• Tidak ada hasil yang ditemukan

Toksisitas Kronis Polisakarida Krestin dari Ekstrak Coriolus Versicolor pada Histologi Ginjal dan Kadar Kreatinin Serum Mus Musculus L.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Toksisitas Kronis Polisakarida Krestin dari Ekstrak Coriolus Versicolor pada Histologi Ginjal dan Kadar Kreatinin Serum Mus Musculus L."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Toksisitas Kronis Po

pada Histologi Ginj

SRI PUJI ASTUTI WA

1

Departemen Biolog

Penelitian ini bertujuan untuk Coriolus veriscolor pada toksisit musculus. Dua puluh lima menc kelompok perlakuan dengan 5 akuades 0,2 mL selama 4 bulan ekstrak jamurC. veriscolor denga bulan. Akhir dari perlakuan, ginj diukur kadar kreatinin. Data sel dengan Anova dan Duncan. Dat Polisakarida krestin diberikan se diidentifikasi pada slide ukuran 4 penelitian menunjukkan bahwa p nekrosis sel 8,88%. Perlakuan P2 12,08%. Perlakuan P3 dengan Perlakuan P4 mempunyai jumlah ginjal yang normal semakin turun P2, P3 dan P4 menunjukkan ka 0,40; 0,64; 0,72; 0,80 dan 0,80 veriscolor pada toksisitas kroni meningkatkan kadar kreatinin ser Kata Kunci: polisakarida kresti

kreatinin

This study was aimed to know versicolor extract on the kidney four female mice, aged 8-10 we group and 4 treatment groups) treatment groups (P1, P2, P3 da mg/kg BB). Polysaccharide krest degeneration, and necrosis of ce measured with Jaffe reaction met one way Anova and Duncan. The Games Howell. The research show necrosis 8.88%. In the treatment the treatment group P3 had degene P4 had degeneration 53.28% and c P2, P3 dan P4 showed a normal

Polisakarida Krestin dari Ekstrak

Cori

injal dan Kadar Kreatinin Serum

Mus

AHYUNINGSIH1, ISTUNING MA UNAH1, D ologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universita

Email: sri-p-a-w@fst.unair.ac.id

ABSTRAK

untuk mengetahui pengaruh pemberian polisaka sitas kronis terhadap histologi ginjal dan kadar encit betina, umur 8-10 minggu, berat 25-30

5 ulangan. Kelompok perlakuan adalah kont an, perlakuan (P1, P2, P3 dan P4) diberi pol ngan dosis yang berbeda yaitu: 0,5; 1; 2; dan 4 injal diambil untuk dilihat histologinya dan isol sel ginjal normal, sel yang bengkak, dan kada

ata nekrosis dianalisis dengan Brown-Forsythe secara oral. Histologi ginjal (degenerasi dan ne n 4 µm. Kadar kreatinin diukur dengan metode

a perlakuan P1 sudah tampak adanya pembeng n P2 mempunyai jumlah pembengkakan sel 38,28%

n jumlah pembengkakan sel 62,24% dan ne lah pembengkakan sel 53,28% dan nekrosis se urun seiring dengan kenaikan dosis PSK. Kadar

kadar kreatinin yang normal pada masing-ma 0,80 mg/dL. Pemberian polisakarida krestin (P

kronis menyebabkan pembengkakan, nekrosi n serum mencit secara signifikan.

stin, Coriolus veriscolor, toksisitas kronis, hi

ABSTRACT

know the chronic toxicity of polysaccharide krest dney histology and serum creatinine levels of M

eeks, weight 25-30 g were divided into five oups) with 5 replications. The groups were c

dan P4) that was given PSK with different dose estin were given orally for 4 months. Histolog

cell tubuli) were identified. Creatinine level ethod. The normal and degeneration of cell tubul The necrosis of tubuli cell was analyzed by showed that the treatment group P1 had degenera

nt group P2 had degeneration 38.28% and cel generation 62.24% and cell necrosis 13.08%. I nd cell necrosis 21.40%. The creatinine levels in t

al creatinine each them were 0.40; 0.64; 0.72;

Coriolus Versicolor

us Musculus

L.

, DWI WINARNI1 sitas Airlangga

sakarida krestin ekstrak dar kreatinin serum Mus 30 g dibagi menjadi 5 kontrol (K) yang diberi polisakarida krestin dari n 4 mg/kg BB selama 4 solasi serum darah untuk kadar kreatinin dianalisis the dan Games Howell. n nekrosis tubuli ginjal) ode Jaffe reaction. Hasil bengkakan 32,80% dan 38,28% dan nekrosis sel n nekrosis sel 13,08%. s sel 21,40%. Jumlah sel dar kreatinin pada K, P1, masing perlakuan, yaitu n (PSK) dari ekstrak C. krosis sel, tetapi tidak

s, histologi ginjal, kadar

krestin (PSK) ofCoriolus Mus musculus. Twenty ve groups (1 controlled controlled group (K), doses (0.5; 1; 2; dan 4 ology of kidney (normal, vel of blood serum was tubuli were analyzed by y Brown-Forsythe and neration 32.80% and cell cell necrosis 12.08%. In . In the treatment group s in the groups of K, P1, 2; 0,80 and 0.80 mg/dL.

(2)

Chronic treatment of polysacchar necrosis on renal tubuli cells, but i Keywords: polysaccharide kresti

creatinine levels.

PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negara tropi keanekaragaman hayati yang antaranya adalah tumbuhan digunakan untuk obat (Soedi Tumbuhan yang banyak digunaka adalah jamur. Salah satu jamur digunakan untuk pengobatan a Coriolus versicolor yang kandungan utama polisakarida kr dan polisakarida peptida (PSP Chisti, 2003). Komponen utama fukosa dan bahan aktif dari PS glucan. Menurut Kusmiati et al glucan bermanfaat sebagai antioksidan, antiaging, aktiva kekebalan tubuh, proteksi terha antiinflamasi, antikolesterol, dan a

Dengan adanya pemaparan be dan uraian tersebut di atas maka m dari jamur C. versicolor sudah diragukan lagi. Walaupun dem berarti PSK tidak mempunyai k memiliki efek samping yang me digunakan dalam jangka waktu dasarnya menurut Murtini dkk. (2 zat yang masuk dalam tubuh menjadi racun tergantung dari dikonsumsi serta lama jang pemakaian. Agar penggunaann perlu diketahui informasi yan tentang kelebihan dan kelem kemungkinan kesalahan pengguna yang diisolasi dari jamur Coriolus Sehingga untuk keperluan terse diperlukan uji keamanan seper kronis, subkronis dan akut. Menur (2005), uji toksisitas kronis me toksisitas dengan paparan > 3 bul

Pemakaian dalam jangka pa menyebabkan penumpukan metabolit dalam organ-organ pe

haride krestine ofC. versicoloron mice caused c , but it did not increase serum creatinine levels.

stine, Coriolus versicolor, chronic toxicity,

tropis memiliki g tinggi, di n yang dapat dibyo, 1998). kan untuk obat ur yang banyak adalah jamur mempunyai krestin (PSK) SP) (Cui dan a PSK adalah PSK adalah al. (2007), ²-ai antiseptik, ivator sistem rhadap radiasi, n antidiabetes. n berbagai fakta ka manfaat PSK sudah tidak dapat mikian, bukan i kemungkinan merugikan jika ktu lama. Pada dkk. (2010), semua ubuh berpotensi ri dosis yang angka waktu nnya optimal, ang memadai lemahan serta ggunaaan PSK olus versicolor. ersebut sangat perti toksisitas Menurut Mukono merupakan uji 3 bulan. panjang dapat n senyawa penting seperti

ginjal (Hidayatulloh dan Senyawa ²-glukan pad tinggi maka akan oksidasi sitokrom P-berlebihan pula. Men (2006), oksidasi sitokr yang berlebihan akan bebas yang berlebihan. berlebihan ini dapat oksidatif. Radikal bebas Species (ROS) mengind dalam ginjal. Peningkat ROS dapat menyebabka sel dan menyebabkan di sehingga glisin amidinot yang menyebabkan peru guanidoasetat juga menga tersebut akan meny pembuluh darah se glomerulus rusak dan fi pada akhirnya kreatini sirkulasi darah dan men darah sehingga kadar k meningkat (Guyton, 198 menyebabkan terjadinya tubulus, yang dapat bengkak keruh, de degenerasi lemak dan 1996).

Dalam penelitian pengamatan terhadap h berupa jumlah sel ginj ginjal yang mengalami sel ginjalyang menga pengukuran terhadap k mengetahui tingkat polisakarida krestin ekst

METODE

Penelitian ini me mencit betina dewasa st 8-10 minggu, berat bada

d cells degeneration and

ty, histological kidney,

dan Susilaningsih, 2010). pada dosis yang terlalu dapat menyebabkan P-450 oksidase yang Menurut Wresdati dkk. okrom P-450 oksidase n menghasilkan radikal n. Radikal bebas yang t menimbulkan stress bas dan Reactive Oxygen induksi stress oksidatif katan radikal bebas dan bkan kerusakan struktur n disfungsi mitokondria, dinotransferase menurun perubahan glisin menjadi ngalami penurunan. Hal nyebabkan kerusakan sehingga membran n filtrasi terganggu, yang inin akan kembali ke enumpuk dalam plasma r kreatinin serum akan 1983). Hal ini juga akan ya degenerasi sel epitel at berupa degenerasi degenerasi hidropik, n nekrosis (Himawan, n ini, akan dilakukan p histologi ginjal yang injal yang normal, sel mi pembengkakan, dan galami nekrosis, serta kadar kreatinin untuk t keamanan dari kstrakC. versicolor.

enggunakan 25 ekor strain Balb/C, berumur badan berkisar 25 - 30 gr

(3)

yang diperoleh dari Pusat Veter (PUSVETMA) Surabaya. JamurC yang diperoleh dari daerah Kediri Surabaya dan dari daerah seki Sains dan Teknologi Universita Surabaya. Hewan coba dike menjadi 5 kelompok dengan 5 ul ini berdasarkan dalam Anggraeni rumus Federer (1963). Hewa diberikan polisakarida krestin jamur C. versicolor selama 4 oral dengan perbedaan dosis,yaitu, mg/kg BB. Setelah perlakuan se coba dibedah untuk diambil orga Ginjal dibuat sediaan histologi de paraffin. Darah diambil secara untuk dilakukan isolasi serum. S kadar kreatinin dengan menggun

Gambar 1. Diagram jumlah sel tubu mg/kg BB; P2: pemberian PSK do PSK dosis 4 mg/kg BB. Hur terinaria Farma urC. versicolor diri, Mojokerto, sekitar Fakultas sitas Airlangga dikelompokkan 5 ulangan. Hal eni (2008) dari an coba ini n dari ekstrak 4 bulan secara itu, 0,5, 1, 2, 4 selesai, hewan organ ginjalnya. dengan metode a intracardiac . Serum diukur unakan metode

Jaffe reaction. Sediaan korteks dengan mengg cahaya perbesaran histologi ginjal dilakuka jumlah sel tubulus yan normal (mengalami nekrosis).

Data dianalisis me Anava dan Duncan untu kadar kreatinin. Data n Brown-ForsythedanGam

HASIL DAN PEMBAH

Data berupa pengam pada sel tubuli berup normal, sel yang menga dan sel yang mengalam lihat pada Gambar 1,2, d

tubuli yang normal. K: pemberian akuades; P1: pem dosis 1 mg/kg BB; P3: pemberian PSK dosis 2 mg/

uruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan y

n ginjal diamati daerah nggunakan mikroskop n 400x. Pengamatan kukan dengan menghitung ang normal atau tidak pembengkakan dan menggunakan one way untuk pembengkakan dan nekrosis diuji dengan ames-Howell.

AHASAN

gamatan histologi ginjal upa jumlah sel yang ngalami pembengkakan lami nekrosis dapat di , dan 3.

emberian PSK dosis 0,5 g/kg BB; P4: pemberian n yang signifikan.

(4)

Gambar 2. Diagram jumlah sel 0,5 mg/kg BB; P2: pemberian PSK dos

PSK dosis 4 mg/kg BB. Hur

Gambar 3. Diagram jumlah sel tubu mg/kg BB; P2: pemberian PSK do

PSK dosis 4 mg/kg BB. Hur Data yang diperoleh dari kadar kreatinin serum mencit (M L.) setelah pemberian polisaka

0 10 20 30 40 50 60 70 K Ju m lah s el t u b u li ( % ) a 0 5 10 15 20 25 K J u m la h s e l tu b u li ( % ) a

sel tubuli yang bengkak. K: pemberian akuades; P1 dosis 1 mg/kg BB; P3: pemberian PSK dosis 2 mg uruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan y

ubuli yang nekrosis. K: pemberian akuades; P1: pem dosis 1 mg/kg BB; P3: pemberian PSK dosis 2 mg/

uruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan y ri pengukuran

(Mus musculus karida krestin

(PSK) dari ekstrak jamu toksisitas kronis dapat di dan 5. P1 P2 P3 P4 b c b d P1 P2 P3 P4 b c b bc P1: pemberian PSK dosis mg/kg BB; P4: pemberian n yang signifikan. emberian PSK dosis 0,5 g/kg BB; P4: pemberian n yang signifikan.

mur C. versicolor pada t dilihat pada Gambar 4

(5)

Gambar 4. Gambaran mikroskopis g pemberian dosis PSK masing-masi µm. Sn= S

Gambar 5. Diagram rerata kadar kre P2: pemberian PSK dosis 1 mg/kg B

mg/kg BB. Huruf yang Penelitian ini bertujuan untuk toksisitas kronis polisakarida ekstrakCoriolus versicolor terha ginjal dan kadar kreatinin ser Dosis polisakarida krestin yan adalah 0 mg/kg BB, 0,5 mg/kg B BB, 2 mg/kg BB dan 4 mg/kg B Cui et al. (2007), penelitian in menggunakan hewan coba d sangat diperlukan untuk mempe optimum polisakarida krestin meningkatkan sistem imun tubuh menyebabkan efek toksik pada tubuh pa

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 K Ka d a r k re a ti n in ( m g /d L ) a

s ginjal mencit pada kontrol (A), P1 (B), P2(C), P3

asing 0; 0,5; 1; 2 dan 4 mg/kg BB pada perbesaran 400x d n= Sel normal Pb= Pembengkakan Nk= Nekrosis.

kreatinin. K: pemberian aquades; P1: pemberian PS kg BB; P3: pemberian PSK dosis 2 mg/kg BB; P4: pe

ang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang s ntuk mengetahui krestin dari hadap histologi serum mencit. ang diberikan g BB, 1 mg/kg g BB. Menurut in vivo yang dan manusia peroleh dosis n yang dapat ubuh dan tidak tubuh pasien.

Ginjal berperan keseimbangan tubuh, m tubuh, dan mengatur metabolisme dan zat-za seperti urea, asam urat garam anorganik, dan obatan yang tidak dipe (Campbell et al., 2003 merupakan organ yan pengaruh zat kimia didasarkan pada posisi tubuh (Donatus, 2001). Me (2001) dalam Mangg P1 P2 P3 Kelompok perlakuan a a a

3 (D), dan P4 (E) dengan an 400x dan skala bar 50

PSK dosis 0,5 mg/kg BB; 4: pemberian PSK dosis 4

signifikan.

n dalam mengatur mempertahankan cairan tur pembuangan sisa zat yang bersifat toksik urat, amoniak, kreatinin, n juga senyawa obat-diperlukan oleh tubuh 2003). Organ ginjal yang rentan terhadap ia. Kerentanan ini posisi dan sirkulasi cairan ). Menurut Schnellmann ggarwati et al.,(2010)

P4

(6)

tubulus merupakan bagian ginjal banyak dan paling mudah kerusakan pada kasus nefrotoksi dapat terjadi karena adanya akum bahan toksik dan karakter tubul memiliki epitel yang lemah dan m

Pada kelompok perlakuan memperlihatkan gambaran tubul dengan sel normal, pembengka nekrosis sel. Jumlah sel nor kelompok ini lebih banyak ya dibandingkan dengan kelompok yang diberi PSK. Sedangkan jum mengalami pembengkakan 10,52% jumlah sel yang mengalami nekr Pembengkakan sel dapat dikarena gangguan permeabilitas dalam m tubuli sehingga sel mengalami pe tapi kerusakan yang berupa pe sel bersifat reversible (Nisa , 2012 kerusakan pada kelompok kont disebabkan oleh faktor ekst lingkungan sekitar kandang. tubuli yang mengalami nekrosi dalam kategori yang wajar ka dasarnya setiap sel akan mengala (Nisa , 2012).

Pada kelompok perlakuan 1 pemberian PSK dosis 0,5 memperlihatkan gambaran tubul dengan sel normal, pembengka nekrosis sel. Jumlah sel nor kelompok ini yaitu 59,32%. jumlah sel yang mengalami pe 32,80% . Hal ini disebabkan ka adanya kerusakan dalam sel epi Menurut Underwood (2000) ya dengan sitoplasma sel mengandun bengkak keruh (cloudy swelling menyempit. Menurut Price da (2006) dalam Nisa (2012), membran sel epitel tubul mengakibatkan sel tidak mampu keluar ion natrium dalam jum sehinggan natrium tinggi di peningkatan natrium dida menyebabkan masuknya air ke secara osmosis alami. Bila a

njal yang paling h mengalami oksik. Hal ini kumulasi bahan-tubulus yang n mudah bocor.

n kontrol (K) tubulus ginjal kakan sel dan normal pada yaitu 90,40% pok perlakuan umlah sel yang 10,52% dan nekrosis 0,32%. enakan adanya membran sel pembengkakan pembengkakan 2012). Adanya kontrol dapat ksternal yaitu . Adanya sel krosis termasuk karena pada ngalami kematian n 1 (P1) dengan 0,5 mg/kg BB tubulus ginjal kakan sel dan normal pada . Sedangkan pembengkakan n karena mulai epitel tubulus. yang ditandai ndung air dan ng) dan lumen dan Lorraine 2012), kerusakan ubulus dapat pu memompa jumlah cukup di dalam sel, didalam sel ke dalam sel air tertimbun dalam sitoplasma, h mengakibatkan pembengka yang mengalami nekro merupakan kerusaka pembengkakan sel. Se degenerasi bengkak ke pada akhirnya sel akan atau kematian sel yang tubuli ginjal yang melangsungkan metabol paparan zat nefrotoksi terus menerus (Himaw jumlah nekrosis pada dalam kisaran yang fungsi ginjal.

Pada kelompok per pemberian PSK dosi memperlihatkan gamb dengan sel normal, pe nekrosis sel. Jumlah kelompok ini yaitu 50,44% normal pada perlakua berbeda signifikan denga dan berbeda signifikan (P3) dan perlakuan 4 (P sel yang mengalami pe pada perlakuan ini tida dengan perlakuan 1 signifikan dengan per perlakuan 4 (P4). Ad pembengkakan sel pada 2 ini sama dengan ke Pembengkakan yang degenerasi yang bersifa sel yang mengalami nek ini 12,08%. Kelompok tidak berbeda signifikan (P1) dan berbeda signifi 3 (P3) dan perlakuan 4 ( bentuk lanjutan degene yang mengalami nekrosi dicirikan oleh Robbins adanya destruksi inti piknosis (pengerutan (pecahnya inti) dan kar inti).

Pada kelompok P3 PSK dosis 2 mg/kg

hal tersebut dapat ngkakan sel. Jumlah sel krosis 8,88%. Hal ini kan lanjutan dari Setelah sel mengalami keruh (pembengkakan), an mengalami nekrosis ng diakibatkan oleh sel tidak lagi dapat bolisme karena adanya oksik yang berlangsung awan, 1996). Namun da kelompok ini masih tidak mempengaruhi perlakuan 2 (P2) dengan dosis 1 mg/kg BB baran tubulus ginjal pembengkakan sel dan ah sel normal pada 50,44%. Jumlah sel tubuli kuan 2 (P2) ini tidak ngan perlakuan 1 (P1) an dengan perlakuan 3 (P4). Sedangkan jumlah pembengkakan 38,28%, idak berbeda signifikan 1 (P1) dan berbeda erlakuan 3 (P3) dan dapun penyebab dari da kelompok perlakuan kelompok perlakuan 1. g terjadi merupakan sifat reversibel. Jumlah nekrosis pada perlakuan pok perlakuan 2 (P2) ini kan dengan perlakuan 1 nifikan dengan perlakuan 4 (P4). Nekrosis sebagai nerasi. Sel epitel tubuli rosis secara morfologi ns et al., (1995) dengan nti sel yang meliputi n inti), karyoreksis kariolisis (penghancuran P3 dengan pemberian kg BB memperlihatkan

(7)

gambaran tubulus ginjal dengan pembengkakan sel dan nekrosis sel normal pada kelompok ini y Kelompok P3 tidak berbeda dengan P4. Jumlah sel norm mengalami penurunan pada P disebabkan semakin tingginya yang diberikan yaitu 2 mg/kg BB yang berlangsung lama, sehingg memiliki waktu untuk melakuka terhadap kerusakan yang te mengakibatkan semakin tingginy dan semakin rendahnya sel y Jumlah sel tubuli yang pembengkakan pada P3 sebesa Penyebab dari pembengkakan perlakuan tersebut sama dengan P2 yaitu adanya permeabilita terganggu. Jumlah sel tubuli yang nekrosis pada P3 sebesar 13,08% P3 tidak berbeda signifikan denga P2 dan P4. Penyebab terjadiya n perlakuan tersebut sama dengan P2.

Pada kelompok perlakuan pemberian PSK dosis 4 memperlihatkan gambaran tubul dengan sel normal, pembengka nekrosis sel. Jumlah sel nor kelompok ini yaitu 19,52%. jumlah sel tubuli yang pembengkakan sebesar 53,28% sel yang mengalami nekrosis sebe Jumlah nekrosis pada sel tubul bertambah dengan bertambahny dosis PSK pada kelompok P1, P2, P

Pengukuran kadar kreatinin se menunjukkan kelompok K, P1, P tidak berbeda signifikan yaitu K= P1=0,64 mg/dL, P2=0,72 mg/d mg/dL, dan P4=0,80 mg/dL. Ini m bahwasanya tidak ada kerus berarti pada glomerulus sehi kreatinin pada semua kelompok dalam keadaan normal. Menurut kadar normal kreatinin serum adalah 0,2-0,9 mg/dL. Kadar kr semua perlakuan menunjukka

n sel normal, osis sel. Jumlah yaitu 25,48%. beda signifikan normal semakin P3 ini yang a dosis PSK B dan paparan ngga sel tidak kukan recovery terjadi yang inya kerusakan yang normal. mengalami besar 62,24%. an sel pada n pada P1 dan itas sel yang ang mengalami 13,08%. Kelompok ngan perlakuan nekrosis pada n pada P1 dan n P4 dengan mg/kg BB tubulus ginjal kakan sel dan normal pada . Sedangkan mengalami 53,28% dan jumlah sebesar 21,40%. ubuli semakin hnya pemberian 1, P2, P3 dan P4. n serum mencit 1, P2, P3 dan P4 K=0,40 mg/dL, g/dL, P3=0,80 ni menunjukkan rusakan yang hingga kadar pok perlakuan di nurut Hall (2007) pada mencit kreatinin pada ukkan kadar

kreatinin yang normal w secara histologi me kerusakan sel tubu pembengkakan dan n kerusakan yang berupa bersifat reversibel. polisakarida krestin (P Coriolus versicolorseca terhadap histologi pembengkakan dan ne berpengaruh terhadap k Mus musculus. Sehingga digunakan karena mem pembengkakan dan nek dosis rendah yaitu 0, digunakan sebagai tera memastikan keamana dilakukan pengukuran filtrasi lainnya seperti Blood Urea Nitrogen(BU Filtration Rate (GFR glomerulus.

KESIMPULAN

Pemberian polisaka dari ekstrak Coriolus toksisitas kronis pembengkakan, nekrosi meningkatkan kadar kr secara signifikan DAFTAR PUSTAKA Anggraeni, D. W., Makroskopis dan Mi Ginjal Mencit Plumbum Asetat, Sumatera Utara, Me Champbell, N. A., J. B Mitchell, 2003, Edi Erlangga, Jakarta. Cui, J dan Y. Polysaccharopeptide versicolor: Physiol And Production, Biotechnology advanc Cui, J., Goh, K.K.T., Ar 2007. Characterisat protein-bound pol l walaupun pengamatan menunjukkan adanya ubuli yang berupa nekrosis sel, tetapi upa pembengkakan sel Pemberian dosis (PSK) ekstrak jamur cara kronis berpengaruh i ginjal berupa nekrosis sel dan tidak p kadar kreatinin serum gga tidak aman untuk emberikan efek berupa nekrosis sel, namun pada 0,5 mg/kg BB aman erapi, dan untuk lebih nannya perlu juga an terhadap indikator rti kadar ureum atau BUN), serta Glomerular R) atau laju filtrasi

sakarida krestin (PSK) olus veriscolor pada

onis menyebabkan

osis sel, tetapi tidak kreatinin serum mencit

., 2008, Gambaran n Mikroskopis Hati dan Akibat Pemberian t, Tesis, Universitas , Medan.

. B. Reece, dan L. G. Edisi ke-5, Jilid 3, .

Y. Chisti., 2003, ides of Coriolus siological Activity, Uses, on, Elsevier science, advance21:109-122.

Archer, R. dan Sigh, H., sation and bioactivity of polysaccharides from

(8)

submerged-culture ferment Coriolus versicolor Wr-74 20545 starins. Journal Ind M Biotechnology, 34:393-402. Donatus, I. A., 2001, Toksikol

Laboratorium Farmakol Toksikologi Fakultas Farm Yogyakarta

Guyton R. S., Rennke H., Kum Ginjal dan Sistem Penyalur Kumar V., Cotran R. S., R (eds). Buku Ajar Patologi Volume 2. Edisi VII. Jakarta 594-7.

Hidayatulloh, M. dan Susilaningsi Uji Toksisitas Subkroni Valerian (Valeriana officinal Ginjal Tikus Wistar,Skripsi S Kedokteran Universitas Semarang.

Himawan, S. 1996. Kumpul patologi.UI Press. Jakarta Hall, R. L, 2007, Clinical Pat

Laboratory Animals in Anim Toxicology, 2ndedition, CRC Hal. 789-828.

Jihan, S. 2013, Uji Aktivitas Hepa Fraksi Metanol Daun Kesum minus Huds.) Pada Tikus Galur Wistar Yang di Induksi Skripsi S-1, Fakultas Universitas Tanjungpura, Pont Kusmiati, S. R. T., Nuswanta Isnaini, N., 2007, Produksi da entation of 74 and ATCC-nd Microbiology 02. sikologi Dasar, kologi dan armasi UGM, umar V. 1983. lurnya. Dalam: Robbins S. L. ologi Robbins rta: EGC, 572-ngsih, N., 2010, onis Ekstrak nalis) Terhadap psi S-1, Fakultas s Diponegoro, pulan kuliah Pathology of Animal Model in C Press, USA, epatoprotektor sum (Polygonum kus Putih Jantan duksi Cisplatin , s Kedokteran ontianak. ntara, S., dan dan Penetapan Kadar ²- Glukan Saccharomyces cer mengandung Mol Kefarmasian Indone Manggarwati, A. F. da 2010, Uji Toksisita Valerian Pada Ti Terhadap Gambran dan Kadar Krea Universitas Diponeg Murtini, J. T., Priyanto, 2007, Toksisitas Subkr Histopatologi Hati, Mencit, Jurnal Bioteknologi Kelaut (2). Nisa , L. C., 2012, Uji Polisakarida Kre Coriolus versicolor Ginjal dan Kadar K musculus,Skripsi S-Teknologi Unive Surabaya.

Soedibyo, M. 1998. Ala Manfaat & Kegun Jakarta. Underwood, J. C., 2000, Sistemik, Kedoktera Wresdati, T., Astawan, 2006, Profil Imunohi Dismutase (SOD) Tikus deng Hiperkolesterolemia 89.

ukan dari Tiga Galur erevicae dalam Media Molase, Jurnal Ilmu ndonesia, 7-16.

. dan N. Susilaningsih, sitas Subkronis Ekstrak Tikus Wistar: Studi an Mikroskopis Ginjal reatinin, Skripsi S-1, ponegoro, Semarang.

o, N., dan Siregar, S. T., Subkronik Alginat pada ti, Ginjal, dan Lambung urnal Pascapanen dan autan dan Perikanan, 5 ji Toksisitas Subkronik restin dari Ekstrak olor Terhadap Histologi r Kreatinin Serum Mus S-1, Fakultas Sains dan niversitas Airlangga, Alam Sumber Kesehatan gunaan. Balai pustaka: 2000,Patologi Umum dan

ran EGC, Jakarta. n, M., Hastanti, L. Y., unohistokimia Superksida ) pada Jaringan Hati

dengan Kondisi

Gambar

Gambar 1. Diagram jumlah sel tubu mg/kg BB; P2:  pemberian PSK do PSK dosis 4 mg/kg BB
Gambar 3. Diagram jumlah sel tubu mg/kg BB; P2: pemberian PSK do
Gambar 5. Diagram rerata kadar kre P2:  pemberian PSK dosis 1 mg/kg B

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini didukung oleh pernyataan Artama (1992) dan Bellanti (1993) bahwa selama respons sekunder ini sel-sel imunokompeten lebih cepat mengenali antigen karena sudah

Pengamatan histopatologi menunjukkan terjadi degenerasi sampai nekrosis sel epitel tubulus mulai dari dosis 4000 mg/kg bb dan semakin meningkat seiring dengan

Penurunan kadar testosteron yang turun dengan signifikan pada perlakuan PSK 60 mg/kgBB dapat terjadi dimungkinkan karena pada dosis 60 mg/kgBB termasuk kategori

Isolasi polisakarida krestin dilakukan menurut Cui dan Christi (2003) dan Wahyuningsih dkk (2009) dengan cara sebagai berikut: larutan ekstrak jamur difiltrasi

Pendingin bath dan pendingin tabung dimatikan, selanjutnya tombol off ditekan untuk benar-benar menghentikan proses freeze drying... Lampiran 3: Data hasil penelitian

diberi polisakarida krestin dari ekstrak Coriolus versicolor selama 62 hari Ha4 : Ada perbedaan jumlah spermatozoa mencit pada kelompok yang diberi. polisakarida

Spermatozoa atau disebut dengan sperm cell merupakan sel haploid (n) yang dibentuk dalam tubulus seminiferus dari gamet jantan melalui proses. kompleks disebut

dapat menyelesaikan naskah skripsi dengan judul “P engaruh polisakarida krestin dari ekstrak Coriolus versicolor terhadap jumlah leukosit dan konsentrasi interleukin-23 pada Mus