sediaan dengan cara dioleskan pada telapak kaki mencit, kelompok 1 diberi dasar salep vaselin putih sebagai kontrol. Empat kelompok sebagai kelompok uji, masing-masing kelompok II, III, IV dan V diberi salep Ekstrak Etanol rimpang kunyit dengan konsentrasi 1 % , 2 % , 3% dan 4 % dan salep Betametason 0,1%. Satu jam setelah pemberian sediaan, dilakukan pengukuran penurunan volume udema dengan cara mengukur kembali volume kaki kiri belakang sampai pada batas mata kakinya untuk setiap selang waktu 60 menit selama 4 jam. Analisis Data
Data yang diperoleh dikumpulkan dan dianalisis secara statistik dengan menggunakan metode Krusal-Wallis Test dan Mann-Whitney Test. Analisis statistik ini menggunakan program SPSS versi 16.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Tabel 1. Hasil pengukuran volume udema
Keterangan :
K 1% : Konsentrasi ekstrak etanol Rimpang Kunyit 1 %
K 2% : Konsentrasi ekstrak etanol Rimpang Kunyit 2 %
K 3% : Konsentrasi ekstrak etanol Rimpang Kunyit 3 %
K 4% : Konsentrasi ekstrak etanol Rimpang Kunyit 4 %
PEMBAHASAN
Telah dilakukan penelitian uji efek antiinflamasi salep ekstrak etanol rimpang kunyit terhadap mencit. Penelitian ini dimulai dengan pembuatan ekstrak etanol rimpang kunyit menggunakan ekstraksi refluks. Hasil penyarian 500 g simplisia rimpang kunyit dengan menggunakan pelarut etanol 70% diperoleh ekstrak kental setelah diuapkan dengan rotavapor sebanyak 15,6 g. setelah itu, diformulasi menjadi sediaan salep ekstrak etanol rimpang kunyit (Curcuma domestica rhizoma) dan di bagi dalam empat konsentrasi yaitu 1%, 2%, 3% dan 4%. Kontrol positif yang digunakan adalah salep Betametason dan kontrol negatif digunakan dasar salep vaselin putih.
Pengujian efek antiinflamasi dilakukan dengan menggunakan alat Pletismometer air raksa. Prinsip pengukuran alat ini berdasarkan hukum Archimedes yaitu benda yang dimasukan ke dalam zat cair akan memberi gaya atau tekanan
Perlakuan Volume awal (ml) Volume udema (ml)
Volume (ml) Setelah pemberian Sediaan Uji Setiap 60 Menit selama
4 jam 60 120 180 240 Vaselin 0,024 0,048 0,046 0,044 0,042 0,041 K1 % 0,024 0,05 0,046 0,041 0,038 0,036 K2 % 0,025 0,048 0,045 0,036 0.034 0,03 K3 % 0,024 0,048 0,045 0,036 0,025 0,02 K 4% 0,022 0,05 0,048 0,024 0,018 0,015 Betameta son 0,1 % 0,025 0,05 0,045 0,026 0,021 0,016
ke atas sebesar volume yang dipindahkan. Induksi inflamasi dilakukan secara kimia dengan menggunakan albumin 0.1 ml yang disuntikkan secara subkutan pada telapak kaki mencit. Pembentukan inflamasi oleh albumin menghasilkan inflamasi akut dan tidak menyebabkan kerusakan jaringan.
Data yang diperoleh dianalisis dengan Krusal-Wallis Test dan di lanjutkan dengan Mann-Whitney Test menggunakan bantuan SPSS. Analisis ini berdasarkan hasil pengamatan penurunan volume udema kaki mencit dimulai dari menit ke-60 hingga menit ke-240 setelah penyuntikan putih telur dengan interval waktu 60 menit.
Hasil uji efek antiinflamasi ekstrak etanol rimpang kunyit konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4% dan pembanding yang di analisis menggunakan metode Krusal-Wallis Test menunjukkan bahwa vaselin putih sebagai kontrol negatif menunjukkan hasil tidak signifikan (0.533) > α (0.05) artinya tidak ada perbedaan penurunan volume udema yang signifikan dengan kelompok ekstrak konsentrasi 1% dan 2% mulai dari menit ke-60 hingga menit ke-240. Perbedaan yang tidak signifikan pada kelompok vaselin putih menunjukkan bahwa dasar salep yang digunakan sebagai pembawa tidak memberikan efek antiinflamasi karena vaselin putih tidak mengandung zat aktif dan pada konsentrasi 1% dan 2% juga menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Hasil tersebut dapat dipengaruhi oleh konsentrasi kurkumin dalam sediaan masih sangat rendah. Sedangkan kelompok ekstrak 3%, 4% dan kelompok salep Betametason menunjukkan hasil yang signifikan (0.02), (0.01) < (0.05) artinya ada perubahan yang berarti dari penurunan volume udema mulai dari menit 60 hingga menit ke-240. Hal ini bisa disebabkan karena kandungan kurkumin yang terdapat pada ekstrak semakin banyak sehingga daya antiinflamasi yang dihasilkan semakin besar. Dan pada kelompok kontrol positif yaitu salep Betametason menunjukkan hasil yang signifikan karena salep Betametason merupakan zat kimia yang memang sudah terbukti berkhasiat sebagai obat antiinflamasi. Hasil perbandingan efek antiinflamasi dari konsentrasi 1%, 2%, 3% dan 4% yang digunakan dianalisis menggunakan Mann-Whitney test untuk mengetahui konsentrasi yang paling baik memberikan efek antiinflamasi. Hasil perbandingan antara kelompok ekstrak konsentrasi 1% dengan kelompok ekstrak konsentrasi 2% dan 3% menunjukan nilai signifikan (1.000) > α (0.05) artinya perlakuan
kelompok ekstrak 1% menunjukan perbedaan efek antiinflamasi yang tidak signifikan dengan kelompok ekstrak 2% dan 3%. Sedangkan hasil yang ditunjukan oleh perbandingan kelompok ekstrak konsentrasi 2% dengan kelompok ekstrak konsetrasi 3% dan 4% yang menunjukan nilai signifikan (0.040) < α (0.05) artinya ada perbedaan efek antiinflamasi antara kelompok ekstrak 2% dengan kelompok ekstrak 3% dan 4% . Adanya perbedaan efek antiiflamasi dapat disebabkan karena salep ekstrak etanol rimpang kunyit dari masing-masing konsentrasi mengandung jumlah zat kurkumin berbeda-beda yang mana kurkumin berkhasiat sebagai zat antiinflamasi yang mampu menghambat pembentukan zat prostaglandin sebagai mediator inflamasi. Selain itu, perbedaan efek antiiflamasi dapat dipengaruhi oleh proses absorpsi kurkumin dari sediaan kedalam lapisan kulit.
Proses absorpsi suatu obat kedalam lapisan kulit pada umumnya disebabkan oleh penetrasi langsung obat melalui stratum korneum. Stratum korneum sebagai jaringan keratin akan berlaku sebagai membran buatan yang semi permeabel dan molekul obat mempenetrasi dengan cara difusi pasif. Jumlah obat yang pindah menyebrangi lapisan kulit tergantung pada konsentrasi obat. Sekali molekul obat melalui stratum corneum kemudian dapat terus melalui jaringan epidermis yang lebih dalam dan masuk ke dermis apabila obat mencapai lapisan pembuluh kulit maka obat tersebut siap untuk diabsorpsi ke dalam sirkulasi umum.
Hasil analisis Mann-Whitney test yang membandingkan kelompok ekstrak konsentrasi 4% dengan salep Betametason menunjukan nilai signifikan (0.725) > α (0.05) artinya tidak ada perbedaan nyata efek antiinflamasi kelompok 4% dengan salep Betametason. Perbedaan yang tidak signifikan ini dapat disebabkan oleh semakin tinggi konsentrasi kurkumin yang terkandung di dalamnya, yang artinya kurkumin pada konsentrasi 4% sudah mempunyai kemampuan memberikan efek antiinflamasi yangtidak beda nyata dengan salep Betametason 0,1%, sehingga dapat dikatakan bahwa pada konsentrasi tersebut lebih efektif dalam menurunkan volume udema kaki mencit. Sifat antiinflamasi dari rimpang kunyit yaitu karena adanya kandungan senyawa kurkumin. Mekanisme kurkumin sebagai zat antiinflamasi yaitu kurkumin menghambat metabolisme asam arakidonat dan menghambat pembentukan senyawa prostaglandin, tromboksan dan prostasiklin dengan cara menghambat aktivitas enzim cyclooxygenase.
Berdasarkan hasil analisis perbandingan keempat konsentrasi salep ekstrak etanol rimpang kunyit menggunakan metode Krusal Wallis menunjukkan bahwa salep ekstrak etanol rimpang kunyit mampu menekan atau mengurangi inflamasi secara topikal dan pada konsentrasi 4% memberikan efek antiinflamasi paling kuat. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data secara statistik diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1.Salep ekstrak etanol rimpang kunyit konsentrasi 1%, 2%, 3% dan 4% memiliki efek antiinflamasi terhadap mencit
2.Salep ekstrak etanol rimpang kunyit konsentrasi 4% memiliki efek antiinflamasi yang paling optimal dan memberikan efek yang tidak berbeda nyata dengan salep Betametason 0,1%.
DAFTAR PUSTAKA
Agromedia. 2008. Tanaman Obat. Agromedia Pustaka: Jakarta
Anief, M. 2005. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta
Anief, M. 1997. Formulasi Obat Topikal Dengan Dasar Penyakit Kulit. UGM : Yogyakarta Ansel, C. Howard. 1989. Pengantar Bentuk
Sediaan Farmasi edisi keempat. UI Press : Jakarta
Biomed, M dan Priyanto. 2010. Farmakologi Dasar edisi 2. Leskonfi : Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1986. Sediaan Galenik. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan: Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope
Indonesia edisi IV. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan : Jakarta Dorland. 2002. Kamus Kedokteran. EGC: Jakarta
Hembing, dkk. 1996. Tanaman Bekhasiat Obat Indonesia. Pustaka Kartini: Jakarta
Kelompok Kerja Ilmiah Phyto Medika. 1993.
Penapisan Farmakologi, Pengujian
Fitokimia dan Pengujian Klinik.
Pengembangan dan Pemanfaatn Obat Alam. Departemen Kesehatan RI: Jakarta.
Malole, M.B.M., dan Pramono, C.S.U. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat IPB: Bogor
Mutschler, E. 1986. Dinamika Obat, Edisi Kelima. Penerbit ITB: Bandung
Najmah. 2011. Managemen dan Analisa Data Kesehatan Kombinasi Teori dan Aplikasi SPSS. Medical Book : Yogyakarta
Pearce C, Evelyn. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT. Gramedia : Jakarta Trubus. 2009. Herbal Indonesia Berkhasiat.
Trubus Swadaya: Bogor
Steenis C.G.G.J. van., 2002. Flora. Pradnya Paramita. Jakarta.
Sudarto, Pringgoutomo, Sulisna, dkk. 2002. Patologi (umum) edisi I. sagung Seto : Jakarta