• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2. Landasan Teori. Di dalam masyarakat Jepang, terdapat suatu istilah yang tidak hanya sebagai budaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 2. Landasan Teori. Di dalam masyarakat Jepang, terdapat suatu istilah yang tidak hanya sebagai budaya"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 2 Landasan Teori

2.1 Teori Amae

Di dalam masyarakat Jepang, terdapat suatu istilah yang tidak hanya sebagai budaya masyarakatnya namun juga merupakan salah satu psikologi masyarakat Jepang yang dikenal dengan nama amae. Dengan kata lain amae merupakan suatu konsep kunci untuk memahami struktur psikologi masyarakat Jepang secara individu serta memahami tatanan masyarakatnya secara keseluruhan.

Istilah amae dalam psikologi dan budaya masyarakat Jepang memiliki banyak definisi yang telah berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Pada awalnya istilah amae merujuk pada perilaku sang bayi mendekatkan diri pada sang ibu. Seperti yang dikemukakan oleh Doi dalam Bester (1992, hal. vii) bahwa amae pada awalnya mengacu pada perasaan setiap bayi dalam pelukan ibunya yakni, ketergantungan, keinginan untuk dicintai secara pasif, dan keengganan untuk dipisahkan dari sang ibu. Dari definisi awal istilah amae tersebut terlihat jelas sikap keengganan sang bayi untuk jauh dari sang Ibu. Disamping itu Doi (2007, hal. 82) juga mengemukakan bahwa amae berfungsi untuk mengurangi rasa sepi yang disebabkan oleh perpisahan. Kemudian juga menjelaskan bahwa mentalitas amae sebagai suatu usaha menentang kenyataan identitas yang terpisah yang tidak dapat dipungkiri dalam kehidupan manusia. Dengan demikian apabila sifat amae itu terlampau berpengaruh pada orang tersebut akan muncul konflik batin dan rasa resah.

Tidak hanya terbatas dalam hubungan antara ibu dan bayi saja, istilah amae juga telah berkembang maknanya menjadi suatu hubungan ketergantungan dengan orang lain.

(2)

Seperti yang dikemukakan oleh Doi dalam Wulandari (2009, hal. 13) menyatakan mengenai konsep amae adalah pernyataan hasrat akan ketergantungan terhadap orang lain. Selain itu terdapat istilah lain dari amae yaitu amaeru yang merupakan hasrat untuk mengikat suatu hubungan yang erat (Doi, 1992, hal. 77). Dari definisi tersebut terlihat makna istilah amae yang juga merupakan suatu keinginan keterikatan terhadap seseorang.

Kemudian Johnson (1993, hal. 7) menjelaskan bahwa amae merupakan kebutuhan untuk diperhatikan secara khusus seperti ditanggapi, dirawat, dan dihargai. Selain itu Johnson (1993) juga mengidentifikasikan kata amae sebagai dorongan bawah sadar (primer) yang beroperasi sendiri atau bersama dengan dorongan lain untuk mencari afiliasi dengan objek-objek eksternal, khususnya dalam pertemuan yang melibatkan keamanan, pemanjaan, penghargaan, dan kasih sayang nonseksual (hal. 211).

Lebih lanjut dijelaskan oleh Doi dalam Ambarita (2010, hal. 16) bahwa orang yang memiliki sifat amae akan berkeinginan untuk mencurahkan semua kesulitannya kepada seseorang yang dipercayainya agar terlepas dari beban.

Terdapat banyak jenis-jenis amae di antaranya adalah suneru (merasa jengkel karena tidak dapat memanjakan diri secara berterus terang), uramu (merasa benci karena hasrat amae diabaikan), futekusareru (menantang dengan ucapan yang tidak pantas), hinekureru (berpura-pura tidak mau melakukan tindakan amae), sumanai (merupakan ekspresi dari permintaan maaf atau menyesal), kodawaru (menekan hasrat untuk bertindak amae dengan seseorang karena khawatir akan ditolak), toraware (merasakan ketakutan yang terus menerus karena akibat penolakan tindakan amae ), yakekuso ni naru (kehilangan kendali atau menjadi frustasi atas perilaku yang tidak bertanggung jawab), wagamama (egois), higamu (merasa curiga karena tidak diperlakukan adil),

(3)

higaisha-ishiki (merasakan telah dirugikan), kuyashii (merasa frustasi), amanzuru (cukup merasa puas akan tindakan amae yang telah dilakukan walaupun tidak mendapatkan respon), wadakamaru (berpura-pura tidak peduli akan sesuatu untuk menyembunyikan emosi negatif), toriiru (menarik perhatian dengan melakukan suatu hal sedemikian rupa demi mencapai suatu tujuan), dan yang terakhir adalah tereru (menjadi kikuk karena malu saat bertindak amae) (Johnson, 1993, hal. 164). Doi (1992, hal. 24) menambahkan dua jenis amae lainnya yaitu kuyami (merasa menyesal) dan tanomu (meminta atau mengandalkan diri).

2.1.1 Konsep Kuyami

Kuyami adalah perasaan menyesal seseorang yang disebabkan oleh kehilangan seseorang atau ditinggalkan oleh orang yang dikasihi. Penyesalan ini mengandung makna sesuatu telah terjadi di luar kemampuan seseorang untuk menghindarinya atau karena telah terlambat melakukan sesuatu. Seperti yang dikemukakan oleh Doi (1992, hal. 135) seseorang yang mengalami perasaan kuyami akan merasa menyesal dan murung. Hal ini juga menyebabkan penderita mempersalahkan dirinya sendiri terhadap orang yang dikasihinya karena telah terlambat untuk melakukan sesuatu. Implikasi dari rasa bersalah ini, seseorang terdorong melakukan perubahan terhadap orang yang telah meninggalkannya. Harapannya dapat dipertemukan kembali dengan orang yang dikasihinya tersebut.

2.1.2 Konsep Toriiru

Jenis amae berikutnya yaitu toriiru. Johnson (1993, hal. 171) mengemukakan bahwa toriiru adalah perilaku memanjakan diri dengan orang lain, yang diwujudkan dengan

(4)

cara mencari atau menarik perhatian untuk mencapai suatu tujuan. Cara yang dilakukan untuk menarik perhatian cenderung atraktif sehingga memberikan kesempatan kepada orang lain untuk melakukan sikap amae (Doi, 1992 hal. 25).

2.1.3 Konsep Higamu

Jenis amae yang lain adalah higamu. Higamu dapat dikatakan sikap curiga. Hal ini disebabkan karena seseorang merasa diabaikan, tidak mendapat balasan atau tidak diperlakukan adil. Seperti yang dikemukakan oleh Johnson (1993, hal. 165) menjelaskan mengenai higamu yaitu merasa tidak diperlakukan dengan adil, sehingga timbul prasangka atau curiga terhadap orang lain. Dampak dari perasaan ini adalah dia tidak dapat mempercayai ataupun menerima bantuan dari orang tersebut.

2.1.4 Konsep Tanomu

Jenis amae berikut adalah tanomu. Tanomu merupakan perilaku yang memicu munculnya sifat amae dalam diri seseorang. Dore dalam Doi (1992, hal. 24) menjelaskan bahwa tanomu memiliki arti meminta dan mengandalkan diri. Makna yang terkandung dalam perilaku ini adalah adanya hasrat bahwa seseorang ingin mendapat respon yang menguntungkan dirinya atas apa yang dilakukan.

2.2 Teori Ketergantungan (Dependency)

Di dalam istilah konsep amae juga terdapat arti ketergantungan terhadap orang lain. Ketergantungan itu sendiri juga merupakan suatu konsep mengenai hubungan seseorang yang bergantung pada orang lain, hubungan anak dengan orang tua atau dengan pengasuh. Seperti yang dikemukakan oleh Bonner dalam Johnson (1993, hal. 15) bahwa

(5)

ketergantungan merupakan suatu hubungan yang dibentuk melalui serangkaian hubungan interpersonal dengan orang tua dan pengasuh selama proses panjang sosialisasi. Dalam hubungan ketergantungan juga ditemukan suatu kepuasan seseorang terhadap orang lain.

Selain itu Gurian dalam Johnson (1993, hal. 15) mengemukakan ketergantungan reciprocal (timbal balik) yang berarti hubungan timbal balik antara suatu pasangan. Seperti pasangan yang bergantung akan mencari, mengantisipasi dan menerima jawaban dari pasangan.

Selanjutnya Maccoby dan Masters dalam Johnson (1993, hal. 19) menyimpulkan berbagai hasil peneliti mengenai ketergantungan yang dilihat sebagai perilaku mencari kontak fisik, dengan berupaya menjadi dekat, mencari perhatian, mencari pujian dan persetujuan, dan menolak pemisahan. Dengan kata lain kontak fisik tersebut merupakan seseorang yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk menyalurkan hasratnya bergantung pada orang tersebut dengan cara mendekatkan diri, mencari perhatian, mencari pujian dan persetujuan, serta menolak perpisahan dengan orang tersebut.

2.3 Teori Keterikatan (Attachment)

Sama halnya dengan istilah konsep amae yang awalnya merupakan sikap keengganan sang bayi untuk jauh dengan sang ibu, konsep keterikatan juga diterapkan pada proses saat bayi dan ibu secara bersamaan melekat satu sama lain (Gewirtz, 1991, hal. xiii). Senada dengan istilah keterikatan di atas, Bowlby dalam Johnson (1993, hal. 19) juga menjelaskan tentang keterikatan sebagai kegiatan yang diusahakan untuk menjadi dekat, atau untuk memiliki kontak fisik yang spesifik. Targetnya biasanya adalah ibu.

(6)

Selanjutnya Cairns dalam Johnson (1993, hal. 21) menambahkan penjelasan bahwa keterikatan pada awalnya berkaitan dengan memfasilitasi kedekatan fisik dekat antara ibu dan anak, seperti pemberian asupan makanan, tidur bersama, dan perlindungan dari orang tua.

Kemudian mengenai konsep keterikatan dengan konsep ketergantungan terdapat perbedaan yang sangat jelas dari segi waktu atau durasi. Keterikatan bersifat tahan lama dari waktu ke waktu, sedangkan ketergantungan bersifat sementara (Ainsworth dalam Johnson, 1993, hal. 20). Dalam hal ini keterikatan lebih cendrung pada hubungan antara anak dengan ibu sehingga bersifat tahan lama, sedangkan ketergantungan selain terdapat pada hubungan anak dengan orangtua juga terdapat pada hubungan antara anak dengan pengasuh sebagai pengganti dari orang tua yang bersifat sementara.

2.4 Teori Fiksi

Dalam dunia kesastraan terdapat banyak genre sastra yang salah satunya adalah prosa. Nurgiyantoro (2002) mengemukakan mengenai istilah prosa dapat mengarah pada pengertian yang luas seperti karya tulis sastra, karya nonfiksi, fiksi, teks naratif atau wacana naratif. Seperti yang telah dikatakan bahwa fiksi merupakan salah satu istilah dalam prosa. Definisi fiksi ini sendiri merupakan cerita rekaan, atau khayalan yang isinya tidak mengarah pada kebenaran sejarah, tidak terjadi, dan tidak perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata (hal. 2).

Walaupun isi fiksi tidak mengarah pada kebenaran di dunia nyata, pengarang fiksi juga menawarkan isi berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan (Altenbernd dan Lewis dalam Nurgiyantoro, 2002, hal. 2). Maka dapat dilihat bahwa

(7)

karya fiksi tidak dibuat secara asal atau lamunan belaka, melainkan penghayatan dan perenungan terhadap kehidupan yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Sebagai sarana cerita, fiksi tentunya mengandung suatu hiburan yang dapat menarik perhatian pembaca sehingga termotivasi untuk mendalami atau memahami isi cerita fiksi berupa berbagai permasalahan kehidupan sebagai bahan pembelajaran dan dapat direnungkan (Nurgiyantoro, 2002, hal. 4). Dari hal tersebut memungkinkan para pembaca dapat menjadi lebih arif dalam menjalani kehidupan dengan sesama.

2.5 Teori Penokohan

Dalam karya fiksi sama halnya dengan karya lainnya terdapat tokoh, peristiwa, dan tempat yang bersifat imajinatif. Khususnya dengan tokoh cerita juga terdapat istilah lain yakni penokohan yang keduanya memiliki definisi berbeda. Untuk definisi istilah tokoh, Abrams dalam Nugiyantoro (2002) mengemukakan bahwa tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecendrungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan tindakan (hal. 165).

Berbeda dengan istilah tokoh, definisi untuk penokohan memiliki arti yang lebih luas karena mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca (Nurgiyantoro, 2002, hal. 166).

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan pemberian kombinasi pupuk anorganik dan organik memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap komponen pertumbuhan dan hasil kubis bunga,

Pada tanggal 23 Desember 1948 Pasukan Belanda tiba dipantai utara masuk ke Tangerang dengan kekuatan satu batalyon infanteri yag diperkuat oleh artileri medan, satu

Es gibt verschiedene Typen von Aufgaben: die Schüler sollen verschiedene Sätze vollenden, selbst etwas schreiben, einen Hörtext hören und danach eine Aufgabe lösen, in einer

Sebagai tindak lanjut dari Pasal 216 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan ada pengaruh yang signifikan dari intervensi pijat bayi terhadap peningkatan kualitas

3) Melaporkan hasil pelaksanaan tugas 3. Laporan Kegiatan pengelolaan pelayanan e. Laporan hasil pemeriksaan hasil kerja bawahan f. Kepala Seksi Pelayanan Keperawatan Rawat Jalan

Dari hasil uji-coba terhadap sistem pengenalan individu berbasis warna iris dengan dukungan algorima yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa sistem yang dikembangkan

Kuat lemah atau tinggi rendahnya korelasi antardua variabel yang sudah kita teliti dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya angka indeks korelasi, yang