• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. fisik terjadinya kematangan alat reproduksi, salah satunya adalah datangnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. fisik terjadinya kematangan alat reproduksi, salah satunya adalah datangnya"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Transisi dari masa kanak-kanak menuju masa kedewasaan terjadi selama periode remaja yang ditandai dengan perubahan biologi seperti pertumbuhan fisik, maturasi seksual, dan perkembangan psikososial. Secara anatomis perkembangan fisik terjadinya kematangan alat reproduksi, salah satunya adalah datangnya menstruasi (menarche) (Ishizaki, 1998 cit. Sulastri, 2006). Menstruasi merupakan proses fisiologi natural yang dialami oleh wanita (Reeder et al, 2011). Menstruasi sangat penting bagi remaja putri, yang menjadi pertanda kematangan seksual dan erat hubungannya dengan fungsi sistem reproduksi.

Wanita remaja mempunyai berbagai macam sikap dan pandangan tentang menstruasi, akan tetapi lebih banyak yang berpandangan negatif. Diantara sikap dan pandangan positif tersebut yaitu menstruasi merupakan simbol kedewasaan, feminitas, juga kematangan seksual. Sikap dan pandangan negatifnya yaitu ketidaknyamanan fisik, perasaan terganggu, gangguan aktivitas dan interaksi sosial serta dianggap sebagai hal yang memalukan (Wong, 2011). Namun jika kedatangan menstruasi dipersiapkan, maka akan mengurangi reaksi negatif dari remaja tersebut (Santrock, 2003).

Menstruasi merupakan hal normal yang terjadi pada bagian sistem reproduksi wanita, namun banyak juga ditemukan gangguan-gangguan menjelang menstruasi maupun saat menstruasi. Beberapa bentuk dari gangguan dan siklus menstruasi

(2)

adalah kelainan tentang jumlah dan lamanya pendarahan (hipermenorea dan hipomenorea), kelainan siklus haid (polimenorea, oligomenorea, amenorea), pendarahan di luar haid (metroragia) dan kelainan lain yang berkaitan dengan menstruasi (premenstrual syndrome, mastodinia, pendarahan ovulasi dan dismenorea) (Smith & Shimp, 2000). Diantaranya yang paling sering dialami wanita adalah gangguan menjelang menstruasi (premenstrual syndrome) dan nyeri saat haid (dysmenorrhea).

Premenstrual syndrome (PMS) merupakan gejala yang terjadi sebelum periode menstruasi dan berakhir saat menstruasi. Premenstrual syndrome adalah gangguan fisik dan somatik yang etiologinya belum diketahui secara pasti. Gejala PMS meningkat saat pada fase luteal pada siklus menstruasi wanita (Salamat et al., 2007). Setiap wanita merasakan gejala dan keparahan yang berbeda menjelang menstruasi. Gejala tersebut antara lain perut kembung, perasaan murung, nyeri payudara, insomnia, merasa sangat lelah, nyeri otot terutama di punggung bawah atau perut, perubahan kebasahan vagina atau tumbuh jerawat dan emosi yang sukar dikontrol. Banyak wanita yang mengalami lebih dari satu gejala tersebut (Salamat et al., 2007). Ciri khas dari premenstrual syndrome ini muncul saat menjelang menstruasi.

Insidensi premenstrual syndrome diperkirakan 30%-80% pada wanita menstruasi (Lowdermilk et al, 2012). Survei menunjukkan bahwa premenstrual syndrome (PMS) merupakan masalah kesehatan umum yang paling banyak dilaporkan oleh wanita usia reproduktif, pada saat ini diperkirakan prevalensi dari gejala klinis yang berarti adalah sekitar 12,6%-31% dari wanita yang mengalami

(3)

menstruasi. Studi epidemiologi menunjukkan kurang lebih 20% dari wanita usia reproduksi mengalami gejala PMS sedang sampai berat (Freeman, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Fenny Anggrajani terhadap dokter perempuan di Fakultas Kedokteran Airlangga, Surabaya, menyebutkan bahwa sekitar 20 responden dari 84 subyek penelitian (23,8%) dikategorikan dalam PMS berat (skor PMS ≥ 30) dan 64 responden memiliki skor PMS < 30 (Anggrajani et al, 2011).

Dysmenorrhea adalah nyeri menstruasi atau rasa sakit yang hebat (kram) saat menstruasi (Wong, 2011). Dysmenorrhea adalah masalah kesehatan reproduksi yang sering dikeluhkan remaja putri. Dysmenorrhea tersebut dapat berdampak pada aktivitas sehari-hari dan mengganggu produktivitas sekolah (Sulastri, 2006).

Penelitian yang dilakukan di Kelantan, Malaysia menyebutkan bahwa angka kejadian dysmenorrhea sekitar 76% dari total responden. Dysmenorrhea tersebut berpengaruh terhadap konsentrasi belajar mereka (59,9%) dan interaksi sosial (58,6%) (Wong, 2011). Angka kejadian dysmenorrhea pada mahasiswi di Mexican University sebesar 36,1% mengalami dysmenorrhea ringan, 43,8% dysmenorrhea sedang, dan 20,1% dysmenorrhea berat. Kejadian dysmenorrhea di Indonesia juga cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Sulastri di daerah Purworejo, Jawa Tengah, menyimpulkan bahwa angka kejadian dysmenorrhea pada daerah tersebut sekitar 97,6% dan mengakibatkan gangguan aktivitas sehari-hari (87,8%) (Sulastri, 2006).

Secara umum tindakan yang pertama kali dilakukan untuk mengatasi sakit yang diderita yaitu dengan mencari pengobatan. Adapun tindakan yang sering

(4)

dilakukan adalah pengobatan sendiri, dikarenakan lebih praktis, menghemat waktu dan biaya, lebih percaya pada pengobatan tradisional dan lebih privacy (Rohmah, 2009).

Penelitian di Hongkong menyebutkan bahwa prevalensi gangguan menstruasi cukup tinggi dan menyebabkan gangguan yang signifikan saat sekolah dan aktivitas sehari-hari. Namun masih sedikit remaja yang mencari pengobatan gangguan menstruasi (Chan et al., 2009). Penelitian yang sama juga menyimpulkan bahwa remaja dengan gangguan menstruasi hanya sedikit (sekitar 26,84%) yang mencari pengobatan atau ke pelayanan kesehatan (V-Karthiga et al., 2011).

Penelitian tentang perilaku pencarian pengobatan gangguan menstruasi juga telah dilakukan di Indonesia. Diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Rohmah di kabupaten Tanjung Jabung Barat propinsi Jambi menyimpulkan bahwa proporsi perilaku pencarian pengobatan ke tenaga kesehatan untuk mengatasi gangguan menstruasi lebih besar pada remaja yang mempunyai pengetahuan yang cukup baik tentang menstruasi. Faktor lain yang mempengaruhi adalah keluhan menstruasi, pendidikan ibu dan pendapatan keluarga (Rohmah, 2009).

Upaya pemerintah dalam memeratakan pelayanan kesehatan dengan menambah fasilitas kesehatan dan penempatan tenaga medis di pedesaan, namun belum memperlihatkan hasil yang signifikan. Hal ini terbukti dengan masih rendahnya penggunaan pelayanan kesehatan di Indonesia. Adapun persentase penduduk yang sakit atau mengalami keluhan kesehatan yang berobat ke pelayanan kesehatan sebesar 31,76%. Dari angka tersebut yang berobat jalan di

(5)

puskemas adalah 33,11%, praktek swasta 24,78%, sedangkan proporsi jumlah penduduk yang melakukan pengobatan sendiri sebesar 86,16%. Diantaranya menggunakan obat modern sebesar 30,67% dan obat tradisional 10,82% (Susenas, 2003). Faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan adalah riwayat penyakit yang diderita, pengetahuan terhadap penyakit, jarak tempuh ke pelayanan kesehatan, pendapatan keluarga dan ketersediaan pelayanan kesehatan (Simons-Morton et al., 1995).

Pengetahuan merupakan salah-satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang dan dapat diperoleh dari berbagai media (Maulana, 2009). Dari studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, di SMAN 1 Cangkringan akses untuk mendapatkan pengetahuan atau informasi tentang kesehatan reproduksi sangat mudah didapatkan. Fasilitas di sekolah tersebut salah satunya adalah PIK KRR (Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja). PIK KRR SMAN 1 Cangkringan sebagai kantor pusat PIK KRR wilayah Sleman timur. Fungsinya adalah memfasilitasi siswa dalam bimbingan konseling dan mendapatkan informasi tentang masalah kesehatan reproduksi remaja.

Penelitian yang dilakukan oleh Dhayita menyebutkan bahwa angka kejadian dysmenorrhea di SMAN 1 Cangkringan cukup tinggi yaitu sebesar 90,5% pada tahun 2011. Kejadian tersebut behubungan dengan ketidakstabilan emosi sebelum menstruasi yang dipengaruhi oleh lingkungan yang tidak aman karena berada di sekitar Gunung Merapi dan kejadian traumatik yang pernah mereka alami (erupsi gunung merapi) (Dhayita, 2011). Penelitian yang dilakukan di salah satu sekolah SMA di daerah cangkringan menyebutkan bahwa angka kejadian premenstrual

(6)

syndrome cukup tinggi yaitu sebesar 47,3% (Cahyanti, 2012). Seseorang yang pernah mengalami kejadian traumatik (seperti bencana alam, kekerasan fisik, mental dan seksul) berisiko lebih besar mengalami premenstrual syndrome (Born et.al., 2005). Gangguan premenstruasi (premenstrual syndrome) berhubungan erat dengan terjadinya nyeri haid (dysmenorrhea) (Vichnin, 2006).

Berdasarkan data tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran perilaku pencarian pengobatan premenstrual syndrome dan dysmenorrhea di SMAN 1 Cangkringan. Penulis memilih subyek penelitian siswi SMAN 1 Cangkringan karena mereka masih berstatus remaja (16-19 tahun) dan pada umumnya telah mengalami menstruasi.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Dari latar belakang penelitian diatas diketahui insidensi premenstrual syndrome dan dysmenorrhea yang cukup tinggi dengan tingkat pencarian pengobatan yang masih rendah. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang gambaran perilaku pencarian pengobatan premenstrual syndrome (PMS) dan dysmenorrhea pada siswi SMAN 1 Cangkringan, Sleman.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui perilaku pencarian pengobatan gejala premenstrual syndrome (PMS) dan dysmenorrhea pada siswi SMAN 1 Cangkringan, Sleman.

(7)

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui prevalensi kejadian premenstrual syndrome dan dysmenorrhea pada siswi SMAN 1 Cangkringan.

b. Mengetahui tingkat pengetahuan tentang menstruasi dan gangguannya pada siswi SMAN 1 Cangkringan.

c. Mengetahui sikap siswi SMAN 1 Cangkringan terhadap premenstrual syndrome dan dysmenorrhea terhadap perilaku pencarian pengobatan.

d. Mengetahui gambaran kemudahan akses mencapai pelayanan kesehatan terhadap perilaku pencarian pengobatan premenstrual syndrome dan dysmenorrhea.

e. Mengetahui dukungan keluarga terhadap perilaku pencarian pengobatan premenstrual syndrome dan dysmenorrhea.

f. Mengetahui faktor-faktor dominan yang mempengaruhi perilaku pencarian pengobatan premenstrual syndrome dan dysmenorrhea pada siswi SMAN 1 Cangkringan.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi keperawatan

Diharapkan dari hasil penelitian ini perawat mampu memberikan edukasi tentang cara penanganan premenstrual syndrome dan dysmenorrhea pada remaja. Serta sebagai informasi dasar kepada perawat peneliti tentang perilaku remaja dalam pencarian pengobatan premenstrual syndrome dan dysmenorrhea.

(8)

2. Bagi peneliti

Dapat meningkatkan pengetahuan peneliti dan memberikan informasi mengenai gambaran perilaku pencarian pengobatan premenstrual syndrome dan dysmenorrhea pada remaja.

3. Bagi pihak sekolah

Sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan pengembangan PIK-KRR dalam upaya penanganan premenstrual syndrome dan dysmenorrhea yang dialami oleh siswi SMAN 1 Cangkringan, serta mengevaluasi pemanfaatan obat yang dikonsumsi untuk mengatasi gejala tersebut.

4. Bagi institusi pelayanan kesehatan setempat

Memberikan informasi pada tenaga kesehatan tentang perilaku remaja dalam menangani premenstrual syndrome dan dysmenorrhea sehingga tenaga kesehatan dapat memberikan pendidikan kesehatan tentang penanganan premenstrual syndrome dan dysmenorrhea secara tepat.

5. Bagi remaja putri

Menambah pengetahuan remaja putri tentang penanganan yang tepat untuk mengatasi premenstrual syndrome dan dysmenorrhea, sehingga diharapkan remaja mampu memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia.

E. Keasliaan Penelitian

Penelitian yang berkaitan dengan perilaku pencarian pengobatan pada premenstrual syndrome antara lain:

(9)

1. Tariq (2009) melakukan penelitian yang berjudul “ Impact and healthcare seeking behaviour of premenstrual symtoms and dysmenorrhea “. Jenis penelitiannya adalah survei cross sectional. Sampelnya yaitu 1236 wanita umur 16-50 tahun di mahasiswi kedokteran, mahasiswi keperawatan, staf dan pasien di rumah sakit, sekolah dan daerah pinggiran kota di Islamabad. Instrumen yang digunakan adalah wawancara yang terstruktur dengan 13 poin pertanyaan. Hasil dari penelitian tersebut adalah prevalensi gejala premenstrual adalah 879 (72%) mengalami nyeri punggung, 484 (40%) mengalami depresi, 268 (22%) sakit kepala, 218 (18%) retensi air atau badan terasa bengkak, dan 218 (18%) mengalami muntah. Gejala premenstrual berefek terhadap pekerjaan rumah tangga pada 441 wanita (37%), pendapatan rumah tangga pada 129 wanita (11%), kewajiban sosial pada 395 wanita (33%). Pada 282 siswi (63%) dan 38 wanita yang bekerja (63%), mengatakan bahwa sehari atau lebih saat gejala timbul tidak masuk sekolah atau kerja. Pengobatan yang mereka lakukan adalah pengobatan konvensional oleh 496 wanita (56%). Perbedaan penelitian ini adalah pada variabel penelitian, subyek penelitian, tempat penelitian, instrumen penelitian, dan metode pengambilan sampling. Pada penelitian ini, terdapat 3 variabel yaitu variabel terikat, variabel bebas, dan variabel luar, subyek penelitian remaja, tempat penelitian di SMAN 1 Cangkringan, instrumen penelitian untuk mengukur gejala premenstrual syndrome dengan menggunakan Premenstrual Shortened Assessment Form (SPAF) dan gejala dysmenorrhea dengan menggunakan Visual Analog Scale (VAS), dan metode pengambilan sampel dengan

(10)

menggunakan stratified random samplig.

2. Wong (2011) melakukan penelitian yang berjudul “ Premenstrual Syndrome and Dysmenorrhea: Urban-Rural and Multiethnic Differences in Perception, Impacts, and Treatment Seeking “. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Subjek penelitian adalah remaja umur 13-19 tahun yang diambil dari 7 sekolah menengah negeri di wilayah Federal kuala Lumpur dan 4 sekolah menengah dari daerah pedesaan Kelantan, Malaysia, yang dilakukan antara November 2008 dan April 2009. Jumlah sampelnya adalah 172 remaja dan terbagi dalam 27 kelompok diskusi terfokus. Hasil penelitian tersebut adalah banyak peserta yang mengungkapkan bahwa mereka tidak diberikan atau menerima informasi secara rinci tentang mekanisme atau fisiologi menstruasi. Dengan demikian, banyak yang mengambarkan menstruasi sebagai hal yang mengejutkan, sebuah peristiwa yang mereka tidak siap, dan memiliki dampak yang besar terhadap emosi mereka. Siswi di perkotaan lebih positif dalam menerima menstruasi dibandingkan siswi di pedesaan. Remaja di pedesaan lebih malu untuk berbicara mengenai masalah menstruasi kepada ibu mereka atau berkonsultasi dengan tenaga medis. Baik remaja di perkotaan ataupun dipedesaan lebih memilih perawatan sendiri dan tidak ingin mencari perawatan profesional untuk menangani masalah menstruasi. Perbedaan penelitian ini adalah pada jenis penelitian, subyek penelitian, tempat penelitian, dan instrumen penelitian. Pada penelitian ini, jenis penelitian kuantatif (deskriptif), subyek penelitian remaja, tempat penelitian di SMAN 1 Cangkringan, dan instrumen penelitian untuk mengukur gejala

(11)

premenstrual syndrome dengan menggunakan Premenstrual Shortened Assessment Form (SPAF) dan gejala dysmenorrhea dengan menggunakan Visual Analog Scale (VAS).

3. Rohmah (2009) meneliti tentang perilaku pencarian pengobatan gangguan menstruasi pada remaja putri. Jenis penelitian ini adalah observasional dengan rancangan cross sectional dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Sampel penelitian adalah 295 remaja putri yang bersekolah di SMP dan SMU/SMK di kabupaten Tanjung Jabung Barat propinsi Jambi yang sudah mengalami gangguan menstruasi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah proporsi perilaku pencarian pengobatan ke nakes pada remaja putri yang pengetahuannya cukup baik lebih besar dibandingkan dengan remaja putri yang pengetahuannya kurang baik. Perbedaan penelitian ini adalah pada jenis penelitian, variabel penelitian, tempat penelitian, metode pengambilan sampel, dan instrumen penelitian. Pada penelitian ini, jenis penelitian kuantitatif, perbedaan variabel terdapat di variabel luar yang meliputi kemudahan mencapai pelayanan kesehatan dan dukungan keluarga, tempat penelitian di SMAN 1 Cangkringan, metode pengambilan sampel dengan cara stratified random samplig, dan instrumen penelitian untuk mengukur gejala premenstrual syndrome dengan menggunakan Premenstrual Shortened Assessment Form (SPAF) dan gejala dysmenorrhea dengan menggunakan Visual Analog Scale (VAS).

4. Sulastri (2006) melakukan penelitian yang berjudul “ Perilaku Pencarian Pengobatan Keluhan Dysmenorrhea pada Remaja di Kabupaten Purworejo

(12)

Propinsi Jawa Tengah”. Jenis penelitian tersebut adalah observasional dengan rancangan cross sectional, dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Subjek penelitian adalah remaja putri usia 12-17 tahun yang sudah menarche, dengan besar sampel 82 orang. Hasil penelitian adalah terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat keluhan dysmenorrhea dengan perilaku pencarian pengobatan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian ini adalah pada jenis penelitian, variabel penelitian, tempat penelitian, metode pengambilan sampel, dan instrumen penelitian. Pada penelitian ini, jenis penelitian kuantitatif, perbedaan variabel terdapat di variabel luar yang meliputi kemudahan mencapai pelayanan kesehatan dan dukungan keluarga, tempat penelitian di SMAN 1 Cangkringan, metode pengambilan sampel dengan cara stratified random samplig, instrumen penelitian untuk mengukur gejala premenstrual syndrome dengan menggunakan Premenstrual Shortened Assessment Form (SPAF) dan gejala dysmenorrhea dengan menggunakan Visual Analog Scale (VAS).

Referensi

Dokumen terkait

Setelah itu pengguna tinggal memilih button yang tersedia untuk masuk ke menu utama.Setelah pengguna memasukkan nama ke menu login, akan muncul tampilan menu utama,

Selama masa nifas responden mengalami proses adaptasi fisiologis dan psikologis. Respodenakan mempunyai tugas yang lebih berat, selain memenuhi kebutuhan dirinya,

Oleh karena itu, peristiwa turunnya Al Qur’an selalu terkait dengan kehidupan para sahabat baik peristiwa yang bersifat khusus atau untuk pertanyaan yang muncul.Pengetahuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian sembelit pada ibu post partum 3 hari di Desa Margorejo

bulan itu, itu, dan dan barangsiapa barangsiapa sakit sakit atau atau dalam dalam perjalanan perjalanan (lalu (lalu ia ia berbuka),2. berbuka), maka maka (wajiblah (wajiblah

Tentu, pada tataran realita tidak mungkin akan kita dapati praksis yang sesuai dengan teori yang berasas tersebut. Jika setiap orang tetap akan memaksakan pengaplikasian di

Analisis stilistika pada ayat tersebut adalah Allah memberikan perintah kepada manusia untuk tetap menjaga dirinya dari orang-orang yang akan mencelakainya dengan jalan

Seringkali apabila tunggakan sewa berlaku ianya dikaitkan dengan masalah kemampuan yang dihadapi penyewa dan juga disebabkan faktor pengurusan yang lemah. Ada pula