• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Secara etimologi, disiplin berasal dari bahasa latin disipel yang berarti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Secara etimologi, disiplin berasal dari bahasa latin disipel yang berarti"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Landasan Teori

Secara etimologi, disiplin berasal dari bahasa latin “disipel” yang berarti pengikut. Seiring dengan perkembangan zaman, kata tersebut mengalami perubahan menjadi “disipline” yang artinya kepatuhan atau yang menyangkut tata tertib. Disiplin kerja adalah suatu sikap ketaatan seseorang terhadap aturan/ketentuan yang berlaku dalam organisasi, yaitu: menggabungkan diri dalam organisasi itu atas dasar keinsyafan, bukan unsur paksaan (Wursanto, 2003).

2.1.1. Pengertian Disiplin Kerja

Siagian dalam Hasibuan (2003) menyatakan bahwa disiplin kerja adalah sikap mental yang tercermin dalam perbuatan atau tingkah laku seseorang, kelompok masyarakat berupa ketaatan (obedience) terhadap peraturan, norma yang berlaku dalam masyarakat.

Menurut Gie dalam Hasibuan (2003) disiplin diartikan sebagai suatu keadaan tertib di mana orang-orang tergabung dalam organisasi tunduk pada peraturan yang telah ditetapkan dengan senang hati orang/sekelompok orang. Kedisiplinan adalah kesadaran dan ketaatan seseorang terhadap peraturan perusahaan/lembaga dan norma sosial yang berlaku.

Dari beberapa pendapat itu dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja adalah sikap ketaatan dan kesetiaan seseorang/sekelompok orang terhadap peraturan tertulis

(2)

/tidak tertulis yang tercermin dalam bentuk tingkah laku dan perbuatan pada suatu organisasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Tujuan disiplin baik kolektif maupun perorangan yang sebenarnya adalah untuk mengarahkan tingkah laku pada realita yang harmonis. Untuk menciptakan kondisi tersebut, terlebih dahulu harus diwujudkan keselerasan antara hak dan kewajiban pegawai/karyawan.

Menurut Davis (2004) bahwa, “Disiplin adalah suatu tindakan manajemen memberikan semangat kepada pelaksanaan standar organisasi, ini adalah pelatihan mengarah kepada upaya membenarkan dan melibatkan pengetahuan-pengetahuan dan prilaku petugas sehingga ada kedisiplinan pada diri petugas, untuk menuju pada kerjasama dan prestasi yang lebih baik”.

Disiplin adalah kondisi kendali diri karyawan dan prilaku tertib yang menunjukkan tingkat kerjasama tim yang sesungguhnya dalam suatu organisasi. Salah satu aspek hubungan internal kekaryawanan yang penting namun sering kali sulit dilaksanakan adalah penerapan tindakan disipliner oleh Mondy (2008).

2.1.2. Jenis-jenis Disiplin Kerja

Menurut Handoko (2001) jenis-jenis disiplin kerja dibagi 2 (dua), yaitu: 1. Self discipline

Disiplin ini timbul karena seseorang merasa terpenuhi kebutuhannya dan telah menjadi bagian dari organisasi, sehingga orang akan tergugah hatinya untuk sadar dan secara sukarela mematuhi segala peraturan yang berlaku.

(3)

2. Command discipline

Disiplin ini tumbuh bukan dari perasaan ikhlas, akan tetapi timbul karena adanya paksaan/ancaman orang lain

Dalam setiap organisasi, yang diinginkan pastilah jenis disiplin yang pertama, yaitu datang karena kesadaran dan keinsyafan. Akan tetapi kenyataan selalu menunjukkan bahwa disiplin itu lebih banyak di sebabkan oleh adanya semacam paksaan dari luar. Disiplin mengacu pada pola tingkah laku dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Adanya hasrat yang kuat untuk melaksanakan sepenuhnya apa yang sudah menjadi norma, etika, kaidah yang berlaku.

2. Adanya perilaku yang terkendali. 3. Adanya ketaatan.

Untuk mengetahui ada atau tidaknya disiplin kerja seorang pegawai/karyawan dapat dilihat dari:

1. Kepatuhan karyawan/pegawai terhadap peraturan yang berlaku, termasuk tepat waktu dan tanggung jawab terhadap pekerjaannya.

2. Bekerja sesuai prosedur yang ada.

3. Pemeliharaan sarana dan perlengkapan kantor dengan baik. 2.1.3. Tipe-tipe Disiplin Kerja

Menurut Handoko (2001) pembentukan disiplin kerja dapat dilakukan dengan 2 (dua) tipe, yaitu:

(4)

1. Disiplin preventif (preventive discipline)

Merupakan tindakan yang diambil untuk mendorong para pekerja mengikuti atau mematuhi norma-norma dan aturan-aturan sehingga penyelewengan-penyelewengan tidak terjadi.

2. Disiplin korektif (corrective discipline)

Merupakan suatu kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut.

2.1.4. Prinsip-prinsip Pendisiplinan

Dengan adanya tata tertib yang ditetapkan, dengan tidak sendirinya para pegawai akan mematuhinya, maka perlu bagi pihak organisasi mengkondisikan karyawannya dengan tata tertib kantor. Untuk mengkondisikan pegawai agar bersikap disiplin, maka dikemukakan prinsip pendisiplinan sebagai berikut:

1. Pendisiplinan dilakukan secara pribadi

Pendisiplinan ini dilakukan dengan menghindari menegur kesalahan dihadapan orang banyak, karena bila hal tersebut dilakukan menyebabkan karyawan yang bersangkutan malu dan tidak menutup kemungkinan akan sakit hati.

2. Pendisiplinan yang bersifat membangun

Selain menunjukkan kesalahan yang dilakukan karyawan, haruslah disertai dengan memberi petunjuk penyelesaiannya, sehingga karyawan tidak merasa bingung dalam menghadapi kesalahan yang dilakukan.

(5)

3. Keadilan dalam pendisiplinan

Dalam melakukan tindakan pendisiplinan, hendaknya dilakukan secara adil tanpa pilih kasih serta tidak membeda-bedakan antar karyawan.

4. Pendisiplinan dilakukan pada waktu karyawan tidak absen.

Pimpinan hendaknya melakukan pendisiplinan ketika karyawan yang melakukan kesalahan hadir, sehingga secara pribadi ia mengetahui kesalahannya.

5. Setelah pendisiplinan hendaknya dapat bersikap wajar

Hal itu dilakukan agar proses kerja dapat berjalan lancar seperti biasa dan tidak kaku dalam bersikap.

Adapun disiplin kerja dipengaruhi oleh faktor yang sekaligus sebagai indikator dari disiplin kerja oleh Soejono (2000), yaitu:

1. Ketepatan waktu, para pegawai datang ke kantor tepat waktu, tertib dan teratur, dengan begitu dapat dikatakan disiplin kerja baik.

2. Menggunakan peralatan kantor dengan baik, sikap hati-hati dalam menggunakan peralatan kantor, dapat menunjukkan bahwa seseorang memiliki disiplin kerja yang baik, sehingga peralatan kantor dapat terhindar dari kerusakan.

3. Tanggung jawab yang tinggi, pegawai yang senantiasa menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya sesuai dengan prosedur dan bertanggung jawab atas hasil kerja, dapat pula dikatakan memiliki disiplin kerja yang baik.

(6)

5. Pegawai memakai seragam kantor, menggunakan kartu tanda pengenal identitas, membuat ijin bila tidak masuk kantor, juga merupakan cerminan dari disiplin yang tinggi.

2.1.5. Pengertian Motivasi Kerja

Motif seringkali diistilahkan sebagai dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Sehingga motif tersebut merupakan driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku dan di dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu. As’ad dalam Hasibuan (2003). Motivasi secara sederhana dapat diartikan “Motivating” yang secara implisit berarti bahwa pimpinan suatu organisasi berada di tengah-tengah bawahannya, dengan demikian dapat memberikan bimbingan, instruksi, nasehat dan koreksi jika diperlukan (Sinungan, 2000). Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa motivasi adalah keinginan yang terdapat pada seorang individu yang merangsang untuk melakukan tindakan oleh Winardi (2000). Motivasi adalah dorongan yang ada dalam diri manusia yang menyebabkan ia melakukan sesuatu.

Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan dorongan/daya yang timbul dari diri, tanpa ada paksaan dari siapapun untuk melakukan suatu pekerjaan. Telah lama diketahui bahwa manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial ia membutuhkan rasa sayang, pengakuan keberadaan, rasa ingin memiliki berbagai kebutuhan tersebut, manusia bekerja dan berusaha dengan sekuat tenaga untuk memenuhi keinginan itu.

(7)

2.1.6. Teori Motivasi Kerja

Ada beberapa teori motivasi yang dikembangkan oleh pakar ilmu perilaku administrasi yang menurut Gibson et al. (1997) secara umum mengacu pada dua kategori, yaitu:

1. Teori kepuasan (Content Theory), yang memusatkan perhatian kepada faktor dalam diri orang yang menguatkan (energize), mengarahkan (direct), mendukung (sustain) dan menghentikan (stop) perilaku petugas.

2. Teori proses (Process Theory) menguraikan dan menganalisa bagaimana perilaku itu dikuatkan, diarahkan, didukung dan dihentikan.

Lebih lanjut Gibson et al (1997) mengelompokkan teori motivasi sebagai berikut: 1. Teori Kepuasan terdiri dari:

A. Teori Hirarki Kebutuhan dari Abraham Maslow

Setiap manusia mempunyai needs (kebutuhan, dorongan, intrinsic dan extrinsic factor), yang pemunculannya sangat tergantung dari kepentingan individu. Dengan kenyataan ini, kemudian Maslow (1980) membuat “needs hierarchy theory” untuk menjawab tentang tingkatan kebutuhan manusia tersebut. Kebutuhan manusia diklasifikasi menjadi lima hierarki kebutuhan yaitu:

a. Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs). Perwujudan dari kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan pokok manusia yaitu sandang, pangan, papan, dan kesejahteraan individu. Kebutuhan ini dipandang sebagai kebutuhan yang paling mendasar, karena tanpa pemenuhan kebutuhan tersebut, seseorang tidak dapat dikatakan hidup normal. Meningkatnya kemampuan seseorang cenderung mereka berusaha

(8)

meningkatkan pemuas kebutuhan dengan pergeseran dari kuntitatif ke kualitatif. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang amat primer, karena kebutuhan ini telah ada dan terasa sejak manusia dilahirkan. Misalnya dalam hal sandang. Apabila tingkat kemampuan seseorang masih rendah, kebutuhan akan sandang akan dipuaskan sekedarnya saja. Jumlahnya terbatas dan mutunya pun belum mendapat perhatian utama karena kemampuan untuk itu memang masih terbatas. Akan tetapi bila kemampuan seseorang meningkat, pemuas akan kebutuhan sandang pun akan ditingkatkan, baik sisi jumlah maupun mutunya. Demikian pula dengan pangan. Seseorang yang ekonominya masih rendah, kebutuhan pangan biasanya masih sangat sederhana. Akan tetapi jika kemampuan ekonominya meningkat, maka pemuas kebutuhan akan panganpun akan meningkat. Hal serupa dengan kebutuhan akan papan/perumahan. Kemampuan ekonomi seseorang akan mendorongnya untuk memikirkan pemuas kebutuhan perumahan dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif sekaligus.

b. Kebutuhan rasa aman (Safety Needs). Kebutuhan keamanan harus dilihat dalam arti luas, tidak hanya diartikan dalam arti keamanan fisik semata, tetapi juga keamanan psikologis dan perlakuan yang adil dalam pekerjaan. Karena pemuas kebutuhan ini terutama dikaitkan dengan kekaryaan seseorang, artinya keamanan dalam arti fisik termasuk keamanan seseorang didaerah tempat tinggal, dalam perjalanan menuju ke tempat bekerja, dan keamanan di tempat kerja.

c. Kebutuhan Sosial (Social Needs). Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial, tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan pasti memerlukan bantuan

(9)

orang lain, sehingga mereka harus berinteraksi dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan sosial tercermin dalam empat bentuk perasaan, yaitu:

1) Kebutuhan akan perasaaan diterima orang lain dengan siapa ia bergaul dan berinteraksi dalam organisasi dan demikian ia memiliki sense of belonging yang tinggi.

2) Harus diterima sebagai kenyataan bahwa setiap orang mempunyai jati diri yang khas dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dengan jati dirinya itu, setiap manusia merasa dirinya penting, artinya ia memiliki sense of importance.

3) Kebutuhan akan perasaan maju dan tidak akan gagal sering disebut sense of accomplishment. Tidak ada orang yang merasa senang apabila ia menemui kegagalan, sebaliknya, ia senang apabila ia menemui keberhasilan.

Kebutuhan akan perasaan diikutsertakan (sense of participation). Kebutuhan ini sangat terasa dalam hal pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan tugas sendiri. Sudah barang tentu bentuk dari partisipasi itu dapat beraneka ragam seperti dikonsultasikan, diminta memberikan informasi, didorong memberikan saran.

d. Kebutuhan akan harga diri (Esteem Needs). Semua orang memerlukan pengakuan atas keberadaan statusnya oleh orang lain. Situasi yang ideal adalah apabila prestise itu timbul akan menjadikan prestasi seseorang. Akan tetapi tidak selalu demikian, karena dalam hal ini semakin tinggi kedudukan seseorang, maka akan semakin banyak hal yang digunakan sebagai simbol statusnya itu. Dalam

(10)

kehidupan organisasi banyak fasilitas yang diperoleh seseorang dari organisasi untuk menunjukkan kedudukan statusnya dalam organisasi. Pengalaman menunjukkan bahwa baik di masyarakat yang masih tradisional maupun di lingkungan masyarakat yang sudah maju, simbol-simbol status tersebut tetap mempunyai makna penting dalam kehidupan berorganisasi.

e. Aktualisasi diri (Self Actualization). Hal ini dapat diartikan bahwa dalam diri seseorang terdapat kemampuan yang perlu dikembangkan, sehingga dapat memberikan sumbangsih yang besar terhadap kepentingan organisasi. Melalui kemampuan kerja yang semakin meningkat akan semakin mampu memuaskan mengembangkan diri serta berbuat yang lebih baik.

B. Teori Dua Faktor dari Herzberg

Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg yang merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow. Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan, Kedua, kerangka ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan (Leidecker and Hall dalam Timpe, 2002).

Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika Serikat dari berbagai industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor. Menurut teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan satisfier atau instrinsic

(11)

motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier atau extrinsic motivation. Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu factor intrinsic yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja.

Jadi petugas yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinkannya menggunakan kreativitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan di sini tidak terutama dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (Siagian, 2003).

Menurut Herzberg faktor ekstrinsik tidak akan mendorong minat para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial. Sedangkan faktor intrinsik merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi dari pada pemuasan kebutuhan lebih rendah (Leidecker dan Hall dalam Timpe, 2002).

Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor motivasi dan ini mendapat kritikan dari para ahli. Pekerjaan kerah biru sering kali

(12)

dilakukan oleh mereka bukan karena faktor intrinsik yang mereka peroleh dari pekerjaan itu, tetapi kerena pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka. Penelitian oleh Schwab, De Vitt dan Cuming tahun 1971 telah membuktikan bahwa faktor ekstrinsik pun dapat berpengaruh dalam memotivasi performa tinggi (Grensing dalam Timpe, 2002).

C. Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Alderfer

Menurut teori ERG Dari Clayton Alderfer ini ada 3 (tiga) kebutuhan pokok manusia yaitu: a) Existence (eksistensi); kebutuhan akan pemberian Relatedness persyaratan keberadaan materil dasar kita (kebutuhan psikologis dan keamanan). b) Relatedness (keterhubungan); Hasrat yang kita miliki untuk memelihara hubungan antar pribadi (kebutuhan sosial dan penghargaan), c) Growth (pertumbuhan); Hasrat kebutuhan intrinsik untuk perkembangan pribadi (kebutuhan aktualisasi diri).

D. Teori Kebutuhan dari McClelland

Teori kebutuhan McClelland dikemukakan oleh David McClelland. Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan. Hal-hal yang memotivasi seseorang menurut McClelland dalam Hasibuan (2003) adalah: a) kebutuhan akan prestasi (need for achievement = n Ach. b) kebutuhan akan kekuasaan (need for power = n Pow). c) kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation = n Af). a) kebutuhan akan prestasi (n Ach). Kebutuhan akan prestasi (n Ach) merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena n Ach akan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya guna mencapai prestasi kerja yang maksimal. Seseorang menyadari

(13)

bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang tinggi akan memperoleh pendapatan yang besar yang akhirnya bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. b) kebutuhan akan kekuasaan (n Pow). Kebutuhan akan kekuasaan (n Pow) merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. n Pow akan merangsang dan memotivasi gairah kerja seseorang serta mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Seseorang dengan n Pow tinggi akan bersemangat bekerja apabila bisa mengendalikan orang yang ada di sekitarnya. c) kebutuhan akan Afiliasi (n Af). Kebutuhan akan Afiliasi (n Af) menjadi daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena n Af ini akan merangsang gairah bekerja seseorang yang menginginkan kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain, perasaan dihormati, perasaan maju dan tidak gagal, dan perasaan ikut serta.

2. Teori Proses terdiri dari:

A. Teori Harapan (Expectancy Theory)

Pencetus pertama dari teori dari harapan ini adalah Victor H. Vroom dan merupakan teori motivasi kerja yang relatif baru. Teori ini berpendapat bahwa orang-orang atau petugas akan termotivasi untuk bekerja atau melakukan hal-hal tertentu jika mereka yakin bahwa dari prestasinya itu mereka akan mendapatkan imbalan besar. Seseorang mungkin melihat jika bekerja dengan giat kemungkinan adanya suatu imbalan, misalnya kenaikan gaji, kenaikan pangkat dan inilah yang menjadi perangsang seseorang dalam bekerja giat.

(14)

B. Teori Pembentukan Perilaku (Operant Conditioning)

Teori ini berasumsi bahwa perilaku pegawai dapat dibentuk dan diarahkan kearah aktivitas pencapaian tujuan. Teori pembentukan perilaku sering disebut dengan istilah-istilah lain seperti: behavioral modification, positive reinforcement dan skinerian conditioning.

Pendekatan pembentukan perilaku ini didasarkan atas hukum pengaruh (law of effect) yaitu perilaku yang diikuti konsekuensi pemuasan sering diulang sedangkan perilaku konsekuensi hukuman tidak diulang. Perilaku pegawai di masa yang akan datang dapat diperkiraan dan dipelajari, berdasarkan pengalaman di masa lalu.

Menurut teori pembentukan perilaku, perilaku pegawai dipengaruhi kejadian-kejadian atau situasi masa lalu. Apabila konsekuensi perilaku tersebut positif, maka pegawai akan memberikan tanggapan yang sama terhadap situasi lama, tetapi apabila konsekuensi itu tidak menyenangkan, maka pegawai cenderung mengubah perilakunya untuk menghindar dari konsekuensi tersebut.

C. Teori Keadilan (Equity Theory)

Teori motivasi ini didasarkan pada asumsi bahwa pegawai akan termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya, apabila ia diperlakukan secara adil dalam pekerjaannya. “Keadilan adalah suatu keadilan yang muncul dalam pikiran seseorang jika ia merasa bahwa rasio antara usaha dan imbalan adalah seimbang dengan rasio seseorang yang dibandingkan” (Davis, 2004).

Ketidakadilan akan ditanggapi dengan bermacam-macam perilaku yang menyimpang dari aktivitas pencapaian tujuan seperti menurunkan prestasi, mogok,

(15)

malas dan sebagainya. Inti dari teori ini adalah pegawai membandingkan usaha mereka terhadap imbalan yang diterima pegawai lainnya dalam situasi kerja yang relatif sama. Selain itu juga membandingkan imbalan dengan pengorbanan yang diberikan. Apabila mereka telah mendapatkan keadilan dalam bekerja, maka mereka termotivasi untuk meningkatkan produtivitas kerjanya.

Berdasarkan pembahasan tentang berbagai teori motivasi dan kebutuhan-kebutuhan yang mendorong manusia melakukan tingkah laku dan pekerjaan, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi petugas pemasyarakatan adalah keseluruhan daya penggerak atau tenaga pendorong baik yang berasal dari dalam maupun dari luar diri yang menimbulkan adanya keinginan untuk melakukan suatu kegiatan atau aktivitas dalam menjalankan tugas sebagai petugas pemasyarakatan untuk mencapai tujuan. 2.1.7. Metode-metode Motivasi

Menurut Hasibuan (2003) terdapat dua metode dalam motivasi, metode tersebut adalah metode langsung dan metode tidak langsung. Kedua metode motivasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Metode langsung, merupakan motivasi materil atau non materil yang diberikan secara langsung kepada seseorang untuk pemenuhan kebutuhan dan kepuasannya. Motivasi ini dapat diwujudkan misalnya dengan memberikan pujian, penghargaan, bonus dan piagam.

2. Metode tidak langsung, merupakan motivasi yang berupa fasilitas dengan maksud untuk mendukung serta menunjang gairah kerja dan kelancaran tugas.

(16)

Contohnya adalah dengan pemberian ruangan kerja yang nyaman, penciptaan suasana dan kondisi kerja yang baik.

2.1.8. Asas-asas Motivasi

1. Asas mengikutsertakan, artinya mengajak bawahan untuk ikut serta dalam berpartisipasi dan memberikan kesempatan untuk mengajukan pendapat sebagai rekomendasi dalam pengambilan keputusan.

2. Asas komunikasi, artinya mengiformasikan secara jelas tentang tujuan yang ingin dicapai, cara mengerjakannya dan kendala yang dihadapi.

3. Asas pengakuan, artinya memberikan penghargaan, pujian dan pengakuan yang tepat serta wajar kepada bawahan atas prestasi kerja yang dicapainya.

4. Asas wewenang yang didelegasikan, artinya memberikan kewenangan dan kepercayaan diri kepada bawahan, bahwa dengan kemampuan dan kreativitasnya mampu mengerjakan tugas dengan baik.

5. Asas adil dan layak, artinya alat dan jenis motivasi yang diberikan harus berdasarkan atas keadilan dan kelayakan terhadap semua pegawai. Misalnya pemberian hadiah dan hukuman terhadap semua pegawai harus adil dan layak bila masalahnya sama.

6. Asas perhatian timbal balik, artinya bawahan yang berhasil mencapai tujuan dengan baik maka pimpinan harus bersedia memberikan alat dan jenis motivasi. Tegasnya kerja sama yang saling menguntungkan kedua belah pihak oleh Hasibuan (2003).

(17)

2.1.9. Teori Prestasi Kerja

Setiap organisasi baik swasta maupun pemerintah, selalu berupaya agar pegawai yang terlibat dalam kegiatan organisasi dapat memberikan prestasi kerja setinggi mungkin untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Adapun menurut Hidayat dan Sucherly (2000), bahwa prestasi kerja aparat pemerintah pada hakikatnya merupakan hasil kerja sektor pemerintah yang berupa jasa pelayanan terhadap masyarakat dan terdiri dari banyak ragam serta sulit untuk dikuantifikasikan serta dinilai dengan harga. Untuk mengukur karya dan prestasi aparat pemerintah maka pendekatan yang sering dipakai adalah memperbandingkan realisasi kegiatan pegawai dan target tujuan yang ingin dicapai organisasi.

Prestasi kerja sering digunakan dalam organisasi bisnis pada khususnya dan perencanaan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. Bahkan pada saat ini organisasi publik yang memandang bahwa prestasi kerja pegawai merupakan pangkal tolak dari tercapainya produktivitas organisasi.

Dalam upaya meningkatkan produktivitas organisasi tersebut, ternyata faktor prestasi kerja merupakan bagian yang terpenting. Seperti yang dikemukakan oleh Musanef (2002), bahwa prestasi kerja pada dasarnya merupakan:

a. Kecakapan di bidang tugas,

b. Keterampilan melaksanakan tugas, c. Pengalaman di bidang tugas,

d. Bersungguh-sungguh melaksanakan tugas, e. Kesegaran, kesehatan jasmani, dan rohani,

(18)

f. Melaksanakan tugas serta berdaya guna dan berhasil guna, g. Hasil kerja melebihi yang ditentukan.

Komponen-komponen yang disebutkan oleh Musanef di atas ternyata sama dengan komponen-komponen yang dinilai pada prestasi Pegawai Negeri Sipil menurut Surat Edaran BAKN tanggal 11 Pebruari 1980 No. 02/SE/1980 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil. Di dalam Surat Edaran tersebut didefinisikan bahwa prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Dan prestasi kerja seorang Pegawai Negeri Sipil dipengaruhi oleh kecakapan, kemampuan dan pengalaman serta sikap kesungguhan Pegawai Negeri Sipil.

Menurut Hasibuan (2003), disebutkan bahwa apabila prestasi kerja karyawan setelah rnengikuti pengembangan, baik kualitas maupun kuantitas kerjanya meningkat maka berarti metode pengembangan yang diterapkan cukup baik. Tetapi jika prestasi kerjanya tetap berarti metode pengembangan kurang, jadi perlu diadakan perbaikannya. Pengembangan di sini adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konsep dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan melalui pendidikan dan latihan.

Pengertian prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya, didasarkan atas kecakapan, usaha dan kesempatan. Prestasi kerja ini adalah gabungan dari tiga faktor penting yaitu kemampuan dan minat seseorang pekerja, kemampuan dan penerimaan

(19)

atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor di atas, maka semakin besarlah prestasi kerja karyawan yang bersangkutan.

Di pihak lain, Dharma (2003) melihat penilaian prestasi kerja seorang pegawai dapat dipergunakan sebagai:

(1) Untuk mengukur tanggung jawab seseorang, dan

(2) Sebagai dasar bagi peningkatan dan pengembangan para pegawai secara pribadi. Pandangan Dharma ini pada dasarnya dilandasi pemikiran bahwa upaya peningkatan prestasi juga harus diikuti dengan upaya yang transparan (diketahui oleh seluruh anggota organisasi) untuk memberikan peran bagi pegawai yang prestasinya tinggi.

Mathis dan Jakson (2002) menyatakan bahwa prestasi kerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Prestasi kerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk: 1. Kuantitas output, 2. Kualitas output, 3. Jangka waktu output, 4. Kehadiran di tempat kerja, dan 5. Sikap kooperatif.

2.1.10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Kerja

Masukan pada organisasi publik mencakup manusia dan masukan fisik. Seseorang dapat membedakan masukan fisik misalnya karakteristik bangunan, jumlah dan mutu peralatan, dan fasilitas fisik pendukung lainnya. Masukan manusia khususnya terfokus pada studi sifat-sifat yang mencakup para pegawai, penyelenggara, sekretariat, bagian administrasi dan staf lainnya. Para pembuat

(20)

kebijakan dan keputusan, mencari pemahaman yang dapat memanipulasi masukan, dari sudut pandang praktis untuk mencapai manfaat maksimum.

Menurut Mulyono (2003) bahwa ada 4 (empat) variabel penentu prestasi kerja dalam organisasi publik, yaitu:

1. Lingkungan,

2. Karakteristik organisasi, 3. Karakteristik kerja, dan 4. Karakteristik individu. 2.1.11. Pengertian Dosen

Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:

a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;

b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;

c. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;

d. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; e. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;

(21)

g. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;

h. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan

i. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru dalam Undang-Undang Republik Indonesia tentang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005.

2.2. Kerangka Konseptual

Sumber daya manusia merupakan tulang punggung kehidupan organisasi. Keberhasilan organisasi secara keseluruhan sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia yang dimiliki organisasi tersebut sehingga organisasi perlu memiliki karyawan yang berkemampuan tinggi dan berkembang dengan baik untuk mencapai tingkat prestasi yang tinggi.

Pembinaan dan pengembangan karyawan baru ataupun lama dalam perusahaan adalah salah satu kegiatan dalam rangka menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan karyawan. Karena itu perlu dilakukan penilaian atas pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh karyawan atau disebut dengan penilaian kinerja atau penilaian prestasi kerja (Rivai dan Sagala, 2009). Begitu juga pada Politeknik Negeri Medan, ketika ingin mengetahui apakah dosen tetap Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya telah berprestasi atau tidak, maka perlu dilakukan

(22)

penilaian prestasi kerja. Hal ini telah dilakukan setahun sekali dan lebih dikenal sebagai Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3).

Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya, didasarkan kecakapan, usaha dan kesempatan (Hasibuan, 2003). Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas keprofesionalan yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru atau dosen sebagai pendidik profesional (UU No. 14 Tahun 2005).

Stanford dalam Mangkunegara (2005) mengemukakan istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivaton), dapat dirumuskan sebagai berikut:

Human Performance = Ability + Motivation Motivation = Attitude + Situation

Ability = Knowledge + Skill

Aspek-aspek dari kinerja (prestasi) meliputi: mutu pekerjaan, kejujuran, inisiatif, kehadiran, sikap, kerjasama, keandalan, pengetahuan tentang pekerjaan,

(23)

tanggung jawab dan pemanfaatan waktu kerja oleh Umar dalam Mangkunegara (2005).

Anoraga (2005) menyatakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi kerja karyawan seperti: motivasi, pendidikan, disiplin kerja, keterampilan, sikap etika kerja, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, lingkungan dan sistem kerja, teknologi, sarana produksi, jaminan sosial, manajemen dan kesempatan berprestasi. Dalam penelitian ini hanya diambil pengaruh disiplin dan motivasi terhadap prestasi kerja.

Disiplin adalah sikap dari seseorang/kelompok orang yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti/mematuhi segala aturan/keputusan yang ditetapkan (Siagian dalam Hasibuan, 2003).

Heidjrahman dan Husnan (2002) menyatakan “Disiplin adalah setiap perseorangan dan juga kelompok yang menjamin adanya kepatuhan terhadap perintah dan berinisiatif untuk melakukan suatu tindakan yang diperlukan seandainya tidak ada perintah”. Dalam Siagian (2003) “Disiplin merupakan sikap dan tingkah laku seseorang yang mencerminkan tingkat kepatuhan atau ketaatannya pada berbagai ketentuan yang berlaku dan tindakan korektif terhadap pelanggaran atas ketentuan dan standar yang telah ditetapkan”.

Kedisiplinan merupakan fungsi operatif Manajemen Sumber Daya Manusia yang terpenting. Semakin baik disiplin karyawan pada sebuah perusahaan, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapai. Sebaliknya tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi sebuah perusahaan mencapai hasil yang optimal (Rivai, 2009).

(24)

Kedisiplinan dosen juga seharusnya merupakan hal yang mutlak. Karena dosen yang berhubungan langsung dengan mahasiswa dalam proses belajar mengajar. Hal ini berkenaan dengan mutu lulusan yang dihasilkan oleh institusi pendidikan. Mutu lulusan tidak akan baik apabila dosen yang bersangkutan tidak disiplin dalam menerapkan peraturan dan sesuka hati dalam melaksanakan tugasnya. Peraturan yang ada di Politeknik Negeri Medan adalah SOP ISO 9001-2008.

Motivasi didefinisikan oleh Filmore H. Stanford dalam Mangkunegara (2002) bahwa motivasi sebagai kondisi yang menggerakkan manusia kearah satu tujuan tertentu. Dalam hubungannya dengan kerja, Ernest L. McCormick dalam Mangkunegara (2002) megatakan bahwa motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.

Motivasi kerja karyawan dapat dinilai dengan pemenuhan kebutuhan fisik, pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan, pemenuhan kebutuhan sosial, pemenuhan kebutuhan status/kekuasaan, dan pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri menurut Teori Kebutuhan (Maslow dalam Hasibuan, 2003).

Hal-hal yang berhubungan dengan faktor pemuas (motivation factor) disebut dengan motivator yang terdiri dari prestasi (achievement), pengakuan (recognition), tanggung jawab (responsibility), pekerjaan itu sendiri (the work it self), kemajuan (achievement), dan kemungkinan untuk berkembang (the possibility of growth). Sedangkan yang berhubungan dengan ketidakpuasan dalam bekerja dihubungkan

(25)

oleh faktor ekstrinsik antara lain, kompensasi, keamanan dan keselamatan kerja, kondisi kerja, status, prosedur perusahaan dan hubungan kerja (Siagian, 2003).

Pada Politeknik Negeri Medan, disiplin dan motivasi dosen dalam mengajar dan melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi berpengaruh besar terhadap mutu lulusan. Disiplin dan motivasi yang tinggi akan meningkatkan prestasi kerja dosen sehingga mutu lulusan yang diharapkan dapat tercapai. Dari uraian di atas, tampak bahwa peningkatan prestasi kerja merupakan salah satu cara untuk meningkatkan hasil karya, prestasi kerja akan diperoleh apabila didukung oleh dan disiplin kerja yang baik dan motivasi kerja yang tinggi, sehingga dapat digambarkan menjadi sebuah kerangka konseptual penelitian yaitu:

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Disiplin Kerja (X1)

Prestasi Kerja (Y)

(26)

2.3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah disiplin kerja dan motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja dosen Politeknik Negeri Medan.

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Disiplin Kerja (X1)

Referensi

Dokumen terkait

Pola ini memiliki bayangan atas yang panjang dengan sedikit atau tidak ada bayangan yang lebih rendah, dan pola kecil didekat titik terendah dari sebuah sesi yang berkembang

Simpulan: Pemberian LP tidak menunjukkan perbedaan bermakna dalam hal penurunan kadar IgE serum total dibandingkan kelompok kontrol, namun menyebabkan penurunan

Ketika nilai wajar pada saat pengakuan awal berbeda dari harga transaksinya, Perusahaan mencatat berdasarkan nilai wajar hanya apabila nilai wajar tersebut mencerminkan harga

Pemahaman makan sepuasnya atau all you can eat merupakan suatu konsep rumah makan dimana tamu yang datang dapat mengambil dan memilih sendiri dengan sepuasnya

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan, karunia serta rahmat dalam penulisan skripsi dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Daftar Perusahaan Peserta Train The Trainer dari Service Leadership (Public dan Inhouse Training) PT Sorini Towa Berlian Corp, Departemen Keuangan, PT Holcim Indonesia, Warbis

Luas selimut < Luas permukaan transfer panas,sehingga sistem pendingin yang digunakan adalah koil.. atau koil adalah 10 psia sehingga delta P

Campuran gas yang keluar dari reaktor diturunkan tekanannya menjadi 1,1 atm dengan expander, kemudian didinginkan dengan cooler (Co-01) untuk dialirkan ke absorber