PENETAPAN KADAR FORMALIN DALAM AYAM POTONG YANG DIAMBIL DI
PASAR TRADISIONAL SURABAYA TIMUR
SUDJARWO*; ASRI DARMAWATI*; VIVI WAHYU HARIYANTI** *) Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga
**) Mahasiswa Program Sarjana, Fakultas Farmasi Unair
ABSTRACT
Formalin is not permitted for food preservative because it is toxic for human. The aim of this study was to determine the illicit additive of formalin in chicken meat which were taken from East Surabaya traditional markets. The number of samples were 100 slices of chicken meat which were taken from 15 markets in East Surabaya. Samples were collected from Pucang Anom, Manyar, Tambak Rejo, Pacar Keling, Gubeng Masjid, Indrakila, Sutorejo, Bratang, Kendangsari, Gebang, Keputih, Tenggilis, Pahing, Soponyono, and Rungkut traditional markets. Formalin in samples were detected by chromotropic acid in concentrated sulfuric acid as reagent, prior to determine quantitatively. Intensity of the violet-red color obtained was determined with spectrophotometry at the wavelength of 567.5 nm. Validation of this method showed that detection limit was 0.134 ppm and quantitation limit was 0.446 ppm. Linearity was obtained in the range of (0.395 to 1.581) ppm, coefficient correlation (r) of 0.9967 with regression line of y = 0.216x + 0.023. Recovery of formaldehyde in samples were (73.26 ± 8.01)% with KV of 10.93 %. This study obtained that formalin was not detected in all of the samples.
Keywords: Formalin, chicken meat, chromotropic acid, Vis-Spectrophotometry; East Surabaya Traditional
Markets.
PENDAHULUAN
Makanan yang sehat dengan kandungan gizi yang lengkap serta aman merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi bahan pangan. Keamanan pangan ditentukan oleh ada tidaknya komponen yang berbahaya baik secara fisik, kimia, maupun mikrobiologi. Dalam PerMenkes RI No.1168/Menkes/PER/X/1999 yang merupakan perubahan dari Peraturan Menteri Kesehatan No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan makanan, disebutkan bahwa formalin merupakan salah satu bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan (Moeloek, F.A., 1999). Berdasarkan hasil pemantauan BPOM tahun 2007 dari 91 contoh makanan yang dijual dipasaran, 75,8% mengandung formalin (Yuliarti, 2007). Produk yang sering diketahui mengandung formalin, salah satunya adalah ayam potong yang berwarna putih bersih, awet, dan tidak mudah busuk (Yuliati, 2011).
Formalin adalah suatu larutan yang mengandung sekitar 37% formaldehid dalam air, dan biasanya ditambahkan metanol sampai 15% sebagai pengawet (Susilo S, 1979) Bahaya dari formalin
ulserasi, dan nekrosis membran mukosa. Selain itu, dapat terjadi muntah, hematemesis, diare, hematuria, anuria, vertigo, kejang, serta kematian. Kematian dapat terjadi setelah penggunaan larutan formalin kurang lebih 30 ml (Reynolds, 1982).
Formalin tidak memiliki gugus kromofor atau ikatan rangkap terkonjugasi sehingga tidak dapat dianalisis menggunakan metode Spektrofotometri UV-Vis secara langsung. Oleh karena itu, diperlukan senyawa lain sebagai pereaksi, yaitu asam kromotropat dalam suasana asam kuat, agar terbentuk senyawa kompleks yang berwarna merah ungu. Senyawa kompleks tersebut dapat diamati profil spektra dan intensitas serapannya dengan Spektrofotometer Sinar Tampak (Letourneau and Krog, 1952).
Surabaya yang menjadi salah satu kota besar di Indonesia, memiliki banyak pasar tradisional yang tersebar di lima wilayah. Wilayah Surabaya Timur termasuk yang memiliki banyak pasar tradisional, yaitu 18 pasar tradisional di tujuh kecamatan. Di Pasar tradisional tersebut banyak dijual ayam potong yang merupakan bahan makanan yang sehari-hari dikonsumsi oleh masyarakat.
ayam potong yang diambil dari pasar tradisional di Surabaya Timur.
METODE PENELITIAN Alat
Spektrofotometer UV-Vis (Lambda EZ201 Perkin Elmer), neraca analitik (O-Haus Adventurer), alat-alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium kontrol kualitas.
Bahan
Larutan formaldehida (37%, Merck), disodium kromotropat (98,5%, Merck), H2SO4 (96,1%,
Mallinckrodt), H2O2 (35%, Riedel-de Haen), asam
oksalat dihidrat (99,5%, Riedel-de Haen), NaOH (99%, Riedel-de Haen), HCl (37,8%, Mallinckrodt), fenolftalein, metil merah, air suling,
Sampel
Ayam potong diambil dari 15 pasar tradisional di Surabaya Timur, pada 26 Juni -17 Juli 2012. Prosedur Penelitian
Pembakuan Formalin
Ditimbang seksama 3 g formalin, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml. Ke dalam larutan tersebut ditambahkan 25 ml hidrogen peroksida encer 6% dan 50,0 ml NaOH 1 N, dihangatkan di atas penangas air hingga pembuihan berhenti. Sisa NaOH dititrasi dengan HCl 1 N menggunakan indikator larutan fenoftalein P. 1 ml NaOH 1 N setara dengan 30,03 mg CH2O (Sirait, M., 1979). Pembuatan Larutan Baku Formaldehida
Dibuat larutan baku induk formaldehida 1998 ppm dengan cara memipet 0,5 ml larutan formaldehida 37%, dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 ml, kemudian ditambahkan air suling sampai 100,0 ml. Dari larutan baku induk formaldehida tersebut dibuat larutan baku kerja dengan konsentrasi akhir (279,7; 239,8; 199,8; 19,98; 1,598; 1,199; 0,799; 0,479; 0,399; 0,320; 0,199; dan 0,160) ppm.
Pembuatan Larutan Sampel
Daging ayam potong segar dipisahkan dari bagian tulang dan dihomogenkan. Ditimbang sampel sebanyak 2,0 gram kemudian ditambahkan kurang lebih 20 ml air suling dan disaring secara kuantitatif ke dalam labu ukur dan ditambah air suling sampai 100,0 ml, larutan sampel ini dikocok sampai homogen.
Uji Selektifitas
Dibuat larutan formaldehida konsentrasi akhir 0,799 ppm (1,0 ml larutan formaldehida 19,98 ppm), ditambahkan 1,2 ml disodium kromotropat 0,5% dan 6 ml H2SO4 pekat, dikocok dan
didiamkan 10 menit. Kemudian ditambah air suling sampai 25,0 ml dalam labu ukur. Dengan cara yang sama dilakukan pada larutan sampel ayam potong bebas formalin, yang ditambah dengan formalin 1,199 ppm. Larutan sampel blanko dibuat dengan mencampurkan 3,0 ml larutan sampel ayam potong bebas formalin dengan 1,2 ml disodium kromotropat 0,5% dan 6 ml H2SO4 pekat, dikocok
dan didiamkan 10 menit, kemudian ditambah air suling sampai 25,0 ml dalam labu ukur. Ketiga larutan tersebut diamati serapannya menggunakan Spektrofotometer visibel pada panjang gelombang 400-800 nm. Selanjutnya ditentukan panjang gelombang terpilih.
Pengukuran Detection Limit (DL)/Quantitation Limit (QL)
Dibuat satu seri larutan baku kerja dengan konsentrasi akhir formaldehida (0,160; 0,199; 0,320; 0,399; dan 0,479) ppm. Setelah masing-masing ditambahkan 1,2 ml disodium kromotropat 0,5% dan 6 ml H2SO4 pekat, dikocok, didiamkan 10
menit, kemudian ditambahkan air suling sampai 50,0 ml di labu ukur. Larutan tersebut diamati serapannya pada panjang gelombang terpilih. Selanjutnya dihitung persamaan garis regresi antara konsentrasi formaldehida dengan serapan, standar deviasi (Sy) dari kurva baku menggunakan least square method dan DL/QL (Day, R. A and Underwood, A.L., 1991).
Y = bx + A
Sy
=
C= ∑x
2-
D= ∑y
2-
DL
=
QL=
Linearitas
Ke dalam satu seri larutan baku kerja dengan konsentrasi akhir formaldehida (0,399; 0,479; 0,799; 1,199; dan 1,598) ppm ditambahkan 1,2 ml disodium kromotropat 0,5% dan 6 ml H2SO4 pekat,
dikocok, dan didiamkan 10 menit. Selanjutnya diamati serapan larutan baku kerja tersebut pada panjang gelombang terpilih. Kemudian dihitung koefisien korelasi dan persamaan garis regresi antara konsentrasi formaldehida dengan serapan. Akurasi
Ditimbang teliti 3,0 g daging ayam potong yang tidak mengandung formalin, kemudian ditambahkan 3,0 ml larutan formaldehida dengan konsentrasi (199,8; 239,8; dan 279,7) ppm, lalu dihomogenkan. Ke dalam campuran tersebut ditambahkan kurang lebih 20 ml air suling dan disaring secara kuantitatif ke dalam labu ukur sampai 100,0 ml lalu dikocok sampai homogen. Larutan sampel ini dipipet 3,0 ml dan dimasukkan labu ukur 25,0 ml, kemudian ditambah 1,2 ml disodium kromotropat 0,5% dan 6 ml H2SO4 pekat,
dikocok dan didiamkan selama 10 menit, lalu ditambah air suling sampai 25,0 ml. Larutan tersebut diukur serapannya pada panjang
gelombang tepilih. Persen (%) perolehan kembali dihitung dengan membandingkan konsentrasi yang diperoleh dengan konsentrasi sebenarnya.
Uji Kualitatif
Diambil 1 ml larutan sampel, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan disodium kromotropat 0,5% dan asam sulfat pekat dengan perbandingan 1 : 5 lalu dikocok sampai homogen. Selanjutnya diamati warna yang terjadi (timbulnya warna merah ungu menunjukkan hasil positif). Uji Kuantitatif
Dipipet 3,0 ml larutan sampel, dimasukkan ke dalam labu ukur 25,0 ml, ditambah dengan pereaksi larutan disodium kromotropat 0,5 % 1,2 ml dan asam sulfat pekat 6 ml, dikocok dan didiamkan 10 menit, lalu ditambahkan air suling sampai 25,0 ml. Setelah dikocok sampai homogen, larutan tersebut diukur serapannya pada panjang gelombang terpilih.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penentuan kadar formalin bahan baku dengan cara titrasi asam basa tidak langsung, tercantum dalam Tabel 1 berikut.
Tabel 1 Hasil Pembakuan Formalin
Replikasi Formalin Berat Konsentrasi NaOH (N) Konsentrasi HCl (N) Volume HCl (titran) (ml) Formaldehid Kadar (%; b/b)
I 3,1019 g 0,9874 0,9208 13,00 36,21 %
II 3,0111 g 0,9874 0,9208 13,35 36,98 %
Rata-rata Kadar Formalin 36,60 % Sehingga kadar formaldehid yang digunakan
untuk menentukan harga mutlak kadar formaldehid 36,60% (b/b).
Hasil uji selektifitas menunjukkan adanya kesamaan profil spektra antara larutan ekstrak
daging ayam potong bebas formalin, larutan ekstrak daging ayam potong yang ditambah formalin dengan spektra formalin baku 0,790 ppm dan diperoleh panjang gelombang maksimum yang sama yaitu 567,5 nm (Gambar 1).
1,000
ABS
0,000
400 500 567,5 600 700 800 λ(nm)
Gambar 1. Spektra formalin setelah direaksikan dengan asam kromotropat (suasana H2SO4)
Keterangan : 1. Larutan ekstrak daging ayam potong bebas formalin 2. Larutan ekstrak daging ayam potong bebas formalin yang di adisi dengan formaldehid 1,186 ppm
3. Larutan formaldehid 0,790 ppm Panjang gelombang 567,5 nm merupakan panjang gelombang maksimum dari senyawa hasil reaksi antara formaldehida dengan asam
kromotropat menghasilkan senyawa p-quinoidal (Fagnani, et al., 2003).
Gambar 2. Reaksi antara asam kromotropat dengan formaldehida membentuk senyawa p-quinoidal (Fagnani, et al., 2003)
Peneliti lain melaporkan bahwa formalin dapat dianalisa pada panjang gelombang 570-580 nm (Fagnani, et al., 2003). Meskipun terdapat perbedaan panjang gelombang antara peneliti dengan peneliti lain, namun perbedaan panjang gelombang sebesar 2,5nm dianggap sama.
Hasil penentuan batas deteksi (Detection Limit/DL) dan batas kuantitasi (Quantitation Limit/QL), berdasarkan standar deviasi (Sy) dari
kurva baku dan slope dari persamaan garis regresi linier antara konsentrasi dengan serapan dari larutan baku kerja formaldehida dengan konsentrasi rendah, yang diukur pada panjang gelombang terpilih yaitu 567,5 nm adalah sebagai berikut (Tabel 2).
3 2
Tabel 2. Linearitas Larutan Formaldehid untuk penentuan DL/QL Konsentrasi formaldehida (ppm) Serapan 0,158 0,070 0,198 0,095 0,316 0,121 0,395 0,179 0,474 0,185 ∑x = 1,541 ∑y = 0,650 Y = 0,381X + 0,013 Sy = 0,017, DL = 0,134 ppm, QL = 0,446 ppm
Penelitian lain menyebutkan nilai DL formalin
dengan metode pereaksi asam kromotropat sebesar 0,0058 ppm dan QL sebesar 0,0192 ppm (Suryadi, et al., 2008). Hasil DL/QL yang berbeda dapat disebabkan oleh ketelitian dalam pembuatan konsentrasi larutan baku kerja formaldehida.
Hasil uji linearitas yang dilakukan dengan cara mengukur serapan dari satu seri larutan baku kerja pada panjang gelombang 567,5 nm tercantum pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Hasil Uji Linearitas Formaldehid Konsentrasi Larutan Formaldehid (ppm) Serapan y = 0,216x + 0,023 r = 0,9967 0,395 0,107 0,474 0,122 0,790 0,207 1,186 0,269 1,581 0,368
Harga koefisien korelasi (r) tersebut menunjukkan adanya hubungan yang linier antara konsentrasi formaldehida dengan serapan. Penelitian lain menyebutkan dari uji linearitas diperoleh persamaan garis regresi y = 0,2187x + 0,0101 dengan harga r=0,9962 (Arifin, et al., 2005). Dari hasil penelitian kedua tersebut dapat dijelaskan bahwa hasil linearitas peneliti dengan penelti lain
sama-sama mempunyai hubungan yang linier antara konsentrasi formaldehida dengan serapan.
Hasil uji akurasi yang dilakukan dengan cara menambahkan formaldehid (dengan tiga konsentrasi yang berbeda) ke dalam daging ayam potong bebas formalin dan dilakukan tiga kali replikasi adalah sebagai berikut (Tabel 4)
Tabel 4. Persen Perolehan Kembali Formadehida dalam Daging Ayam Berat Formaldehid
yang Ditambahkan (µg) Replikasi yang Diperoleh (µg) Berat Formaldehid % (b/b) Perolehan Kembali
592,8 1 490,0 82,66 % 2 452,8 76,38 % 3 422,7 71,31 % 711,4 1 563,3 79,18 % 2 462,4 65,00 % 3 441,0 62,00 % 829,9 1 702,2 84,61 % 2 549,1 66.16 % 3 598,2 72,03 % Rata-rata 73,26 %
Hasil tersebut belum memenuhi persyaratan akurasi yaitu sebesar 80-120% (Carr and Wahlich, 1990). Penelitian lain menyebutkan perolehan kembali formaldehid dalam ayam potong sebesar (99,46 ± 1,72)% (Arifin, et al., 2005). Persen (%) perolehan kembali peneliti yang belum memenuhi persyaratan dapat disebabkan karena formaldehid mudah bereaksi dengan protein pada ayam potong sehingga ketika formaldehid ditambahkan ke dalam daging ayam, formalindehid akan segera berikatan dengan protein mulai dari permukaan hingga terus meresap ke dalam daging (Sudin, 2007) dan tidak terkstraksii dengan air suling. Selain itu formalin
merupakan larutan yang mudah menguap. Selain itu kesempurnaan reaksi pembentukan senyawa kompleks (Gambar 2) dapat menyebabkan kadar formaldehid yang diperoleh kembali lebih rendah dari kadar yang ditambahkan dalam daging ayam potong.
Sampling sebanyak 100 sampel daging ayam potong diambil dari 15 pasar tradisional di Surabaya Timur yang dilakukan selama periode 26 Juni -17 Juli 2012. Di setiap pasar dilakukan pengambilan sampel secara acak sebanyak 6-7 potong daging ayam potong. Hasil uji kualitatif sampel ayam potong sebagai berikut ini :
Tabel 5. Hasil Uji Kualitatif Formaldehida dalam Sampel Ayam Potong
No. Nama Pasar Jumlah Sampel Replikasi Hasil
1. A 7 2 ( - ) 2. B 7 2 ( - ) 3. C 7 2 ( - ) 4. D 7 2 ( - ) 5. E 7 2 ( - ) 6. F 6 2 ( - ) 7. G 7 2 ( - ) 8. H 7 2 ( - ) 9. I 6 2 ( - ) 10. J 7 2 ( - ) 11. K 7 2 ( - ) 12. L 7 2 ( - ) 13. M 6 2 ( - ) 14. N 6 2 ( - ) 15. O 6 2 ( - )
Hasil uji kualitatif terhadap 100 sampel daging ayam potong menunjukkan bahwa tidak ada sampel yang positif menghasilkan warna merah ungu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semua sampel daging ayam potong yang diambil dari pasar tradisional Surabaya Timur pada periode pengambilan sampel ini tidak terdeteksi mengandung formalin. Karena hasil kualititif negatif, maka tidak dilakukan uji kuantitatif. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa semua sampel daging ayam potong yang diambil dari pasar tradisional di Surabaya Timur tidak terdeteksi adanya formalin.
SARAN
Disarankan untuk dilakukan sampling secara periodik di wilayah Surabaya sehingga dapat diketahui ada atau tidaknya penyalahgunaan
formalin sebagai bahan tambahan makanan di Surabaya. Hal tersebut dikarenakan sampling pada penelitian ini dilakukan pada periode yang singkat. UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Dekan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga karena penelitian ini merupakan lanjutan dari Project Grand 2010/2011. DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z., Murdiati, T.B., dan Firmansyah R., 2005. Deteksi formalin dalam ayam broiler di pasaran. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, hal.1036-1040.
Carr, G.P. and Wahlich, J.C., 1990. A practical approach to method validation in pharmaceutical and analysis. Journal of Pharmaceutical Biomedical Analysis, Vol. 8, hal. 613-626.
Day, R.A. and Underwood, A.L., 1991. Quantitative Analysis, 6th Edition. New
Jersey: Prentice Hall, hal. 35-37.
Fagnani, E., Melios, C.B., Pezza L., and Pezza H.R., 2003. Chromotropic acid-formaldehyde reaction in strongly acidic media. The role of dissolved oxygen and replacement of concentrated sulfuric acid, Talanta, Vol. 60, hal. 171-176.
Letourneau, D. and Krog, N., 1952. The use of chromotropic acid for the quantitative determination of 2,4-dichlorophenoxy-acetic acid, Scientific Journal Series of the Minnesota Agricultural Experiment Station, No. 2817, hal. 822-823.
Moeloek, F.A., 1999. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1168/Menkes/PER/X/1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan No.722/Menkes/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan.
Reynolds, J.E.F., 1982. Martindale The Extra Pharmacopeia. Edisi ke-28, London: The Pharmaceutical Press. hal. 563-564.
Sirait, M.,, 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hal. 54, 260, 772-773.
Sudin, A., 2007. Formalin Bukan Formalitas. Bulletin Charoen Pokphand Nomor 73/ Tahun VII.
Suryadi, H., Hayun, dan Harsono, 2008. Pemilihan metode analisis formalin berdasarkan pada reaksi warna dan spektrofotometri uv-vis. Prosiding Kongres Ilmiah XVI ISFI, hal 1030-1039.
Susilo S; 1979; Farmakope Indonesia Edisi II, Jakarta; Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 259-260
Yuliati, S., 2011. Semaraknya Penyalahgunaan
Formalin Pada Makanan.
www.ditjennak.go.id, diakses 18 November 2011.
Yuliarti, N., 2007. Awas Bahaya Di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: Andi.