• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI DAYA KENDALI HERBISIDA PENOXSULAM, BUTACHLOR, DAN CAMPURAN PENOXSULAM+BUTACHLOR TERHADAP BEBERAPA GULMA UTAMA PADI SAWAH (Oryza sativa L.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI DAYA KENDALI HERBISIDA PENOXSULAM, BUTACHLOR, DAN CAMPURAN PENOXSULAM+BUTACHLOR TERHADAP BEBERAPA GULMA UTAMA PADI SAWAH (Oryza sativa L."

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

UJI DAYA KENDALI HERBISIDA PENOXSULAM, BUTACHLOR, DAN CAMPURAN PENOXSULAM+BUTACHLOR TERHADAP BEBERAPA

GULMA UTAMA PADI SAWAH (Oryza sativa L.)

(Skripsi)

Oleh

ANANG NUR PRAYOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016

(2)

Anang Nur Prayogi

ABSTRAK

UJI DAYA KENDALI HERBISIDA PENOXSULAM, BUTACHLOR, DAN CAMPURAN PENOXSULAM+BUTACHLOR TERHADAP BEBERAPA

GULMA UTAMA PADI SAWAH (Oryza sativa [L.]) Oleh

ANANG NUR PRAYOGI

Salah satu kekurangan dari penggunaan herbisida berbahan aktif tunggal untuk mengendalikan gulma pada pertanaman padi sawah ialah selektivitas gulma sasaran dari herbisida tunggal tersebut hanya mampu mengendalikan beberapa jenis dan golongan gulma. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah campuran herbisida penoxsulam+butachlor memiliki daya kendali yang lebih baik dari daya kendali herbisida penoxsulam dan herbisida butachlor dalam

mengendalikan beberapa gulma utama padi sawah.

Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 16 perlakuan dan 6 ulangan. Perlakuan terdiri atas satu perlakuan kontrol, 5 perlakuan herbisida campuran penoxsulam+butachlor dengan dosis 1,25+50,00; 2,50+100,00; 5,00+200,00; 10,00+400,00; dan 20,00+800,00 g ha-1, 5 perlakuan herbisida penoxsulam dengan dosis 0,94; 1,88; 3,75; 7,50; dan 15,00 g ha-1, dan 5 perlakuan butachlor dengan dosis 37,50; 75,00; 150,00; 300,00; dan 600,00 g ha-1.

(3)

Anang Nur Prayogi

Perlakuan diterapkan pada Ludwigia octovalvis dan Spenochlea zeylanica (golongan daun lebar), Ischaemum rugosum dan Leptochloa chinensis (golongan rumput), serta Fimbristylis milliace dan Cyperus difformis (golongan teki). Data bobot kering gulma diuji Kehomogenannya dengan uji Bartlett dan aditivitas data diuji dengan uji Tukey, apabila data memenuhi asumsi maka data diuji dengan pemisahan nilai tengah BNJ pada taraf kepercayaan 5%.

Hasil penelitian menunjukan bahwa herbisida campuran penoxsulam+butachlor dengan dosis 20,00+800,00 g ha-1memiliki daya kendali yang lebih baik dari herbisida penoxsulam dan butachlor yang diaplikasikan secara tunggal pada semua taraf dosis, karena campuran herbisida tersebut dapat mengendalikan semua gulma uji (L. octovalvis, S. zeylanica, I. rugosum, L. cinensis, F. milliace, dan C. difformis) yang terdiri atas gulma daun lebar, rumput, dan teki.

(4)

UJI DAYA KENDALI HERBISIDA PENOXSULAM, BUTACHLOR, DAN CAMPURAN PENOXSULAM+BUTACHLOR TERHADAP BEBERAPA

GULMA UTAMA PADI SAWAH (Oryza sativa L.)

Oleh

Anang Nur Prayogi

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2016

(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada 03 Oktober 1994 di Desa Branti Raya, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dari pasangan Bapak Juremi dan Ibu Asmunah dan memeliki satu orang kakak bernama Barep Mustika Aji dan satu orang adik, Cindi Kholifah Millenia. Penulis menyelesaikan pendidikan usia dini di Taman Kanak-kanak Al-Huda Branti Raya, Lampung Selatan pada tahun 2000, kemudian melanjutkan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 02 Branti Raya, Lampung Selatan dan lulus pada tahun 2006. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah di SMP Negeri 01 Natar, Lampung Selatan pada tahun 2009 dan melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 01 Natar, Lampung Selatan dari tahun 2009 hingga tahun 2012. Selama menjadi siswa SMA, penulis aktif dalam bidang akademik dan organisasi sekolah, salah satunya penulis tergabung dalam

organisasi siswa intra sekolah (OSIS) periode 2009/2010 sebagai wakil ketua dan menjadi ketua umum pada periode 2010/2011.

Penulis melanjutkan pendidikan di Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui ujian Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur tertulis pada tahun 2012 dan tercatat sebagai mahasiswa penerima program beasiswa DIKTI (Bidik Misi). Selama menjadi mahasiswa,

(9)

penulis aktif dalam kegiatan akademik salah satunya dengan menjadi asisten dosen dalam beberapa mata kuliah seperti, Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan, Dasar-dasar Budidaya Tanaman, Produksi Tanaman Perkebunan, Produksi Tanaman Ubi dan Kacang-kacangan, Ilmu dan Teknik Pengendalian Gulma, Dasar-dasar Perlindungan Tanaman, Statistika Pertanian, Pengelolaan Gulma Perkebunan, serta Hebisida dan Lingkungan.

Pada bulan Januari hingga Februari tahun 2015, penulis melakukan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Bujuk Agung, Kecamatan Banjar Margo, Kabupaten Tulang Bawang. Kemudian pada tahun yang sama dibulan Juli hingga Agustus, penulis melakukan magang atau Praktik Umum (PU) di R&D Station Cikampek PT. Syngenta Indonesia dengan judul kegiatan “Deteksi Residu

Herbisida Triasulfuron, Indaziflam, dan Paraquat dengan Menggunakan Tanaman Indikator Mentimun (Cucumis sativus [L.])”.

(10)

Bissmillahirrohmanirrohim..

Bersama rasa syukur dan bangga aku persembahkan karya ini kepada :

Kedua orangtuaku terkasih Bapak Juremi dan Ibu Asmunah Kakak dan adikku tersayang Mas Barep Mustika Aji, Mbak

Nina Herlinayani, dan Cindi Kholifah Millenia Serta seluruh saudara-saudaraku

Sebagai tanda terima kasihku atas doa dan pengorbanan yang selalu meringankan dan menegakkan langkah

langkahku

(11)

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya

(Q.S. Al-Baqoroh: 286)

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamu orang-orang yang paling tinggi

derajatnya, jika kamu orang-orang yang beriman (Q.S. Al-Imran: 139)

Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah maka Dia akan menjadikan jalan keluar baginya, dan memberinya rizki

dari jalan yang tidak ia sangka … (Q.S. Ath-Thalaq: 2-3)

(12)

SANWACANA

Assalamuallaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah S. W. T., yang atas kehendak, ridha dan limpahan karunianya telah mempermudah penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisian skripsi dengan judul “Uji Daya Kendali Herbisida Penoxsulam, Butachlor dan Campuran Penoxsulam+Butachlor terhadap Beberapa Gulma Utama Padi Sawah (Oryza sativa L.)” dengan baik. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Ir. Dad R. J. Sembodo, M. S. selaku dosen pembimbing utama yang dengan sabarnya membimbing penulis selama ini dan memberikan banyak pengalaman hidup serta saran yang sangat memotivasi.

2. Ibu Ir. Niar Nurmauli, M. S. selaku pembimbing kedua dan Ibu Prof. Dr. Ir. Nanik Sriyani, M. Sc. yang selalu memberikan arahan dan pengetahuan serta saran yang membangun.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M. Si. selaku dosen pembimbing akademik atas segala nasihat dan bimbingan selama melaksanakan kegiatan perkuliahan.

4. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi atas bimbingan selama melaksanakan kegiatan perkuliahan.

(13)

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M. Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian atas bimbingan selama melaksanakan kegiatan perkuliahan. 6. Kepada orangtua tercinta yang atas segala do’a, kasih dan sayang, dukungan

serta semua pengorbanan untuk menyelesaikan perkuliahan.

7. Kakak dan adikku Mas Barep Mustika Aji, Mbak Nina Herlinayani, dan Cindi Kholifah Millenia yang senantiasa memberikan semangat, doa dan mengisi kekurangan-kekurangan bagi penulis.

8. Mbak Nana dan Kak Mustajab dan teman-teman Citra, Ainia, dan Danny atas semua waktunya, saran, dukungan, dan bantuan yang tidak dapat terhitung. 9. Teman teman penelitian gulma, Damay, Agustinus, Cindy, Bayuga, Ardi, dan

Aulia, serta Mas Khoiri, Mas Pujono, Mas Yono, Mas Dayat, Mas Wat, dan Mas Duloh atas semua doa dan bantuan selama penelitian.

10. Teman-teman Agroteknologi angkatan 2012 dan semua saudara-saudara penulis yang terus mendoakan dan memberikan semangat.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kesalahan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dari pembaca untuk dapat memperbaiki penulisan ini agar dapat mermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Wassalamuallaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, 19 September 2016 Penulis,

(14)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ………….………... i

DAFTAR TABEL ……….………... iii

DAFTAR GAMBAR ………..……. v

I. PENDAHULUAN ………..….……….. 1

1.1 Latar Belakang Masalah ………... 1

1.2 Tujuan Penelitian ...………. 4

1.3 Landasan Teori ……….…...…... 4

1.4 Kerangka Pemikiran ………...…… 6

1.5 Hipotesis ……….………. 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ………... 9

2.1 Informasi Umum Tanaman Padi ………...……. 9

2.2 Gulma di Pertanaman Padi Sawah ………....……. 10

2.3 Pengendalian Gulma di Pertanaman Padi Sawah ………...…... 11

2.4 Herbisida Penoxsulam ……….…………...…… 12

2.5 Herbisida Butachlor ……….………...…… 13

2.6 Interaksi Pencampuran Herbisida ………...……. 15

III. BAHAN DAN METODE ……….………...…….. 17

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ……….…...………. 17

3.2 Bahan dan Alat ………...………. 17

3.3 Metode Penelitian ………..………. 18

(15)

ii

3.4.1 Tata Letak Percobaan ………. 20

3.4.2 Penetapan Gulma Sasaran ……….. 20

3.4.3 Penanaman dan Pemeliharaan Gulma ………... 21

3.4.4 Aplikasi Herbisida ………...…... 22

3.5 Pengamatan ……….………… 23

3.5.1 Waktu Pemanenan ………. 23

3.5.1 Pemanenan Gulma ………... 24

3.5.2 Penetapan Bobot Kering Gulma ………. 24

3.6 Analisis Data ………... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….... 26

4.1 Respon Ludwigia octovalvis terhadap Jenis dan Dosis Herbisida ………... 26

4.2 Respon Spenochlea zeylanica terhadap Jenis dan Dosis Herbisida ………... 32

4.3 Respon Ischaemum rugosum terhadap Jenis dan Dosis Herbisida ………... 37

4.4 Respon Leptochloa chinensis terhadap Jenis dan Dosis Herbisida ………... 41

4.5 Respon Fimbristylis milliace terhadap Jenis dan Dosis Herbisida ………... 45

4.6 Respon Cyperus difformis terhadap Jenis dan Dosis Herbisida ... 49

V. KESIMPULAN DAN SARAN ………... 54

5.1 Kesimpulan ……….. 54

5.2 Saran ……… 54

PUSTAKA ACUAN ...……….……….... 55

(16)

iii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Dosis Bahan Aktif Herbisida yang Digunakan ……….. 18 2. Pengaruh Jenis dan Dosis Herbisida terhadap Bobot Kering

Gulma Ludwigia octovalvis ..………... 27

3. Pengaruh Jenis dan Dosis Herbisida terhadap Bobot Kering

Gulma Spenochlea zeylanica ………..……… 32

4. Pengaruh Jenis dan Dosis Herbisida terhadap Bobot Kering

Gulma Ischaemum rugosum ……….…….. 37

5. Pengaruh Jenis dan Dosis Herbisida terhadap Bobot Kering

Gulma Leptochloa chinensis ……….………. 41

6. Pengaruh Jenis dan Dosis Herbisida terhadap Bobot Kering

Gulma Fimbristylis milliace ……...……… 45

7. Pengaruh Jenis dan Dosis Herbisida terhadap Bobot Kering

Gulma Cyperus difformis ………... 49

8. Bobot Kering Gulma Ludwigia octovalvis Akibat Aplikasi

Herbisida ……….. 60

9. Uji Homogenitas Bobot Kering Gulma Ludwigia octovalvis .….... 61

10.

Uji Aditivitas Bobot Kering Gulma Ludwigia octovalvis ……..…. 62

11. Analisis Ragam Bobot Kering Gulma Ludwigia octovalvis ……… 62

12. Bobot Kering Gulma Spenochlea zeylanica Akibat Aplikasi

(17)

iv 13. Uji Homogenitas Bobot Kering Gulma Spenochlea zeylanica …... 64

14. Uji Aditivitas Bobot Kering Gulma Spenochlea zeylanica …..….. 65

15. Analisis Ragam Bobot Kering Gulma Spenochlea zeylanica ...…. 65 16. Bobot Kering Gulma Ischaemum rugosum Akibat Aplikasi

Herbisida ……… 66

17. Uji Homogenitas Bobot Kering Gulma Ischaemum rugosum …... 67

18. Uji Aditivitas Bobot Kering Gulma Ischaemum rugosum ………. 68

19. Analisis Ragam Bobot Kering Gulma Ischaemum rugosum …... 68

20. Bobot Kering Gulma Leptochloa chinensis Akibat Aplikasi

Herbisida ………. 69

21. Uji Homogenitas Bobot Kering Gulma Leptochloa chinensis …… 70

22. Uji Aditivitas Bobot Kering Gulma Leptochloa chinensis ….…… 71

23. Analisis Ragam Bobot Kering Gulma Leptochloa chinensis ……. 71

24. Bobot Kering Gulma Fimbristylis milliace Akibat Aplikasi

Herbisida ……….... 72

25. Uji Homogenitas Bobot Kering Gulma Fimbristylis milliace ….... 73

26. Uji Aditivitas Bobot Kering Gulma Fimbristylis milliace …….…. 74

27. Analisis Ragam Bobot Kering Gulma Fimbristylis milliace ….….. 74

28. Bobot Kering Gulma Cyperus difformis Akibat Aplikasi

Herbisida ……….. 75

29. Uji Homogenitas Bobot Kering Gulma Cyperus difformis …….…. 76

30. Uji Aditivitas Bobot Kering Gulma Cyperus difformis ……..…….. 77

(18)

v DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur kimia penoxsulam ………...………... 13

2. Struktur kimia butachlor ………...………... 14

3. Tata letak percobaan untuk satu jenis gulma ...…...…………... 20

4. Skema dan petak aplikasi ………... 23

5. Pengaruh jenis dan dosis herbisida terhadap persen kerusakan gulma Ludwigia octovalvis pada 9 HSA …………..………... 28

6. Pengaruh jenis dan dosis herbisida terhadap pertumbuhan Ludwigia octovalvis pada 9 HSA .………..…... 31

7. Pengaruh jenis dan dosis herbisida terhadap persen kerusakan gulma Spenochlea zeylanica pada 9 HSA …………..…..……... 33

8. Pengaruh jenis dan dosis herbisida terhadap pertumbuhan Spenochlea zeylanica pada 9 HSA ……….. 36

9. Pengaruh jenis dan dosis herbisida terhadap persen kerusakan gulma Ischaemum rugosum pada 9 HSA ………. 38

10. Pengaruh jenis dan dosis herbisida terhadap pertumbuhan Ischaemum rugosum pada 9 HSA ... 40

11. Pengaruh jenis dan dosis herbisida terhadap persen kerusakan gulma Leptochloa chinensis pada 9 HSA ……… 42

12. Pengaruh jenis dan dosis herbisida terhadap pertumbuhan Leptochloa chinensis pada 9 HSA ………... 44

(19)

vi 13. Pengaruh jenis dan dosis herbisida terhadap persen kerusakan

gulma Fimbristylis milliace pada 9 HSA ... 46

14. Pengaruh jenis dan dosis herbisida terhadap pertumbuhan

Fimbristylis milliace pada 9 HSA ………. 48 15. Pengaruh jenis dan dosis herbisida terhadap persen kerusakan

gulma Cyperus difformis pada 9 HSA ………. 50

16. Pengaruh jenis dan dosis herbisida terhadap pertumbuhan Cyperus

(20)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Padi adalah tanaman pangan utama bagi sebagian besar masyarakat Asia, khususnya di Indonesia. Semakin bertambahnya jumlah penduduk

mengakibatkan kebutuhan beras di Indonesia terus meningkat. Luas lahan panen padi di Indonesia yang berkurang dari tahun 2013 hingga 2014 ternyata diikuti oleh menurunnya tingkat produktivitas padi. Data Badan Pusat Statistik tahun 2015 menyatakan produktivitas padi pada tahun 2013 adalah 5,15 t ha-1sedangkan pada tahun 2014 hanya 5,13 t ha-1. Penurunan produktivitas padi disebabkan oleh beberapa faktor seperti, kelangkaan benih bermutu, kebutuhan air tidak tercukupi, pemupukan tidak berimbang, serangan hama dan penyakit, serta keberadaan gulma di areal pertanaman.

Kehadiran gulma dalam budidaya tanaman padi menjadi masalah utama sejak awal persiapan lahan hingga mendekati masa panen padi. Menurut Sastroutomo (1990), ada lebih dari 33 jenis gulma pada lahan sawah, yang terdiri atas golongan rumput, teki, dan daun lebar. Waktu kehadiran gulma yang menjadi masalah besar dalam budidaya padi ialah pada fase kritis tanaman padi yaitu pada periode awal pertumbuhan tanaman (Moenadir, 1993). Penurunan produksi tanaman padi

(21)

2

akibat keberadaan gulma yakni antara 60-87%. Pitoyo (2006) menyebutkan bahwa penurunan produksi padi nasional akibat kompetisi gulma dan padi dalam memperebutkan sarana tumbuh adalah 47-87% untuk padi gogo dan padi sawah mencapai 15-42%. Berdasarkan data tersebut, dibutuhkan cara pengendalian yang tepat dalam mengatasi masalah gulma pada budidaya tanaman padi.

Gulma pada pertanaman padi sawah dapat dikendalikan dengan beberapa metode pengendalian seperti mekanis, manual, kultur teknis, dan kimiawi. Pengendalian gulma pada tanaman padi sawah yang efektif ialah dengan metode kimiawi yaitu menggunakan herbisida. Penggunaan herbisida untuk mengendalikan gulma pada areal budidaya padi sawah dinilai efektif karena penggunaanya yang mudah dan efisien dibandingkan cara pengendalian lainya (Barus, 2003).

Pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida memiliki beberapa keuntungan seperti waktu pengendalian yang relatif lebih singkat dalam areal yang luas, mampu mengendalikan gulma sebelum gulma tumbuh, dan tidak merusak perakaran tanaman (Sukman, 2002).

Saat ini penggunaan herbisida untuk mengendalikan gulma pada pertanaman padi sawah lebih banyak menggunakan herbisida berbahan aktif tunggal. Menurut Abdullah (1996), salah satu kekurangan dari penggunaan herbisida berbahan aktif tunggal untuk mengendalikan gulma di sawah ialah selektivitas gulma sasaran yang hanya mampu mengendalikan beberapa jenis dan golongan gulma. Herbisida butachlor dan penoxsulam merupakan bahan aktif herbisida yang

(22)

3

banyak digunakan untuk mengendalikan gulma di pertanaman padi sawah dengan hasil yang optimal. Herbisida butachlor mampu mengendalikan gulma pada pertanaman padi sawah sama baiknya dengan penyiangan yang dilakakukan dua kali (Abdullah, 1996). Menurut Ottis dkk. (2004) herbisida penoxsulam yang diaplikasikan pada dosis 10 - 50 g ha-1secara pre emergence efektif

mengendalikan gulma rumput seperti Echinochloa Sp. hingga 99% pada 21 HSA (hari setelah aplikasi).

Salah satu cara untuk meningkatkan spektrum pengendalian gulma yang lebih luas adalah dengan mencampurkan dua atau lebih bahan aktif herbisida dari kelompok yang berbeda dan sifat yang tidak saling bertentangan. Tjitrosemito dan Burhan (1995) mengungkapkan bahwa interaksi bahan aktif akibat pencampuran dua atau lebih herbisida dapat menimbulkan tiga sifat, yaitu (1) sinergis, meningkatnya aktivitas biologis akibat pencampuran, (2) aditif yang artinya aktivitas biologis hasil pencampuran sama dengan sebelumnya, dan (3) antagonis, aktivitas biologis akibat pencampuran lebih rendah dari komponen penyusunnya.

Pencampuran herbisida butachlor dan penoxsulam yang memiliki keunggulan masing – masing jika diterapkan secara tunggal, diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dari masing masing bahan aktif (sinergistik) sehingga memiliki spektrum pengendalian gulma yang lebih luas.

(23)

4

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari pengujian daya kendali herbisida penoxsulam, butachlor, dan campuran penoxsulam+butachlor adalah untuk mengetahui apakah campuran herbisida penoxsulam+butachlor memiliki daya kendali yang lebih baik dari daya kendali herbisida penoxsulam dan herbisida butachlor dalam mengendalikan beberapa gulma utama padi sawah.

1.3 Landasan Teori

Pengunaan herbisida berbahan aktif tunggal secara terus – menerus, cepat atau lambat akan menurunkan tingkat keefektifannya. Menurut Abdullah (1996), salah satu kekurangan dari penggunaan herbisida berbahan aktif tunggal untuk

mengendalikan gulma di sawah ialah selektivitas gulma sasaran yang hanya mampu mengendalikan beberapa jenis dan golongan gulma. Salah satu cara untuk meningkatkan spektrum pengendalian dan efektivitas herbisida ialah dengan cara pencampuran beberapa jenis bahan aktif herbisida (Djojosumarto, 2000).

Pencampuran beberapa bahan aktif dilakukan untuk meningkatkan spektrum suatu jenis herbisida agar dapat mengendalikan berbagai jenis gulma (Kuk dkk., 2002). Pencampuran herbisida diharapakan dapat menghemat biaya pengendalian dan penggunaan herbisida, karena dalam pencampuran bahan aktif herbisida ada pengurangan konsentrasi dari komponen herbisida campuran agar meningkatkan efektifitas kerja masing masing herbisida (Rao, 2000).

(24)

5

Menurut Tomlin (2010), butachlor merupakan herbisida sistemik yang di aplikasikan pratumbuh untuk mengendalikan gulma golongan rumput dan beberapa jenis gulma golongan daun lebar pada pertanaman padi. Sedangkan penoxsulam merupakan herbisida pascatumbuh dan ditranslokasikan secara sistemik sebagai penghambat kerja enzim ALS (Asetolaktat Sistase) yang

digunakan untuk mengendalikan beberapa jenis gulma dari semua golongan yang ada di pertanaman padi.

Tjitrosemito dan Burhan (1995) mengungkapkan bahwa interaksi bahan aktif akibat pencampuran dua atau lebih herbisida dapat menimbulkan tiga sifat, yaitu (1) sinergis, meningkatnya aktivitas biologis akibat pencampuran, (2) aditif yang artinya aktivitas biologis hasil pencampuran sama dengan sebelumnya, dan (3) antagonis, aktivitas biologis akibat pencampuran lebih rendah dari komponen penyusunnya.

Menurut Fitri (2011) pencampuran bahan aktif herbisida dari kelompok

penghambat aktivitas meristem dengan kelompok penghambat kerja enzim besifat sinergis. Herbisida butachlor menurut mekanisme kerjanya termasuk kelompok penghambat aktivitas meristem sedangkan herbisida penoxsulam tergolong dalam kelompok penghambat enzim. Menurut Kogan dkk. (2011) pencampuran

herbisida penoxsulam+propanil (satu golongan dengan herbisida butachlor) pada dosis 20+2.880 g ha-1dapat mengendalikan gulma Alisma plantago-aquatica (daun lebar), Echinochloa crus-galli (rumput), dan Cyperus difformis (teki) hingga 100% pada pertanaman padi sawah.

(25)

6

1.4 Kerangka Pemikiran

Herbisida adalah pestisida yang digunakan untuk mengendalikan gulma. Sebagai salah satu cara pengendalian gulma, penggunaan herbisida dalam pengendalian gulma secara kimiawi dinilai lebih efektif dan efisien dibandingkan metode lainnya. Penerapan herbisida dalam pengendalian gulma haruslah mengikuti 4 tepat, yaitu tepat jenis herbisida, tepat dosis, tepat cara, dan tepat waktu

pengendalian.

Keberadaan gulma di lahan sawah pertanaman padi sangatlah beragam.

Sastroutomo (1990) mengungkapkan bahwa terdapat sekitar 33 jenis gulma pada lahan pertanaman padi sawah. Beragamnya jenis gulma pada pertanaman padi sawah harus ditangani dengan bijak dan cermat untuk menekan biaya

pengendalian dan meningkatkan keberhasilan dalam pengendalian gulma.

Herbisida yang digunakan untuk menekan pertumbuhan gulma di pertanaman padi sawah sangat penting memiliki selektivitas terhadap pertumbuhan tanaman padi dan memiliki spektrum luas untuk mengendalikan berbagai jenis gulma.

Upaya untuk memperluas spektrum pengendalian dan meningkatkan efektifitas penggunaan herbisida dapat dilakukan dengan memadukan beberapa bahan aktif yang memiliki keunggulan masing – masing ketika diaplikasi secara tunggal. Pencampuran herbisida diharapkan bersifat sinergis, yaitu kedua bahan aktif yang dicampur berkerja saling dukung untuk meningkatkan daya racun dan dapat menjawab masalah pengendalian gulma pada pertanaman padi sawah.

(26)

7

Herbisida penoxsulam merupakan salah satu herbisida dari golongan

triazolopirimidin. Berdasarkan cara kerjanya penoxsulam tergolong sebagai salah satu herbisida dari grup penghambat kerja enzim Asetolaktat sintase (ALS) (Tomlin, 2010). Herbisida ini bersifat sistemik dan digunakan sebagai herbisida pascatumbuh yang telah dikomersilkan sejak tahun 1993 (Ottis dkk., 2004).

Herbisida penoxsulam telah banyak digunakan oleh petani padi sawah untuk mengendalikan gulma. Menurut Gopal dkk. (2010), herbisida ini memiliki kemapuan untuk mengendalikan gulma dari golongan daun lebar, teki, dan rumput, tetapi tidak dapat mengendalikan gulma Dactiloctenium spp., Leptochloa spp., dan Cyperus rotundus.

Butachlor merupakan bahan aktif herbisida yang masuk dalam kelompok

khloroasetemida. Menurut Sriyani (2015), herbisida dalam kelompok ini bersifat selektif untuk gulma golongan rumput tahunan dan waktu aplikasi yang tepat ialah pratumbuh. Herbisida ini berkerja dengan cara menghambat sintesa protein sehingga menyebabkan pembelahan dan pembesaran sel tumbuhan terganggu.

Menurut Fitri (2011), pencampuran bahan aktif herbisida dari kelompok

penghambat aktifitas meristem dengan kelompok penghambat kerja enzim besifat sinergis. Kelebihan dari herbisida penoxsulam dan butachlor diharapkan dapat memperluas spektrum pengendalian dan bersifat saling dukung (sinergis) setelah dilakukan pencampuran terhadap keduannya.

(27)

8

1.5 Hipotesis

Hipotesis yang diperoleh berdasarkan kerangka pemikiran dalam penelitian adalah daya kendali herbisida campuran penoxsulam+butachlor lebih baik dari daya kendali herbisida penoxsulam dan butachlor yang diaplikasikan secara tunggal dalam mengendalikan beberapa jenis gulma utama pada tanaman padi sawah.

(28)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Informasi Umum Tanaman Padi

Padi (Oryza sativa) adalah tanaman yang berasal dari divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo Poales, famili Gramineae, genus Oryza. Padi tergolong dalam kelompok tanaman hari pendek yang sensitif terhadap fotoperiodisme. Hari panjang menyebabkan pembungaan tanaman padi menjadi terlambat. Setidaknya 30-45 hari sebelum panen tanaman yang mendapat energi surya yang cukup akan memberikan hasil yang tinggi (Septrina, 2008).

Secara umum, terdapat tiga stadia pertumbuhan yang dialami oleh tanaman padi yaitu; (1) Stadia vegetatif, dimulai dari perkecambahan benih padi hingga

terbentuknya terbentuknya bulir-bulir padi. Padi dengan varietas berumur pendek, lamanya stadia satu ini berkisar antara 50 hingga 55 hari, sedangkan pada varietas padi berumur panjang sekitar 85 hari. (2) Stadia reproduktif, diawali sejak

terbentuknya bulir padi hingga terjadinya pembungaan, tadia ini terjadi sekitar 35 hari. (3) Stadia pembentukan gabah, dimulai dari pembungaan hingga pemasakan biji, waktu yang dibutuhkan stadia ini berkisar 28 hingga 30 hari. Tanaman padi dapat hidup dengan baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah 23ºC (Makarim dan Suhartatik, 2007).

(29)

10

2.2 Gulma di Pertanaman Padi Sawah

Gulma adalah tumbuhan yang keberadaannya mengganggu kepentingan manusia. Kepentingan ini mencakup banyak sisi seperti, ekonomi, kesehatan, estetika, dan lingkungan. Oleh karena itu, manusia berusaha untuk mengendalikan gulma agar tidak menimbulkan kerugian. Menurut Sembodo (2010), gulma termasuk dalam OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) selain dari hama dan penyakit.

Sembodo (2010) mengungkapkan bahwa ada lebih dari 250 jenis gulma yang dianggap mengganggu kegiatan budidaya pertanian. Beragamnya jenis gulma dalam budidaya pertanian merupakan salah satu sifat gulma yang selalu ada (persistensi). Gulma tidak hanya tumbuh pada budidaya tanaman darat, tetapi juga dapat tumbuh dan mengganggu di lahan berair atau persawahan. Terdapat lebih dari 700 spesies gulma air yang tersebar diseluruh dunia, namun tidak seluruhnya menimbulkan masalah (Sidorkewicj dkk., 2004).

Luasnya lahan persawahan di Indonesia tidak terlepas dari masalah gulma. Beberapa jenis gulma yang menjadi masalah dalam budidaya padi sawah di Indonesia diantaranya ialah gulma golongan rumput seperti Echinochloa crus-galli dan Leptochloa spp., gulma golongan teki seperti Fimbristylis milliace dan Cyperus difformis, serta gulma golongan daun lebar seperti Monochoria vaginalis dan Ludwigia spp. (Pane dan Jatmiko, 2010).

(30)

11

2.3 Pengendalian Gulma di Pertanaman Padi Sawah

Menurut Moenadir (1993) waktu kehadiran gulma yang menjadi masalah besar dalam budidaya padi ialah pada fase kritis tanaman padi yaitu periode awal pertumbuhan tanaman. Penurunan produksi tanaman padi akibat keberadaan gulma yakni antara 60-87%. Pitoyo (2006) menyebutkan bahwa penurunan produksi padi nasional akibat kompetisi gulma dan padi dalam memperebutkan sarana tumbuh adalah 47-87% untuk padi gogo dan padi sawah mencapai 15-42%. Berdasarkan data tersebut, dibutuhkan cara pengendalian yang tepat dalam

mengatasi masalah gulma pada budidaya tanaman padi.

Sembodo (2010) menjelaskan bahwa terdapat 6 metode pengendalian gulma yang biasa diterapkan, yaitu pengendalian secara preventif/pencegahan, pengendalian secara mekanik/fisik, pengendalian kultur teknik, pengendalian secara hayati, pengendalian secara kimiawi, dan pengendalian terpadu. Praktik pengendalian gulma dalam budidaya padi sawah di Indonesia sebagian besar menerapkan konsep pengendalian terpadu oleh petani dan komponen pengendalian terpadu tersebut lebih didominasi oleh penggunaan herbisida.

Keefektivan penggunaan herbisida merupakan salah satu alasan digunakannya metode ini untuk mengendalikan gulma pada pertanaman padi sawah (Rahman dkk., 2012). Menurut Dwianda (2007) herbisida yang banyak digunakan untuk mengendalikan gulma pada budidaya padi sawah antara lain adalah thiobencarb, metil metsulfuron, pretilaklor, butachlor, dan oksifluorfen.

(31)

12

Hasil survei yang dilakukan Ditjen Tanaman Pangan pada tahun 1982 menunjukan bahwa petani di daerah Deli Serdang (Sumatera Utara), Musi Banyuasin (Sumatera Selatan), Sidrap (Sulawesi Selatan), dan Karawang hingga Indramayu (Jawa Barat) telah menggunakan herbisida sebesar 21%, 37,5%, 100%, dan 17,5%. Pada tahun tersebut herbisida yang banyak digunakan ialah herbisida 2,4 D (Pane dan Jatmiko, 2010).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Chauhan dkk. (2014), penggunaan herbisida pretilachlor efektif dalam mengendalikan gulma yang ada dipertanaman padi sawah, pada dosis 900 g ha-1mampu menekan pertumbuhan gulma hingga 80% dengan tanpa mengurangi hasil panen padi.

Hasil penelitian Min dan Mann (2004), herbisida penoxsulam dengan dosis 60 g ha-1yang diaplikasikan pada 5 hari setelah pindah tanam padi efektif dalam mengendalikan gulma golongan teki, daun lebar dan rumput pada pertanaman padi sawah di Korea, namun pada dosis tersebut gulma Echinochloa crus-galli dapat kembali tumbuh pada 30 hari setelah aplikasi.

2.4 Herbisida Penoxsulam

Penoxsulam merupakan bahan aktif herbisida yang memiliki rumus molekul C16H14F5N5O5S dengan tatanama senyawa kimia 2-(2,2-difluoroethoxy)-N-(5,8-dimethoxy[1,2,4] triazolo[1,5-c] pyrimidin-2-yl)-6-(trifluoromethyl) benzene sulfonamide dengan rumus bangun seperti pada Gambar 1 (Tomlin, 2010).

(32)

13

Gambar 1. Struktur kimia penoxsulam (Tomlin, 2010).

Menurut Ottis dkk. (2003) herbisida penoxsulam masuk dalam kelompok triazolopirimidin yang memiliki mekanisme kerja yang mirip dengan herbisida dari kelompok imidazolinon dan sulfonilurea.

Mekanisme kerja herbisida ini ialah menghambat enzim ALS dengan cara menempel pada bagian sisi enzim tersebut yang mengakibatkan tidak terbentuknya asam amino leusin, isoleusine, dan valin (Travlos dkk., 2014). Menurut Wersal dan Madson (2010), kelompok herbisida ini relatif aman bagi manusia karena asam amino tersebut hanya diproduksi oleh tumbuhan. Menurut Gopal dkk. (2010), herbisida ini memiliki kemapuan untuk mengendalikan gulma dari golongan daun lebar, teki, dan rumput, tetapi tidak dapat mengendalikan gulma Dactiloctenium spp., Leptochloa spp., dan Cyperus rotundus.

2.5 Herbisida Butachlor

Herbisida butachlor pertama kali diperkenalkan pada tahun 1970. Rumus molekul herbisida butachlor adalah C17H26ClNO2dan rumus bangun seperti Gambar 2 dengan tatanama senyawa kimia

(33)

N-butoxymethyl-2-chloro-2′,6′-14

diethylacetanilide. Butachlor memilki kelarutan yang baik dalam tanah yaitu 20 mg l-1pada suhu tanah 200C (Tomlin, 2010).

Gambar 2. Struktur kimia butachlor (Tomlin, 2010).

Menurut Dowidar dkk. (2010), butachlor bersifat sistemik yang di aplikasikan pratumbuh untuk mengendalikan gulma rumput dan beberapa jenis gulma daun lebar pada pertanaman padi. Butachlor merupakan bahan aktif herbisida yang masuk dalam kelompok khloroasetemida.

Menurut Sriyani (2015), herbisida dalam kelompok ini bersifat selektif untuk gulma golongan rumput tahunan. Herbisida ini berkerja dengan cara menghambat sintesa protein sehingga menghambat pembelahan dan pembesaran sel.

Butachlor didalam tumbuhan ditranslokasikan ke seluruh bagian tumbuhan terutama pada bagian tubuh yang aktif membelah (Yang dkk., 2011).

Konsentrasi butachlor dalam tumbuhan lebih tinggi pada bagian vegetatif , karena herbisida ini berkerja pada sel tumbuhan yang aktif melakukan pembelahan guna menghambat pembentukan protein dengan cara memotong rantai lemak protein (Tomlin 2010).

(34)

15

Menurut Tomlin (2010) herbisida ini memiliki selektivitas tinggi pada tanaman barley, kapas, kacang tanah, gandum, kedelai, dan padi yang diaplikasi pada dosis 1,0 – 4,5 kg ha-1. Tanaman padi toleran terhadap butachlor karena dapat

memetabolisme bahan aktif tersebut kedalam bentuk tidak beracun.

2.6 Interaksi Pencampuran Herbisida

Tjitrosemito dan Burhan (1995) mengungkapkan bahwa pencampuran herbisida memiliki beberapa keuntungan, yaitu dapat memperlambat terjadinya resistensi gulma terhadap herbisida, mengurangi biaya produksi dengan menghemat tenaga kerja, dan memperbaiki daya kendali herbisida.

Toksisitas herbisida campuran dipengaruhi oleh interaksi antar komponen bahan aktif yang digunakan. Terdapat tiga sifat pencampuran bahan aktif herbisida, yaitu (1) sinergis, meningkatnya aktivitas biologis pencampuran, (2) aditif, aktivitas biologis pencampuran sama dengan sebelumnya, dan (3) antagonis, aktivitas biologis pencampuran lebih rendah. Saat ini banyak produk herbisida yang terdiri atas campuran dua bahan aktif yang beredar di pasaran, seperti campuran herbisida metil-metsulfuron+2,4 D, Tiobencarb+2,4 D, dan cyhalofop-butyl+penoxulam.

Menurut Guntoro dan Fitri (2013), campuran herbisida cyhalofop-butyl dan penoxulam tidak bersifat antagonis pada gulma Monochoria vaginalis dan Echinochloa crussgalli. Nilai harapan menunjukkan bahwa pada penggunaan cyhalofop-butyl dosis sebesar 221,02 g ha-1dan penoxulam dosis 42,21 g ha-1

(35)

16

herbisida telah mampu menyebabkan kematian 50% gulma. Cyhalofop-butyl dan penoxulam merupakan herbisida yang memiliki perbedaan golongan kimia yaitu Arylopenoxypropionate yang menghambat kerja enzim Acetil CoEnzim A Carboxylase dan Triazolepyrimidynes solfonamide yang menghambat pembentukkan anzim acetolactate syntase.

Hasil penelitian Kogan dkk. (2011) juga menunjukan bahwa pencampuran herbisida penoxsulam+propanil(satu golongan dengan herbisida butachlor) pada dosis 20,00+2880,00 g ha-1dapat mengendalikan gulma Alisma plantago-aquatica (daun lebar), Echinochloa crus-galli (rumput), dan C. difformis (teki) hingga 100% pada pertanaman padi sawah.

(36)

17

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember tahun 2015 hingga bulan Maret tahun 2016. Penelitian dilakukan di rumah plastik Kebun Penelitian yang berada di Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan di Laboratorium Gulma Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah herbisida berbahan aktif tunggal dengan kandungan penoxsulam 25 g l-1(Clipper 240 EC) dan butachlor 600 g l-1, serta herbisida berbahan aktif kombinasi penoxsulam 10 g l-1+ butachlor 400 g l-1(Cherokee 410 g l-1), media tanam dalam pot percobaan adalah tanah sawah berlumpur dan bibit gulma yang terdiri atas gulma golongan daun lebar (Ludwigia octovalvis dan Spenochlea zeylanica), golongan rumput (Ischaemum rugosum dan Leptochloa chinensis), dan golongan teki (Fimbristylis milliace dan Cyperus difformis). Sedangkan alat – alat yang digunakan adalah knapsack sprayer dengan nozzle berwarna biru, rubber bulb, gelas ukur, gelas piala,

timbangan, oven, pot percobaan (gelas plastik dengan diameter 6,75 cm dan tinggi 11,5 cm), gunting, nampan, dan oven.

(37)

18

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini disusun dalam metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 16 perlakuan dan 6 ulangan seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Dosis Bahan Aktif Herbisida yang Digunakan

No. Perlakuan Dosis Bahan Aktif (g ha-1) 1 Kontrol -2 Penoxulam + Butachlor 1,25 + 50,00 g ha-1 3 Penoxulam + Butachlor 2,50 + 100,00 g ha-1 4 Penoxulam + Butachlor 5,00 + 200,00 g ha-1 5 Penoxulam + Butachlor 10,00 + 400,00 g ha-1 6 Penoxulam + Butachlor 20,00 + 800,00 g ha-1 7 Penoxulam 0,94 g ha-1 8 Penoxulam 1,88 g ha-1 9 Penoxulam 3,75 g ha-1 10 Penoxulam 7,50 g ha-1 11 Penoxulam 15,00 g ha-1 12 Butachlor 37,50 g ha-1 13 Butachlor 75,00 g ha-1 14 Butachlor 150,00 g ha-1 15 Butachlor 300,00 g ha-1 16 Butachlor 600,00 g ha-1

(38)

19

Satuan percobaan terdiri atas 6 pot gulma dengan 2 jenis gulma yang mewakili golongan rumput, teki, dan daun lebar yang merupakan gulma dominan pada budidaya padi sawah, sehingga total terdapat 576 satuan percobaan.

Pengelompokan dilakukan berdasarkan tinggi gulma saat sebelum dilakukan aplikasi herbisida pada setiap perlakuan dengan cara mengelompokkan gulma dengan tinggi yang relatif seragam dalam satu kelompok guna menghindari terjadinya bias terhadap data pengamatan yang diperoleh. Untuk menguji homogenitas ragam digunakan uji Bartlett dan additifitas data diuji dengan menggunakan uji Tukey. Jika hasil uji tersebut memenuhi asumsi, data dianalisis dengan sidik ragam dan dilakukan pengujian pemisahan nilai tengah perlakuan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Dalam penelitian ini total satuan percobaan yang digunakan adalah 576 pot. Pot satuan percobaan tersebut diacak secara kelompok berdasarkan keseragaman tinggi gulma dan ditempatkan dalam rumah plastik dengan susunan yang disesuaikan dengan setiap perlakuan untuk menghindari terjadinya kontaminasi antar perlakuan. Tahapan pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :

(39)

20

3.4.1 Tata Letak Percobaan

Dalam penelitian ini digunakan rancangan acak kelompok. Pengelompokkan dilakukan berdasarkan keseragaman tinggi gulma dengan kriteria yang telah ditentukan. Dalam penelitian dilakuakan 6 pengelompokkan, setiap kelompok terdiri atas 16 perlakuan yang tersusun seperti Gambar 3.

I II III 2 11 7 12 7 11 2 9 9 11 7 12 13 1 16 8 13 1 16 8 13 1 16 8 4 9 5 15 4 12 5 15 4 2 5 15 14 3 6 10 14 3 6 10 14 10 3 6 IV V VI 15 11 7 12 4 11 7 12 10 11 7 12 13 1 16 10 13 1 9 8 13 1 3 14 4 9 5 2 2 16 5 15 4 9 5 15 14 3 6 8 14 10 6 3 8 16 6 12

Gambar 3. Tata Letak Percobaan untuk Satu Jenis Gulma

1,2,3,...,16= perlakuan percobaan; I, II, III,…,IV= kelompok.

3.4.2 Penetapan Gulma Sasaran

Gulma sasaran dalam penelitian ini terdiri atas enam jenis gulma yang merupakan gulma dominan pada budidaya padi sawah dan terdiri atas tiga golongan gulma

(40)

21

berdasarkan respon terhadap herbisida. Tiga golongan gulma tersebut adalah gulma daun lebar, rumput, dan teki. Setiap golongan tersebut diwakili oleh dua jenis gulma utama pada budidaya tanaman padi sawah. Golongan daun lebar diwakili oleh L. octovalvis dan S. zeylanica, golongan rumput diwakili oleh I. rugosum dan L. Chinensis, dan golongan teki diwakili F. milliace dan C. difformis.

3.4.3 Penanaman dan Pemeliharaan Gulma

Penanaman gulma dilakukan dengan cara memindahkan gulma muda yang ada di lahan persawahan. Gulma tersebut kemudian ditanam dalam pot satuan percobaan dengan 2 gulma/pot dan dikondisikan sesuai dengan habitat aslinya. Media tanam yang digunakan untuk menanam gulma tersebut adalah tanah sawah berlumpur dengan bobot 300 gram/pot. Kebutuhan gulma muda yang ditanam dalam penelitian ini jumlahnya lebih banyak dari satuan percobaan penelitian sebagai cadangan jika ada gulma yang mati atau tumbuh tidak seragam sebelum dilakukan aplikasi herbisida.

Pemeliharaan gulma yang telah ditanam dalam pot percobaan dilakukan dengan penyiraman sesuai kebutuhan tumbuh, menyiangi pot percobaan dari tumbuhnya tumbuhan lain, serta jika diperlukan dilakukan pengendalian terhadap hama dan penyakit. Pemeliharaan gulma dilakukan dengan sebaik mungkin agar gulma tumbuh sesuai dengan potensinya dan menghindari stres akibat pindah tanam.

(41)

22

3.4.4 Aplikasi Herbisida

Kegiatan kalibrasi dilakukan terhadap alat semprot punggung (knapsack sprayer) dengan nozel berwarna biru yang memiliki luas bidang semprot 1,5 m. kegiatan ini dilakukan untuk memastikan bahwa alat tersebut dapat digunakan dengan baik. Kalibrasi dilakukan dengan metode luas guna mengetahui volume larutan yang dibutuhkan seluas petak yang telah ditentukan. Volume tersebut diperoleh dengan cara memasukan satu liter air kedalam tangki knapsack sprayer dan

mengaplikasikan air tersebut pada petak seluas 3 m2dengan kecepatan yang konstan. Volume semprot yang diperoleh melalui kalibrasi ini ialah 150 ml/ 3 m2.

Pada penelitian ini aplikasi herbisida pada setiap perlakuan hanya dilakukan satu kali selama pengujian, yaitu pada 2 minggu setelah gulma dipindah tanam. Aplikasi herbisida dilakuan sesuai dosis perlakuan percobaan (Tabel 1) dengan metode luas pada petak 1,5 m x 2 m. Pot percobaan dari satu perlakuan yang sama disusun dalam petak tersebut secara acak pada saat dilakukan aplikasi agar semua pot percobaan tersebut memperoleh jumlah paparan herbisida yang sama. Susunan pot percobaan saat aplikasi herbisida digambarkan pada skema petak aplikasi Gambar 4.

(42)

23

Gambar 4. Skema dan Petak Aplikasi

A= L. octovalvis; B= S. zeylanica; C= I. rugosum; D= L. chinensis; E= F. milliace; F = C. difformis

1,2,3,…,6= Ulangan perlakuan

3.5 Pengamatan

3.5.1 Waktu Pemanenan

Pengamatan dilakukan pada 5, 7, dan 9 hari setelah aplikasi herbisida untuk mengetahui tingkat gejala keracuna gulma. Pengamatan dilakukan dengan cara

1,5 m Arah Aplikasi 2 m C 1 B 2 B 5 D 1 E 3 D 6 E 1 A 2 C 3 D 5 E 5 F 4 A 4 C 2 A 1 E 2 B 6 A 5 F 5 D 4 B 4 E 6 D 2 A 3 F 6 F 2 C 6 B 1 C 5 F 3 C 4 F 1 A 6 B 3 D 3 E 4 J A L A N A P L I K A T O R

(43)

24

mengamati gejala keracunan yang tampak pada masing masing gulma dalam setiap perlakuan yang berbeda.

3.5.2 Pemanenan Gulma

Pemanenan gulma dilakukan saat dijumpai adanya indikasi pemulihan keracunan atau 50% gulma percobaan mengalami kematian. Gulma pada pot percobaan dipanen pada 9 HSA (Hari Setelah Aplikasi), pemanenan dilakukan dengan cara memotong gulma tepat di atas permukaan media tanam gulma atau pada bagian pangkal batang gulma dan bagian gulma yang diambil hanyalah bagian yang masih hidup.

3.5.3 Penetapan Bobot Kering Gulma

Penetapan bobot kering gulma dalam penelitian ini dilakuakan dengan cara mengeringkan bagian gulma yang hidup dengan oven. Sebelum dikeringkan, biomassa gulma yang masih hidup hasil dari pemanenan dimasukan dalam

kantung yang terbuat dari kertas dan telah ditandai dengan label sesuai perlakuan. Kantung berisi biomassa gulma tersebut kemudian dimasukan dalam oven untuk dikeringkan pada temperatur 800C selama 48 jam hingga tercapai bobot kering konstan. Biomassa gulma yang telah mencapai bobot kering konstan ditimbang dan dicatat data bobotnya sesuai jenis gulma dan perlakuannya.

(44)

25

3.6 Analisis Data

Data bobot kering gulma diuji kehomogenannya dengan uji Bartlett dan keaditivan data diuji dengan uji Tukey, kemudian data bobot kering tersebut dikonversi menjadi nilai persen kerusakan. Persen kerusakan merupakan nilai yang menunjukan seberapa besar kemampuan herbisida dalam mematikan gulma. Menurut Tjitrosoedirdjo (1984), nilai persen kerusakan dapat diperoleh dengan cara membandingkan nilai bobot kering perlakuan herbisida dengan kontrolnya menggunakan persamaan berikut :

% Kerusakan = (1 – (P / K)) * 100 Keterangan :

P = Nilai bobot kering gulma perlakuan herbisida K = Nilai bobot kering gulma kontrol

Berdasarkan hasil uji aditivitas dan homogenitas, dilakukan pengujian pemisahan nilai tengah perlakuan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5% untuk memperoleh kesimpulan mengenai daya kendali herbisida yang digunakan.

(45)

54

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah herbisida campuran penoxsulam+butachlor dengan dosis 20,00+800,00 g ha-1memiliki daya kendali yang lebih baik dari herbisida penoxsulam dan butachlor yang diaplikasikan secara tunggal pada semua taraf dosis, karena campuran herbisida tersebut dapat mengendalikan semua gulma uji (L. octovalvis, S. zeylanica, I. rugosum, L.

cinensis, F. milliace, dan C. difformis) yang terdiri atas gulma daun lebar, rumput, dan teki.

5.2 Saran

Penulis menyarankan untuk penelitian lanjutan sebaiknya digunakan taraf dosis yang sama antara perlakuan herbisida campuran dan masing-masing herbisida tunggal, sehingga daya kendali antar perlakuan herbisida campuran dan herbisida tunggal pada taraf dosis yang sama dapat diperbandingkan.

(46)

55

PUSTAKA ACUAN

Abdullah, S. 1996. Pengelolaan pupuk nitrogen dan pengendalian gulma pada padi sawah tanam benih langsung. Prosiding II. Bandar Lampung: Konferensi Nasional XIII dan Seminar Ilmiah HIGI. 403-410.

Badan Pusat Statistik. 2015. Luas Panen Padi di Indonesia. http://www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 14 November 2015.

Barus, E. 2003. Pengendalian Gulma di Perkebunan. Kanisius. Yogyakarta. 110 hlm.

Caton, B. P., M. Mortimer, J. E. Hill, dan E. Jhonson. 2010. A Pratical Field Guide to Weeds of Rice in Asia. 2nd. Los Banos: International Rice Research Institute. 29 hlm.

Chauhan, B. S., T. N. Son-Tran, D. Duong, dan P. Le-Ngoc. 2014. Effect of Pretilachlor on Weedy Rice and Other Weeds in Wet-Seeded Rice Cultivation in South Vietnam. Plan Prod. Sci. 17(4):315-320.

Chul, K. S. dan H.W. Goo. 2005. Direct seeding and weed management in korea. p. 181. In K. Toriyama, K.L. Heong, and B. Hardy (Eds.). Rice Is Life: Scientific Perspective for The 21stCentury. Procidings of The World Rice Research Conference. Tsukaba: International Rice research Institute. 6(2):181-184.

Damalas, C. A. 2004. Herbicide Tank Mixtures. Journal Agri. Biol. 6(1):209-212. Dowidar S. M. A., M. E. H. Osman, A. H. El-Naggar, dan A. E. Khalefa. 2010.

Effect of Butachlor and Thiobencarb Herbicide on Protein Content and Profile and some Enzyme Activities of Nostoc Muscorom. Journal of Genetic Engineering and Biotechnology. 8(1):89-95.

Djojosumarto, P. 2000. Teknik Aplikasi Herbisida Pertanian. Kasinius. Yogyakarta. 58 hlm.

(47)

56

Dwianda, O. 2007. Pengujian Beberapa Jenis Herbisida terhadap Pertumbuhan Gulma dan Hasil Padi Sawah pada Sistem Intensifikasi Padi (SRI). Skripsi. Padang: Fakultas Pertanian Universitas Andalas. 46 hlm.

Fitri, T. Y. 2011. Uji Aktifitas Herbisida Campuran Bahan Aktif Cyhalofop-Butyl dan Penoxulam terhadap Beberapa Jenis Gulma Padi Sawah. Skripsi. Bogor: Fakultas Pertanian IPB. 49 hlm.

Gopal, R., R.K. Jat, R.K. Malik, V. Kumar, M.M. Alam, M.L. Jat, M.A. Mazid, Y.S. Saharawat, A. McDonald, dan R. Gupta. 2010. Direct Dry Seeded Rice Production Technology and Weed Management in Rice Based Systems. New Delhi: International Maize and Wheat Improvement Center. 28 hlm.

Gunsolus, J. L.. dan W. S. Curran. 1999. Herbicide Mode of Action and Injury Symtoms. Weed Science. USA: Departement of Agronomy and Plant Genetics Univesity of Minnesota. 24 hlm.

Guntoro, D. dan T. Y. Fitri. 2013. Aktifitas Herbisida Campuran Bahan Aktif Cyhalofop-Butil dan Penoxsulam terhadap Beberapa Jenis Gulma Padi Sawah. Bul. Agrohorti. 1(1):140-148.

Kogan, M., P. Gomes, A. Fischer, dan C. Alister. 2011. Using Penoxsulam ALS Inhibitor as a Broad-spectrum Herbicide in Chilean Rice. Cien. Inv. Agr. 38(1):83-93.

Kuk, Y. I., O. D. Kwon, H. I. Jung, N.R. Burgos, dan J. C. Guh. 2002. Crossresistance pattern and alternatives herbicides for Rotala indica

resistant to imazosulfuron in Korea. Pest. Biochem. Physiol. 17(1):129-138. Min, Y. K. dan R. Mann. 2004. Weed Control Efficacy and Phytotoxicity of

Penoxsulam by Foliar Application in Transplanted Rice Paddy in Korea. Kor. J. Weed Sci. 24(3):192-198.

Makarim, A. K.,dan E. Suhartatik. 2007. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Hlm 295–330.

Moenadir, J. 1993. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 101 hlm

Nyarko, K. A.. dan S. K. De Datta. 1991. A for Weed Control in Rice in Asia. International Rice Research Institute. Los Banos. 73-103.

Ottis, B.V., R.B. Lassiter, M.S. Malik, and R.E. Talbert. 2004. Penoxsulam (XDE-638) for rice weed control. Proc. South. Weed Sci. Soc. 57(3):144-150.

(48)

57

Pane, H dan Jatmiko, S. Y. 2010. Pengendalian Gulma pada Tanaman Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 21(3):267-293.

Pitoyo, J. 2006. Mesin penyiang gulma padi sawah bermotor. Tabloid Sinar Tani. 7:5-11.

Rahman M., A. S. Juraimi, J. Suria, B. Azmi, dan P. Anwar. 2012. Response of weed flora to defferent herbicide in aerobic rice system. Malaysia: Scientific Research and Essay. 7(1):12-23.

Rao, V.S. 2000. Principles of Weed Science. 2nd. USA: Science Publishers, Inc. 355-356.

Riadi, M. 2011. Herbisida dan Aplikasinya. Bahan ajar Mata Kuliah Herbisida dan Aplikasinya. Makasar: Fakultas Pertanian Universitas Hasanudin. 140 hlm.

Sastroutomo, S.S. 1990. Ekologi Gulma. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 217 hlm.

Sembodo, D. R. J. 2010. Gulma dan Pengelolaanya. Yogyakarta: Graha Ilmu. 166 hlm.

Septrina. G. 2008. Pengaruh Waktu dan Cara Pengendalian Gulma Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Hibrida (Oryza sativa L.). (Skirpsi). IPB. Bogor. 40 Hlm.

Sidorkewicj, S., M.R. Sabatini, O.A. Fernandez. dan J.H. Irigoyen. 2004. Aquatic Weeds In Weed Biology and Management. Netherlands: Kuer Academic Publishers. 115-135.

Sriyani, N. 2015. Mekanisme Kerja Herbisida. Bahan mata kuliah Herbisida dan Lingkungan. Bandar Lampung: Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 27 hlm.

Tjitrosemito, S. dan A. H. Burhan. 1995. Campuran Herbisida. Jakarta: Prosiding Seminar Pengembangan Aplikasi Kombinasi Herbisida. 28 Agustus 1995 : 25-36.

Tjitrosoedirdjo S., I. H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. Jakarta: PT. Gramedia. 210 hlm.

Tomlin, C. D. S. 2010. A World Compendium The e-Pesticide Manual. 5th. United Kingdom: British Crop Protection Council (BCPC). 107-660.

(49)

58

Travlos I. S., M. Lysandrou, dan V. Apostolidis. 2014. Eficasy of The Herbicide GF-2581 (Penoxsulam+Florasulam) Against Broadleaf Weed in Olives. Plant Soil Environ. 60(12):574-579.

Wersal R. M. dan J. D. Madson. 2010. Combinations of Penoxsulam and Diquat as Foliar Aplications for Control af Waterhyacinth and Common Salvinia. Journal Aquat. Plant Manage. 48(1):21-25.

Yang C. M., Wang M. M., Chen H. Y., dan Li J. H. 2011. Responses of butachlor degradation and microbial properties in a riparian soil to the cultivation of three different plants. Journal of Environmental Sciences. 23(9):1437–1444.

Gambar

Gambar 1. Struktur kimia penoxsulam (Tomlin, 2010).
Tabel 1. Dosis Bahan Aktif Herbisida yang Digunakan
Gambar 3. Tata Letak Percobaan untuk Satu Jenis Gulma
Gambar 4. Skema dan Petak Aplikasi

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Program/Kegiatan TW1 TW 2 TW 3 TW 4 Rencana Aksi Anggaran Penanggung Jawab 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Ket Membuat Jadwal Kegiatan Ppnertihan IIAI 1 Melakukan

Danandjaja (2005:3-4)) dalam bukunya Folklor Indonesia mengemukakan ciri-ciri folklor sebagai berikut: (1) penyebaran atau pewarisan biasanya dilakukan secara lisan, yaitu

Ini berarti, secara bersama- sama tingkat kecerdasan spiritual, etos kerja, dan etika moral berhubungan positif dengan kinerja guru Agama Hindu di SMK di Kota

Salah satu masalah yang paling sulit di dalam mengembangkan sistem AQG adalah menemukan kecocokan antara pertanyaan yang dihasilkan dengan teks atau dokumen

Pertanggungjawaban pidana terhadap Korporasi memberikan dampak penting bagi Direktur, Pengurus mengatur managemen untuk dapat mengedarkan produk segar hortikultura impor

Vaikka hän on Schumpeterin kanssa yhtä mieltä siitä, että kansalaiset tuskin koskaan voivat olla kiinnostuneita kaikista kansallisen tason päätöksistä yhtä paljon

Namun secara historis ada perbedaan yang sangat tajam antara para pemikir reformis akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, seperti antara Jamal al-Din al-Afgani (1838-1989) dan

adalah melihat kesesuaian isi dengan indikator dan tujuan pembuatan skala. Berdasarkan penilaian tiap kriteria tersebut, skala self- efficacy telah memenuhi kriteria baik