Perbaikan Kualitas Belanja
Bidang Kesehatan Dalam
Rangka Meningkatkan Standar
Kesehatan Masyarakat
oleh
Direktur Penyusunan APBN
Seminar Hasil Kajian Kesehatan
“Upaya Bersama Untuk Meningkatkan Kualitas Belanja Bidang Kesehatan Dalam RangkaDasar Hukum dan Perhitungan Anggaran Kesehatan (1)
Komponen
Penjelasan
Belanja K/L K/L yang memiliki fungsi kesehatan, yaitu: Kemenkes, Badan POM, BKKBN, serta K/L yang memiliki kegiatan pengelolaan rumah sakit (Kemenhan dan Polri)
BA BUN a. Jaminan Pelayanan Kesehatan oleh Pemerintah (Iuran BPJS untuk PNS) b. Untuk alokasi cadangan anggaran pendidikan pada BA BUN
1
2
Dasar Hukum: UU Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 171
1. Besar anggaran kesehatan Pemerintah dialokasikan minimal sebesar 5% (lima persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara di luar gaji.
2. Besar anggaran kesehatan pemerintah daerah, provinsi, kabupaten/kota dialokasikan minimal sebesar 10% (sepuluh persen) dari APBD di luar gaji.
3. Besaran anggaran kesehatan diprioritaskan untuk kepentingan pelayanan publik sekurang-kurangnya 2/3 dari anggaran kesehatan dalam APBN dan APBD.
Komponen
Penjelasan
a. DAK Kesehatan Terdiri atas:
1. DAK Fisik bidang Kesehatan dan Keluarga Berencana 2. DAK Non Fisik Kesehatan (Bantuan Operasional Kesehatan
dan Bantuan Operasional KB) b. Perkiraan Otsus
untuk
Kesehatan
1. Pasal 36 ayat (2) UU No 21/2001 ttg Otsus Papua: “ … Sekurang-kurangnya 15% untuk kesehatan dan perbaikan gizi “
2. Pasal 183 ayat (3) UU No 11/2006 ttg Pemerintahan Aceh: “Dana Otonomi Khusus, merupakan penerimaan Pemerintah Aceh yang ditujukan untuk membiayai pembangunan
terutama … pendidikan, sosial, dan kesehatan” Pengeluaran
Pembiayaan
Untuk Penyertaan Modal Negara pada BPJS Kesehatan salah satu komponen APBN yang digunakan untuk menjamin
keberlangsungan program jaminan kesehatan nasional
4
3
Anggaran Kesehatan cenderung meningkat, sejak
tahun 2016 dipenuhi 5% dari APBN sesuai ketentuan UU
9,7 17,9 23,3 27,1 28,0 28,8 39,4 41,5 48,2 61,0 74,8 92,3 106,7 2,4 2,8 3,0 3,2 2,7 2,8 3,0 2,7 2,8 3,3 3,8 5,0 5,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 50,0 100,0 150,0 200,0 250,0 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Rp triliun
Belanja K/L Non K/L TKDD Pembiayaan . % thd BN
% Komposisi Anggaran Kesehatan APBNP 2017: - Belanja K/L Rp63,6 T - Belanja Non K/L Rp17,8 T - Transfer ke Daerah Rp25,2 T
Beberapa Pemanfaatan/Program Strategis Kesehatan:
1. Program Indonesia Sehat
2. Sarana dan Prasarana
3. Isu lain:
a. Penanganan Defisit BPJS
b. Stunting
0% 5% 10% 15% 20% 25% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2012 2016
Alokasi untuk Jaminan Kesehatan untuk Masyarakat Miskin (Penerima
Bantuan Iuran) meningkat, namun masih kurang tepat sasaran
Source: Susenas 2015
Alokasi dan penerima PBI JKN meningkat, namun analisis incidence menunjukkan masih terdapat keluarga mampu yang menerima PBI (44,8% non miskin)
76,4 76,4 76,4 76,4 86,4 86,4 87,9 91,1 92,4 0 10 20 30 40 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Rp Triliun
Pagu Realisasi Peserta (juta jiwa)
Manfaat relatif yang diterima
Public, 41,4, (1.5 % GDP)
Social health insurance, 13 (0.5 %GDP) Out-of-pocket, 45,3
(1.6 %GDP)
External; 0,8
Secara umum, pengeluaran out-of-pocket Indonesia (2014) masih relatif tinggi
masyarakat masih belum terlindungi secara finansial
Usulan Perbaikan terkait PBI
(Pemanfaatan dan Monitoring Evaluasi atas aspek financial)
Temuan Rekomendasi Langkah konkret
Hal terkait kepesertaan: a. Ketidaktepatan sasaran
penerima PBI
b. Belum semua kelompok masyarakat mengikuti program JKN
c. Peran Pemda untuk ikut membiayai program JKN masih lemah
– Perbaikan/Penyempur naan basis data
terpadu
– Membangun sistem dan strategi komunikasi untuk memberikan informasi mengenai manfaat dari program kepada RT sasaran – Mendorong
keterlibatan Pemda secara aktif untuk
mensukseskan program JKN.
• Peningkatan koordinasi Kemenkes,
Kemensos, BPS, TNP2K, dan Pemda dalam penyempurnaan basis data terpadu. • BPJS meningkatkan jumlah peserta dan
kepatuhan pembayaran iuran/premi dari kelompok pekerja bukan penerima upah (PBPU) antara lain dengan mempermudah sistem pendaftaran, pembayaran, dan penagihan iuran/premi.
• Kemendagri memastikan alokasi iuran PNSD dalam APBD masing-masing pada saat memberikan persetujuan APBD.
• Pembayaran tunggakan melalui pemotongan APBD.
Monitoring dan evaluasi masih difokuskan pada penyerapan dan
pemanfaatan, belum pada perlindungan kesehatan dan finansial
• Memperkuat sistem monitoring dan evaluasi yang mencakup aspek kesehatan, pemanfaatan layanan kesehatan, perlindungan finansial, termasuk kesiapan fasilitas layanan kesehatan
• TNP2K, Kemenkes, dan BPJS melakukan evaluasi terhadap kualitas pelayanan faskes penyedia layanan JKN
• BPJS menyediakan layanan pengaduan (Customer Care) secara online dan offline di setiap faskes
Jumlah puskesmas yang dapat melakukan tes gula darah meningkat dari < 50% di 2011 menjadi 82% di 2016, namun masih terdapat gap antara kota dan desa serta antara Jawa dan Luar Jawa
Kesiapan Fasilitas Kesehatan untuk penyediaan layanan menunjukkan
perbaikan, namun masih terdapat gap antara daerah perdesaan dan perkotaan
0 20 40 60 80 100 0 10 20 30 40 50 60 Gen e ra l supp ly si de re a di n e ss (% )
DAK, % Government Health Expenditure, average 2013-2015
DAK dengan indeks kesiapan layanan kesehatan
Alokasi DAK dan belanja Kesehatan Pemerintah Pusat, tahun 2013-2016 tidak berkorelasi terhadap indeks kesiapan layanan kesehatan tahun 2016
Anggaran Kesehatan
Sarana dan Prasarana Kesehatan
Temuan Rekomendasi Langkah konkret
Layanan
kesehatan belum merata.
• Perlu dibangun fasilitas kesehatan tingkat pertama minimal 1 di setiap kecamatan • Menyusun skema pembiayaan kesehatan berdasarkan kesiapan layanan faskes
Kemenkes bersama Kemendagri memastikan Pemda
memprioritaskan penyediaan puskesmas pada kecamatan yang belum memiliki puskesmas.
Kemenkes dan Pemda memprioritaskan pemerataan dan peningkatan kualitas pelayanan Puskesmas secara umum meliputi pemenuhan ketersediaan tenaga medis, sarana prasana, obat dan vaksin sesuai standar.
Mengoptimalkan monitoring dan evaluasi pelaksanaan akreditasi dan kesiapan layanan faskes
Meningkatkan peran Pemda melalui pemanfaatan cukai rokok untuk kapitasi puskesmas atau mengurangi defisit BPJS. Alokasi belanja kesehatan dan DAK Kesehatan belum berdampak terhadap kesiapan dan kualitas layanan fasilitas kesehatan Pengalokasian DAK ke daerah dan pembayaran JKN ke Faskes harus
dikaitkan dengan pencapaian akreditasi Mengoptimalkan layanan
faskes melalui proses akreditasi
Kemenkes menuntaskan proses akreditasi faskes (FKTP dan FKTL) dalam jangka menengah
Kemenkes, Kemendagri, Kemenkeu, dan Pemda
membangun sistem pengalokasian JKN dan DAK berbasis kinerja sebagai insentif perbaikan layanan kesehatan DAK bidang Kesehatan untuk Akreditasi RS diusulkan
menjadi DAK Penugasan untuk menjamin tercapainya percepatan akreditasi Faskes
Porsi anggaran kesehatan lebih banyak untuk layanan yang bersifat kuratif Reorientasi program layanan kesehatan pada usaha Promotif – Preventif sebagai pilar utama
Kemenkes memperkuat upaya peningkatan kesadaran gaya hidup sehat, bersinergi dengan seluruh elemen masyarakat.
Program JKN menghadapi masalah sustainabilita, antara
lain karena tingginya claim ratio, sistem kepesertaan serta
skema manfaat
Sistem pembayaran JKN (non reimburse, namun pembayaran tetap pada fasilitas kesehatan) sesuai analisis lebih tinggi dibandingkan dengan sistem reimburse berpotensi membuat defisit JKN
Klaim rasio yang tinggi khususnya dari peserta informal
Sistem kepesertaan memungkinkan orang
hanya mendaftar pada saat sakit berpotensi mengganggu sustainabilitas JKN
Paket Manfaat program JKN juga berpotensi mengganggu sustainabilitas JKN:
Manfaat program JKN bersifat komprehensif dan ditetapkan oleh Kemenkes, bukan BPJS Paket Manfaat tidak eksplisit dan
mencakup semua tindakan, tanpa co-payment, dan pagu maksimal
Manfaat mencakup medis (layanan kesehatan) dan non media (ambulan) Keseimbangan demografis
• Cost sharing sebesar 10 persen terhadap
pasien untuk penyakit/layanan kesehatan
yang mengandung moral hazart.
• BPJS melakukan upaya-upaya strategic
purchasing, sehingga dapat menekan
biaya sebesar 2,5 persen.
• Biaya
operasional
BPJS
Kesehatan
sebesar 4,8 persen dari maksimum yang
diijinkan sebesar 5 persen.
• Kontribusi pemda melalui pemanfaatan
50 persen pajak rokok untuk BPJS
Kesehatan.
Bauran Kebijakan dalam mengatasi/mengendalikan defisit DJS
Kesehatan (Rapat Wamen Tanggal 1 Agustus 2017)
11
Perbaikan keberlangsungan program JKN
Temuan Rekomendasi Langkah konkret Sistem
kepesertaan memungkinkan orang hanya mendaftar pada saat sakit
Meningkatkan jumlah peserta mencapai UHC
Meningkatkan kolektibilitas iuran
Peningkatan jumlah peserta melalui:
Strategi Pemasaran yang masif melalui multimedia selain BPJS Kes, juga melibatkan Kemenkominfo
Kontrak/MOU dengan Pemda untuk memastikan kepesertaan PBPU dan Badan Usaha (BU) di daerahnya
Perbaikan proses bisnis BPJS Kesehatan Peningkatan kolektibilitas iuran:
Perbaikan Proses bisnis internal BPJS Kesehatan, misal
kemudahan mengangsur jumlah tunggakan , namun status kepesertaannya adalah aktif
Penetrasi dilakukan secara “push & pull” dimana Kantor Cabang dan Kader JKN KIS sebagai “hunter” sementara KC Bank BUMN sebagai “farmer”
Klaim rasio yang tinggi khususnya dari peserta informal
Perluasan implementasi Coordination Of Benefit (COB) dengan asuransi komersial
Penerapan layanan kesehatan single class Meningkatan Peran
pemda, melalui :
Dukungan yang dibutuhkan berupa regulasi yang semakin memastikan Badan Usaha untuk menerima implementasi COB. Penyusunan regulasi yang mengatur standar layanan kesehatan
dalam bentuk single class.
Penyusunan regulasi yang mendorong peran aktif Pemda dalam pemantauan dan peningkatan kepatuhan badan usaha, serta pemenuhan suplly side
Sharing biaya pelayanan kesehatan, misal Pemda membayar Kapitasi untuk PBI APBN, Pemda membayar selisih iuran PBI, Pemda membayar peserta PBPU (Informal).
Paket Manfaat perlu di evaluasi
Tingkat ‘Kecerdasan’ Anak
Indonesia
di urutan
64 terendah dari 65
negara*
52 50 17 2 64 Singapura Vietnam Thailand Malaysia*Asesmen yang dilakukan pada tahun 2012 oleh OECD PISA (Organisation for Economic Co-operation and
Development - Programme for International Student Assessment), suatu organisasi global bergengsi, terhadap
kompetensi 510.000 pelajar usia 15 tahun dari 65 negara, termasuk Indonesia, dalam bidangmembaca,
matematika, dan science.
Stunting disebabkan oleh Faktor Multi Dimensi
• • •
Penurunan tingkat stunting diharapkan dapat
meningkatkan kualitas SDM
Penanganan
Stunting (1)
Temuan
Rekomendasi
Langkah Kongkret
K/L terkait melaksanakan program masing-masing tanpa koordinasi yang cukup
Sinkronisasi dan harmonisasi
program/kegiatan penanganan stunting antar K/L
Forum komunikasi dan koordinasi penanganan stunting antar K/L yang efektif
Program-program penanganan stunting yang telah direncanakan belum seluruhnya dilaksanakan
Evaluasi pelaksanaan dan capaian program penanganan stunting yang sudah ada
Menyusun kembali prioritas penanganan stunting yang paling utama dan efektif serta strategi implementasinya
Program/intervensi yang ada, baik yang bersifat spesifik gizi maupun sensitif gizi, perlu ditingkatkan disain, cakupan, kualitas dan sasarannya
Koordinasi antar K/L atau instansi lainnya yang berperan dalam intervensi spesifik gizi maupun sensitif gizi
Implementasi penanganan terpadu masalah gizi di 100 kab/kota prioritas
Program-program berbasis komunitas yang efektif di masa lalu tidak lagi dijalankan seperti sebelumnya – Posyandu, PLKB, kader PKK, Dasawisma, dan lainnya
Evaluasi penerapan program berbasis komunitas pada K/L atau instansi terkait yang dilaksanakan oleh Posyandu, PLKB, kader PKK, Dasawisma, dan lainnya
Koordinasi antara Kemenkes, BKKBN, dan Pemda untuk merevitalisasi peran Posyandu, PLKB, kader PKK, dan lainnya
Pengetahuan dan kapasitas pemerintah baik pusat maupun daerah dalam menangani stunting perlu ditingkatkan
Peningkatan pengetahuan dan kapasitas birokrat pemerintah pusat dan daerah dalam hal penanganan stunting yang efektif dan efisien
Kerjasama (workshop/knowledge
sharing) dengan
akademisi/universitas, lembaga penelitian, NGO atau instansi lainnya yang memiliki kompetensi dan
pengalaman dalam hal penanganan
Penanganan
Stunting (2)
Temuan
Rekomendasi
Langkah Kongkret
Belum ada program yang secara efektif
mendorong peningkatan pengetahuan gizi yang baik dan perubahan perilaku hidup sehat
masyarakat
Anggaran Kementerian Kesehatan lebih didorong untuk upaya yang bersifat promotif dan preventif yang efisien dan tepat sasaran
dibandingkan pelayanan kuratif, diantaranya : gerakan masyarakat hidup sehat, muatan pola hidup sehat dalam kurikulum pendidikan sejak usia dini, pendidikan
masyarakat mencegah penyakit tidak menular khususnya yang menjadi penyebab kematian tertinggi dan menguras anggaran dalam proses penanganannya (jantung, hipertensi, diabetes, stroke), dan Pemenuhan sanitasi total berbasis masyarakat yang bekualitas terutama daerah DTPK/miskin.
• Revitalisasi Puskesmas dan Posyandu dalam rangka
meningkatkan upaya promotif dan preventif melalui Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat (Germas) dan kampanye yang berdampak luas.
• KIE melalui rapor kesehatan anak usia 9-12 tahun pada Posyandu. • Penguatan Posbindu deteksi dini
PTM dalam rangka pendidikan masyarakat mencegah PTM termasuk perubahan perilaku (khususnya konsumsi buah dan sayur, aktivitas fisik, merokok). • Perbaikan perilaku higiene bagi
masyarakat miskin dan perluasan cakupan STBM berkualitas pada 40.000 desa.