1
Masa remaja merupakan suatu periode yang unik karena merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Remaja memiliki kepribadiannya masing-masing. Kepribadian terbentuk selama masa kehidupan. Selama itu pula komunikasi menjadi penting untuk pertumbuhan pribadi setiap orang. Setelah melalui interaksi yang cukup kompleks, barulah terbentuk kepribadian. Komunikasi tidak hanya dalam hal berkomunikasi dengan orang lain secara ucapan, tetapi termasuk bagaimana seseorang merespon gerak-gerik tubuh dan nada suara. Memiliki kemampuan komunikasi yang baik tidak hanya pada dunia pekerjaan, namun komunikasi penting dalam semua kehidupan.
Komunikasi merupakan media penting bagi pembentukan dan pengembangan pribadi dan untuk kontak sosial yang kita lakukan hampir di setiap harinya. Terlebih lagi sebagai mahluk sosial, kita memerlukan komunikasi dengan orang lain, secara pribadi antara dua orang dengan beberapa orang dengan sejumlah kecil orang, atau dengan sejumlah besar orang dan massa. Melalui komunikasi seseorang tumbuh belajar, menemukan pribadinya dan orang lain, bergaul, bersahabat, menemukan kasih sayang, bermusuhan, atau membenci orang lain pun dapat terjadi karena adanya komunikasi.
Komunikasi yang terjalin tersebut dinamakan komunikasi interpersonal. Sebagaimana penjelasan oleh Devito (2011:252) bahwa komunikasi interpersonal sebagai penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera.
Meskipun komunikasi interpersonal ini dilakukan setiap hari bahkan menjadi rutinitas, namun pada kenyataannya menunjukkan bahwa proses komunikasi interpersonal itu tidak selamanya berjalan lancar. Pada waktu tertentu, kita menyadari adanya berbagai perbedaan, baik secara sudut pandang, latar belakang sosial, pendidikan, pengalaman, dan persepsi setiap
individu yang berpotensial menghambat keberhasilan komunikasi.
Komunikasi interpersonal yang berhasil ditandai dengan adanya keterbukaan, sikap empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan.
Namun, pada kenyataannya ada sebagian siswa yang mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain secara interpersonal, baik dalam proses belajar di kelas maupun dalam suasana informal di luar kelas. Hal ini sebagaimana berdasarkan hasil survei awal dengan teknik observasi dan wawancara kepada beberapa orang siswa yang telah dilakukan pada tanggal 07 Desember 2018 pada aspek keterbukaan terdapat sebagian siswa yang tidak ingin menerima kritikan orang lain, dan terkadang berbohong dalam berbicara. Pada aspek empati banyak ditemukan siswa yang tidak menunjukkan sikap empatinya seperti, mengejek orang lain. Kemudian pada siswa yang dinilai pintar di kelasnya, terlihat bersikap sombong dan dianggap
pelit dalam membantu mengajari orang lain disaat kesulitan dalam pelajaran, sebagian siswa juga kurang sopan dalam berbicara sehingga orang lain tersinggung, suka menertawakan orang lain, dan sikap ingin menang sendiri.
Pada aspek sikap mendukung, terlihat banyak siswa yang suka mengkritik, memaksakan orang lain mengikuti pendapatnya, bersikap tak acuh, tidak menghargai perasaan orang lain, dan menunjukkan sikap diri yang lebih baik daripada orang lain baik karena status, kekuasaan, intelektual dan ekonomi. Pada aspek bersikap positif, terlihat bahwa sebagian siswa sulit mengendalikan emosi, sulit menerima persaingan, dan egosentris yang kuat. Kemudian pada aspek kesetaraan/kesamaan, terlihat pada sebagian siswa masih memaksakan kehendaknya kepada orang lain, tidak nyaman dalam berkomunikasi, dan masih adanya kesenjangan seperti merasa paling pintar, paling berkuasa, paling kaya dan paling popular.
Setiap aspek dalam komunikasi interpersonal ini merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan satu sama lain. Penemuan di atas menjadi kurang efektif dalam komunikasi interpersonal. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Rakhmat (2011:116) bahwa komunikasi interpersonal dinyatakan efektif bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan. Apabila salah satu komunikan tidak merasa
nyaman, berkemungkinan dirinya akan menghindar bahkan tidak
berkeinginan berkomunikasi dengan orang lain karena pengalaman berkomunikasi yang tidak menyenangkan tersebut. Ia merasa ketakutan dalam berkomunikasi.
Rakhmat (2011:107) mengungkapkan tentang orang yang aprehensif (ketakutan) dalam komunikasi akan menarik diri dari pergaulan, berusaha sekecil mungkin berkomunikasi dan hanya akan berbicara apabila terdesak saja. Ia takut orang lain akan mengejek atau menyalahkannya. Dalam situasi diskusi, ia akan lebih banyak diam, dan dalam berpidato ia berbicara terpatah-patah. Bila kemudian ia terpaksa berkomunikasi, sering pembicaraannya tidak relevan, sebab berbicara yang relevan tentu akan mengundang reaksi orang lain, dan ia akan dituntut berbicara lagi.
Devito (2011:291) juga berpendapat bahwa komunikator yang efektif yakni memiliki kepercayaan diri sosial, perasaan cemas tidak dengan mudah dilihat oleh orang lain. Komunikator yang efektif selalu merasa nyaman bersama orang lain dan merasa nyaman dalam situasi komunikasi pada umumnya. Kualitas ini juga memungkinkan pembicara berkomunikasi secara efektif dengan orang-orang yang gelisah, pemalu, atau khawatir dan membuat mereka merasa lebih nyaman.
Seseorang yang memiliki kepercayaan diri yang cukup akan dapat mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya dengan yakin dan berhasil. Namun apabila ia merasa tidak memiliki kemampuan dalam dirinya (rendah diri), tidak berfikir positif terhadap diri dan lingkungannya, kepercayaan diri yang dimilikinya dapat terbilang rendah sehingga ia tidak mampu mengaktualisasikan dirinya kepada orang lain atau lingkungan sekitarnya.
Lauster (dalam Hifni, 2016:17) mengatakan kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau perasaan yakin atas kemampuan diri sendiri sehingga orang
yang bersangkutan tidak terlalu cemas dalam tindakan-tindakannya, merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai dengan keinginan dan tanggungjawab atas perbuatannya, hangat dan sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, memiliki dorongan prestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Ia juga mengungkapkan bahwa rasa percaya diri bukan merupakan sifat yang diturunkan (bawaan) melainkan diperoleh dari pengalaman hidup, serta dapat diajarkan dan ditanamkan melalui pendidikan, sehingga upaya-upaya tertentu dapat dilakukan guna membentuk dan meningkatkan rasa kepercayaan diri, dengan demikian kepercayaan diri terbentuk dan berkembang melalui proses belajar di dalam interaksi seseorang dengan lingkungannya.
Penjelasan tentang kepercayaan diri di atas belum ditunjukkan oleh sebagian siswa seperti pada aspek keyakinan diri masih terdapat siswa yang kurang yakin dengan keadaan dirinya sehingga sering ragu dan cemas dalam berbicara ataupun mengungkapkan pendapatnya kepada orang lain, tidak konsisten dalam mengungkapkan satu pendapat dan terbata-bata dalam berbicara. Pada aspek optimis terlihat bahwa terdapat siswa yang malu-malu, pemalu terhadap teman-temannya dikarenakan fisiknya yang sering diejek karena berkacamata, gendut atau terlalu kurus, pendiam baik ketika belajar maupun waktu bermain, sulit menyampaikan pendapat, merasa dirinya tidak mampu melakukan sesuatu yang ingin dicapainya karena persaingan terlalu berat baginya, dan menyerah ketika mengalami kesulitan. Kemudian pada aspek objektif bahwa terdapat siswa yang merasa bahwa orang lain tidak
menyukainya dikarenakan penampilannya, sentimental dalam menanggapi candaan orang lain, merasa canggung, kemampuan intelektualnya yang rendah, dan kurangnya kepandaiannya dalam bergaul.
Pada aspek bertanggung jawab terlihat bahwa terdapat siswa yang tidak bertanggung jawab atas perbuatan lisan maupun tangannya seperti sering mengejek teman dan ketika diberi sanksi ia mengelak dan tidak mau meminta maaf, siswa juga sering menghindari punishment terhadap dirinya dan mengelakkan kesalahannya kepada orang lain. Pada aspek rasional terdapat siswa yang tidak mau mempercayai orang lain, dan sering menyalahkan dirinya ketika mengalami kegagalan tanpa mencari sebab kebenarannya.
Kurangnya empati dari teman-temannya kepada dirinya, seperti mentertawakan dirinya ketika ada hal yang dilakukannya salah, baik ketika berbicara, perilakunya atau hanya sekedar penampilan fisiknya yang menurut mereka adalah hal yang patut dicemooh. Siswa lain juga sering berkata kasar dan memaksakan kehendak mereka kepada orang lain. Hal-hal tersebut menjadikan sebagian anak yang kurang percaya diri tersebut enggan untuk bergaul dan berkumpul bersama.
Hasil survei di atas dapat menunjukkan bahwa masih terdapat siswa yang kurang percaya diri sehingga dapat menghambat kehidupan sosialnya. Memulai kehidupan sosial itu berawal dari komunikasi interpersonalnya. Sehingga pentingnya kepercayaan diri tersebut dalam komunikasi interpersonal seseorang. Jika kepercayaan diri seseorang negatif, hal tersebut dapat membuat dirinya berkeinginan menutup diri. Rakhmat (2011:107)
Selain dari konsep diri yang negatif, timbul juga kurangnya kepercayaan kepada kemampuan sendiri. Orang yang kurang percaya diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari situasi komunikasi.
Sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Fajar (2011:129) bahwa komunikasi interpersonal dipengaruhi kepercayaan diri. Jika kepercayaan diri seseorang saat mengadakan komunikasi interpersonal rendah, maka interaksi sosial akan berkurang dikarenakan pada saat tersebut seseorang kehilangan kemampuan komunikasinya. Kemudian dapat dikatakan sebaliknya, apabila kepercayaan diri seseorang tinggi, maka interaksi sosialnya akan bagus dikarenakan pada saat tersebut individu dapat dengan mudah dalam berkomunikasi.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat diasumsikan betapa pentingnya kepercayaan diri tersebut sehingga dengan kepercayaan diri itu remaja lebih mudah untuk beradaptasi dan berkomunikasi interpersonal dengan baik terhadap lingkungan sosialnya, sehingga dilakukan penelitian lebih mendalam dengan mengangkat judul “Pengaruh Kepercayaan Diri Terhadap Kemampuan Komunikasi Interpersonal Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Kota Jambi”.
B. Batasan Masalah
Agar pelaksanaan penelitian ini tidak menyimpang dari tujuan dilaksanakan penelitian, sehingga mempermudah mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, maka peneliti menetapkan batasan-batasan masalah sebagai berikut:
1. Sampel pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII di SMP Negeri 5 Kota Jambi Tahun Ajaran 2019/2020.
2. Kemampuan komunikasi interpersonal yang diidentifikasi dalam penelitian ini ditinjau dari aspek keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan.
3. Kepercayaan diri yang diidentifikasi dalam penelitian ini ditinjau dari aspek keyakinan diri, optimis, objektif, bertanggungjawab, dan rasional.
C. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah utama dalam penelitian ini yaitu bagaimana pengaruh kepercayaan diri siswa terhadap kemampuan komunikasi interpersonal di kelas VIII SMP Negeri 5 Kota Jambi. Rumusan masalah dalam penelitian ini secara khusus akan dijabarkan berdasarkan indikator sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran umum komunikasi interpersonal pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 5 Kota Jambi ?
2. Bagaimana gambaran umum kepercayaan diri pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 5 Kota Jambi ?
3. Bagaimana pengaruh kepercayaan diri pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 5 Kota Jambi terhadap kemampuan komunikasi interpersonalnya ?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini untuk mengungkapkan seberapa besar pengaruh kepercayaan diri siswa terhadap kemampuan komunikasi
interpersonal di kelas VIII SMP Negeri 5 Kota Jambi. Tujuan penelitian ini secara khusus akan dijabarkan berdasarkan indikator yang bertujuan untuk: 1. Menggambarkan tingkat komunikasi interpersonal siswa kelas VIII di
SMP Negeri 5 Kota Jambi.
2. Menggambarkan tingkat kepercayaan diri siswa kelas VIII di SMP Negeri 5 Kota Jambi.
3. Menemukan pengaruh kepercayaan diri terhadap kemampuan komunikasi interpersonal pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 5 Kota Jambi.
E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, maka penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut:
a. Bagi siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman tentang kepercayaan dirinya dalam berkomunikasi secara interpersonal, sehingga siswa dapat mengoptimalkan dan meningkatkan kepercayaan dirinya dalam berkomunikasi sehingga mampu mengembangkan hubungan interaksinya ataupun potensi secara baik dan optimal.
b. Bagi guru
Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pihak sekolah, guru-guru khususnya guru pembimbing, guru mata pelajaran maupun wali kelas sebagai bahan pertimbangan dalam memperhatikan tingkat kepercayaan diri siswa dalam menunjang cara berkomunikasi interpersonalnya.
c. Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai kualitas kepercayaan diri siswa terhadap kemampuan komunikasi interpersonalnya yang dapat dimanfaatkan untuk dirinya dan pembaca.
F. Anggapan Dasar
Berdasarkan penelitian yang akan dilakukan, maka anggapan dasar dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Kepercayaan diri membuat seseorang mampu mencapai tujuannya. 2. Setiap orang memiliki kemampuan komunikasi interpersonal yang
berbeda.
G. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan fenomena yang diungkapkan pada latar belakang penelitian ini, maka peneliti dapat menarik hipotesis berikut:
Ha = Terdapat pengaruh antara kepercayaan diri siswa terhadap
kemampuan komunikasi interpersonalnya.
Ho = Tidak terdapat pengaruh antara kepercayaan diri siswa terhadap
kemampuan komunikasi interpersonalnya.
H. Definisi Operasional
1. Kepercayaan diri adalah suatu keyakinan yang dirasakan oleh seseorang berupa keyakinan diri seperti bersungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu dan merasa yakin terhadap kemampuan diri sendiri, optimis
yakni pantang menyerah dan bersikap positif terhadap segala hal, objektif dalam memandang sesuatu hal sesuai kebenaran dan menghindari memandang dengan perasaan, bertanggung jawab dalam bertindak yakni mandiri dalam mengambil keputusan dan kesediaan untuk menanggung konsekuensi atas perbuatan yang dilakukannya, berfikir rasional yakni memandang suatu kejadian sesuai kenyataan dan memandang suatu kejadian menggunakan pemikiran yang dapat diterima oleh akal.
2. Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang dilakukan secara keterbukaan seperti terbuka kepada orang yang mengajak berinteraksi, jujur, dan bertanggung jawab atas setiap ucapan, memiliki rasa empati seperti mampu menahan diri dari mengkritik orang lain, bersikap empati yang ditunjukkan secara verbal dan non verbal, sikap mendukung seperti menghargai orang lain, dan bersedia untuk meninjau kembali setiap pendapat, sikap positif terhadap diri sendiri dan mengapresiasi dengan baik setiap prilaku orang lain terhadapnya, dan kesetaraan terhadap lawan bicara dengan menempatkan diri setara dengan orang lain dan merasa saling memerlukan.
I. Kerangka Konseptual
Berdasarkan batasan masalah dan definisi operasional, maka dalam penelitian ini tahap alur pikir sebagaimana yang tergambar di bawah ini:
Gambar 1. Kerangka Konseptual Kepercayaan Diri (x)
Ghufron (dalam
Iramona, 2017:19)
mengungkapkan bahwa
orang yang memiliki
kepercayaan diri memiliki: 1. Keyakinan Diri
2. Optimis 3. Objektif
4. Bertanggung Jawab 5. Rasional dan Realistis
Kemampuan Komunikasi Interpersonal (y)
Devito (2011:285)
menjelaskan bahwa dalam
komunikasi interpersonal ada 5 (lima) kualitas umum yang
dipertimbangkan untuk
keefektivan antar pribadi,
yaitu: 1. Keterbukaan (Openness) 2. Empati (Empathy) 3. Sikap Mendukung (Supportiveness) 4. Sikap Positif (Positiveness) 5. Kesetaraan (Equality) PENGARUH