• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hubungan Beban Kerja dengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja Bangunan Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Hubungan Beban Kerja dengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja Bangunan Kota Medan"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Hubungan Beban Kerja dengan Kelelahan

Kerja Pada Pekerja Bangunan Kota Medan

Abstrak—Industri konstruksi merupakan salah satu pekerjaan dengan tingkat kecelakaan kerja tertinggi karena banyaknya tugas yang bersifat sangat berbahaya. Pekerja bangunan merupakan pekerjaan yang memiliki tingkat kelelahan yang tinggi. Pekerjaan bangunan cenderung menggunakan kemampuan fisiknya saat bekerja. Berdasarkan survei pendahuluan, ada pekerja bangunan yang melakukan pekerjaan ganda. Misalnya, pekerja bangunan dibagian besi juga melakukan pekerjaan di bagian batu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan beban kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja bangunan Kota Medan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Besar sampel penelitian ini berjumlah 50 orang. Semua sampel penelitian berjenis kelamin laki-laki yang berusia 16 tahun sampai 65 tahun. Kuesioner Subjective Self Ratting Test (SSRT) yang dikeluarkan oleh Industrial Fatique Research Committe (IRFC) digunakan untuk mengukur kelelahan kerja dan beban kerja diukur menggunakan metode 10 denyut dengan memakai stopwatch. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara beban kerja dengan kelelahan kerja, diperoleh p-value sebesar 0,859 (p-value > 0,05). Hal ini dapat terjadi karena adanya hari libur bekerja, waktu istirahat kerja, dan jumlah jam kerja yang telah sesuai. Pemberian waktu istirahat dapat mencegah kelelahan dan memberikan kesempatan pada tubuh untuk melakukan pemulihan atau penyegaran.

Kata Kunci—beban kerja, kelelahan kerja, dan pekerja bangunan

Industri konstruksi merupakan salah satu pekerjaan dengan tingkat kecelakaan kerja tertinggi karena banyaknya tugas yang bersifat sangat berbahaya [1]. Oleh karena itu, penerapan keselamatan dan kesehatan kerja pada bidang konstruksi menjadi hal mutlak guna meminimalisir risiko penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja. Namun, pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja di bidang konstruksi masih belum optimal [2].

Proyek konstruksi memiliki constraints yang cukup ketat terkait biaya, jadwal, maupun mutu pelaksanaan. Sistem penjadwalan yang padat dalam pelaksanaan sumber daya manusia memaksa penanggung jawab proyek untuk menuntut kinerja yang tinggi. Kondisi ini dapat memicu keluhan kelelahan pada pekerja bangunan [3].

Perkembangan industri konstruksi yang pesat tidak terlepas dari adanya kontribusi pekerja bangunan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2018, tenaga kerja bangunan di Indonesia pada tahun 2016 berjumlah 985. 398 orang dan pada tahun 2017 meningkat menjadi 1.010.456 orang. Artinya, keterlibatan para pekerja bangunan dalam industri konstruksi pada kurun waktu satu tahun yaitu sebesar 2,3% [4].

Pekerja bangunan terkadang menggunakan mesin dan material yang berbahaya, bekerja dengan ketinggian dan terpapar zat berbahaya termasuk lingkungan kerja yang berdebu [1]. International Labour Organization

memperkirakan bahwa setiap tahun sekitar 60.000 kecelakaan fatal terjadi di lokasi konstruksi di seluruh dunia [5]. PT Jamsostek dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (KEMENAKERTRANS) pada tahun 2010, mencatat bahwa sektor konstruksi berkontribusi 31,9% dari semua kecelakaan kerja diberbagai sektor industri. Kelelahan kerja di Indonesia merupakan salah satu penyebab utama cedera dan kecelakaan pada bidang konstruksi [6].

Pekerja bangunan merupakan pekerjaan yang memiliki tingkat kelelahan yang tinggi. Pekerjaan bangunan cenderung menggunakan kemampuan fisiknya saat bekerja. Pekerjaan bangunan terdiri dari pekerjaan dibagian batu, bagian galian, bagian pembesian, bagian baja, dan lainnya. Jika pekerjaan ini digabungkan dengan beban kerja yang berat, permintaan energi yang berlebihan pada pekerja akan menyebabkan kelelahan pada pekerja, menurunkan kinerja pekerja dengan mengurangi kecepatan bekerja dan meningkatkan risiko kesalahan saat bekerja [8, 9]. Beban kerja merupakan salah satu permasalahan yang sering dihadapi oleh pekerja. Beban kerja dapat berupa beban fisik dan beban mental. Setiap beban kerja yang diterima oleh pekerja harus 1st Singki Nadia Sinaga

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Sumatera

Utara Medan, Indonesia singkinadiasinaga@gmail.com

2nd Tri Niswati Utami Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Sumatera

Utara Medan, Indonesia triniswatiutami@uinsu.ac.id

3rd Rina Khairuna Nasution Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Sumatera

Utara Medan, Indonesia

rinakhairunanasution@gmail.com

I. PENDAHULUAN

Data dari ILO menunjukkan bahwa dua juta pekerja meninggal dunia setiap tahunnya karena kecelakaan kerja yang disebabkan oleh faktor kelelahan. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa dari 58115 sampel, 32, 8% atau sekitar 18828 sampel menderita kelelahan. Berdasarkann survei yang dilakukan di USA menunjukkan bahwa 24% dari seluruh orang dewasa datang ke poliklimik karena menderita kelelahan kronik. Lebih dari 65% pekerja di Indonesia datang ke poliklinik perusahaan dengan keluhan kelelahan kerja [7].

(2)

sesuai dengan kemampuan fisik, kemampuan kognitif, dan keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut [10].

Beban kerja yang terlalu besar dari kemampuan yang dimiliki pekerja, lama kelamaan akan berdampak pada timbulnya kondisi overstress yang menyebabkan terjadinya kelelahan kerja [11]. Kelelahan kerja adalah suatu kondisi melemahnya kegiatan, motivasi, dan kelelahan fisik untuk melakukan kerja. Menurut Tarwaka, beban kerja terjadi karena adanya faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi beban kerja yairu tugas-tugas, organisasi kerja, lingkungan kerja fisik, kimiawi, biologis, dan psikologis. Faktor internal yang mempengaruhi beban kerja adalah faktor somatis dan faktor psikis [10].

Penelitian yang dilakukan oleh [12] menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan dengan kelelahan pada pekerja bangunan sebelum dan sesudah bekerja. Terdapat hubungan antara kelelahan dan mengalami kesulitan fisik dan kognitif pada pekerja konstruksi [13]. Secara umum, tubuh yang mengalami kelelahan akan muncul gejala seperti sering menguap, haus, rasa kantuk, dan susah berkonsentrasi [12].

Menurut beberapa peneliti, kelelahan dapat mempengaruhi kesehatan pekerja dan menurunkan produktivitas kerja dimana kelelahan dapat memberikan kontribusi terjadinya kecelakaan kerja [14]. Kelelahan kerja dalam jangka panjang akan berdampak pada kesehatan pekerja, seperti jantung, diabetes, tekanan darah tinggi, gangguan pencernaan, kesuburan rendah, kecemasan, dan depresi [10]. Saat melakukan pekerjaan, maka terjadi perubahan fungsi faal tubuh yang diantaranya adalah konsumsi oksigen atau kebutuhan oksigen, laju detak jantung, peredaran udara atau ventilasi paru-paru, temperatur tubuh, konsentrasi asam laktat dalam darah, komposisi kimia dalam darah dan jumlah air seni, tingkat penguapan keringat, dan lain-lain [9].

Berdasarkan survei pendahuluan, beberapa pekerja bangunan ada yang melakukan pekerjaan ganda. Misalnya, pekerja bangunan dibagian besi juga melakukan pekerjaan di bagian batu, dan pekerja bangunan dibagian kayu juga melakukan pekerjaan dibagian batu. Beban kerja merupakan salah satu penyebab terjadinya kelelahan pada pekerja.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Susanty (2015), terdapat hubungan beban kerja dengan kelelahan kerja pada Konstruksi PT. Adhi Karya Tbk (PERSERO) Proyek Grand Dhika Commercial Estate Semarang [15]. Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari, Baju, dan Ekawati (2016), menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat antara beban kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja konstruksi bagian Project Renovasi Workshop Mekanik [16]. Penelitian yang dilakukan oleh Mustofani (2019) menunjukkan bahwa ada hubungan antara beban kerja fisik dengan kelelahan kerja pada pekerja di PT Bangun Sarana Baja.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Hubungan Beban Kerja dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Bangunan Kota Medan”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

hubungan beban kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja bangunan.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional dimana data variabel bebas dan variabel terikat dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan [17]. Populasi penelitian ini adalah pekerja bangunan di Kota Medan dengan besar sampel berjumlah 50 orang. Semua sampel penelitian berjenis kelamin laki-laki. Kuesioner Subjective Self Ratting Test (SSRT) yang dikeluarkan oleh Industrial Fatique Research Committe (IRFC) digunakan untuk mengukur kelelahan kerja pada pekerja. Selanjutnya, untuk menghitung beban kerja digunakan metode 10 denyut dengan memakai stopwatch. Metode tersebut dapat dihitung denyut nadi kerja sebagai berikut:

Denyut nadi = ×60 (1)

III.

Usia Frekuensi Persentase (%)

16-25 Tahun 12 24

26-35 Tahun 12 24

36-45 Tahun 15 30

46-55 Tahun 7 14

56-65 Tahun 4 8

Masa Kerja Frekuensi Persentase (%)

<10 Tahun 34 68

10-19 Tahun 10 20

20-29 Tahun 5 10

>30 Tahun 1 2

Berdasarkan Tabel II masa kerja pada pekerja bangunan Kota Medan yaitu masa kerja kurang dari 10 tahun

II. METODE PENELITIAN

Adapun cara mengukur denyut nadi dengan metode 10 denyut yaitu dengan cara meletakkan ujung jari tangan kedua, ketiga, dan keempat diatas permukaan kulit dibagian pergelangan tangan. Ketika pengukuran dimulai, stopwatch dihidupkan selama 10 detik, kemudian dikalikan 6 untuk mendapatkan hasil satu menit dan selama 10 detik stopwatch dimatikan, kemudian dicatat denyut nadi yang diperoleh [8]. Data yang terkumpul akan diolah dengan menggunakan aplikasi pengolah data. Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji correlation product moment yang sebelumnya telah dilakukan uji normalitas data dengan nilai skewness <2.

HASIL A. Analisis Univariat

TABEL II. DISTRIBUSI FREKUENSI MASA KERJA

Berdasarkan Tabel I dapat diketahui usia pada pekerja bangunan Kota Medan sebagian besar berusia 36-45 tahun sebanyak 15 orang (30%), usia 16-25 tahun dan 26-35 tahun masing-masing sebanyak 12 orang (24%), usia 46-55 tahun sebanyak 7 orang (14%) dan rentang usia 56-65 tahun sebanyak 4 orang (8%).

(3)

berjumlah 34 orang (68%), sedangkan masa kerja 10-19 tahun berjumlah 10 orang (20%), masa kerja 20-29 orang berjumlah 5 orang (10%) dan masa kerja lebih dari 30 tahun berjumlah 1 orang (2%).

Beban Kerja Frekuensi Persentase (%)

Beban ringan 45 90

Beban sedang 5 10

Kelelahan Kerja Frekuensi Persentase (%)

Kelelahan ringan 43 86

Kelelahan sedang 7 14

Berdasarkan pada Tabel IV diketahui bahwa pekerja bangunan yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 43 orang (86%) dan yang mengalami kelelahan kerja sedang sebanyak 7 orang (14%). Beban Kerja Kelelahan Kerja Ringan Sedang n % N % Ringan 39 78 6 12 Sedang 4 8 1 2

Berdasarkan Tabel V hasil tabulasi beban kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja bangunan kota Medan yaitu pekerja bangunan dengan beban kerja ringan yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 39 orang (78%), pekerja bangunan dengan beban kerja ringan yang mengalami kelelahan sedangberjumlah 6 orang (12%), pekerja bagunan dengan beban kerja sedang yang mengalami kelelahan ringan berjumlah 4 orang(8%) dan pekerja bangunan dengan beban kerja sedang yang mengalami kelelahan kerja sedang sebanyak 1 orang (2%).

C. Analisis Bivariat

Variabel Nilai Beban

Kerja

Kelelahan Kerja Beban Kerja Koefisien Korelasi 1 -0,026 Signifikan(p-value) 0,859 Kelelahan Kerja Koefisien Korelasi -0,026 1 Signifikan (p-value) 0,859

Hasil analisis menggunakan uji correlation product

moment untuk menganalisa hubungan antara beban kerja

dengan kelelahan kerja. Berdasarkan Tabel VI, hasil analisis diperoleh p-value sebesar 0,859 dengan nilai r hitung - 0,026. Nilai p-value lebih besar daripada nilai α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara beban kerja dengan kelelahan kerja dan nilai koefisien hubungan berpola negatif.

Umur termasuk dalam faktor beban kerja yang berasal dari dalam tubuh sebagai akibat adanya reaksi beban kerja eksternal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia pekerja bangunan paling banyak bekerja dengan rentang usia 36-45 yaitu sebanyak 15 orang (30%). Menurut Tarwaka keluhan otot pertama kali dirasakan pada umur 35 tahun dan keluhan akan semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Pada umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot akan menurun sehingga risiko terjadinya keluhan otot semakin meningkat [10].

Masa kerja berkaitan dengan lamanya seseorang bekerja di suatu perusahaan atau instansi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki masa kerja kurang dari 10 tahun yakni sebanyak 34 orang (68%). Menurut Saleh, seseorang yang bekerja dengan masa kerja yang lebih lama memiliki pengalaman dibandingkan dengan orang dengan masa kerja tidak terlalu lama, hal ini dikarenakan orang dengan masa kerja lama sudah terbiasa dengan pekerjaan yang dilakukan sehingga tidak menimbulkan kelelahan [18]. Menurut Bangun Donal, dan Eva dalam penelitiannya menyatakan bahwa kelelahan yang dialami pekerja dapat bersifat akumulatif, sehingga semakin lama masa kerja seseorang maka semakin tinggi risiko pekerja mengalami kelelahan. Hasil penelitian Bangun, Donal, dan Eva menunjukkan korelasi antara umur dengan masa kerja terhadap kelelahan kerja. Semakin tua umur pekerja maka semakin lama pula masa kerja yang dimilikinya dan semakin tinggi risiko mengalami kelelahan [19]

Berdasarkan hasil penelitian bahwa mayoritas pekerja menerima beban kerja ringan sebanyak 45 orang (90%). Meskipun, hasil penelitian menunjukkan beban kerja ringan, namun pada kenyataannya pekerjaan ini bukan pekerjaan yang mudah. Pekerja bangunan menerima berbagai beban kerja fisik seperti beban angkat-angkut material bahan bangunan, sikap kerja statis dan beban lingkungan kerja seperti mikrolimat (kelembaban udara, suhu kerja panas maupun dingin), dan debu. Pekerjaan dengan pembebanan fisik memerlukan energi pada otot manusia yang berfungsi sebagai tenaga. Konsumsi energi merupakan faktor yang dijadikan sebagai penentu berat ringannya suatu pekerjaan [10]. Hal ini sejalan dengan penelitian Mustofani dan Dwiyanti (2019) menyatakan bahwa pekerjaan fisik yang berat ditandai dengan aktivitas fisik yang besar. Banyaknya energi yang dikonsumsi dalam waktu yang relatif singkat; otot, sistem kardiovaskular, paru-paru, dan lainnya harus bekerja sangat keras [11].

Kelelahan merupakan mekanisme perlindungan tubuh agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat [10]. Berdasarkan hasil penelitian Berdasarkan Tabel III diketahui pekerja bangunan

yang menerima beban kerja ringan sebanyak 45 orang (90%), sedangkan yang menerima beban kerja sedang sebanyak 5 orang (10%).

TABEL III. DISTRIBUSI FREKUENSI BEBAN KERJA PEKERJA BANGUNAN KOTA MEDAN

TABEL V. TABULASI SILANG BEBAN KERJA DENGAN KELELAHAN KERJA PEKERJA BANGUNAN KOTA MEDAN

TABEL IV. DISTRIBUSI KELELAHAN KERJA PEKERJA BANGUNAN KOTA MEDAN

TABEL VI. HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN KELELAHAN KERJA PEKERJA BANGUNAN KOTA MEDAN

B. Tabulasi Silang Beban Kerja dengan Kelelahan Kerja Pekerja Bangunan Kota Medan

(4)

bahwa mayoritas responden mengalami kelelahan ringan sebanyak 43 orang (86%). Kelelahan ringan biasanya bersifat sementara dan dapat pulih setelah diberikan istirahat dan energi secukupnya [10]. Dalam satu hari, pekerja mendapatkan waktu istirahat sebanyak dua kali yaitu ketika pukul 12.00 – 13.00 dan pukul 15.30 – 16.00. Tak jarang pula ditemukan pekerja melakukan istirahat curian pada saat melakukan pekerjaan. Menurut Suma’mur (2014) istirahat merupakan usaha pemulihan tubuh. Istirahat yang dapat dilakukan bervariasi yaitu dengan melakukan istirahat pendek, tidur pada malam hari atau cuti panjang dari pekerjaan [20].

A. Hubungan antara Beban Kerja dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Bangunan Kota Medan

Beban kerja adalah kemampuan tubuh dalam menerima suatu pekerjaan. Dari sudut pandang ergonomi, beban kerja yang diterima dan kemampuan fisik maupun psikologis yang diterima seseorang harus sesuai dan seimbang [10]. Tingkat pembebanan fisik maupun psikologis memiliki tingkatan yang berbeda. Pembebanan yang terlalu tinggi memungkinkan seseorang menggunakan energi secara berlebihan dan terjadi ‘overstres’, sebaliknya pembebanan yang terlalu rendah memungkinkan rasa bosan dan kejenuhan atau ‘understres’ [21].

Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Anggorokasih, Baju, dan Siswi (2019) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara beban kerja fisik dengan kelelahan kerja pada pekerja konstruksi di PT. X Kota Semarang, hal ini disebabkan oleh akumulasi beban kerja fisik yang diterima pada hari-hari sebelumnya yaitu hari Senin sampai Jumat. Kemudian, pada hari Sabtu dan Minggu pekerja dapat beristirahat, sehingga dapat mengurangi kelelahan yang dirasakan oleh pekerja [22]. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyowati, Zahroh, dan Widjasena (2014) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara beban kerja fisik dengan kelelahan kerja pada Pekerja Mebel, hal ini terjadi karena pelaksanaan pekerjaan dilakukan tidak lebih dari delapan jam dan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan [23]. Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi, Lestantyo, dan Widjasena (2019) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara beban kerja fisik dengan kelelahan kerja pada pekerja buruh angkut di Pasar Balai Tangah, Lintau Buo Utara [24]. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya hubungan beban kerja dengan kelelahan kerja.

Suma’mur (2014) menyatakan kelelahan bisa dikurangi atau dihilangkan dengan berbagai pendekatan pada hal yang bersifat umum maupun pengelolaan kondisi pekerjaan dan lingkungan kerja. Seperti menerapkan jam kerja dan waktu istirahat yang sesuai ketentuan yang berlaku, pengaturan cuti yang tepat, tersedianya tempat istirahat yang memperhatikan kesegaran fisik dan keharmonisan mental dan psikologis, pemanfaatan masa libur untuk rekreasi, dan lain sebagainya [20]. Menurut Tarwaka (2004), pemberian waktu istirahat dapat mencegah kelelahan, memberikan kesempatan pada tubuh untuk melakukan pemulihan atau penyegaran, dan memberikan waktu untuk kontak sosial. Jumlah jam kerja yang efisien dalam seminggu adalah 40 sampai 48 jam yang terbagi menjadi 5 atau 6 hari kerja dengan istirahat 15 sampai 30% dari seluruh waktu kerja [25]. Hal ini sesuai dengan waktu kerja yang ditetapkan pada Pekerja bangunan tersebut yang mulai bekerja pukul 8.00 pagi sampai 17.00 sore dengan waktu istirahat 12.00 sampai 13.00 dan pukul 15.30 sampai 16.00 (1,5 jam). Waktu kerja Pekerja bangunan di Kota Medan dalam seminggu yaitu 45 jam dengan waktu istirahat 9 jam (20%), artinya jumlah jam kerja dan waktu istirahat tersebut telah efisien. Sehingga, kelelahan yang dialami oleh pekerja bangunan tersebut berkurang.

Kelelahan kerja yang normal dan ringan dikaitkan dengan beban kerja dan waktu istirahat [26]. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa beban kerja yang diterima oleh pekerja bangunan Kota Medan 90% mengalami beban kerja yang ringan. Beban kerja berhubungan dengan waktu istirahat, semakin banyak waktu istirahat yang didapat maka beban kerja akan semakin berkurang dan risiko kelelahan kerja semakin berkurang [27].

Meskipun mayoritas pekerja bangunan di Kota Medan mengalami kelelahan kerja ringan, pekerja tetap harus melakukan peregangan secara berkala yaitu setelah bekerja selama dua jam. Peregangan dapat dilakukan secara statis dan dinamis dengan cara mengerakkan otot dan sendi kepala, leher, bahu, lengan, pinggang, dan kaki.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tersebut, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pekerja bangunan yang menerima beban kerja ringan sebanyak 45 orang (90%), sedangkan yang menerima beban kerja sedang sebanyak 5 orang (10%).Pekerja bangunan di Kota Medan mengalami kelelahan kerja ringan yaitu sebesar 86%.

2. Pekerja bangunan yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 43 orang (86%) dan yang mengalami kelelahan kerja sedang sebanyak 7 orang (14%).

3. Pekerja bangunan dengan beban kerja ringan yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 39 orang (78%), pekerja bangunan dengan beban kerja ringan yang mengalami kelelahan sedang berjumlah 6 orang (12%), pekerja bagunan dengan beban kerja sedang yang mengalami kelelahan ringan berjumlah 4 orang(8%) dan

V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil uji correlation product moment

diketahui bahwa tidak ada hubungan antara beban kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja bangunan di Kota Medan diperoleh p-value sebesar 0,859 dengan nilai koefisien korelasi sebesar - 0,026, dimana p-value lebih besar dari α (0,05). Hal ini terjadi karena waktu istirahat dan hari libur bekerja yang telah sesuai dengan waktu kerja. Pekerja bangunan pada penelitian ini mendapatkan waktu istirahat sebanyak dua kali yaitu pukul 12.00 sampai 13.00 dan pukul 15.30 sampai 16.00 dan libur dihari Minggu.

(5)

pekerja bangunan dengan beban kerja sedang yang mengalami kelelahan kerja sedang sebanyak 1 orang (2%). 4. Tidak ada hubungan antara beban kerja dengan kelelahan

kerja pada pekerja bangunan di Kota Medan (p-value yaitu 0,859).

[1] ILO, Meningkatkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, International Labour Organization , 2018.

[2] K. Arsyad, "PARAMPARA: Safety Construction : KOmitmen dan Konsisten Terapkan SMK3," Media Komunikasi BPSDM Kementerian PUPR, 2018.

[3] L. A. R. Winanda, T. W. A. and N. A. , "Model Perediksi Kelelahan Kerja Pekerja Konstruksi di Lokasi Proyek," Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, vol. 21 No.2, pp. 99-109, 2017.

[4] B. P. Statistik, "Konstruksi dalam Angka," 2018. [5] ILO, "Facts on Safety and Health at Work," 2009.

[6] M. O. Darisman, "Status Report - Indonesia: Invisible Victims of Development," 2011.

[7] A. P. S. B, F. R. and S. M. , "Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja Pada Karyawan di Matahari Department Store Cabang Lippo Plaza Kendiri Tahun 2016," JIMKESMAS, vol. 2 Nomor 5, pp. 1-11, 2017.

[8] H. UK, "Human Factors: Workload".

[9] Nurmianto, Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Surabaya: Guna Widya, 2003.

[10] Tarwaka, Ergonomi Industri Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat Kerja, Surakarta: Harapan Press, 2015.

[11] Mustofani and E. D. , "Relationship between Work Climate and Physical Workload with Work Relate Fatigue," The Indonesian Journal

of Occupational Safety and Health, vol. Volume 8, no. Issue 2, 2019.

[12] A. N. Zahra and L. M. K. , "Construction Workers' Fatigue Conditions at PT. X Construction Contractor Apartment Development in the 2017 Work Year," 2017.

[13] M. L. A. Murphy, D. F. and A. J. Caban Martinez, "Influence of fatigue on construction workers’ physical and cognitive function," 2015. [14] S. Suma'mur, Kesehatan Kerja dalam Perspektif Hiperkes dan

Keselamatan Kerja, Jakarta: Erlangga, 2015.

[15] R. R. Susanty, "Hubungan antara Beban Kerja dengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja Konstruksi PT. Adhi Karya Tbk (PERSERO) Proyek Grand Dhika Commercial Estate Semarang," 2015.

[16] W. Kartika, . B. W. and E. , "Hubungan Kerja Fisik Manual dan Iklim Panas Terhadap Kelelahan Kerja Pada Pekerja Konstruksi Bagian Project Mekanik," Jurnal Kesehatan Masyarakat, vol. Volume 4, 2016. [17] F. and F. Zamzam, Aplikasi Metodologi Penelitian, Yogyakarta:

DEEPUBLISH, 2018.

[18] L. M. Saleh, Teknik Relaksasi Otot Progresif Pada Air Traffic Controller (ATC), Yogyakarta: Deepublish Publisher, 2019.

[19] H. A. Bangun, D. N. and E. Y. , "Hubungan Karakteristik Pekerja dan Beban Kerja dengan Kelelahan Kerja Pemanen Sawit PT Bakrie.,"

Jurnal Endurance, vol. Volume 3, 2019.

[20] Suma'mur, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES) Edisi 2, Jakarta: CV Sagung Seto, 2014

[21] L. A. R. Winanda, T. W. A. and N. A. , "Model Perediksi Kelelahan Kerja Pekerja Konstruksi di Lokasi Proyek," Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, vol. 21 No.2, pp. 99-109, 2017.

[22] V. H. Anggorokasih, B. W. and S. J. , "Hubungan Beban Kerja Fisik dan Kualitas Tidur dengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja KOnstruksi di PT X Kota Semarang," Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-journal), vol. Volume 7 Nomor 4, 2019.

[23] D. L. Setyowati, Z. Shaluhiyah and B. Widjasena, "Penyebab Kelelahan Kerja pada Pekerja Mebel," Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional , vol. Volume 8 Nomor 8, pp. 386-392, 2014.

[24] P. A. Dewi, . D. Lestantyo and B. Widjasena, "FAKTOR-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Pada Pekerja Buruh Angkut Di Pasar Balai Tangah," Jurnal Kesehatan Masyarakat, vol. Volume 7 Nomor 1, pp. 358-364, 2019.

[25] Tarwaka, S. HA, B. and L. Sudiajeng, Ergonomi untuk Keselamatan Kesehatan Kerja dan Produktivitas, Surakarta: UNIBA PRESS, 2004. [26] F. Morgeson , G. AS and C. MA, Work design in handbook of

pscychology 2nd ed., New Jersey: John Wiley & Sons Inc, 2005. [27] A. T, F. P, G. M and J. B, "Worload and Work Hour in relation to

disturbed sleep and fatique," Journal of Psychonomatic Research , 2002. DAFTAR PUSTAKA

Gambar

TABEL III.    D ISTRIBUSI  F REKUENSI  B EBAN

Referensi

Dokumen terkait

Status kesehatan masyarakat kurang, disebabkan oleh tingginya kasus penyakit menular disebabkan media air. Hal tersebut disebabkan oleh tiga persoalan pokok yaitu 1)

Pergerakan wanita Indonesia masa pergerakan nasional terbagi menjadi tiga periode yakni periode sebelum tahun 1920, periode tahun 1920-1930 dan periode sesudah tahun 1930

Adapun perangkat ajar ini dibuat dengan menekankan pada: (1) desain antarmuka (interface) dikemas secara menarik serta terdapat animasi dan gambar- gambar untuk membantu siswa

Acuan harus dibuat untuk tetap kaku selama pengecoran dan pengerasan dari beton dan untuk memperoleh bentuk permukaan yang diperlukan. Kontraktor harus menyerahkan rencana

Pada bulan Maret2015, It pada sub sektor perikanan mengalami penurunan sebesar 0,09 persen yang disumbangkan oleh penurunan It pada kelompok penangkapan dan kelompok

Sementara itu, hasil percobaan clustering terhadap data perkembangan anak rentang usia 3.5–4.4 tahun yang memiliki Indeks Davies-Bouldin minimal ialah ukuran cluster

Oon-Seng Tan (2004:8) mendefinisikan karakteristik pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut. 1) Masalah adalah titik awal dari proses pembelajaran. 2) Masalah yang

Hasil analisis kesesuaian lahan (karakteristik iklim dan lahan) di Kecamatan Tondong Tallasa, Kabupaten Pangkep, diperoleh kesimpulan bahwa kelas kesesuaian