• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. desain produk, desain jasa, desain grafis, dan desain lingkungan. Desain

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. desain produk, desain jasa, desain grafis, dan desain lingkungan. Desain"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Desain Kemasan 2.1.1 Pengertian Desain

Menurut Kotler (2003: 55) Desain adalah suatu ide besar, yang meliputi desain produk, desain jasa, desain grafis, dan desain lingkungan. Desain merupakan sekumpulan alat dan konsep untuk membantu persiapan produk-produk dan jasa-jasa yang berhasil.Tetapi desain mengandung ide yang lebih luas daripada hanya sekedar bentuk produk. Produk yang didesain dengan baik, selain menarik, juga akan memenuhi kriteria-kriteria di bawah ini:

1. Mudah dibuka kemasannya 2. Mudah dirakit

3. Mudah untuk dipelajari cara memakainya 4. Mudah digunakan

5. Mudah diperbaiki

6. Mudah dibuang setelah selesai digunakan.

Prinsip dasar desain, sebagaimana terkait dengan penggunaan elemen-elemen desain seperti garis, bentuk, warna, dan tekstur, menyediakan panduan yang membentuk komunikasi visual dan kemampuan untuk bermanuver dalam proses desain kemasan.

2.1.2 Pengertian Kemasan

Menurut Stanton dan Lamarto (1984: 278) kemasan dapat didefinisikan sebagai seluruh kegiatan merancang dan memproduksi bungkus atau suatu produk. Ada tiga alasan mengapa kemasan diperlukan :

(2)

1. Kemasan memenuhi sasaran: keamanan (safety) dan kemanfaatan (utilitarian). Kemasan melindungi produk dalam perjalanannya dari produsen ke konsumen, dan dalam beberapa kasus bahkan sewaktu dipakai oleh konsumen. Misalnya, kemasan yang efektif dapat melindungi produk darri niat jahat seperti dalam kasus usaha meracuni obat penenang di tahun 1982. Beberapa jenis produk yang dapat berbahaya untuk anak-anak juga diberi kemasan pelindung khusus. Dibandingkan dengan produk borongan, barang-barang kemasan biasanya lebih bersih, menawan dan tahan terhadap kemasan yang disebabkan oleh uap air dan kebocoran.

2. Kemasan bisa melaksanakan program pemasaran perusahaan. Melalui kemasan identifikasi produk menjadi lebih efektif dan dengan sendirinya mencegah pertukaran oleh produk pesaing. Kemasan merupakan satu-satunya cara perusahaan membedakan produknya. Misalnya, dalam kasus barang kemudahan (convenience goods) atau kurang suplai industri, kebanyakan pembeli tidak membedakan antara produk yang satu dengan yang lainnya. Para pengecer juga mengakui bahwa kemasan yang mengandung ciri-ciri promosi dan perlindungan barang yang efektif dapat membantu meningkatkan penjualan dan mengurangi biaya. Dalam hal ini, kemasan berfungsi sebagai wiraniaga tan-wicara (silent sales person)

3. Manajemen bisa mengemas produknya sedemikian rupa untuk meningkatkan memperoleh laba. Ada bentuk dan ciri kemasan yang demikian menariknya sehingga pelanggan bersedia membayar lebih mahal hanya untuk memperoleh kemasan istimewa ini, padahal perbedaan tingkat harga sudah melebihi biaya tambahan untuk memproduksi kemasan istimewa. Peningkatan laba juga bisa

(3)

meningkat melalui efisiensi biaya pemasaran yang diperoleh dari kemasan yang efektif, kemasan yang dapat mengurangi kerusakan barang dan kemudahan dalam pengiriman.

2.1.3 Fungsi Kemasan

Menurut Setyaningrum et al (2015: 119) pemasar makin mengakui pentingnya kemasan sebuah produk. Pada umumnya, sebuah kemasan dianggap wadah (container) berebentuk botol , kotak, kaleng, bungkusan, dan sebagainya dengan kemampuan untuk memproteksi sebuah produk. Namun, saat ini para pemasar mengakui adanya aspek promosi untuk sebuah kemasan dan kemampuan kemasan meningkatkan penjualan. Sebuah kemasan mempunyai dua fungsi penting antara lain:

1. Kemasan harus mempunyai kegunaan fungsional bagi konsumen dan bagi perantara pada saluran distribusi. Kemasan tersebut harus melindungi produk, mencegah kerusakan, dan memperpanjang hidup produk. Sebagai tambahan, ia juga harus mudah digunakan oleh konsumen dan mudah dipindahkan, disimpan, dan ditaruh di dalam rak barang. Penjual lebih menyukai kemasan yang dapat membantu mengurangi biaya pengiriman dan pencurian di toko. Akhirnya, kemasan juga mudah terurai.

2. Kemasan harus memudahkan komunikasi promosi dengan memberikan identifikasi merek yang jelas, mempromosikan produk, dan membantu menjual produk.

(4)

2.1.4 Pentingnya Kemasan dalam Pemasaran

Menurut Stanton dan Lamarto (1984: 279) kemasan merupakan kegiatan yang berorientasi pada produksi dan dilakukan khusus untuk memperoleh maslahat perlindungan dan kemudahan. Selama beberapa tahun terakhir ini, peranan kemasan dalam pemasaran semakin meningkat dan mulai diakui sebagai suatu kekuatan utama dalam persaingan pasar. Makin meluasnya penerapan penjualan swalayan dan penjualan melalui mesin ortomatis berarti bahwa kemasan mengambil alih tugas penjualan pada saat jual-beli terjadi. Keamanan kemasan juga menjadi isu yang makin penting dalam pemasaran. Perkembangan baru dalam kemasan terjadi dengan cepat sekali dan tiada henti-hentinya memaksa pihak manajemen untuk terus untuk memperhatikan pembaharuan dalam desain kemasan mereka. Hasilnya dapat kita saksikan misalnya, bahan baru menggantikan bahan lama, bentuk dan ukuran yang semakin menarik, dan ciri-ciri lain model kemasan dengan ukuran isi. Semuanya dilakukan demi kenyamanan konsumen dan juga merupakan bahan tambahan yang membantu penjualan. 2.1.5Pengertian Desain Kemasan

Menurut Klimchuk dan Krasovec (2007:33) desain kemasan adalah bisnis kreatif yang mengaitkan bentuk, struktur, material, warna, citra, tipografi, dan elemen-elemen desain dengan informasi produk agar produk dapat dipasarkan. Desain kemasan berlaku untuk membungkus, melindungi, mengirim, mengeluarkan, menyimpan, mengidentifikasi, dan membedakan sebuah produk di pasar. Pada akhirnya, desain kemasan berlaku sebagai pemasaran produk dengan mengkomunikasikan kepribadian atau fungsi produk konsumsi secara unik. Melalui metode desain yang komprehensif, desain kemasan menggunakan banyak

(5)

sarana untuk menangani masalah pemasaran yang rumit. Brainstorming, eksplorasi, eksperimen, dan pemikiran strategis adalah beberapa cara dasar di mana informasi visual dan verbal menjadi suatu konsep, ide, atau strategi desain. Melalui strategi desain produk yang disusun dengan efektif, informasi produk disampaikan kepada konsumen.

Penyelesaian masalah visualisasi adalah inti dari desain kemasan. Masalah visualisasi itu bisa berupa perkenalan produk baru atau peningkatan peningkatan penampilan produk yang sudah ada, kreativitas dari menentukan konsep dan sketsa hingga desain tiga dimensi, analisis desain dan penyelesaian masalah teknis merupakan cara penyelesaian masalah desain hingga menjadi solusi inovatif. Tujuannya bukanlah untuk menciptakan penampilan desain yang menarik secara visual karena desain kemasan yang hanya indah dipandang tidak bisa menggaet pasar dengan sukses. Pencapaian tujuan strategis dan target pemasaran secara kreatif melalui solusi desain yang tepat adalah fungsi utama desain kemasan. 2.1.6 Tujuan Desain Kemasan

Menurut Klimchuk dan Krasovec (2007: 47), tujuan desain kemasan dibatasi oleh latar belakang pemasaran yang relevan dan tujuan strategis untuk sebuah merek. Idealnya, tenaga pemasaran atau produsen menyediakan informasi dan poin-poin yang spesifik dan detail untuk mengukur tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam desain kemasan dengan tepat. Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut menyediakan informasi yang mendukung proses desain kemasan dan menyediakan kerangka kerja bagi penempatan produk di pasaran:

(6)

1. Siapakah Konsumennya ?

2. Di lingkungan mana produk akan bersaing ? 3. Pada harga jual berapa produk akan dijual ? 4. Berapa biaya produksinya ?

5. Berapa lama kerangka waktu dari saat pembuatan desain sampai pemasaran ? 6. Apa metode distribusi yang akan direncanakan ?

Penentuan posisi pada pangsa pasar menentukan penempatan produk dalam lingkungan ritel yang kompetitif dan menyediakan dasar arah desain. Tujuan desain kemasan menjadi lebih jelas pada saat parameter pemasaran telah didefinisikan. Metode desain kemasan, atau “bagaimana-cara” pengembangan, ditentukan oleh apakah tujuannya adalah untuk perkembangan produk baru, perluasan merek yang ada ke lini produk baru, atau reposisi merek, produk atau jasa.

2.1.7 Prinsip-prinsip Desain Kemasan

Menurut Klimchuk dan Krasovec (2007: 82) dalam desain kemasan, prinsip dasar desain disesuaikan untuk memenuhi tujuan setiap tugas-tugas desain. Panduan ini membantu mendefinisikan bagaimana warna, tipografi, struktur, dan citra diaplikasikan dalam suatu tata letak desain untuk menciptakan kesan keseimbangan, intensitas, proporsi, dan penampilan yang tepat. Inilah yang membuat elemen-elemen desain membentuk atribut komunikatif suatu desain kemasan.

Ada banyak variabel yang mempengaruhi bagaimana dan mengapa desain kemasan menarik konsumen. Periset konsumen menghabiskan waktu yang banyak untuk menganalisis variabel-variabel ini. Dari suatu perspektif desain murni

(7)

(memindahkan variabel pemasaran lain seperti harga, lokasi, dan kesetiaan merek itu) terdapat elemen-elemen penting yang menangkap perhatian konsumen dengan sangat baik dan menerobos kerumunan sosial dalam kompetisi ritel.

Empat penarik perhatian utama: 1. Warna

2. Struktur Fisik atau bentuk 3. Simbol dan Angka

4. Tipografi

Gambar 2.1

Faktor-faktor yang mempengaruhi Desain Kemasan PERILAKU KONSUMEN KOMPETISI FAKTOR-FAKTOR EKONOMI SALURAN DISTRIBUSI ISU-ISU SOSIAL/BUDAYA PROSES PRODUKSI TEKNOLOGI ISU-ISU HUKUM

Sumber: Buku Desain Kemasan (Klimchuk dan Krasovec, 2007:50) DESAIN

(8)

2.1.8 Elemen Desain Kemasan

Menurut Nillson & Armstrom (Cahyorini & Rusfian, 2011), variabel desain kemasan terdiri dari 3 dimensi yaitu: desain grafis, struktur desain, dan informasi produk.

1.Desain Grafis

Desain Grafis adalah dekorasi visual pada permukaan kemasan. Menurut Nillson & Amstrom (Cahyorini dan Rusfian, 2011) desain grafis terdiri dari empat sub dimensi, yaitu: nama merek, warna, tipografi, dan gambar.

Menurut Klimchuk & Krasovec (2007: 135) elemen grafis dalam desain kemasan dapat berupa.

a. Kolom berwarna untuk ragam, rasa, bau, warna, komposisi, atau aroma suatu produk.

b. Violator untuk mengkomunikasikan produk baru, keunggulan produk, keunggulan kemasan, atau harga

c. Tanda panah dan bentuk-bentuk untuk mengarahkan mata, mencurahkan energi atau berisi teks

d. Bujur sangkar, lingkaran, segitiga atau persegi panjang untuk memisahkan badan teks atau menyertakan identitas merek

e. Tekstur sebagai latar untuk estetika atau untuk mendukung foto, ilustrasi atau simbol.

2. Struktur Desain

Menurut Klimchuk & Krasovec (2007: 137) struktur dan material digunakan sebagai tempat penyimpan, perlindungan dan transportasi prosuk dan menyediakan permukaan fisik bagi desain kemasan. Dalam lingkungan ritel

(9)

struktur kemasan mendukung umur penyimpanan produk dan menyediakan kualitas nyata dan fitur protektif yang kesemuanya mempengaruhi ketertarikan awal konsumen terhadap produk. Pemilihan struktur pada akhirnya ditentukan oleh keputusan pengguna akhir, di mana struktur melakukan tugas ergonomisnya termasuk membuka dan menutup dengan baik, mengeluarkan dan dalam beberapa kasus penyimpanan produk. Struktur Desain terdiri dari 3 subdimensi: bentuk, ukuran, dan material.

3.Informasi Produk

Menurut Klimchuk & Krasovec (2007: 100) penjelasan produk biasanya biasanya mendefiniskan isi kemasan yang spesifik dan meliputi rasa, fitur, atau manfaat produk. Penjelasan produk bisa menggarisbawahi perluasan produk baru dan penting untuk strategi pemasaran. Tenaga pemasaran menggunakan penjelasan produk untuk mendefinisikan perbedaan diantara serangkaian lini produk dan menciptakan perbedaan yang terlihat antara produk mereka dan produk pesaing. Penjelasan produk yang unik bisa jadi merek dagang.

2.2 Impulsive Buying ( Pembelian Tak Terencana)

Menurut Utami (2012: 50) perilaku pembelian yang tidak direncanakan (unplanned buying) merupakan perilaku pembelian yang dilakukan di dalam toko, di mana pembelian berbeda dari apa yang telah direncanakan oleh konsumen pada saat mereka masuk ke dalam toko. Pembelian tidak terencana adalah suatu tindakan pembelian yang dibuat tanpa direncanakan sebelumnya, atau keputusan pembelian dilakukan pada saat berada di dalam toko.

(10)

2.2.1Penyebab terjadinya Pembelian Impulsif

Menurut Utami (2012: 69) terdapat dua penyebab terjadinya pembelian impulsif diantaranya pengaruh stimulus di tempat belanja dan pengaruh situasi. Pembelian impulsif disebakan oleh stimulus di tempat belanja untuk mengingatkan konsumen akan apa yang harus dibeli atau karena pengaruh display, promosi, dan usaha-usaha pemilik tempat belanja untuk menciptakan kebutuhan baru. Pada kasus yang pertama, kebutuhan konsumen tidak nampak sampai konsumen berada di tempat belanja dan dapat melihat alternatif-alternatif yang akan diambil dalam pengambilan keputusan pembelian terakhir. Hal ini berkaitan dengan pembelian yang dikarenakan impuls pengingat. Pada kasus kedua, konsumen tidak menyadari akan kebutuhannya sama sekali, semuanya diciptakan oleh stimulus yang dikondisikan akan diinginkan oleh konsumen. Hal ini berkaitan dengan impuls saran.

2.2.2Tipe Pembelian Impulsif

Menurut Stern (Utami, 2012: 68) menyatakan bahwa ada empat tipe pembelian impulsif, yaitu:

1. Impuls murni (pure impuls)

Pengertian ini mengacu pada tindakan pembelian sesuatu karena alasan menarik, biasanya ketika suatu pembelian terjadi karena loyalitas terhadap merek atau perilaku pembelian yang telah biasa dilakukan. Contohnya, membeli sekaleng asparagus bukannya membeli sekaleng macaroni seperti biasanya.

(11)

2. Impuls pengingat (reminder impulse)

Ketika konsumen membeli berdasarkan jenis impuls ini, hal ini dikarenakan unit tersebut biasanya memang dibeli juga, tetapi tidak terjadi untuk diantisipasi atau tercatat dalam daftar belanja. Contohnya, ketika sedang menunggu antrrean untuk membeli sampo di konter toko obat, konsumen melihat merek aspirin pada rak dan ingat bahwa persediannya di rumah akan habis, sehingga ingatan atas penglihatan pada produk tersebut memicu pembelian yang tidak terencana.

3. Impuls saran (suggestion impulse)

Suatu produk yang ditemui konsumen untuk pertama kali akan menstimulasi keinginan untuk mencobanya. Contohnya, seorang ibu rumah tangga yang secara tidak sengaja melihat produk penghilang bau tidak sedap di suatu counter display, hal ini secara langsung akan merelasikan produk tersebut didasarkan atas pertimbangan tentang adanya bau disebabkan karena aktivitas memasak di dalam rumah dan kemudian membelinya.

4. Impuls terencana (planned impulse)

Aspek perencanaan dalam perilaku ini menunjukkan respons konsumen terhadap beberapa insentif spesial untuk membeli unit yang tidak diantisipasi. Impuls ini biasanya distimulasi oleh pengumuman penjualan kupon, potongan kupon, atau penawaran menggiurkan lainnya.

2.2.3 Perspektif dalam Pembelian Impulsif

Menurut Utami (2012: 68) terdapat tiga persepektif yang digunakan untuk menjelaskan pembelian impulsif:

(12)

1. Karakteristik produk yang dibeli 2. Karakteristik konsumen

3. Karakteristik display tempat belanja.

Pembelian impulsif jarang terjadi untuk produk yang sering dikonsumsi, seperti roti, susu, telur, daripada produk yang jarang dikonsumsi seperti vitamin, permen, maupun makanan penutup. Produk-produk baru sering kali dibeli secara impulsif. Untuk perspektif kedua yaitu karakteristik konsumen, seperti faktor demografi konsumen, kepribadian, konsumen, dan kesenangan berkunjung ke tempat belanja, semuanya memengaruhi terjadinya pembelian impulsif. Untuk perspektif ketiga, karakteristik display tempat belanja seperti display di dekat konter pembayaran dan display pada ujung koridor terbukti menstimulasi terjadinya pembelian impulsif.

Menurut Rook (Cahyorini & Rusfian, 2011: 12) Variabel-variabel impulsive buying yang diukur dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Dorongan spontan untuk membeli 2. Sinkronitas 3. Ketertarikan 4. Elemen Hedonis 5. Konflik 6. Mengabaikan Konsekuensi 2.3 Kerangka Konseptual

Menurut Suliyanto (2006: 48) Kerangka Pemikiran merupakan sebuah alur yang menggambarkan proses riset secara keseluruhan. Dengan kata lain, kerangka pemikiran merupakan miniatur keseluruhan proses riset.Persaingan yang terjadi

(13)

antar perusahaan minuman memacu para pelaku industri desain kemasan semakin meningkatkan kemampuan dalam merancang desain yang lebih inovatif dan disukai masyarakat. Dalam hal ini desain kemasan dapat memicu terjadinya pembelian yang tidak terecana (impulsive buying) dengan memperhatikan faktor-faktor yang ada. Secara sederhana kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

Sumber: Diolah Peneliti, 2017 1. Variabel bebas (X)

Variabel bebas atau juga variabel independen adalah variabel yang memengaruhi atau menjadi penyebab besar kecilnya variabel yang lain. Variabel ini sering disebut variabel predikator (Suliyanto, 2006:77), yang termasuk dalam variabel bebas dalam penelitian ini adalah Desain Kemasan (packaging) terdiri dari beberapa dimensi seperti Desain Grafis, Struktur Desain, dan Informasi Produk.

2. Variabel terikat (Y)

Variabel terikat atau variabel dependen adalah variabel yang variasinya dipengaruhi oleh variabel-variabel bebas (Suliyanto, 2006:78), yang termasuk variabel terikat dalam penelitian ini adalah impulsive buying.

Desain Kemasan (X)

Impulsive Buying (Y)

(14)

2.4 Pengembangan Hipotesis

Menurut Kinney Jr. (Jogiyanto, 2004: 41), Hipotesis (hypotesys) adalah prediksi tentang fenomena. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. H0 : Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan dari desain kemasan yang terdiri dari desain grafis, struktur desain, dan informasi produk Chatime terhadap impulsive buying di di kalangan konsumen Chatime Hermes Place Polonia Medan.

Ha : Terdapat pengaruh positif dan siginifikan dari desain kemasan yang terdiri dari terdiri dari desain grafis, struktur desain, dan informasi produk Chatime terhadap impulsive buying di kalangan Chatime Hermes Place Polonia Medan.

2.5 Penelitian Terdahulu

Untuk melakukan penelitian, tentu tidak terlepas dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu dengan tujuan untuk memperkuat hasil dari penelitian yang sedang dilakukan. Tujuan lainnya adalah sebagai perbandingan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya. Berikut hasil ringkasan hasil penelitian terdahulu yang dijadikan referensi bagi peneliti :

1. Priscilla Christy & J. Ellyawati, 2015 (Universitas Atma Jaya Jogjakarta) Penelitian ini berjudul “Pengaruh Desain Kemasan (packaging) pada impulsive buying”.Hasil penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa pembelian tanpa rencana konsumen pada produk puding Jele disebabkan karena desain kemasan (packaging) dari produk puding Jele.Desain kemasan yang terdiri dari desain grafis, struktur desain, informasi produk memiliki pengaruh yang positif dan signifikan dalam meningkatkan pembelian tanpa rencana

(15)

konsumen.Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa, desain grafis merupakan 12 variabel dari desain kemasan yang paling dominan pengaruhnya terhadap pembelian tanpa rencana. Hasil penelitian ini juga memberikan informasi bahwa konsumen pria dan wanita dengan usia yang berbeda memiliki penilaian yang sama baiknya pada desain grafis, struktur desain dan informasi produk puding Jele.

2. Astri Cahyorini dan Effy Zalfiana Rusfian, 2011 (Universitas Indonesia)

Penelitian ini berjudul ”The Effect of Packaging Design on Impulsive

Buying”. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa desain kemasan “Monggo” 40

grmemberikan pengaruh terhadap pembelian tak terencana di Jakarta Selatan. Dari ketiga dimensi desain kemasan (desain grafis,desain struktur, dan informasi produk), hanya satudimensi yang mempengaruhi pembelian impulsif yaitu desain grafis dua dimensi lainnya tidak mempengaruhi pembelian impulsif. Penelitian ini membuktikan bahwa desain kemasan “Monggo” 40 gr memberikan pengaruh positif pada pembelian impulsifdi Jakarta Selatan, serta berkorelasi sangat kuat antar variabel; desain kemasan “Monggo” ini mempengaruhi pembelian impulsifsebesar 38%. Pengaruh yang diberikan memang tidak terlalu signifikan, sebagai satu-satunya elemen dalam kemasan Monggo 40 gr inidesain yang mempengaruhi pembelian impulsif adalah desain grafis.Kami dapat menyimpulkan bahwa Manajemen “Monggo”butuh untuk meninjau kembali merek desain kemasan. Manajemen“Monggo” belum memanfaatkan alat komunikasi lain sepertiiklan untuk mendukung komunikasi pemasaran,desain kemasan menjadi lebih penting dalam meningkatkan penjualan.

(16)

Rendahnya persentase di atas juga dipengaruhi oleh unsur-unsurdalam desain kemasan Monggo yang konsumen pertimbangkantidak menguntungkan; tipografi hampir tidak dapat dibaca, misalnya.Masalah ini perlu ditangani oleh manajemen

dalam rangka untuk memiliki komunikasi produk yang sangat baik. Penelitian ini juga menemukan bahwa pelanggan memiliki ketertarikan yang besar untuk nama merek 'Monggo', karena nama yang sangat tradisional. Nama yang tidak hanya menarik tetapi juga dapat membedkannya dengan produk merek lain. Oleh karena itu nama mereksudah efektif dan manajemen harus mempertahankangambar yang sudah ditetapkan.

3. Lestari, Sri Indah, 2016 ( Universitas Sumatera Utara)

Judul Penelitian ini adalah “Analisis Pengaruh Suasana Toko (Store Atmosphere), Display Produk, dan Harga Produk Terhadap Pembelian Tidak Direncanakan (Impulsive Buying) di Outlet Alfamart Jalan Pematang Tengah, Tanjung Pura”. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, maka dapat disimpulkan Variabel suasana toko (store atmosphere) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembelian tidak direncanakan (impulsive buying) di outlet Alfamart Jalan Pematang Tengah, Tanjung Pura. Suasana toko (store atmosphere) dapat mempengaruhi pembelian tidak direncanakan (impulsive buying). Hasil ini menerima hipotesis awal yang menyatakan suasana toko (store atmosphere) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembelian tidak direncanakan (impulsive buying) di outlet Alfamart Pematang Tengah, Tanjung Pura.

(17)

Judul Penelitian ini adalah ”Pengaruh Kemasan Sunsilk Terhadap Minat Pembelian Ulang Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Methodist Indonesia”. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh yang signifikan antara kemasan Sunsilk yang terdiri dari warna, desain, bentuk, ukuran, material fisik serta informasi dalam label terhadap minat pembelian ulang pada mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Methodist Indonesia.

2. Berdasarkan uji F disimpulkan bahwa keenam variabel dari kemasan Shampo Sunsilk yaitu warna (X1), desain (X2), bentuk (X3), ukuran (X4), material fisik (X5), informasi dalam label (X6) secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat pembelian ulang pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Methodist Indonesia dengan F hitung diperoleh 6,867 lebih besar dari nilai F tabel (2,68).

5. Nirwana, Dewi, 2011 (Universitas Sumatera Utara)

Judul Penelitian ini adalah ”Pengaruh Kemasan Terhadap Keputusan Pembelian Minuman Fruit Tea Pada Siswa SMU ST Thomas 2 Medan”. Hasil dari deskriptif responden menunjukkkan bahwa 57,14% peminat Frut Tea di SMU ST.Thomas 2 Medan adalah laki-laki dengan umur 16 tahun. Berdasarkan Uji-F (Uji signifikan simultan) disimpulkan bahwa variabel kemasan yaitu variabel Portability (X1), Memorable (X2), Easy to Read (X3), Visual Protection (X4), secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian pada siswa SMU St. Thomas 2 Medan. Berdasarkan uji signifikan individual (uji-t) disimpulkan bahwa dari keempat variabel dari kemasan

(18)

minuman Fruit Tea yaitu variabel portability, memorable, easy to read dan visual protection, variabel yang paling dominan mempengaruhi keputusan pembelian pada siswa SMU St. Thomas 2 Medan yaitu variabel memorable dengan nilai thitung (X2) = 5.345 dengan nilai signifikan 0.000, sedangkan variabel yang berpengaruh positif tetapi tidak signifikan adalah variabel portability (X1) dengan nilai thitung (X1) = 0.055, dan variabel easy to read (X3) dengan nilai thitung (X3) = 0.767.

Gambar

Gambar 2.2  Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian yang telah dilakukan juga dapat disimpulkan bahwa impulsive buying merupakan perilaku pembelian yang didorong keinginan secara tiba-tiba/spontan, hal

Bukan berlebihan bila dikatakan desain kemasan adalah ekspresi produk, bukan ekspresi pribadi, dan bahwa pandangan pribadi desainer atau tenaga pemasaran – baik

- Sirup Astina belum memiliki sistem desain visual, tampak pada tidak adanya kesinambungan antara konsep desain dan visualisasi dalam kemasan Sirup Astina ini,

Nilai-nilai pendidikan watak diduga telah melekat pada pembelajaran pencak silat. Memang tidak banyak ditemukan bukti empiris mengenai hal itu sehingga diperlukan pengkajian

Kajian yang dilakukan Handoko bertujuan untuk memperoleh bukti secara empiris pengaruh faktor-faktor fundamental keuangan yang terdiri dari return on assets (ROA), return

Melsya Jaya kesepakatan dalam proyek kontruksi yang kurang dari satu periode akuntansi dalam transaksi antara penyedia proyek dengan pelanggan harus ada bukti untuk

Kesembilan, jurnal yang dibuat oleh Jamaliad Said, dengan judul Praktik Manajemen Meuangan pada Organisasi Keagamaan: Bukti Empiris Masjid di Malaysia bahwa

Material kemasan bisa berupa kertas, plastik, kaca, tekstil, logam, dan sebagainya (Kaihatu,2014:65). Desain kemasan bergantung pada penggunaan simbolisme untuk mendukung