VII - 1
BAB VII
PEMBAHASAN MASALAH
Proyek merupakan hal yang kompleks karena didalamnya banyak pekerjaan – pekerjaan yang rentan akan permasalahan. Masalah yang timbul bisa dari segi struktur dan non struktur. Namun segala permasalahan itu pasti ada solusi pemecahannya melalui rapat intern kontraktor. Materi dalam rapat ini yaitu semua permasalahan yang terjadi diproyek dan solusi pemecahannya.
7.1. Keterlambatan Proyek.
Proyek Tower Ambassador 2 St.Moritz ini terjadi keterlambatan dari waktu yang di rencanakan. Keterlambatan ini dikarenakan banyak faktor seperti :
1. Desain yang kompleks.
Desain yang kompleks merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya keterlambatan proyek ini. Pada proyek ini terdapat desain struktur yang tidak biasanya seperti :
Balok transfer
Balok transfer yaitu balok yang berukuran sangat besar. Pada proyek ini ukuran penampangnya 1,5 x 3 m . alasan pemakaian balok ini karena pertemuan antara kolom silinder dengan shear wall sehingga shear tidak mungkin langsung bertemu dengan kolom karena adanya perbedaan bentuk. Maka dibuatlah balok transfer ini sebagai dudukan shear wall.
VII - 2
Gambar 7.1. Balok Transfer
Balok tidur
Balok ini hanya berukuran 15 x 40 cm. Balok ini dibuat pada daerah – daerah tertentu yang membutuhkan perkuatan namun tidak mempengaruhi desain gedung yang telah direncanakan. Balok Prestressed
Balok prestressed digunakan untuk balok yang memiliki bentang yang sangat panjang. Jika tidak menggunakan balok jenis ini maka penampangnya bisa sangat besar sehingga mengurangi tinggi lantai yang direncanakan. Alasan lain pemakaian balok prestressed ini karena dari perencana arsitekturnya tidak menginginkan adanya kolom tambahan yang harus dibuat jika menggunakan balok konvensional.
VII - 3 Shearwall yang terdiri dari 34 jenis.
Shear wall pada proyek ini memiliki 34 jenis yang dibedakan berdasarkan ukuran dan bentuknya. Hal ini juga merupakan penyebab terlambatnya proyek ini karena bekisting yang digunakan juga menjadi berbeda – beda sehingga harus dibuat bekisting mengikuti perencanaan bentuk dan ukuran shearwall tersebut.
Gambar 7.3. Shear wall yang berbeda jenis
Elevasi lantai (drop lantai ) yang tidak sama.
VII - 4 Dapat dilihat pada gambar 7.4. gedung ini memiliki elevasi yang berbeda – beda sehingga dalam pembuatan pelatnya menjadi lebih rumit. Hal ini berpengaruh besar terhadap waktu pelaksanaan.
Link Beam
Sepert yang telah dijelaskan pada Bab V dimana pemakaian link beam ini dikarenakan core wall pada proyek ini mempunyai desain lebih dari satu corewall di setiap lantainya sehingga link beam diperlukan sebagai pengaku dan perkuatan. Namun, pemakaian link beam ini menghambat kelancaran pelaksanaan proyek karena 4 orang dalam satu hari hanya dapat memproduksi 1 link beam saja.
Gambar 7.5. Link Beam
Dalam pemecahan masalah ini dibutuhkan adanya komunikasi yang baik antara pihak kontraktor dan owner. pada proyek ini, PT.Pembangunan Perumahan (PP),Tbk selaku pihak kontraktor dengan PT.Mandiri Cipta Gemilang selaku owner selalu melakukan pertemuan setiap satu minggu sekali untuk mengevaluasi hasil pekerjaan yang telah dilaksanakan, apa saja
VII - 5 masalah yang terjadi serta solusi yang bisa diambil. Dalam pertemuan itu, dilakukan re-schedulling (penjadwalan ulang) karena terdapat keterlambatan dalam pelaksanaan proyek.
2. Keterbatasan Tower Crane
Gambar 7.6. Keterlambatan pembangunan pada sisi kiri gedung
Dapat kita lihat pada gambar 7.6 ada keterlambatan pembangunan pada sisi kiri gedung. Ini adalah pelaksanaan gedung ketika masih berad di lantai 1 karena tower crane hanya ada satu yaitu disisi kanan, tower crane yang tersedia tidak dapat menjangkau gedung pada sisi kiri karena nantinya akan bertabrakan dengan tower crane milik PT.Hutama Karya yang juga memilki proyek dibelakang proyek ini. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 7.7.
VII - 6
Gambar 7.7. Letak Tower Crane milik PT.PP,Tbk pada proyek Tower Ambassador 2 St.Moritz
Pada permasalahan keterbatasan tower crane telah diambil solusi untuk penambahan tower crane, namun penambahan tower crane ini bisa dilakukan ketika gedung sudah mencapai lantai ke-2. Mengapa demikian karena seperti yang telah dijelaskan terdapat tower crane milik PT.Hutama Karya didekat lokasi proyek tower Ambassador 2 St.Moritz ini sehingga untuk menambahkan tower crane, tower crane yang ditambahkan harus lebih tinggi dari tower crane milik PT.Hutama Karya tersebut. Untuk bisa mendirikan tower crane yang tinggi dibutuhkan penempatan sabuk crane yang tinggi pula. Berdasarkan perhitungan perencana, agar tower crane yang ditambahkan bisa melebihi tower crane milik PT.Hutama Karya penempatan sabuk crane harus dilantai 2. Sehingga tower crane bisa ditambahkan ketika pembangunan tower ambasador ini telah mencapai lantai ke-2.
VII - 7
Gambar 7.8. Penambahan crane
Dengan adanya penambahan tower crane, pelaksanaan gedung sisi kiri menjadi sama dengan sisi kanan.
VII - 8
3. Cuaca
Cuaca juga bisa menghambat kelancaran proyek dan juga merupakan kejadian yang unpredictable (yang tidak bisa diprediksi). Jika pada pelaksanaan turun hujan lebat maka semua pelaksanaan pekerjaan terhenti dan membuat molornya waktu pelaksanaan yang direncanakan.
Gambar 7.10. Cuaca hujan lebat menyebabkan pekerjaan terhenti
Tentu saja pihak kontraktor telah memilki alasan dan bukti kuat mengapa keterlambatan ini bisa terjadi seperti laporan cuaca jika terjadi hujan dan mencatat berapa jam hujan tersebut sehingga bisa dihitung berapa lama produktivitas proyek terhenti. Hal ini dilakukan agar ketika mengalami keterlambatan pelaksanaan proyek pihak kontraktor utama tidak terkena denda penalti.
7.2. Kegagalan Balok Prestressed
Balok Prestressed dalam pelaksanaan pekerjaannya lebih rumit dari jenis balok lain sehingga terjadi permasalahan – permasalahan dalam pelaksanaanya. Faktor yang mempengaruhi kegagalan balok prestressed yaitu :
VII - 9 a. Pada pengujian tarik , salah satu sling baja terputus
Sling Baja yang
terputus
Gambar 7.11.Sling Baja terputus
Jika salah satu sling baja terputus solusi yang dapat diambil yaitu dilakukan pengujian eksternal yaitu penambahan sling baja disisi luar balok. Panjang sling yang ditambahkan hanya satu dan panjang sling baja yang ditambahkan sesuai dengan panjang bentang balok.
b. Hydraulic jack yang rusak
Pada pengujian prestressed, alat juga harus dikalibrasi agar ketika pengujian penarikan tidak terjadi kerusakan alat. Namun, ada salah satu pengujian yang gagal disebabkan karena alat yang rusak. Untuk permasalahan ini, langkah yang diambil yaitu pengajuan pergantian alat. Setelah alat dipastikan tidak rusak dilakukan pengujian ulang.
VII - 10 c. Pengecoran balok prestressed yang retak
Beton yang retak
Gambar 7.13. Keretakan pada hasil pengecoran
Jika kesalahan terjadi pada proses pengecoran, langkah yang diambil yaitu melakukan injeksi dengan beton mutu tinggi lalu dilakukan penarikan.
d. Kesalahan pembacaan alat (elongasi)
Diadakan penarikan ulang terhadap balok yang terjadi kesalahan pada pembacaan elongasi.
7.3. Permasalahan dalam hasil pekerjaan
Walaupun telah dilakukan pengawasan pada proses pekerjaan, belum bisa menjamin hasil pekerjaan akan bagus seperti yang diharapkan karena banyak faktor seperti kelalaian pekerja, cuaca dan lain – lain. Permasalahan yang sering terjadi terkait dengan hasil pekerjaan yaitu :
1. Plin dinding
Plin dinding ini disebabkan karena sambungan kayu pada bekisting tidak rata sehingga menyebabkan salah satu ada miring keatas atau ada
VII - 11 yang miring kebawah. Jika plin dinding yang terjadi sekitar 1 – 3 mm, dinding tersebut harus digerinda untuk meratakan permukaan beton. Namun, jika plin yang terjadi lebih dari 3 mm maka dinding tersebut harus dipicing atau pembobokan skala kecil dengan menggunakan alat yang dipukul dengan palu kemudian ditambal dengan adukan semen lagi.
2. Balok bunting
Pada proyek ini, balok yang tidak rata karena menggembung kedepan disebut balok bunting. Hal ini terjadi karena bekisting pada sisi tembereng balok yang dibuat tidak kuat menahan beton. Bekisting tersebut perkuatan sambungannya (tie rod) tidak kuat sehingga tidak bisa menahan beton pada sisi kiri dan kanan balok.
Gambar 7.14.Balok Bunting
3. Beton keropos
Beton keropos biasanya terjadi pada pertemuan balok dengan kolom, core wall dan shear wall karena pembersihan stereofoam pada blockout tidak bersih sehingga beton tidak mengisi ruang yang masih
VII - 12 tersisa stereofoam. Untuk menanggulanginya ditambal lagi dengan acian semen.
Gambar 7.15. Beton Keropos
4. Warna beton tidak merata
Warna beton bisa tidak merata biasanya sering terjadi pada pengecoran
free standing yaitu pengecoran diatas beton yang telah dicor. Kesalahan
ini disebabkan karena busa yang dipakai sebagai penyerap beton agar tidak menjalar ke beton yang sudah jadi kurang banyak sehingga adukan beton pada saat pengecoran menjalar ke permukaan beton yang sudah jadi. Solusi yang bisa diambil pada permasalahan ini yaitu :
1. Jika adukan beton yang menjalar masih bisa dibersihkan dengan air, disemprotkan dengan air sehingga adukan beton yang menetes dari atas bisa dibersihkan.
2. Jika adukan betonnya sudah mengering, permukaan beton yang terkena tetesan dari pengecoran tersebut harus digerinda agar permukaannya menjadi halus.
VII - 13 Pihak QC mengawasi hasil pekerjaan dengan menggunakan shop drawing lalu dicek pekerjaan – pekerjaan yang telah dilaksanakan. Jika terdapat permasalahan – permasalahan seperti yang dijelaskan diatas, pihak kontraktor mengajukan klaim pada sub kontraktor yang terkait yaitu sub kontraktor pengecoran. Sub kontraktor pada divisi pengecoran pada proyek ini adalah cv.sevina mandiri.
Gambar 7.16.Warna beton tidak rata
5. Bekisting yang menempel
Bekisting menempel Karena papan venol film terjepit oleh cor beton karena kelalaian pekerja dalam pemasangan bekisting.
VII - 14 Solusi dalam penyelesaian masalah ini yaitu pelepasan bekisting dengan menggunakan linggis. Untuk serat kayu yang menempel cara penyelesaiannya yaitu dengan membobok sedikit beton yang tertempel serat kayu lalu ditambal lagi menggunakan beton instan.