• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KELAYAKAN DAN BREAK EVENT POINT USAHATANI PADI SAWAH DI KECAMATAN BONTOLEMPANGAN KABUPATEN GOWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KELAYAKAN DAN BREAK EVENT POINT USAHATANI PADI SAWAH DI KECAMATAN BONTOLEMPANGAN KABUPATEN GOWA"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KELAYAKAN DAN BREAK EVENT POINT

USAHATANI PADI SAWAH

DI KECAMATAN BONTOLEMPANGAN KABUPATEN GOWA

SAIFUL

105960177714

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020

(2)

ANALISIS KELAYAKAN DAN BREAK EVENT POINT

USAHATANI PADI SAWAH

DI KECAMATAN BONTOLEMPANGAN KABUPATEN GOWA

SAIFUL

105960177714

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Strata Satu (S-1)

(3)
(4)
(5)

PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini:

Nama : Saiful

Nim : 105960177714

Fakultas/Jurusan : Pertanian/Agribisnis

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan dan Beak Event Point Usahatani Padi Sawah di Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa penulisan Skripsi ini adalah hasil penelitian pemikiran dan pemaparan asli dari karya tulisan saya sendiri, baik dari naska laporan maupun data-data yang tercantum sebgai bagian dari Skripsi ini. Jika tercantum karya tulis milik orang lain saya akan mencantumkan sumber dengan jelas.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan serta ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerimah sanksi yang di berlakukan Universitas Muhammadiyah Makassar.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan kondisi sehat serta tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Makassar Februari 2020 Pembuat Pernyataan,

(6)

ABSTRAK

SAIFUL (105960177714) 2020, Analisis Kelayakan dan Break Even Point Usahatani Padi Sawah di Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa, dibawah bimbingan Ibu Nailah Husain dan Ibu Sitti Arwati.

Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui Kelayakan dan Break Even Point dalam usaha tani padi sawah di Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa, Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata luas lahan petani responden adalah 0.308 Ha, maka rata biaya produksi berupa saprodi pertanian yang harus dikeluarkan petani adalah Rp. 645.648, rata – rata biaya tenaga kerja sebesar Rp. 313.243 dan rata – rata penerimaan adalah Rp. 8.339.243. Rata – rata penerimaan yang diperoleh petani padi sawah di wilayah penelitian sebesar Rp 8.339.243 dan biaya produksi dan tenaga kerja sebesar Rp. 948.351, maka R/C ratio diperoleh sebesar Rp. 7.395.702. Artinya, setiap Rp. 958.891 yang dikeluarkan oleh petani untuk biaya usahatani padi sawah maka akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 7.395.702. Karena nilai R/C Ratio lebih besar dari pada 958.891 (R/C>1) maka usahatani padi sawah layak untuk diusahakan. Petani responden pada usahatani padi sawah minimal harus mampu meningkatkan produksi mencapai rata - rata 1.231 kg per musim tanam dengan rata – rata luas lahan 0.308 Ha agar tidak merugi.

Break Even Point atau titik impas pada usahatani padi sawah di Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa berdasarkan perhitungan menghasilkan BEP Harga sebesar Rp 6.851 dan BEP Produksi 1.231 kg. Artinya, bila petani responden di wilayah penelitian menghasilkan produksi padi sawah sebesar 1.231 kg dengan harga jual Rp 6.851/kg. Break Even Point atau titik impas pada usahatani padi sawah di Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa berdasarkan perhitungan menghasilkan BEP Harga sebesar Rp 778,952 dan BEP Produksi 139,963 kg. Artinya, bila petani responden di wilayah penelitian menghasilkan produksi padi sawah sebesar 139,963 kg dengan harga jual Rp 778,952 /kg maka usahatani padi sawah mengalami titik impas, yakni tidak mengalami kerugian atau mendapatkan keuntungan

(7)

KATA PENGANTAR

Ucapan rasa syukur pada Allah Subahanahuwataalah dihanturkan atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga dari perencanaan, pelaksanaan, dan penyusunan proposal penelitian ini dapat terlaksana sesuai dengan rencana.

Selesainya rangkaian penyusunan proposal ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Olehnya itu, ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Ibu Ir. Hj. Nailah Husain.,M.Si dan Ibu Sitti Arwati,.SP.,M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi sehingga seluruh rangkaian penyusunan proposal penelitian ini dapat dilaksanakan.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada :

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar beserta para Pembantu Dekan, Ketua Jurusan Agribisnis, serta karyawan atas seluruh dukungan baik yang bersifat motivatif maupun yang bersifat administratif

Seluruh staf pengajar dalam lingkup Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan ilmu pengetahuan, sehingga sangat membantu dalam setiap kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat, terutama pada saat penyusunan Proposal Penelitian ini.

Makassar, Februari 2020 PENULIS

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KOMISI PENGUJI... iii

PERNYATAAN SKRIPSI... iv

ABSRAK ... v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan... 5

2.1.1 Pengertian Kelayakan... 5

(9)

2.3 Break even Point (BEP) ... 12

2.3.1 Pengertian Break even Point (BEP)... 12

2.3.2 Penjelasan Break even Point... 13

2.3.3 Manfaat Analisis even Point (titik impas)... 14

2.4 Kerangka Pikir... 15

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian ... 16

3.2 Populasi dan Sampel ... 16

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 17

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 17

3.4.1 Jenis dan Sumber Data ... 17

3.4.2 Pengumpulan Data ... 18

3.5 Metode Pengolahan Data ... 19

3.6 Analisis Usahatani Padi ... 19

3.6.1 Biaya Produksi ... 19

3.6.2 Penerimaan Usahatani Padi ... 20

3.6.3 Pendapatan ... 20

3.6.4 Analisis KelayakanUsaha (R/C) ... 21

3.6.5 Break even Point (BEP) ... 21

3.7 Defenisi Operasional ... 23

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 24

(10)

4.1.1 Sejaran Kecamatan Bontolempngan ... 24

4.1.2 Kondisi Geografis ... 24

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Petani... 30

5.2 Luas Lahan ... 35

5.3 Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah... 36

5.3.1 Biaya Produksi... 36

5.3.2 Produksi dan Harga Jual... 38

5.4 Analisis R/C Ratio ... 40

5.5 Analisis Titi Pulang Pokok (BEP) ... 41

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan... 42

6.2 Saran... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

LAMPIRAN ... 46

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Lluas panen produksi dan rata-rata produksi padi sawah di Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa... 2 Tabel 2. Luas lahan dan jenisnya di beberapa kecamatan di kabujpaten gowa

... 3 Tabel 1. Penggunaan Tanah di Desa Paranglompoa Kecamatan Bontolempangan

Kabupaten Gowa, 2017

... 25 Tabel 2. Jumlah Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan

Bontolempangan Kabupaten Gowa 2018

... 26 Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kecamatan

Bontolempangan Kabupaten Gowa, 2018

... 27 Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kecamatan

Bontolempangan Kabupaten Gowa, 2018

... 28 Tabel 5. Jumlah Sarana dan Prasarana di Kecamatan Bontolempangan Kabupaten

Gowa, 2018

... 29 Tabel 1. Rata-rata Karateristik Petani Padi Sawah di Kecamatan Bontolempangan

Kabupaten Gowa 2018

... 31 Tabel 2. Identitas Responden Menurut Kelompok Umur

... 32 Tabel 3. Identitas Responden Menurut Kelompok Pendidikan

... 33 Tabel 4. Identitas Responden Menurut Kelompok Pengalama Usahatani

(12)

Tabel 5. Identitas Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga

... 35 Tabel 6. Rata – rata Produksi Harga Usahatani Padi untuk luas lahan 0.308 ha di

Kecamatan Bontolempangan

... 37 Tabel 7. Rata – rata Biaya Tenaga Kerja untuk luas lahan 0.308 Ha

... 38 Tabel 8. Rata-rata Penerimaan, Biaya Produksi, Biaya Tenaga Kerja dan

Keuntungan tiap Responden di Kecamatan Bontolempangan

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Fikir... 15 Peta Administrasi Kabupaten Gowa... 46 Gambar Lampiran 1 Dokumentasi ... 58

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Peta Administrasi Kabupaten Gowa

... 46 Lampiran 2. Kosioner Penelitian

... 47

Lampiran 3. Perincian Karakteristik Responden Menurut Jenis Kegiatan Usahatani Padi Sawah di Daerah Penelitian , Tahun 2018

... 49

Lampiran 4. Perincian Penggunaan Tenaga Kerja Menurut Jenis Kegiatan Usahatani Padi Sawah di Daerah Penelitian , Tahun 2018

... 50

Lampiran 5. Perincian Penggunaan Biaya Tenaga Kerja Menurut Jenis Kegiatan Usahatani Padi Sawah di Daerah Penelitian , Tahun 2018

... 52

Lampiran 6.Biaya Kebutuhan Sarana Produksi Padi Sawah di Daerah Penelitian, Tahun 2018

... 54

Lampiran 7. Perincian rata-rata Volume Produksi, Harga Jual, Penerimaan, Biaya Produksi, Biaya Tenaga Kerja dan Pendapatan Bersih di Daerah Penelitian, Tahun 2018

... 56 Lampiran 8. Dokumentasi

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai sumber daya alam yang sangat melimpah. Sumber daya alam ini berasal dari sektor pertanian, perikanan, peternakan sampai dengan pertambangan seperti minyak bumi, gas alam dan logam. Indonesia memiliki beraneka ragam jenis tanaman, hewan, dan mikroorganisme yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Indonesia seharusnya bisa menjadi negara maju dari semua sektor tersebut, terutama dari sektor pertanian.

Provinsi Sulawesi Selatan merupakan lumbung pangan beras di luar Pulau Jawa yang memiliki peran besar sebagai penyedia pangan nasional. Sulsel sudah menyalurkan produksi beras yang dihasilkan petani ke berbagai pelosok nusantara

Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Meskipun padi dapat digantikan oleh makanan lainnya, namun padi memiliki nilai tersendiri bagi orang yang biasa makan nasi dan tidak dapat dengan mudah digantikan oleh bahan makanan yang lain.

Gowa adalah salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sulawesi selatan, mencapai Luas :1.883,32 km2, salahsatu Kabupaten yang memiliki potensi sumberdaya alam melimpah salah satunya adalah tanaman pangan padi sawah. Pertanian tanaman pangan merupakan sektor unggulan di Kabupaten Gowa khususnya komoditi padi sawah. Namun hal yang terjadi di Kabupaten Gowa mengenai hasil usaha tani padinya hampir tiap tahunnya tidak stabil dan

(16)

tingkat produksi kurang meningkat akibat kurangnya evaluasi mengenai pengembangan-pengembangan usahatani padi yang tidak disadari masyarakat atas menurunnya pendapatan dan setiap tahunnya tidak stabil, hal ini mereka tidak peduli dan apatis mengenai ketidak stabilan kinerja masyarakat terhadap usahataninya. Oleh sebab, itu perlu adanya penanganan dan perhatian khusus dari pihak pemerintah dalam memberikan pemahaman tentang apa yang menjadi kendala dari masyarakat terkhusus Di Kabupaten Gowa.

Kabupaten Gowa yang berpenduduk 670.465 jiwa yang mempunyai luas wilayah 188.333 ha dengan luas areal persawahan ± 35.319 ha dan sekitar 62,66 persen telah berpengairan. Ini merupakan salah satu faktor utama yang dapat membuat daerah ini berpotensi surplus pangan (beras).

Table 1. Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Padi Sawah Di Kabupaten Gowa 2010-2014

Uraian 2013 2014 2015 2016 2017

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Luas panen (ha) Perkembangan (%) Produksi (ton) Perkembangan (%)

Rata-rata produksi (kw/ha) Perkembangan (%) 59,407 6,13 304,766 14,55 51,30 7,93 61,139 2,93 309,909 1,69 50,69 -1,19 61,362 4,18 300,304 5,81 48,94 1,41 63,253 6,61 322,627 7,43 49,32 0,77 64,325 7,12 401,797 7,95 53,46 7,79 Sumber data: BPS Kabupaten Gowa (2018)

Distribusi dan Produktivitas Luas lahan sawah di Kabupaten Gowa menurut BPS (1999) mencapai 34.009 ha dimana 53,26% atau 18.116 ha diantaranya ditanami 2 kali setahun. Distribusi lahan sawah tersebut umumnya menyebar

(17)

(13,3%), Bajeng (13,1%), Palllangga (11,6%), Tompobulu (10,3%) dan Kecamatan Bungaya (9,5%). seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas lahan dan jenisnya di berbagai kecamatan kabupaten gowa

Sumber data:BPS Kabupaten Gowa (2018)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latarbelakang tersebut, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut:

1. Berapakah Kelayakan Usahatani Padi Sawah di Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa?

No Kecamatan Luas Lahan Menurut JenisPengairan (Ha) Jumlah

Pengairan Tadah Hujan Ha %

1 Bontonompo 3.090 1.310 4.400 12,8 2 Bajeng 2.742 1.293 4.035 11,8 3 Pallangga 5.412 1.427 3.985 11,6 4 Somba Opu - 1.003 1.003 24,5 5 Bontomarannu 3.188 899 4.087 11,9 6 Parangloe 707 1.680 2.387 6,9 7 Bungaya 2.096 1.159 3.255 9,5 8 Tompobulu 3.081 393 3.494 10,3 9 Tinggimoncong 2.687 1.418 4.105 12,0 10 Bontolempangan 3.013 1.157 3.374 9,8 Total (Ha) 20.122 10.582 34.125 100

(18)

2. Berapakah Titik Impas (BEP) dan Usahatani Padi di Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini, sesuai dengan yang dirumuskan sebagai upaya agar penelitian ini lebih terarah secara jelas, maka penelitian ini akan mengarahkan kajiannya secara teliti:

1. Mengetahui Kelayakan Usahatani Padi sawah di Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa.

2. Mengetahui Titik Impas usahatani padi sawah di Kecamatan Bontolempangan kabupaten gowa.

Adapun kegunaan penelitian yang di harapkan adalah :

1. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada masyarakat di Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa berdasarkan hasil penelitian 2. Penelitian ini di harapkan dapat memberikan sumbangan bagi khasanah ilmu

pengetahuan, khususnya dibidang pertanian.

3. Peneliti mampu mengetahui Kelayakan Usahatani Padi Sawah di Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa.

4. Sebagai syarat menyelesaikan sarjana Strata Satu (S1), konsentrasi Sosial Ekonomi, program studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Makassar.

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelayakan

2.1.1. Pengertian Kelayakan

Kelayakan adalah kriteria penentuan apakah suatu subyek layak untuk dibuatkan artikelnya atau tidak. Konsep ini berbeda dengan "terkenal", "penting", atau "populer".

Analisis Kelayakan usaha adalah Usaha atau disebut juga feasibility study

adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha. Hasil analisis ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha.

Pengertian layak dalam penelitan ini adalah kemungkinan dari gagasan suatu usaha yang akan dilaksanakan dapat memberikan manfaat dalam arti finansial maupun sosial benefit. Dengan adanya analisis kelayakan ini diharapkan resiko kegagalan dalam memasarkan produk dapat dihindari.

2.1.2. Studi kelayakan menurut para ahli

 Menurut Kasmir dan Jakfar (2012:7) “studi kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha tersebut dijalankan”.

 Menutut Umar H (2007:5) studi kelayakan bisnis merupakan penelitian sebuah rencana bisnis yang bukan hanya menganalisis layak atau tidaknya suatu bisnis

(20)

dijalankan, tetapi juga pengontrolan kegiantan operasionalnya secara rutin dalam rangka untuk pencapaian tujuan serta keuntungan yang maksimal untuk jangka waktu yang tidak ditentukan

 Menurut Husnan dan Muhammad (2004:4) studi kelayakan bisnis, yang juga disebut studi kelayakan proyek adalah sebuah penelitian yang menjelaskan tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya sebuah proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil. Istilah “proyek”diartikan sebagai bentuk pendirian suatu usaha baru atau pengenalan suatu produk baru, modifikasi produk yang sudah ada.

 Menurut Siswanto Sutojo (2002:7) hal-hal yang harus diketahui dalam studi kelayakan yaitu:

o Ruang lingkup kegiatan proyek.

o Bagaimana cara kegiatan proyek itu sendiri dilakukan.

o Evalusi berbagai aspek-aspek yang dapat menenentukan keberhasiln proyek

secara keseluruhan.

o Sarana apa yang diperlukan oleh proyek.

o Hasil dari kegiatan proyek, biaya-biaya yang ditanggun untuk memperoleh

hasil proyek tersebut.

o Langkah-langkah pendirian proyek atau perluasan proyek, serta jadwal

(21)

2.1.3. Tujuan Studi Kelayakan

Husnan dan Muhamad (2000) menyatakan bahwa tujuan dilakukannya studi kelayakan adalah untuk menghindari keterlanjuran penanaman modal yang terlalu besar untukkegiatan yang ternyata tidak menguntungkan. Tentu saja studi kelayakan ini akan memakan biaya, tetapi biaya tersebut relatif kecil apabila dibandingkan dengan risiko kegagalan suatu proyek yang menyangkut investasi dalam jumlah besar. Studi Kelayakan dibuat untuk memenuhi kepentingan berbagai pihak dan masing-masing pihak mempunyai kepentingan serta keinginan yang berbeda. Menurut Kasmir dan Jakfar (2007) studi kelayakan bisnis memiliki lima tujuan mengapa studi kelayakan perlu dilakukan sebelum melakukan sebuah proyek atau usaha, yaitu:

1. Menghindari resiko kerugia bertujuan untuk meminimalkan risiko yang dapat dikendalikan maupun yang tidak dapat dikendalikan. Kondisi masa yang akan datang penuh dengan ketidakpastian sehingga perlu untuk melakukan analisis studi kelayakan untuk menimimalisasi resiko.

2. Mempermudah perencanaan dengan adanya peramalan masa yang akan datang, maka perencanaan akan mudah untuk dilakukan. Perencanaan itu sendiri meliputi jumlah modal yang diperlukan, waktu pelaksanaan, lokasi, cara pelaksanaan, besarnya keuntungan serta keuntungan serta bagaimana pengawasan bila terjadi penyimpangan.

3. Memudahkan pelaksanaan pekerjaan perencanaan yang disusun dapat mempermudah implementasi bisnis, proses bisnis dapat dilakukan secara

(22)

sistematik sehingga para karyawan dapat memiliki pedoman dan tetap fokus pada tujuan, sehingga rencana bisnis dapat tercapai sesuai dengan apa yang direcanakan.

4. Memudahkan Pengawasan dengan pelaksanaan yang sesuai dengan rencana yang telah disusun, maka pengawasan terhadap proses bisnis menjadi lebih mudah. Pengawasan dilakukan, agar pelaksanaan usaha tetap pada jalur dan sesuai dengan apa yang telah direncanakan.

5. Memudahkan Pengendalian bila terjadi penyimpangan, maka akan mudah untuk memperbaikinya dan dapat langsung dikendalikan sehingga tidak terlalu jauh penyimpangan yang terjadi.

2.2. Usahatani

Usaha tani merupakan agroekosistem yang sangat unik. Usaha tani terdiri dari kombinasi sumberdaya fisik dan biologis seperti lahan, air, tumbuhan dan hewan. Selain keunikannya, usaha tani memiliki sistem yang stabil dan dapat dimasukkan pada perencanaan yang layak dalam melakukan kegiatan (usaha tani) seperti budidaya tanaman, peternakan dan pengolahan hasil pertanian. Kegiatan ini dikelola berdasarkan kemampuan lingkungan fisik, biologis dan sosial ekonomi. Selain itu kegiatan usaha tani disesuaikan dengan tujuan, kemampuan dan sumberdaya yang dimiliki oleh petani.

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari cara-cara menentukan, mengorganisasikan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi

(23)

ilmu mengenai cara petani mendapatkan kesejahteraan (keuntungan), menurut pengertian yang dimilikinya tentang kesejahteraan. Jadi ilmu usahatani mempelajari cara-cara petani menyelenggarakan pertanian (Tohir, 1991).

Usahatani adalah kegiatan mengorganisasikan atau mengelola aset dan cara dalam pertanian. Usahatani juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang mengorganisasi sarana produksi pertanian dan teknologi dalam suatu usaha yang menyangkut bidang pertanian (Moehar, 2001).

Usahatani adalah kegiatan usaha manusia untuk mengusahakan tanahnya dengan maksud untuk memperoleh hasil tanaman atau hewan tanpa mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah yang bersangkutan untuk memperoleh hasil selanjutnya. Usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di sektor pertanian (Salikin, 2003).

Usahatani dilaksanakan agar petani memperoleh keuntungan secara terus menerus dan bersifat komersial (Dewi, 2012). Kegiatan usahatani biasanya berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang apa, kapan, di mana, dan berapa besar usahatani itu di jalankan. Gambaran atau potret usahatani sebagai berikut (Soeharjo dan Patong, 1999) : a.) Adanya lahan, tanah usahatani, yang di atasnya tumbuh tanaman, b.) Adanya bangunan yang berupa rumah petani, gedung, kandang, lantai jemur dan sebagainya, c.) Adanya alat – alat pertanian seperti cangkul, parang, garpu, linggis, spayer, traktor, pompa air dan sebagainya, d.) Adanya pencurahan kerja untuk mengelolah tanah, tanaman, memelihara dan sebagainya, e.) Adanya kegiatan petani yang menerapkan usahatani dan menikmati hasil usahatani.

(24)

Dalam usahatani terdapat konsep dasar yang biasa disebut sebagai Tri Tunggal Usahatani. Tri Tunggal Usahatani adalah suatu konsep yang di dalamnya terdapat tiga fondasi atau modal dasar dari kegiatan usahatani.Tiga modal dasar tersebut adalah petani, lahan dan tanaman atau ternak. Petani memiliki suatu kedudukan yang memegang kendali dalam menggerakkan kegiatan usahatani (Soeharjo dan Patong, 1999).

Petani adalah orang yang menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian sebagai mata pencaharian utamanya. Secara garis besar terdapat tiga jenis petani, yaitu petani pemilik lahan, petani pemilik yang sekaligus juga menggarap lahan, dan buruh tani. Lahan diperlukan sebagai tempat untuk menjalankan usahatani. Tanaman merupakan komoditas yang dibudidayakan dalam kegiatan usahatani. Sebagian besar petani di Indonesia selain bercocok tanam mereka juga memiliki ternak atau ikan yang dipelihara dalam menunjang kegiatan usahataninya (Tambunan, 2003).

Kegiatan usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah faktor sosial ekonomi petani meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman usahatani, jumah tanggungan keluarga dan kepemilikan lahan (Tambunan, 2003).

Umur mempengaruhi perilaku petani terhadap pengambilan keputusan dalam kegiatan usahatani. Umur petani merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kemampuan kerja petani dalam melaksanakan kegiatan

(25)

dibandingkan usia non produktif. Selain itu, umur juga dapat dijadikan tolak ukur untuk melihat aktivas petani dalam bekerja (Hasyim, 2006).

Tingkat pendidikan petani akan berpengaruh pada penerapan inovasi baru, sikap mental dan perilaku tenaga kerja dalam usahatani. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah dalam menerapkan inovasi. Pendidikan petani tidak hanya berorientasi terhadap peningkatan produksi tetapi mengenai kehidupan sosial masyarakat tani (Soeharjo dan Patong, 1999).

Petani yang memiliki tingkat pendidikan tinggi maka akan relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi teknologi dan inovasi. Petani yang memiliki pendidikan rendah biasanya sulit melaksanakan adopsi inovasi dengan cepat. Tingkat pendidikan yang dimiliki petani menunjukan tingkat pengetahuan serta wawasan petani dalam menerapkan teknologi maupun inovasi untuk peningkatan kegiatan usahatani (Lubis, 2000).

Pengalaman usahatani sangat mempengaruhi petani dalam menjalankan kegiatan usahatani yang dapat dilihat dari hasil produksi. Petani yang sudah lama berusahatani memiliki tingkat pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang tinggi dalam menjalankan usahatani. Pengalaman usahatani dibagi menjadi tiga kategori yaitu kurang berpengalaman (<5 tahun), cukup berpengalaman (5-10 tahun) dan berpengalaman (>10 tahun). Petani memiliki pengalaman usahatani atau lama usahatani yang berbeda beda (Soeharjo dan Patong, 1999).

(26)

2.3. Break even Point (BEP)

2.3.1. Pengertian Break even Point

Break event point adalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan tidak mendapat untung maupun rugi/ impas (penghasilan = total biaya). Sebelum memproduksi suatu produk, perusahaan terlebih dulu merencanakan seberapa besar laba yang diinginkan. Ketika menjalankan usaha maka tentunya akan mengeluarkan biaya produksi, maka dengan analisis titik impas dapat diketahui pada waktu dan tingkat harga berapa penjualan yang dilakukan tidak menjadikan usaha tersebut rugi dan mampu menetapkan penjualan dengan harga yang bersaing pula tanpa melupakan laba yang diinginkan. Hal tersebut dikarenakan biaya produksi sangat berpengaruh terhadap harga jual dan begitu pula sebaliknya, sehingga dengan penentuan titik impas tersebut dapat diketahui jumlah barang dan harga yang pada penjualan. Analisis break even sering digunakan dalam hal yang lain misalnya dalam analisis laporan keuangan. Dalam analisis laporan keuangan kita dapat menggunakan rumus ini untuk mengetahui:

1. Hubungan antara penjualan, biaya, dan laba 2. Struktur biaya tetap dan variable

3. Kemampuan perusahaan memberikan margin unutk menutupi biaya tetap 4. Kemampuan perusahaan dalam menekan biaya dan batas dimana perusahaan

(27)

sehingga manajer dapat mengambil keputusan untuk meminimalkan kerugian, memaksimalkan keuntungan, dan melakukan prediksi keuntungan yang diharapkan melalui penentuan.

a) harga jual persatuan b) produksi minimal c) pendesainan produk, dan lainnya Dalam penentuan titik impas perlu diketahui terlebih dulu hal-hal dibawah ini agar titik impas dapat ditentukan dengan tepat, yaitu:

1. Tingkat laba yang ingin dicapai dalam suatu periode

2. Kapasitas produksi yang tersedia, atau yang mungkin dapat ditingkatkan 3. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan, mencakup biaya tetap maupun biaya

variable.

2.3.2. Penjelasan Break Even Point

Teknik break even poin analysis atau cost volume profit analysis sering digunakan dalam menganalisis keuangan perusahaan. Model ini mencoba mencari dan menganalisis aspek hubungan antara besarnya investasi dan besarnya volume rupiah yang diperlukan untuk mencapai tingkat laba tertentu.

Dalam perusahaan peranan penjualan sudah jelas yaitu sebagai “generating income” yaitu sumber pembentukan laba. Kita menginginkan agar penjualan dapat menutupi biaya total yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variable.

Break even berarti suatu keadaan dimana perusahaan tidak mengalami laba dan juga tidak mengalami rugi, artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi itu dapat ditutupi oleh penghasilan penjualan. Total biaya( biaya tetap dan biaya variable) sama dengan total penjualan, sehingga tidak terjadi laba dan juga kerugian.

(28)

2.3.3. Manfaat Analisis Break Even (Titik Impas)

Analisis Break even secara umum dapat memberikan informasi kepada pimpinan, bagaimana pola hubungan antara volume penjualan, cost/biaya, dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh pada level penjualan tertentu. Analisis break even dapat membantu pimpinan dalam mengambil keputusan mengenai hal-hal sebagai berikut:

1. Jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian.

2. Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu. 3. Seberapa jauhkah berkurangan penjualan agar perusahaan tidak menderita rugi. 4. Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume

(29)

2.4. Kerangka Pikir

Usahatani padi yang diusahakan oleh petani di Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa merupakan mata pencaharian utama petani sehingga perlu didalami atau diteliti terkait dengan kelayakan usahatani padi sawah sebagai salah satu upaya untuk meberikan kontribusi terhadap petani. Adapun variabel penelitian ini adalah produksi padi, produktivitas, hasil produksi, BEP dan kelayakan usahatani padi sawah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 1. Kerangka Pikir

Dari Kerangka pemikiran di atas dapat di simpulkan bahwa Usahatani Padi dapat berproduksi dengan hasil yang menguntungkan, dimana biaya yang dikeluarkan dapat melebihi dari hasil produksi, sehingga Usahatani padi akan layak di jadikan sumberdaya manusia.

Usahatani Padi Biaya Produksi Hasil Produksi Kelayakan BEP Biaya Variabel Biaya Tetap Penerimaan

(30)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa pada bulan Agustus – Oktober 2018

3.2. Populasi dan Sampel

Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat petani padi yang ada di Kecamatan Bontolenpangan Kabupaten Gowa. Dimana inporman yang layak untuk di jadikan sampel sejumlah 37 orang petani padi sawah. Petani responden dalam penelitian ini adalah petani yang berusahatani padi sawah yang ada di Kecamatan Bontolempangan dengan memilih beberapa Desa yaitu, Paranglompoa, Pa’ladingaan, Lassa-lassa dan Ulujangan, dimana Desa yang dipilih adah desa yang berpotensi besar dalam ushatani padinya dan responden yang dipilih adalah petani yang melakukan musim tanam antara September 2018 sampai dengan Oktober 2018, hal ini dilakukan agar informasi yang diperoleh dari hasil wawancara lebih akurat. Beberapa karakteristik responden yang dianggap penting dan layak meliputi luas lahan, umur, pendidikan, pengalaman dan tanggungan. Bagi petani yang usianya lebih muda (usia produktif), biasanya akan lebih bersemangat dalam berusaha bila dibandingkan dengan petani yang lebih tua.

(31)

Pengumpulan data ini dilakukan secara Porposive (sengaja) oleh peneliti untuk mendapatkan informasi yang sesuai.

3.3.Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data kualitatif yaitu diwujudkan dalam bentuk angka-angka dengan bantuan software EXCEL Dan SPSS. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder (time series) dari tahun 2018 yang bersumber dari instansi yang terkait di lingkup kementrian pertanian maupun instansi diluar kementrian pertanian seperti Biro Pusat Statistik (BPS), Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), Hasil Penelitian-penelitian terdahulu serta berbagai Jurnal yang terkait dalam penelitian ini juga digunakan sebagai bahan referensi.

3.4. Teknik Pengumpulan data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dikumpulkan melalui hasil data-data dari Website Kementrian Pertanian, Survei Sosial Ekonomi Nasional Biro Pusat Statistik.

Pengumpulan data menggunakan pendekatan secara individual melalui kegiatan observasi langsung ke lapangan untuk mengindentifikasi petani yang mengusahatani padi sawah. Dalam kegiatan penelitian ini, penulis melakukan pendekatan – pendekatan untuk mengumpulkan data primer dan data sekunder.

3.4.1. Jenis dan Sumber Data

- Data Primer, yaitu data yang diperoleh dengan langsung di lokasi penelitian (lapangan) dari para petani padi sawah

(32)

- Data sekunder, yaitu diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti dari sumber-sumber yang ada. Data ini diperoleh dari perpustakaan, Dinas Pertanian Kabupaten Gowa, BP3K Kecamatan Bontolempangan serta instansi – instansi terkait lainnya.

3.4.2. Pengumpulan Data

1. Data primer

Data primer di ambil langsung dari beberapa petani padi sawah yang terpilih sebagai responden (sampel), menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) dan wawancara langsung dengan responden. Data primer yang diambil antara lain : luas lahan, produksi, harga jual dan pendapatan.

2. Data sekunder

Data sekunder yang dibutuhkan untuk melengkapi penelitian ini diperoleh dari berbagai instansi yang terkait Seperti Dinas Pertanian Kabupaten Gowa, BP3K Kecamatan Bontolempangan, perpustakaan, publikasi ilmiah terutama yang relevan dengan penelitian ini.

Dalam mengumpulkan data, peneliti terjun langsung kelapangan, dengan menggunakan beberapa metode, diantaranya :

- Kuesioner, yaitu dengan menyebarkan kuesioner kepada petani padi sawah. Kuesioner yang digunakan adalah berupa daftar pertanyaan tentang besaran pendapatan petani padi sawah dalam satu kali musim tanam

(33)

budidaya padi sawah serta menganalisis hal – hal yang mempengaruhi pendapatan petani padi sawah

3.5. Metode Pengolahan Data

Pengumpulan data padi sawah menggunakan teknik observasi atau pengamatan langsung dengan melakukan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena – fenomena yang diselidiki dan wawancara secara langsung dengan narasumber yang mengetahui tentang objek yang diteliti. Data yang diperoleh disusun dalam bentuk tabulasi pengolahan data.

3.6. Analisis Usahatani Padi

Analisis usahatani padi sawah meliputi analisis terhadap biaya usahatani, penerimaan usahatani dan pendapatan usahatani padi sawah.

3.6.1. Biaya Produksi Padi

Analisis usahatani padi sawah meliputi analisis terhadap biaya usahatani, penerimaan usahatani dan pendapatan usahatani padi sawah.

1. Biaya tetap, yaitu biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi. Biaya tetap yang tergolong dalam kelompok ini antara lain : sewa tanah, biaya alat kerja, dan lain sebagainya

2. Biaya Variabel, yaitu biaya yang besar kecilnya sangat tergantung pada skala produksi. Yang termasuk biaya variabel antara lain : benih, pupuk, pestisida, upah tenaga kerja, biaya panen, biaya pasca panen, biaya transportasi dan lain sebagainya (Dumairy, 2004).

Secara matematis, untuk menghitung biaya usahatani padi sawah di Kecamatan Woyla maka digunakan rumus sebagai berikut.

(34)

TC = TFC + TVC... (Dumairy, 2004)

Keterangan :

TC : Total Cost (Rp/Periode)

TFC : Total Fixed Cost (Rp/Periode) TVC : Total Variabel Cost (Rp/Periode)

3.6.2. Penerimaan Usahatani Padi

Menurut Mulyadi, (2007) pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan. Pendapatan kotor atau penerimaan adalah nilai produksi komoditas pertanian secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi. Penerimaan dapat dirumuskan sebagai berikut.

TR = P x Q

Keterangan : TR = Penerimaan Total (Rp/Periode) P = Harga Jual (Per/Kg)

Q = Jumlah Produksi (Kg/Periode)

3.6.3. Pendapatan atau Keuntungan Usahatani Padi

Menurut Mulyadi (2007), keuntungan bersih, yaitu seluruh pendapatan yang diperoleh petani dalam satu tahun dikurangi dengan biaya produksi selama proses produksi. Biaya produksi meliputi biaya riil tenaga kerja dan biaya riil sarana produksi. Keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut

(35)

TC = Total Cost

3.6.4. Analisis Kelayakan Usaha (R/C)

R/C Ratio menyatakan kelayakan suatu usaha apakah menguntungkan, impas atau suatu usaha dapat dikatakan mengalami kerugian (Firdaus, 2008). Secara sistematis (R/C) dapat dirumuskan sebagai berikut.

R/C Rasio = TR

TC

Keterangan : TR = Total Revenue TC = Total Cost Kriteria berdasarkan R/C Ratio adalah :

R/C ratio > 1, usaha budidaya padi sawah layak untuk diusahakan

R/C ratio = 1, maka usaha budidaya padi sawah tidak untung dan tidak rugi

R/C ratio < 1, usaha budidaya padi sawah tidak layak untuk diusahakan

3.6.5. Beak Even Point (BEP)

Teknik break even poin analysis atau cost volume profit analysis sering digunakan dalam menganalisis keuangan perusahaan. Model ini mencoba mencari dan menganalisis aspek hubungan antara besarnya investasi dan besarnya volume rupiah yang diperlukan untuk mencapai tingkat laba tertentu.

Dalam perusahaan peranan penjualan sudah jelas yaitu sebagai “generating income” yaitu sumber pembentukan laba. Kita menginginkan agar penjualan dapat menutupi biaya total yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variable.

Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak dipengaruhi oleh volume kegiatan. Beroperasi atau tidak, biaya ini harus dikeluarkan, misalnya biaya penyusutan, biaya sewa, biaya gaji, dan lain lain. Sebaliknya semakin banyak

(36)

volume kegiatan atau produksi semakin rendah biaya per unit biaya variable adalah biaya yang jumlahnya tergantung pada volume kegiatan. Jika ada kegiatan pasti ada biaya variable ini. Semakin banyak volume kegiatan maka semakin banyak biaya variable. Namun biaya per unit relative sama. Misalnya biaya bahan, gaji tenaga kerja langsung, komisi penjualan, dll. Pengetahuan terhadap biaya inisangat penting dalam melakukan analisis break even.

Break even berarti suatu keadaan dimana perusahaan tidak mengalami laba dan juga tidak mengalami rugi, artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi itu dapat ditutupi oleh penghasilan penjualan. Total biaya( biaya tetap dan biaya variable) sama dengan total penjualan, sehingga tidak terjadi laba dan juga kerugian.

Untuk menghitung BEP kita bisa hitung dalam bentuk unit atau price tergantung untuk kebutuhan.

PERHITUNGAN BEP Atas dasar Unit:

(37)

Keterangan:

FC : Biaya Tetap P : Harga jual per unit VC : Biaya Variabel per unit

Biaya tetap adalah total biaya yang tidak akan mengalami perubahan apabila terjadi perubahan volume produksi. Biaya tetap secara total akan selalu konstan sampai tingkat kapasitas penuh. Biaya tetap merupakan biaya yang akan selalu terjadi walaupun perusahaan tidak berproduksi.

Biaya variable adalah total biaya yang berubah-ubah tergantung dengan perubahan volume penjualan/produksi. Biaya variable akan berubah secara proposional dengan perubahan volume produksi.

3.7. Defenisi Operasional

1. Usahatani adalah salah satu kegiatan yang terstruktur dalam melakukan strategi

dan kinerja untuk sarana produksi pertanian dan teknologi dalam suatu usaha

yang menyangkut bidang pertanian.

2. Kelayakan adalah kriteria penentuan apakah suatu subyek layak untuk

dibuatkan artikelnya atau tidak.

3. Titik impas (break even point) adalah sebuah titik dimana biaya atau

pengeluaran dan pendapatan adalah seimbang sehingga tidak terdapat kerugian

(38)

IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Kecamatan Bontolempangan

Kecamatan Bontolempangan merupakan daerah pegunungan/lereng yang terletak di Kabupaten Gowa. Kecamatan Bontolempangan berbatasan sebelah utara dengan Kelurahan Sapaya (Kecamatan Bungaya), sebelah timur Kecamatan Biring Bulu, sebelah barat.

Pada tahun 1989 Kampung Gallarang Ulujangang juga dipisahkan dari Desa Sapaya sehingga pada tanggal 28 Desember 1989 dibentuk menjadi Desa Persiapan Paranglompoa yang membawahi 5 (lima) wilayah dusun yakni Dusun Pa’bentengan, Dusun Barua, Dusun Borongbulo, Dusun Ta’buakang dan Dusun Paranglompoa. Pusat pemerintahan Desa Paranglompoa sebagai ibu kota desa.

Pada tahun 1992 Desa Persiapan Paranglompoa resmi menjadi desa defenitif melalui pemilihan langsung dengan kepala desa pertama berdasarkan hasil pemilihan pada waktu itu adalah: H. Appo’ yang memerintah sampai pertengahan tahun 2003 yang kemudian pada pemilihan kedua digantikan oleh kepala desa yang terpilih yakni H. Muhamad Yusuf

4.1.2 Kondisi Geografis

Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa berada pada 144 km dari ibu kota provinsi atau 135 km dari Kota Sungguminasa Ibu Kota Kabupaten Gowa dan 8 km dari Ibu Kota Kecamatan Bontolempangan

(39)

1. Iklim

Kecamatan Bontolempangan memiliki iklim dengan tipe D4 (3,032) dengan ketinggian 200-700 dari permukaan laut dan dikenal 2 (dua) musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Pada musim kemarau biasanya dimulai pada bulan Desember hingga bulan Maret. Keadaan seperti itu berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan (musim pancaroba) sekitar bulan April sampai Mei dan bulan Oktober sampai November. Jumlah curah hujan di Kecamatan Bontolempangan tertinggi pada bulan Januari mencapai 1.182 M (hasil pantauan beberapa stasiun/pos pengamatan) dan terendah pada bulan Agustus sampai September.

2. Penggunaan Lahan

Adapun penggunaan tanah di Kecamatan Bontolempangan dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 1. Penggunaan Tanah di Desa Paranglompoa Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa, 2017

Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

Sawah Irigasi Pekarangan Sawah datar 50 453 234 6,78 61,47 31,75 Jumlah 737 100,00

Sumber : Monografi Kecamatan Bontolempangan, 2018

Desa Paranglompoa mempunyai lahan terdiri dari lahan permukaan sawah datar yang memiliki persentase 31,75 %, kemudian sawah irigasi mempunyai luas lahan yaitu 6,78 %, sedangkan lahan pekarangan persentase luasnya 61,47 % dari total luas lahan yang ada di Kecamatan Bontolempangan. Namun keadaan lahan yang ada di Kecamatan Bontolempangan saat ini banyak yang tidak lagi digarap

(40)

karena pemiliknya lebih memilih untuk merantau dan menjadi tenaga kerja indonesia (TKI)

3. Keadaan Penduduk

Setiap desa tentu memiliki penduduk sebagai salah satu elemen penting, tabel berikut akan menunjukan keadaan penduduk berdasarkan tingkat umur dan jenis kelamin yang ada di Kecamatan Bontolempangan.

Tabel 2. Jumlah Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa 2018

Umur (tahun) Pria (jiwa) Wanita (jiwa) Jumlah (jiwa)

0 – 5 140 138 278 5 – 10 133 120 253 10 – 15 152 110 262 15 – 20 146 225 371 20 – 25 179 240 419 25 – 30 123 223 346 30 – 40 112 240 352 40 – 50 156 125 281 50 – 60 132 170 302 Diatas 60 Tahun 137 160 297 Jumlah 1410 1751 2630

Sumber : Monografi Kecamatan Bontoempangan, 2018

Jumlah penduduk suatu wilayah akan memberikan suatu gambaran yang nyata tentang sumberdaya manusia pada wilayah tersebut. Berdasarkan data yang ada, Kecamatan Bontolempangan memiliki jumlah penduduk sebanyak 3.161 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 1.410 jiwa dan wanita sebanyak 1.751 jiwa. 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan salah satu alat ukur untuk melihat kemampuan masyarakat dalam hal penerimaan inovasi baru selain itu pendidikan

(41)

semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mampu menata tatanan kehidupan masyarakat desa. Dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa, 2018

No. Jenjang Pendidikan Jumlah (jiwa)

1. 2. 3. 4. 5. Tidak Tamat SD SD SLTP SLTA Diploma/ Sarjana 1070 942 432 671 46 Total 3161

Sumber : Monografi Kecamatan Bontolempangan, 2018

Berdasarkan pada Tabel 3 jumlah masyarakat di Kecamatan Bontolempangan tingkat pendidikan tertinggi yaitu tidak tamat sekolah dasar sebanyak 1070 jiwa. Ini menandakan bahwa tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Bontolempangan belum cukup memadai dan masih perlu adanya dorongan dari pemerintah untuk merangsang masyarakat agar mereka mau bersekolah khusunya pada jenjang yang lebih tinggi.

5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk merupakan sumber pendapatan utama bagi masyarakat, dimana umunya bagi penduduk di Kecamatan Bontolempangan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka senantiasa melaksanakan berbagai aktifitas baik disektor pertanian industri kecil maupun jasa. Banyaknya jumlah masyarakat Kecamatan Bontolempangan yang tidak tamat sekolah dasar akhirnya membuat masyarakat lebih condong kesektor pertanian atau menggeluti bidang usahatani. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai jumlah penduduk

(42)

berdasarkan mata pencaharian masyarakat Kecamatan Bontolempangan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa, 2018

No. Jenis Mata pencaharian Jumlah (jiwa)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Buruh tani Petani Peternak Pedagang Tukang kayu

Tukang Batu/Buruh Bangunan Penjahit PNS TNI/POLRI Perangkat Desa Buruh Industri Satpam/Security Penjual 356 1462 2 17 3 564 3 15 7 15 7 9 45 Total 2505

Sumber: Monografi Kecamatan Bontolempangan, 2018

Pada Tabel 4 terlihat sebahagian besar penduduk di Kecamatan Bontolempangan bermata pencaharian petani yaitu 1.462 jiwa dan yang paling sedikit yaitu Peternak.

6. Keadaan Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang tersedia di Kecamatan Bontolempangan akan membantu kelancaran kegiatan ekonomi dan aktifitas keseharian masyarakat baik itu pada kegiatan pembangunan ataupun untuk kemajuan wilayah tersebut. Untuk lebih jelasnya keadaan sarana dan prasarana dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.

(43)

Tabel 5. Jumlah Sarana dan Prasarana di Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa, 2018

No. Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah (buah)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Mesjid Lapangan Pustu Posyandu Sekolah Kantor Desa Mushollah Pemakaman Jembatan SPAS Pos Kamling Gedung PKK 32 9 9 8 7 8 27 29 11 7 9 8

Sumber : Monografi Kecamatan Bontolempangan, 2018

Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa sarana dan prasarana yang ada di Kecamatan Bontolempangan sangat membantu masyarakat dalam aktifitas maupun kehidupan sehari-hari. Kecamatan Bontolempangan Merupakan Kecamatan yang tergolong cukup lama dalam hal pembangunan walaupun sarana dan prasarana di Kecamatan Bontolempangan ini sudah tergolong memadai, tetapi seiring bertambahnya jumlah penduduk setiap tahunnya dan berkembangnya ilmu pengetahuan maka pemerintah setempat harus tetap berusaha memperbaiki sekaligus melengskapi sarana dan prasarana di Kecamatan Bontolempangan.

(44)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Petani Responden

Petani responden dalam penelitian ini adalah petani yang berusahatani padi sawah yang ada di Paranglompoa, Pa’ladingaan, Lassa-lassa dan Ulujangan Kecamatan Bontolempangan, dimana responden yang dipilih adalah petani yang melakukan musim tanam antara September 2018 sampai dengan Oktober 2018, hal ini dilakukan agar informasi yang diperoleh dari hasil wawancara lebih akurat. Beberapa karakteristik responden yang dianggap penting dan layak meliputi luas lahan, umur, pendidikan, pengalaman dan tanggungan. Bagi petani yang usianya lebih muda (usia produktif), biasanya akan lebih bersemangat dalam berusaha bila dibandingkan dengan petani yang lebih tua. Pendidikan adalah sarana belajar yang selanjutnya memberikan arahan yang lebih menguntungkan menuju pengaplikasian ilmu pertanian yang lebih modern. Karakteristik tersebut dianggap penting karena selain mempengaruhi pelaksanaan usahatani terutama dalam pelaksanaan teknik budidaya yang nantinya akan berpengaruh terhadap produksi, juga diperlukan untuk melihat bagaimana pengaruhnya terhadap biaya, penerimaan dan pendapatan usahatani serta produktivitas tanaman padi sawah. Untuk lebih jelasnya mengenai keadaan rata- rata karakteristik petani padi sawah dapat dilihat pada Tabel berikut.

(45)

Tabel 1. Rata-rata Karateristik Petani Padi Sawah di Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa 2018

No Karakteristik Satuan Rata – rata

1 Umur th 40

2 Pendidikan th 6

3 Pengalaman th 19

4 Jumlah Tanggungan jiwa 5

5 Luas Lahan ha 0.308

Sumber : Data Primer (Diolah, 2018)

Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa rata-rata umur petani padi sawah adalah 40 tahun. Umur petani akan mempengaruhi kemampuan fisik dan berfikir. Petani yang berumur lebih muda dan sehat biasanya mempunyai kemampuan fisik yang lebih kuat serta lebih cepat dalam mengadopsi inovasi baru dari pada petani yang berumur tua. Hal ini di sebabkan karna petani muda lebih agresif dan lebih berani dalam mengambil resiko, lebih dinamis, sehingga lebih cepat mendapatkan pengalaman-pengalaman baru bagi peningkatan produktifitas usahataninya.

Tingkat pendidikan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan kerja seseorang dan merupakan faktor penunjang di dalam penyerapan teknologi oleh petani. Rata – rata pendidikan para responden adalah 8 tahun. Rendahnya pendidikan akan mempengaruhi daya serap petani terhadap perkembangan teknologi menjadi lambat, sehingga terjadi kesulitan dan membutuhkan waktu yang lama untuk mengadopsi inovasi-inovasi baru. Sedangkan petani dengan adanya pendidikan yang tinggi umumnya mudah menerima inovasi-inovasi yang bermanfaat bagi kegiatan usahatani mereka. Usahatani padi sawah sudah menjadi profesi semenjak kecil sehingga rata – rata pengalaman yang dimiliki oleh petani responden mencapai 19 tahun.

(46)

pengeluaran keluarga petani. Semakin banyak jumlah tanggungan akan menjadi beban bagi petani bila di tinjau dari segi konsumsi. Namun, jumlah keluarga juga merupakan aset yang penting dalam membantu kegiatan petani karena akan menambah pencurahan tenaga kerja keluarga, sehingga biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh petani akan lebih kecil. Rata- rata jumlah tanggungan petani sampel berjumlah rata – rata berjumlah 5 orang. Sedangkan rata – rata luas lahan yang dimiliki oleh petani responden adalah 0.308 Ha.

Bila ditinjau dari luas lahan padi sawah di wilayah penelitian maka sangat berpotensi untuk berswasembada pangan terutama di Kecamatan Woyla Kabupaten Aceh Barat. Namun hal ini sangat sulit terjadi tanpa ada campur tangan lembaga pemerintahan terkait seperti Dinas Pertanian dan Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan Peternakan dan Kehutanan (BP3K) selaku lembaga pemerintahan yang berperan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan para petani.

Tabel 2. Identitas Responden Menurut Kelompok Umur

NO Umur Responden(Interval) (Orang)Jumlah Persentase(%)

1 17 – 25 6 16,21 2 26 – 34 7 18,91 3 35 - 44 12 32,43 4 45 – 54 5 13,51 5 55 – 64 5 13,51 6 65 - 70 2 5,40 Jumlah 37 100,00

Sumber: Diolah dari Hasil Penelitian Tahun 2018

(47)

dihitung.

Berdasarkan data pada tabel 2 di atas diketahui bahwa umur petani dari 17 – 25 tahun sebanyak 6 orang (16,21%), umur 26 – 34 sebanyak 7 orang (18,91%), 35 – 44 sebanyak 12 orang (32,43%) umur 45 – 54 sebanyak 5 orang (13,51%) umur 55 – 64 sebanya 5 orang (13,51%) umur 65 – 70 sebanyak 2 orang (5,40%) Hal ini berarti bahwa sebagian besar petani berada pada kelompok umur yang produktif dalam membidangi pekerjaan sebagai petani. Petani usia produktif menurut Badan Pusat Statistik Tahun 2018 adalah angkatan kerja yang berada rentang usia antara 22 sampai dengan 50 tahun.

Tabel 3. Identitas Responden Menurut Kelompok Pendidikan

NO Pendidikan Responden(Interval) (Orang)Jumlah Persentase(%)

1 1 – 2 1 3,03 2 3 – 4 2 6,06 3 5 – 6 16 48,48 4 7 – 8 8 24,24 5 9 – 10 6 18,18 Jumlah 33 100,00

Sumber: Diolah dari Hasil Penelitian Tahun 2018

Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak.

Berdasarkan data pada tabel 3 di atas diketahui bahwa Pendidikan petani dari lama menempuh pendidikan 1 – 2 tahun sebanyak 1 orang (3,03%), umur 3 – 4 tahun sebanyak 2 orang (6,06%), umur 5 – 6 tahun sebanyak 16 orang (48,48%),

(48)

umur 7 – 8 tahun sebanyak 8 orang (24,24%) dan umur 9 – 10 sebanyak 6 orang (18,18%) petani. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani menempuh pendidikan selama 16 tahun.

Tabel 4. Identitas Responden Menurut Kelompok Pengalama Usahatani

NO Tahun Pengalaman Usahatani(Interval) (Orang)Jumlah Persentase(%)

1 1 – 7 6 14,63 2 8 – 15 5 12,19 3 16 – 23 19 46,34 4 24 – 31 7 17,07 5 32 – 39 3 7,31 6 40 - 43 1 2,43 Jumlah 41 100,00

Sumber: Diolah dari Hasil Penelitian Tahun 2018

Pengalaman ialah hasil persentuhan alam dengan panca indra manusia. Berasal dari kata peng-alam-an. Pengalaman memungkinkan seseorang menjadi

tahu dan hasil tahu ini kemudian disebut pengetahuan. Dalam dunia kerja istilah pengalaman juga digunakan untuk merujuk pada pengetahuan dan ketrampilan tentang sesuatu yang diperoleh lewat keterlibatan atau berkaitan dengannya selama periode tertentu. Secara umum, pengalaman menunjuk kepada mengetahui bagaimana atau pengetahuan prosedural, daripada pengetahuan proposisional. Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman juga diketahui sebagai pengetahuan empirikal atau pengetahuan posteriori. Seorang dengan cukup banyak pengalaman di bidang tertentu dipanggil ahli.

(49)

sebanyak 7 orang (17,07%) 32 – 39 tahun sebanyak 3 orang (7,31%) 40 – 43 tahun sebanyak 1 orang (2,43%). Padai hasil tabel diatas dapat disimpulkan bahwa kebanyakan petani yang menjalani usahatani dari 16 – 23 tahun.

Tabel 5. Identitas Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga

NO Tanggungan Keluarga(Interval) (Orang)Jumlah Persentase(%)

1 3 – 4 8 21,62

2 5 – 6 26 70,27

3 7 - 8 3 8,10

Jumlah 37 100,00

Sumber: Diolah dari Hasil Penelitian Tahun 2018

Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari istri, dan anak, serta orang lain yang turut serta dalam keluarga berada atau hidup dalam satu rumah dan makan bersama yang menjadi tanggungan kepala keluarga.

Berdasarkan tabel 5 diatas menunjukkan bahwa 3 – 4 tanggungan keluarga sebanyak 8 orang (21,62%), 5 – 6 tanggungan keluarga sebanyak 26 orang (70,27%) dan 7 – 8 tanggungan keluarga sebanyak 3 orang (8,10%). Ini menujjukan bahwa kebanyakan dalam satu kepala keluarga dari lokasi penelitian ada 5 – 6 orang.

5.2. Luas Lahan Sawah Di Wilayah Penelitian

Luas lahan juga akan menpengaruhi pendapatan petani padi sawah. Luas lahan merupakan faktor produksi penting dalam usaha meningkatkan produksi yang dapat mempengaruhi pendapatan dan keuntungan yang di terima oleh petani. Berdasarkan hasil observasi di Gampong Blang Mee, Pasie Paranglompoa, Lassa-lassa dan Ulujangan, satu orang petani sampel memiliki 4 sampai dengan 12 petak

(50)

sawah Berdasarkan hasil survey, di Pa’ladingan dan umumnya lahan sawah milik

petani itu sendiri dengan rata – rata luas per petak adalah 400 M2 dan 625 M2.

5.3. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah

Analisis pendapatan usahatani penting untuk diketahui guna memberikan gambaran mengenai keuntungan dari kegiatan usahatani. Analisis pendapatan usahatani meliputi analisis pendapatan atas biaya tunai dan analisis pendapatan atas biaya total. Pada komponen biaya, biaya yang dikeluarkan oleh petani terdiri dari biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai terdiri dari biaya sarana produksi yang digunakan dalam usahatani padi sawah seperti benih, pupuk, pestisida, sewa lahan, biaya angkut, biaya tenaga kerja luar keluarga dan biaya lain-lain. Sedangkan komponen biaya yang diperhitungkan termasuk didalamnya adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga.

5.3.1. Biaya Produksi

Biaya produksi adalah semua biaya atau modal baik yang dibayar tunai maupun yang tidak dibayar tunai selama proses produksi berlangsung. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan secara nyata dalam memproduksi padi sawah, seperti membeli sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida dan lain sebagainya), alat-alat pertanian dan upah tenaga kerja dari dalam dan luar keluarga. Biaya tidak tunai yaitu biaya yang tidak dikeluarkan secara langsung tetapi diperhitungkan, biaya tidak tunai dalam penelitian ini adalah upah tenaga kerja dalam keluarga dan sewa tanah sawah (Habar Harianto, 1993).

(51)

Lampiran 4 dan 5. Sedangkan rata penggunaan biaya produksi dengan rata-rata luas lahan 0.308 ha pada usahatani padi sawah di Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa dapat dilihat pada Tabel berikut ini.

Tabel 6. Rata – rata Produksi Harga Usahatani Padi untuk luas lahan 0.308 ha di Kecamatan Bontolempangan

No Produksi Harga Satuan(Kg) (Rp/Kg)Harga Harga (Rp)Total

1 Biaya Variabel : a. Benih 7 49.000 343.000 b. Pupuk Urea 14 25.000 350.000 c. Pupuk Sp-36 5 10.000 50.000 d. Pupuk NPK 9 20.000 180.000 e. Pestisida 5 15.000 75.000 f. Insektisida 5 15.000 75.000 2 Biaya Tetap : a. Goni/Karung b. Cangkul c. Parang/Sabit d. Sprayer e. Pajak 6 2 1 1 1 9.000 50.000 40.000 400.000 10.000 54.000 100.000 40.000 400.000 10.000 Jumlah 56 643.000 1.677.000

Sumber : Data Primer (Diolah, 2018)

Berdasarkan tabel 6 di atas, jika rata – rata luas lahan padi sawah untuk setiap responden 0.308 Ha, maka jumlah biaya produksi yang harus dikeluarkan dalam usahatani budidaya padi sawah untuk satu musim tanam yang meliputi benih, pupuk Urea, NPK, Sp-36, pestisida, insektisida, goni/karung cangkul, sabit dan sprayer dengan jumlah keseluruhan adalah sebesar Rp 1.677.000.

Sedangkan biaya tenaga kerja yang harus dikeluarkan adalah untuk kegiatan pengolahan tanah, penanaman, penyiangan, pemupukan pengendalian hama penyakit panen dan pascapanen. Adapun biaya yang harus dikeluarkan untuk tenaga kerja dengan luas lahan rata – rata 0.308 ha dapat dilihat pada tabel berikut ini.

(52)

Tabel 7. Rata – rata Biaya Tenaga Kerja untuk luas lahan 0.308 Ha

No Uraian Jumlah Biaya (Rp)

1 Pengolahan tanah 70.500

2 Penanaman 77.500

3 Penyiangan 24.500

4 Pemupukan 39.500

5 Pengendalian Hama dan Penyakit 25.000

6 Pemanenan 72.000

Jumlah 309.000

Sumber : Petani Responden (2018)

Berdasarkan tabel 7 di atas, dari beberapa keterangan atau hasil wawancara dengan responden bahwa total biaya tenaga kerja untuk kegiatan pengolahan lahan, penanaman, penyiangan, pemupukan, pengendalian H/P, dan Pemanenan yang harus dikeluarkan oleh petani responden jika rata – rata luas lahan 0.308 ha adalah sebesar Rp 309.000.

5.3.2. Produksi dan Harga Jual

Jumlah produksi padi sawah yang dihasilkan oleh petani responden tergantung pada sistem penanaman dan pemeliharaan yang intensif. Produksi adalah bentuk fisik terhadap padi sawah yang dihasilkan oleh petani dan juga merupakan salah satu faktor yang menentukan besar kecilnya laba/keuntungan yang akan diterima oleh para petani. Rata – rata nilai produksi dan harga jual/kg diterima petani responden padi sawah di daerah penelitian dapat diperlihatkan pada tabel berikut ini.

(53)

Tabel 8. Rata-rata Penerimaan, Biaya Produksi, Biaya Tenaga Kerja dan Keuntungan tiap Responden di Kecamatan Bontolempangan

No Karakteristik Rata – rata

1 Luas Lahan (Ha) 0.308

2 Produksi (kg) 1.231 3 Harga Jual (Rp) 6.851 4 Penerimaan (Rp) 8.339.243 5 Biaya Produksi (Rp) 645.648 6 Biaya TK (Rp) 313.243 7 Keuntungan (Rp) 7.395.702

Sumber : Data Primer (Diolah, 2018)

Berdasarkan tabel 8 di atas, total luas lahan responden di daerah penelitian di Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa, dari beberapa desa yang di utamakan yaitu Paranglompoa, Pa’ladingan, Lassa-lassa dan Ulujangan dengan rata – rata luas lahan 3.078 M2 (0.308 Ha), rata-rata jumlah produksi padi sawah untuk satu orang responden rata-rata mencapai 1.231 kg dengan harga jual rata-rata mencapai Rp 6.851, sehingga diperoleh rata–rata penerimaan sebesar Rp 8.339.243, rata – rata biaya produksi adalah sebesar Rp 645.648, dan rata – rata biaya tenaga kerja sebesar Rp 313.243. Setelah dikurangi biaya produksi dan tenaga kerja maka rata – rata keuntungan yang diperoleh petani padi sawah di wilayah penelitian ini adalah sebesar Rp 7.395.702.

Keuntungan yang diperoleh petani bervariasi menurut luas lahan responden. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, kondisi lahan di daerah tersebut sangat bagus untuk usahatani padi karena kondisi lahan selalu dalam keadaan basah meskipun dalam musim kemarau sehingga tidak menjadi kendala bagi masyarakat di daerah tersebut. Selain itu, menurut para Penyuluh Pertanian Lapangan, petani di wilayah penelitian sangat cepat dalam mengadopsi

(54)

teknologi pertanian terutama dalam bidang budidaya padi sawah.

5.4. Analisis R/C Ratio

R/C Ratio menyatakan kelayakan suatu usahatani apakah menguntungkan, balik modal atau tidak menguntungkan (rugi). Suatu usahatani padi sawah dikatakan layak dan memberi manfaat apabila nilai R/C ratio > 1, semakin besar nilai keuntungan atas biaya maka semakin besar pula manfaat yang akan diperoleh dari usaha tersebut. Berdasarkan hasil perhitungan sistematis (R/C Rasio) maka diperoleh nilai kelayakan sebagai berikut.

R/C Ratio = = . .

. = 7.395.702

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa jika rata – rata penerimaan yang diperoleh petani responden di wilayah penelitian sebesar Rp 8.339.243 dan jika rata – rata biaya tetap baik biaya produksi sebesara Rp 645.648 dan biaya tenaga kerja yang harus dikeluarkan petani responden sebesar Rp 313.000 maka diperoleh nilai R/C Ratio sebesar 7.395.702.

Artinya, setiap Rp 958.891 yang dikeluarkan oleh petani untuk biaya usahatani padi sawah maka akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 7.395.702. Karena nilai R/C Ratio lebih besar dari pada 958.891 (R/C > 958.891) maka usahatani padi sawah layak untuk diusahakan. Dengan demikian, bila petani menanaman padi dengan luasan yang semakin besar maka keuntungan yang

(55)

5.5. Analisis Titik Pulang Pokok

Titik pulang pokok (Break Event Point) adalah suatu titik level output dimana kegiatan usahatani padi sawah tidak mendapatkan laba/untung dan pula tidak mengalami kerugian.

BEP Harga =

=

.

. = 778,95

BEP Produksi =

=

.

. = 139,96

Break Even Point atau titik impas pada usahatani padi sawah di Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa berdasarkan perhitungan menghasilkan BEP Harga sebesar Rp 778,952 dan BEP Produksi 139,963 kg. Artinya, bila petani responden di wilayah penelitian menghasilkan produksi padi sawah sebesar 139,963 kg dengan harga jual Rp 778,952 /kg maka usahatani padi sawah mengalami titik impas, yakni tidak mengalami kerugian atau mendapatkan keuntungan,

(56)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari analisis yang telah dilakukan adalah sebagai berikut.

1. R/C ratio diperoleh sebesar 7.395.702. dengan modal usaha Rp 958.891, Karena nilai R/C Ratio lebih besar dari pada 958.891 (R/C >1) maka, usahatani padi sawah layak untuk diusahakan.

2. Break Even Point atau titik impas pada usahatani padi sawah di Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa berdasarkan perhitungan menghasilkan BEP Harga sebesar Rp 6.851 dan BEP Produksi 1.231 kg. Artinya, bila petani responden di wilayah penelitian menghasilkan produksi padi sawah sebesar 1.231 kg dengan harga jual Rp 6.851/kg. Break Even Point atau titik impas pada usahatani padi sawah di Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa berdasarkan perhitungan menghasilkan BEP Harga sebesar Rp 778,952 dan BEP Produksi 139,963 kg. Artinya, bila petani responden di wilayah penelitian menghasilkan produksi padi sawah sebesar 139,963 kg dengan harga jual Rp 778,952 /kg maka usahatani padi sawah mengalami titik impas, yakni tidak mengalami kerugian atau mendapatkan keuntungan,

(57)

6.2 Saran

1. Diharapkan kepada para petani di wilayah Kecamatan Bontolempangan untuk terus mempertahankan kelayakan dalam berusahatani padi sawah, sikap dan keterampilan pada sektor pertanian terutama teknologi dan tetap mampu menyerap inovasi – inovasi baru yang menguntungkan sehingga mampu mensejahterakan keluarga dan masyarakatnya sebagai petani padi.

2. Diharapkan kepedulian pemerintah terkait untuk terus mendukung masyarakat petani agar tetap meningkatkan produksi pertanian padi untuk kesejahteraan maasyarakat dan bangsa.

(58)

DAFTAR PUSTAKA

AKK (1980). Pengenalan energy gizi dari padi. Pakar kesehatan tanaman Andri Apriyono: 20 Februari 2009Break Event Point (BEP), Jogja Anne Anastasi (1978)Analisis usahatani Kalimantan Timur

Ayu Ismaini Selasa, 17 Desember 2013 Materi Titik Impas/Bep Jaka Mulya Bekasi Selatan Kota Bekasi jawa Barat 17146

Abdul Hamid, 25 Agustus 2015, Analisis Pendapatan Petani Padi Sawah Di Kecamatan Woyla Kabupaten Aceh Barat

Badan Pusat Statistik (BPS) Data penduduk petani padi sawah. Kabupaten gowa Budi Kho, April 23 2018, Pengetahuan tentang Manajemen Produksi dan

Operasional, Manajemen SDM dan Manajemen Kualitas

Curtis, Dan B; Floyd, James J.; Winsor, Jerryl L Pengertian evaluasi. Lingkup pertanian modern

Deli Yanti1), Rukavina Baksh2), Dance Tangkesalu2). April 2015 Analisis Pendapatan dan Kelayakan Usahatani Kelapa Di Desa Malonas Kecamatan Dampelas Kabupaten Donggala

Firdaus, Muhammad, 2008. Manajemen Agribisnis. Jakarta : PT. Bumi Aksara

Gasperz, V, 1999. Ekonomi Manajerial Pembuatan Keputusan Bisnis. Jakarta : PT. Gramedia,

Hasrimi, Moettaqien, 2012. Analisis Pendapatan Petani Miskin dan Implikasi Kebijakan Pengentasannya di Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara. Medan

Hutabarat, B, 1995. Pengukuran Dampak Nilai Tukar Terhadap Produksi Dan Pendapatan Petani, Jurnal Agro Ekonomi, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Departemen Pertanian

(59)

Jurnal Susilo, Sudarman, Salmiah dan M. Jufri: Evaluasi Pendapatan Usahatani Padi Sawah Dalam Sistem Tanam Legowo 4:1. Semarang

Kasmir dan Jakfar (2007)

Komunitas Sayang Petani, Oktober 3, 2011 Analisis Data Ilmu Usahatani, Se-Indonesia

Mhd Riswan Hanafi, Thomson Sebayang, Yusak Maryunianta, Jurnal Analisis Perbandingan Usahatani Padi Sawah Sistem Sri (System Of Rice Intensifiation) Dengan Sistem Konvensional Di Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai. Sumatera Utara

Muh. Taufik, Maintang, dan M. Basir Nappu, 23 Februari 2015. Kelayakan Usahatani Jagung Di Sulawesi Selatan

Umar H (2007:5)

Purnamawati & Purwono, 2002 dalam Aulia (2008)evaluasi porwokerto

Rooijackers Ad mendefinisikan Defenisis proses penentuan nilai usahatani padi

(60)

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Administrasi Kabupaten Gowa

(61)

Lampiran 2. Kosioner Penelitian

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI PADI SAWAH DI KECAMATAN BONTOLEMPANGAN

KABUPATEN GOWA

Dengan Hormat,

Dalam rangka menyelesaikan studi di Universitas Muhmmadiyah Makassar, maka setiap mahasiswa diwajibkan untuk menyusun skripsi. Oleh karena itu saya mohon bantuan dan kerja sama dari Masyarakat Petani Padi Sawah mengisi kuesioner ini untuk dijadikan bahan skripsi saya. Sumber Informasi dari kuesioner ini terjaga kerahasiaannya dan hasil dari kuesioner ini tidak akan mempengaruhi keberadaan Anda sebagai Petani Padi Sawah, ini hanya untuk kepentingan ilmiah dalam penyusunan skripsi saya. Jawaban yang saya harapkan adalah jawaban yang sejujur-jujurnya sesuai dengan keadaan sebenarnya. Atas kerja sama saya ucapkan terima kasih.

Hormat

SAIFUL . 105960177714

Gambar

Tabel 1. Lluas panen produksi dan rata-rata produksi padi sawah di Kecamatan  Bontolempangan Kabupaten Gowa.......................................
Tabel 5. Identitas Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga
Gambar 1. Kerangka Fikir...............................................................
Table 1. Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Padi Sawah Di Kabupaten  Gowa 2010-2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

Masa ini ditandai dengan pengenalan pada media informasi yang sebelumnya menggunakan lempengan tanah liat. Pada masa ini manusia sudah mengenal media untuk

Kabupaten melakukan koordinasi dan pembinaan pelaksanaan GP-PTT di tingkat lapangan/kelompoktani pelaksana GP-PTT diharapkan minimal 4 (empat) kali selama musim tanam

Namun sesuai rencana awal BSBP akan menggunakan bahan dasar plat baja/besi sehingga BSBP akan dilengkapi dengan pintu setinggi 120 cm yang dapat digunakan sebagai akses

A Magyar Figyelő szabadelvű politikai hátteréből és a szerves fejlődés elvéből következik, hogy a modernséget (mint korszerűséget) nem utasították el eleve, viszont

Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman (Dit. PPLP) adalah salah satu unit kerja yang berada di dalam Direktorat Jenderal Cipta Karya. Direktorat

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti tradisi buka luwur merupakan tradisi tahunan yang selalu diperingati oleh masyarakat Kota Kudus setiap tanggal 10

Hubungan kekerabatan DBB dengan DBs lebih tinggi dibandingkan hubungan kekerabatan antara DBB dengan DL dan hubungan kekerabatan antara DBs dengan DL atau dapat

Hipotesis kesembilan dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah sebagai berikut: hipotesis kesembilan : diduga intervensi motivasi kerja dapat menambah