• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR GELATIN KULIT KAKI BROILER. Muhammad Taufik 1 dan Fatma 2 ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR GELATIN KULIT KAKI BROILER. Muhammad Taufik 1 dan Fatma 2 ABSTRAK"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR GELATIN KULIT KAKI BROILER

Muhammad Taufik1 dan Fatma2

1) Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Gowa 2) Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar

Email : taufikpat70@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis plasticizer terhadap karakteristik edible film berbahan dasar gelatin kulit kaki broiler. Penelitian terdiri dari 3 perlakuan yaitu P1(gliserol), P2 (sorbitol), P3 (Polyethylen Glycol). Larutan pembentuk film dibuat dengan dengan cara melarutkan gelatin sebanyak 8% dalam aquades. Uji karakteristik edible film meliputi kadar air, ketebalan, kekuatan tarik, kemuluran, laju transmisi uap air dan sifat morfologis film . Data hasil uji karakteristik edible film dianalisis dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah. Apabila terdapat perbedaan yang nyata antar level perlakuan, dilanjutkan dengan uji beda nyata menurut Duncan’s Multiple Range Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa edible film yang dibuat dari gelatin kulit kaki broiler dengan plasticizer gliserol, sorbitol dan PEG mempunyai karakteristik yang sama, kecuali laju transmisi uap air. Kemampuan sorbitol sebagai plasticizer dalam edible film gelatin kulit kaki broiler lebih baik dibanding gliserol dan PEG berdasarkan nilai rata-rata laju transmisi uap air dan sifat morfologisnya

PENDAHULUAN

Kulit kaki ayam sangat potensial sebagai sumber bahan baku gelatin, didasarkan dari komposisi kimianya yang mengandung 65,90% air, 22,98% protein, 5,60% lemak dan 3,49% abu. Selain sifat tersebut, besarnya jumlah populasi dan pemotongan unggas di Indonesia setiap tahunnya, juga merupakan potensi sebagai bahan baku pembuatan gelatin.

Gelatin memiliki banyak manfaat baik dalam industri pangan maupun non pangan. Salah satu manfaat gelatin dalam industri pangan, yaitu sebagai edible film. Penggunaan gelatin sebagai edible film disebabkan bahan baku yang melimpah dan sifat pembentukan filmnya yang lebih baik dibanding film yang dibuat dari karbohidrat.

Di bidang industri pangan, pengembangan edible film sebagai bahan pelapis maupun kemasan semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh semakin tingginya kesadaran manusia akan bahan pengemas yang dapat didegradasi sebagai pengganti material plastik yang tidak dapat didegradasi.

Penelitian tentang pengembangan gelatin sebagai bahan dasar pembuatan edible film telah banyak dilakukan, bahan dasar yang digunakan antara lain gelatin sapi (Sobral et al., 2001; Cao et al., 2007), babi (Sobral et al., 2001; Vanin et al., 2005; Bergo dan Sobral, 2007) dan ikan (Jongjareonrak et al., 2006; Gomez-Guillen et al., 2007), tetapi pengkajian tentang penggunaan gelatin kulit kaki ayam broiler sebagai bahan pembuatan edible film sampai saat masih sangat kurang dikaji.

(2)

Untuk membuat edible film dibutuhkan bahan plasticizer yang berguna untuk melenturkan film yang dihasilkan. Plasticizer ditambahkan dalam jumlah tertentu untuk menurunkan interaksi rantai protein dan meningkatkan fleksibilitas film. Untuk membentuk film dibutuhkan plasticizer sebanyak 10-60% dari berat kering polimer, tergantung pada kekakuannya (Guilbert, 1986). Biasanya plasticizer yang digunakan dalam sistem film, antara lain monosakarida (glukosa), disakarida (sukrosa), oligosakairda, polyols (gliserol, sorbitol, mannitol, turunan gliserol, polietilen glikol) dan beberapa lemak dan turunannya (phospholipids, asam lemak, surfaktan) (Han, 2000). Pemilihan dan konsentrasi plasticizer yang tepat dapat berpengaruh pada sifat permeabilitas and mekanik film.

Diantara berbagai jenis kelompok plasticizer, penggunaan kelompok polyol, misalnya gliserol, sorbitol dan polietilen glikol, lebih sering digunakan dalam pembuatan edible film dengan bahan dasar gelatin. Berdasarkan hal tersebut dilakukan suatu kajian tentang karakteristik edible film berbahan dasar gelatin kulit kaki ayam broiler menggunakan gliserol, sorbitol dan polietilen glikol sebagai plasticizer.

MATERI DAN METODE

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Peternakan, STPP Gowa. Untuk pengujian karakteristik edible film dilakukan di Laboratorium Teknologi I, Fakultas Teknologi Pertanian dan UPT Mikroskopi Elektron Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, Surabaya.

Materi penelitian

Materi utama dalam penelitian ini adalah gelatin kulit kaki ayam broiler. Bahan ini diperoleh dari ekstraksi kulit kaki ayam broiler dengan menggunakan suhu 55°C, plasticizer (gliserol, sorbitol,dan polyethilengycol), silica gel.

Alat untuk pelaksanaan penelitian yaitu timbangan analitik (merk Sartorius), alat-alat gelas, Teflon diameter 22 cm, oven (merk Memert) , water bath (merk Memert), termometer, Scanning Electron Microcope ( JSM-5510lV Low Vacum SEM, JEOL, Japan), hand mixer , gelas WVP, desikator, micrometer (model MDC-25M, Mitutoyo, MFG, Japan), Lloyd Instrument Testing Machine tipe LRX 5K.

Metode penelitian Ekstraksi Gelatin

Pembuatan gelatin dengan cara ekstraksi menurut metode Dwi Wulandari (2006) melalui proses curing bertingkat (basa, asam dan asam) dengan sedikit modifikasi.

Pembuatan Edible Film

Proses pembuatan edible film berbahan dasar kulit kaki broiler adalah sebagai berikut : dalam proses pembuatan edible film yang berbahan dasar gelatin kulit kaki ayam, digunakan beberapa macam plasticizer, yaitu gliserol, sorbitol dan polietilen glikol dengan konsentrasi 0, 35g/g gelatin metode dari Arvanitoyannis et al., (1997) dan Arvanitoyannis et al., (1998) dengan sedikit modifikasi. Larutan pembentuk film dibuat dengan konsentrasi 8 gr/100ml dengan prosedur sebagai berikut : gelatin

(3)

dilarutkan dalam water bath suhu 50OC sambil diaduk menggunakan mixer selama 20 menit. Setelah gelatin larut, selanjutnya ditambahkan plasticizer dengan konsentrasi 0.35g/g gelatin). Dihomogenisasi dengan cara diaduk selama 5 menit pada suhu kamar. Larutan film yang terbentuk selanjutnya dituang ke plat Teflon diameter 22 cm, kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60OC selama 18 jam. Film dilepas dari plat dengan hati-hati, lalu disimpan di dalam wadah yang berisi silika gel yang dialasi dengan aluminium foil, sebelum dilakukan analisis.

Parameter Penelitian

Parameter penelitian yang diukur pada edible film yang dihasilkan antara lain : Kadar Air (AOAC, 1995)

Sampel film ditimbang (w1) dikeringkan pada suhu 105°C selama 24 jam, ditimbang kembali (w2). Kadar air dihitung sebagai persentase bobot film yang hilang selama pengeringaan

Kadar air (%) = 100 (w1 – w2)/ w1 Ketebalan film

Ketebalan film dihitung menggunakan micrometer (Model MDC-25M, Mitutoyo, MFG, Japan). Ketebalan sampel film secara individual ditentukan dari rata-rata secara acak dari 5 pengukuran

Kekuatan tarik dan Kemuluran film

Kekuatan tarik dan kemuluran dari film diuji menggunakan Lloyd Instrument Testing Machine tipe LRX 5K. Empat film dipotong dengan ukuran 1.5 x 10 cm. Film dijepit paralel dengan jarak 5 cm, dan ditarik dengan kecepatan maksimum 25 mm/min (Jongjareonrak et al., 2006a).

Laju Transmisi Uap Air

Laju transmisi uap air ditentukan secara gravimetrik modifikasi dari metode

Sukkunta (2005). Sebuah gelas yang berisi 3 g silika gel ditutup dengan film uji.

Selanjutnya

gelas tersebut ditimbang dan diletakkan dalam desikator terkontrol.

Temperatur dan kelembaban relatif dalam ruang desikator secara periodik diperhatikan.

Pertambahan berat yang diperoleh oleh gelas diukur setiap interval 1 jam selama 9 jam

untuk menentukan tingkat perpindahan uap air. Nilai laju transmisi uap ait dinyatakan

dalam g/mm

2

.jam dan dihitung menggunakan rumus menurut Sukkunta (2005):

=

Dimana : G/t = Selisih pertambahan berat air yang diserap oleh gelas (g)

A = Luas Area Edible Film (mm

2

)

Dihitung berdasarkan pada kelembaban relatif dan temperatur di dalam dan di luar

gelas.

(4)

Sifat morfologis film

Morfologi film diamati dengan scanning electron microscope (JSM-5510LV Low Vacum SEM, JEOL, Japan) pada 20 kV. Sampel film difiksasi dengan glutaraldehyde 3% dalam 0,12 M buffer asam cacodylic (pH 7,2) pada suhu 4°C selama 2 jam. Setelah itu, didehidrasi lagi dengan memasukkan sampel film ke dalam seri larutan etanol (50, 70, 80, 90, 95 dan 100%), kemudian dicelupkan ke dalam asetat isoamyl. Setelah didehidrasi, dilakukan pengeringan dalam cairan CO2 dalam ruang bertekanan. Sampel yang telah kering diletakkan di atas potongan aluminium dan dilapisi emas dengan menggunakan pemercik ion. Seluruh sampel kemudian dilihat dan direkam dengan menggunakan SEM (Jongjareonrak et al., 2006b).

Rancangan penelitian

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan perlakuan jenis plasticizer (gliserol, sorbitol dan polietilen glikol). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali.

Analisis data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA dengan bantuan alat analisis SPSS, kecuali untuk data sifat morfologis dianalisis secara deskriptif. Apabila terdapat perbedaan nyata antar perlakuan, dilanjutkan dengan uji Beda Nyata menurut Duncan’s Multiple Range Test (Gaspersz, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik edible film berbahan dasar gelatin kulit kaki ayam Broiler dengan perlakuan perbedaan jenis plasticizer disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik edible film gelatin kulit kaki broiler

Karakteristik Jenis Plasticizer

Gliserol Sorbitol PEG

Kadar Air (%) 11,66±0,50ns 11,35±0,20ns 11,70±0,50ns

Ketebalan Film (mm) 0,09±0,0ns 0,09±0,00ns 0,08±0,0 ns

Kekuatan Tarik (MPa) 2,67±0,48ns 2,94±0,46ns 2,85±0,79ns

Kemuluran (%) 5,84±1,04ns 5,01±0,43ns 4,40±0,70ns

Laju transmisi uap air (g/m2.jam) 0,15±0,03a 0,13±0,02a 0,30±0,04b Ket : huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05)

ns = non significant

Kadar air

Berdasarkan Tabel 1. terlihat bahwa kadar air edible film gelatin kulit kaki broiler dengan perbedaan jenis plasticizer berkisar antara 11.35%-11.70%. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang nyata antara perlakuan terhadap kadar air. Tidak adanya pengaruh tersebut, kemungkinan disebabkan oleh suhu pemanasan yang sama dan metode preparasi antara perlakuan juga sama, serta adanya sifat hidrofobik dari plasticizer yang digunakan, sehingga kadar airnya relatif hampir sama.

(5)

Pada Tabel 1 terlihat bahwa persentase kadar air edible film dengan plasticizer sorbitol (11,35%) lebih rendah dibanding yang menggunakan gliserol (11,66%) dan PEG (11,70%). McHugh et al. (1994) menyatakan bahwa sorbitol memiliki kemampuan yang rendah dalam mengikat air dibanding gliserol dan PEG, hal ini kemungkinan yang menyebabkan kadar air edible film dengan plasticizer sorbitol lebih rendah. Tingginya kadar air edible film kemungkinan juga berhubungan dengan kandungan asam amino gelatin yang bersifat hidrofilik, misalnya serin dan tirosin (Martelli et al., 2006).

Ketebalan film

Ketebalan film akan mempengaruhi sifat fisik dan laju uap air edible film (Were et al., 1999). Rata-rata ketebalan edible film gelatin dengan perbedaan jenis plasticizer antara 0,08 – 0,09 mm. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang nyata antara perlakuan terhadap ketebalan film. Hal ini kemungkinan disebabkan proses preparasi (suhu preparasi) yang sama, yaitu 50ºC, sehingga matriks film yang terbentuk juga hampir sama tebalnya. Gennadios et al. (1994) menyatakan bahwa struktur film adalah matriks protein yang dibentuk oleh interaksi protein-protein yang dikatalisis oleh panas, yaitu ikatan hidrofobik, ikatan hidrogen maupun ikatan disulfida.

Selain itu tidak adanya pengaruh yang nyata antara perlakuan terhadap ketebalan film kemungkinan disebabkan oleh konsentrasi bahan yang digunakan juga sama, yaitu 8% (w/v). Poeloengasih (2002) menyatakan bahwa ketebalan film dipengaruhi oleh konsentrasi bahan, peningkatan konsentrasi bahan akan menyebabkan peningkatan ketebalan film.

Sifat mekanik film

Edible film berbahan dasar gelatin kulit kaki broiler dibuat menggunakan tiga jenis plasticizer (gliserol, sorbitol dan PEG) dengan konsentrasi yang sama. Sifat mekanik yang diuji yaitu kekuatan tarik dan pesentase kemuluran film. Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa rata-rata kekuatan tarik edible film gelatin kulit kaki ayam dengan perbedaan jenis plasticizer, yaitu berkisar antara 2,67-2,94 MPa, sedangkan untuk persentase kemuluran berturut-turut : Gliserol (5,84), Sorbitol (5,01) dan PEG (4,40)

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jenis plasticizer tidak berpengaruh nyata terhadap kekuatan tarik dan kemuluran edible film gelatin kulit kaki ayam, tetapi berdasarkan hasil yang diperoleh, terlihat rata-rata kekuatan tarik edible film dengan plasticizer sorbitol lebih besar dibanding gliserol dan PEG. Hal ini sejalan pernyataan Bourtoom (2009) bahwa kekuatan tarik dari film yang berbahan dasar tepung gandum dengan plasticizer sorbitol lebih baik dibanding menggunakan plasticizer gliserol dan PEG. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh struktur molekul cincin sorbitol, sehingga menghalangi penyisipan antara rantai, menyebabkan kurang efektif dalam menghambat interaksi antara protein-protein (Yang dan Poulson, 2000). Lebih lanjut dinyatakan bahwa rendahnya kemampuan sorbitol dalam mengikat air, sehingga membatasi kemampuannya dalam menurunkan ikatan hidrogen rantai polimer dibanding PEG dan gliserol. Selanjutnya Yang dan Poulson (2000) menyatakan bahwa ukuran molekul, konfigurasi dan jumlah kelompok fungsional hidroksida plasticizer serta kompabilitas dengan polimer dapat mempengaruhi interaksi antara plasticizer dan polimer.

(6)

Berdasarkan Tabel 1, nilai persentase kemuluran edible film gelatin kulit kaki broiler dengan perlakuan jenis plasticizer, secara berturut-turut yaitu PEG (4,40%), sorbitol (5,01%) dan gliserol (5,84%). Tingginya persentase kemuluran film gliserol kemungkinan disebabkan molekul gliserol relatif kecil dengan karakteristik hidrofobik, sehingga dengan mudah masuk diantara rantai-rantai protein dan membuat ikatan hidrogen dengan grup amida dan rantai samping asam amino dari protein (Gontard et al., 1993). Ketika gliserol disatukan dalam jaringan film gelatin, interaksi langsung dan kekuatan ikatan rantai protein berkurang.

Penggunaan PEG sebagai plasticizer dalam edible film gelatin kulit kaki broiler, memberikan sifat mekanik film yang kurang baik dibanding menggunakan gliserol dan sorbitol. Olivas dan Barbosa-Canovas (2008) menyatakan bahwa edible film dengan plasticizer PEG-8000 menghasilkan sifat mekanik yang rendah dibanding gliserol, sorbitol. Turban dan Sahbaz (2004) menyatakan bahwa edible film metilsellulosa dengan plasticizer PEG menghasilkan persentase kemuluran yang rendah seiring meningkatnya berat molekul PEG.

Laju transmisi uap air

Berdasarkan Tabel 1. terlihat bahwa nilai laju transmisi uap air dari edible film berbahan dasar gelatin kulit kaki broiler, berkisar 0,13-0,30 g/m2.jam. Cho et al. (2004) menyatakan bahwa tingginya nilai laju transmisi uap air berhubungan dengan kandungan protein yang tinggi dalam film yang berbahan gelatin dan ketebalan film. Film dengan jumlah protein yang tinggi dan tebal dapat menyerap lebih banyak air dari lingkungan (McHugh et al., 1994). Film dengan kandungan protein yang tinggi kemungkinan lebih higroskopik dibanding film yang mengandung protein rendah.

Berdasarkan analisis statistik, jenis plasticizer berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai laju transmisi uap air edible film. Leung (1986) menyatakan bahwa adanya perbedaan sifat higroskopik plasticizer yang digunakan, menyebabkan perbedaan kemampuan mengikat air ke dalam sistem jaringan film.

Hasil uji beda nyata menunjukkan bahwa jenis plasticizer sorbitol dan gliserol berbeda nyata (P<0,05) terhadap PEG dalam hal laju transmisi uap air edible film, hal ini kemungkinan disebabkan adanya perbedaan sifat hidrofobik plasticizer. McHugh et al. (1994) menyatakan bahwa sorbitol memiliki kemampuan yang rendah dalam mengikat air dibanding gliserol dan PEG, sehingga menghasilkan nilai laju transmisi uap air yang rendah. Sejalan dengan hasil penelitian Cao et al. (2009) bahwa laju transmisi uap air film berbahan dasar gelatin dengan plasticizer sorbitol lebih rendah dibanding yang menggunakan plasticizer PEG-300. Selanjutnya Park et al. (2008), menyatakan laju uap air film berbahan gelatin dengan plasticizer sorbitol lebih rendah dibanding film dengan plasticizer gliserol dan campuran gliserol dan sorbitol. Hal ini disebabkan adanya perbedaan sifat higroskopis dan perbedaan struktur kimia plasticizer (Cao et al., 2009). Perbedaan laju transmisi uap air ini juga berhubungan dengan kadar air film (Kowalczyk dan Baraniak, 2011).

Sifat morfologis film

Hasil Scanning Electron Microskopy (SEM) permukaan edible film berbahan dasar gelatin kulit kaki ayam dengan berbagai jenis plasticizer disajikan pada Gambar 1 berikut ini.

(7)

Gambar 1. Hasil SEM edible film gelatin kulit kaki broiler dengan pebedaan jenis plasticizer (500x)

Ket : A = film dengan plasticizer gliserol B = film dengan plasticizer sorbitol C = film dengan plasticizer PEG

Berdasarkan Gambar 1, terlihat permukaan film dengan plasticizer sorbitol

(B) lebih kompak dan struktur pori-pori yang lebih kecil dibanding gliserol (A)

dan PEG (C). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Martelli et al. (2006) bahwa

permukaan film berbahan dasar keratin bulu ayam dengan plasticizer sorbitol

terlihat lebih seragam dan lebih kompak dibanding yang menggunakan

plasticizer

gliserol dan PEG. Selanjutnya dinyatakan bahwa film dengan

plasticizer

gliserol dan sorbitol kelihatan lebih fleksibel dibanding yang

menggunakan PEG, hal ini kemungkinan disebabkan rendahnya berat molekul

gliserol dan sorbitol. Kompaknya struktur film dengan plasticizer sorbitol ini

dapat dikaitkan dengan tingginya kekuatan tarik dibanding gliserol dan PEG

dan nilai laju transmisi uap air yang lebih rendah dibanding film dengan

plasticizer

gliserol dan PEG. Rawdkuen et al. (2008) menyatakan bahwa film

yang kompak menghasilkan laju uap air yang rendah.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan bahwa Edible film yang dibuat dari gelatin kulit kaki broiler dengan plasticizer gliserol, sorbitol dan PEG mempunyai karakteristik yang sama, kecuali laju transmisi uap air dan berdasarkan nilai laju transmisi uap air dan sifat morfologisnya, edible film gelatin kulit kaki broiler dengan plasticizer sorbitol lebih baik dibanding gliserol dan PEG.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis The Association of Officials Analysis Chemist, 14th ed. Assoc. Agric. Chemist, Washington, D.C.

Arvanitoyannis, I., E. Psomiadou, A. Nakayama, S. Aiba, and N. Yamamoto. 1997. Edible films from gelatin, soluble starch and polyols, Part 3. Food Chemistry, 60 : 593 – 604.

(8)

______________., A. Nakayama, & S. Aiba. 1998. Chitosan and gelatin based edible films: State diagrams, mechanical and permeation properties. Carbohydrate Polymers, 37 : 371 – 382.

______________. 2002. Formation and properties of collagen and gelatin films and coatings. In A. Gennadios (Ed.), Protein-based films and coatings (pp. 275–304). Boca Raton: CRC Press, 275–304.

Bergo, P and P.J.A. Sobral. 2007. Effects of plasticizer on physical properties of pigskin gelatin films. Food Hydrocolloid (21) : 1285 – 1289.

Bourtoom, T., M.S. Chinnan., P. Jantawat., and R. Sanguandeekul. 2006. Effect of type

and concentration plasticizer on the properties of edible films from water-soluble

fish protein. Food Sci. and Tech. International, 12 (2) : 119-126.

Cao, N., Y. Fu, and J. He. 2007. Mechanical properties of gelatin film cross-linked,

respectively, by feluric acid and tannin acid. Food Hydrocolloid, 21 (4) :

575-584.

Cao, N., X. Yang and Y. Fu. 2009. Effects of various plasticizers on mechanical and

water vapor barrier properties of gelatin films. Food Hydrocolloids, 23 : 729-735.

Cho, S.M., K.S. Kwak., D.C. Park., Y.S. Gu., C.I. Ji., and D.H. Jang. 2004.

Processing optimization and functional properties of gelatin from shark (Isurus

oxyrinchus) cartilage. Food Hydrocolloid, 18 : 573-579.

Dwi Wulandari. 2005. Ekstraksi dan Karakteristik Gelatin dari Kulit Kaki Ayam. Tesis. Program Studi Ilmu Peternakan, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Gaspersz, V. 1989. Metode Perancangan Percobaan. Armico, Jakarta.

Gennadios, A., T.H. McHugh., C.L. Weller and J.M. Krochta. 1994. Edible Coating and Film Based on Proteins in Krochta, J.M., E.A. Baldwin and M.O. Nisperos-Carriedo. Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. Technomic Publishing Company, Inc. Pennsylvania.

Gomes-Guillen, M.C., M. Ihl., V. Bihani., A. Silva, and P. Montero. 2007. Edible film made from tuna-fish gelatin with antioxidant extracts of two different murta ecotypes leaves (Ugni molinae Turcz). Food Hydrocolloids, 21 : 1133 – 1143.

Gontard, N., S. Guilbert, and J.L. Cuq. 1993. Water and glycerol as plasticizer affect mechanical and water vapor barrier properties of an edible wheat gluten film. J. Food Sci. 58 : 206 – 211.

Guilbert, S., N. Gontard, & L.G.M. Gorris. 1996. Prolongation of the shelf-life of perishable food products using biodegradable films and coatings. Lebensmittel-Wissenschaft und-Technologie, 29 : 10–17.

(9)

Jongjareonrak, A., S. Benjakul, W. Visessanguan, T. Prodpran and M. Tanaka. 2006a. Characterization of edible film from skin gelatin of brownstripe red snapper and bigeye snapper. Food Hydrocolloids, 20 : 492 – 501.

______________., S. Benjakul, W. Visessanguan, and M. Tanaka. 2006b. Skin gelatin from bigeye snapper and brownstripe red snapper : Chemical compositions and effect of microbial transglutaminase on gel properties. Food Hydrocolloids, 20 : 1216 – 1222.

Martelli, S.M., G. Moore., S.S. Paes., C. Gandolfo., and J.B. Laurindo. 2006. Influence

of plasticizer on the water sorbtion isotherms and water vapor permeability of

chicken feather keratin films. LWT, 39 : 292-301.

Mc.Hugh, T.H., J.F. Aujard and J.M. Krochta. 1994. Plasticized whey protein edible

films : water vapor permeability. J. Food Sci, 59 : 416 – 419.

Olivas, G.I., and G.V. Barbosa-Canovas. 2008. Alginate-calcium films : Water vapour

permeability and mechanical properties as affected by plasticizer and relative

humidity. LWT, 41 : 359-366.

Park, J.W., W.S. Whiteside and S.Y. Cho. 2008. Mechanical and water vapor barrier

properties of extruded and heat-pressed gelatin films. LWT, 41 : 692-700.

Rawdkuen, S., S. Sai-Ut., A. Jongjareonrak and S. Benjakul. 2008. Properties of edible

film from giant cat fish skin and bovine bone gelatin : a compared study. 34

th

Congress on Science and Technology of Thailand. October 31

st

to November

2

nd

.

Sobral, P.J.A., F.C. Manegalli, and S. Guilbert. 1999. Phase transition of bovine hide

gelatin plasticized by water. In P.Colonna, and S. Guilbert (Eds), Biopolymer

science, food and non food application : 111-123.

Sobral, P.J.A., F.C. Manegalli., M.D. Hubinger, and M.A. Roques. 2001. Mechanical,

water vapour barrier and thermal properties of gelatin based edible films. Food

Hydrocolloid, 15 : 423-432.

Sukkunta, S. 2005. Physical and Mechanical Properties of Chitosan-Gelatin Based

Film. Thesis. Department Technology of Environmental Management, Faculty of

Graduate Studies, Mahidol University, Thailand.

Turban, K.N., and F. Sahbaz. 2004. Water vapour permeability, tensile properties and

solubility of methylcellulose-based films. J.of Food Engineering, 61 : 459-466.

Were, L., N.S. Hettiarachchy, and M. Colemann. 1999. Properties of cysteine-added

soy protein-wheat gluten films. J.Food Sci, 64 : 514-518.

Yang, L., and Paulson, A. T. 2000. Effects of lipids on mechanical and moisture

Gambar

Gambar 1.  Hasil  SEM  edible  film  gelatin  kulit  kaki  broiler  dengan  pebedaan  jenis  plasticizer (500x)

Referensi

Dokumen terkait

Melalui metode Observasi, Eksperimen dan Analisis dan dengan memperhatikan Standar Operation Procedure (SOP) serta Sistim Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) diperoleh

Putusan hakim MA pada kasus IKEA sesuai dengan Pasal 74 ayat (1) UUMIG “Penghapusan Merek terdaftar dapat pula diajukan oleh pihak ketiga yang berkepentingan dalam

lain sebagai berikut: (1) Studi Awal, Studi awal dilakukan untuk melihat serta mendengarkan proses dari Aplikasi Mobile Pengajuan Kredit yang akan dibuat

Adanya visi dan misi merupakan syarat wajib bagi sebuah perusahaan atau organisasi. Setiap perusahaan memiliki visi dan misi yang berbeda, semua tergantung tujuan yang akan

Hubungan kesehatan spiritual dengan kejadian depresi pada lansia di Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Provinsi Lampung dapat disimpulkan bahwa lansia yang

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyatakan pembangunan infrastruktur kawasan perbatasan di Kalimantan Barat harus selesai dalam waktu dua tahun.. Menurut Jokowi, kemajuan

Harga merupakan aspek penting dalam pemasaran produk. Penentuan harga merupa-kan proses unik, karena melibatkan tawar menawar.. yang dapat diprediksikan dari aspek

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di RSUD Kanjuruhan Kepanjen dapat disimpulkan bahwa dari perhitungan indeks massa tubuh pada sampel yang terdiagnosis nyeri