• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Hidup bersama dalam masyarakat merupakan hakikat manusia sebagai makhluk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Hidup bersama dalam masyarakat merupakan hakikat manusia sebagai makhluk"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

Hidup bersama dalam masyarakat merupakan hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dan bekerja sama dengan orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, hubungan antar manusia yang terikat dalam suatu wadah sosial terdapat banyak variasi kejadian, seperti rasa simpati, rasa setia kawan dan rasa benci. Apapun variasi kejadian yang dialami, manusia sebagai makhluk sosial selalu melakukan interaksi dan hubungan timbal balik antara individu dengan individu, dengan kelompok, dan antara individu dengan kelompok.1

Keluarga merupakan unit terkecil dalam kehidupan sosial yang menjadi fondasi hubungan antara individu. Manusia di berbagai belahan dunia menata diri dan tertata dalam unit ini. Dalam sejarah Israel Kuno, misalnya, kebanyakan ahli tafsir menyebut keluarga (bêt ‘āb, secara harafiah berarti ”rumah sang bapa”) sebagai titik pusat dari lingkungan keagamaan, sosial dan ekonomi dalam kehidupan orang Israel yang berada di bawah otoritas bapa keluarga.2 Di samping orang tua dan anak-anak yang belum menikah, keluarga atau bêt ‘āb juga meliputi beberapa generasi dari anggota keluarga, beserta dengan istri atau istrinya, anak-anak dan istrinya, para cucu dan istri-istrinya, anak lelaki dan perempuan yang belum menikah, para budak, pelayan, bibi, paman, janda, yatim piatu dan orang Lewi yang mungkin menjadi anggota keluarga.3

1

Soerjono Soekanto, Memperkenalkan Sosiologi (Jakarta: CV Rajawali, 1981), 11-12.

2

Philip J. King dan Lawrence E. Stager, Kehidupan Orang Israel Alkitabiah (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 40.

3

(2)

2 Keluarga atau bêt ‘āb tidak hanya menunjuk kepada anggota keluarga, tapi juga berkaitan dengan aspek ekonomi, struktur rumah tangga, harta benda dan hewan.4

Dunia Israel Kuno yang sangat didasarkan pada bêt ‘āb menyebabkan kehidupan individu yang dibangun tidak terlepas dari konteks sebagai keluarga. Setiap anggota keluarga memiliki peran untuk memberikan sumbangan bagi kehidupan ekonomi rumah tangga. Beberapa tugas diatur, seperti kaum laki-laki membajak dan mempersiapkan tanah, kaum perempuan mempersiapkan dan menyimpan makanan, mengambil air serta membuat baju, sedangkan anak-anak menjaga hewan peliharaan.5 Hubungan antara anggota keluarga juga sangat erat karena sistem kekerabatan yang sangat kuat, seperti hubungan antara suami dan istri, ayah dan anak, ibu dan anak, antar saudara, termasuk hubungan antara perempuan dengan perempuan.

Akan tetapi yang menjadi persoalan adalah Alkitab dibentuk oleh kaum laki-laki dalam budaya patriarki yang kental sehingga tidak mempunyai perhatian khusus pada kaum perempuan. Perempuan lebih banyak dimunculkan sebagai orang kedua dan pelengkap belaka, muncul dalam teks-teks teror bahkan dalam pencitraan yang buruk, seperti Hawa yang pertama kali jatuh dalam dosa (Kejadian 3), istri Potifar yang menggoda Yusuf (Kejadian 39), anak perempuan Yefta yang dipersembahkan sebagai nazar (Hakim-hakim 11:29-40), Delila yang mengkhianati Simson (Hakim-hakim 16:4-22), gundik orang Lewi yang diperkosa dan dimutilasi (Hakim-hakim 19), Tamar yang diperkosa (2 Samuel 13), serta istri Hosea yang sundal (Hosea 1:2). Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan cerita tentang kaum perempuan sama sekali tidak menunjukkan adanya dinamika-dinamika dan hubungan-hubungan yang baik antara

4

Jennie R. Ebeling, Women’s Lives in Biblical Times (New York: T&T Clark International, 2010), 27.

5

Robert B. Coote dan Mary P. Coote, Kuasa, Politik, dan Proses Pembuatan Alkitab: Suatu

(3)

3 perempuan, kecuali dalam kisah Rut dan Naomi dalam kitab Rut.6 Relasi antara perempuan juga muncul dalam kisah Sara dan Hagar di dalam kitab Kejadian. Keduanya hidup dalam dunia patriarkal yang sangat kuat sehingga mereka menjadi korban dari kehidupan sosial pada masa itu. Akan tetapi, nasib Sara jauh lebih beruntung dibandingkan Hagar, karena Sara berasal dari kelas atas; sementara Hagar adalah seorang budak sehingga ia juga mengalami penindasan dari Sara, nyonyanya. Hal ini memberikan kesan bahwa hubungan antara perempuan dengan perempuan belum menjadi perhatian yang penting pada masa itu.

Kisah lain yang memunculkan relasi antara perempuan dengan perempuan dan digambarkan sebagai tokoh utama adalah Debora dan Yael dalam kitab Hakim-hakim yang ditulis dua kali, yaitu dalam bentuk prosa dan puisi. Selain Debora dan Yael, cerita ini juga menghadirkan perempuan lain yaitu ibu Sisera yang merupakan ibu dari musuh orang Israel. Cerita kepahlawanan Debora berawal dari hukuman Tuhan kepada orang Israel karena telah melakukan kejahatan. Orang Israel diserahkan ke dalam tangan Yabin, raja Kanaan selama dua puluh tahun. Debora kemudian maju berperang bersama Barak dan orang Israel melawan bangsa Kanaan untuk menyelamatkan kehidupan mereka dari penindasan.

Debora merupakan tokoh masyarakat yang tampil sebagai hakim, nabi dan pemimpin perang orang Israel. Sedangkan Yael adalah istri Heber, orang Keni yang berada dalam ranah domestik. Keduanya mempunyai peranan sesuai dengan porsinya bagi kemenangan Israel. Debora memimpin orang Israel melawan bangsa Kanaan, sedangkan Yael menempati posisi penting dalam klimaks cerita ini dengan membunuh Sisera, panglima perang Kanaan. Berbeda dengan Debora dan Yael yang berjuang untuk Israel, ibu Sisera mengharapkan kemenangan bangsa Kanaan atas Israel.

6

Lihat Glenmideys Huwae, ”Tinjauan Konsep Solidaritas dalam Kitab Rut menurut Perspektif Solidaritas Emile Durkheim” (S. Si.-Teol., Skripsi, Universitas Kristen Satya Wacana, 2010).

(4)

4 Meskipun ibu Sisera berada di pihak lawan, namun ia memiliki peranan tersendiri dengan statusnya sebagai perempuan.

Cerita kepahlawanan Debora dan Yael ini lahir di dalam sistem patriarki yang sangat kuat sehingga menyebabkan penafsiran teks yang bersifat androsentris. Terdapat tafsiran yang menyebut tindakan Debora dan Yael sebagai tindakan Yahweh. Dalam cerita ini, pilihan Yahweh untuk berkarya melalui perempuan lebih banyak disebutkan daripada mengenai perempuan itu sendiri. Debora tidak memiliki makna subjektif, melainkan Yahweh-lah karakter utama dalam cerita.7 Selain itu, kepemimpinan Debora yang besar serta melampaui Barak menghilang dan diambil oleh Barak di dalam kitab lain, seperti 1 Samuel 12:11 (“Sesudah itu TUHAN mengutus Yerubaal,Barak,Yefta dan Samuel,dan melepaskan kamu dari tangan musuh di sekelilingmu, sehingga kamu diam dengan tenteram”) dan Ibrani 11:32 (“Dan apakah lagi yang harus aku sebut? Sebab aku akan kekurangan waktu, apabila aku hendak menceriterakan tentang Gideon, Barak, Simson, Yefta, Daud dan Samuel dan para nabi”). Hal ini jelas menurunkan status dan peran Debora.

Meskipun demikian, hal menarik yang muncul dari cerita ini adalah dalam satu cerita terdapat beberapa perempuan dalam ranah sosial dan etnisitas berbeda yang ditampilkan bersama-sama. Meskipun Debora dan Yael tidak pernah bersinggungan secara langsung, namun mereka bekerja sama dan melakukan tindakan yang besar bagi Israel. Asnat Niwa Natar menyebutkan bahwa Debora dan Yael mendemonstrasikan kuasa solidaritas persaudarian (sisterhood powerfull). Kedua perempuan ini menunjukkan bagaimana peranannya dalam pergolakan politik pada masa itu.8 Mereka bekerja dalam kapasitas masing-masing sehingga mematahkan gambaran tradisional

7

Rachel C. Rasmussen, “Deborah The Woman Warrior,” dalam Mieke Bal, ed., Anti-Covenant:

Counter-reading Women’s Lives in the Hebrew Bible (Sheffield: The Almon Press, 1989), 81.

8

Asnath Niwa Natar, “Perempuan dan Politik: Hermeneutik Alkitab dari Perspektif Feminis,”

(5)

5 tentang perempuan yang lemah dan selalu digunakan untuk kepentingan politis dan seksualitas. Keberadaan ibu Sisera dalam kisah ini juga memberikan kesan tersendiri yang menarik perhatian penulis untuk dikaji lebih lanjut. Keberadaannya dapat disebut sebagai anti-hero bagi Israel, karena sebagai ibu dari panglima perang Kanaan, ia lebih mengharapkan kekalahan Israel melebihi apapun dan menantikan jarahan, termasuk para perempuan Israel yang akan dibawa pulang oleh anaknya.

Menurut teori yang ada, cerita Debora termasuk dalam sumber deuteronomi (DH/Dtr). Norman K. Gottwald menyebutkan bahwa sumber DH terdapat dalam kitab Ulangan sampai Raja-raja (kecuali Rut),9 sehingga kitab Hakim-hakim menjadi bagian dalam sumber ini. Asal-usul sumber DH dipahami secara berbeda oleh para teolog dalam proses peredaksian. Menurut Frank M. Cross, sumber DH ditulis dua kali, yang disebut sebagai deuteronomi 1 (Dtr 1) dan deuteronomi 2 (Dtr 2). Dtr 1 ditulis sekitar tahun 622 SZB di Yerusalem ketika Yosia memerintah sebagai raja Yehuda. Sedangkan Dtr 2 ditulis sekitar tahun 520 SZB pada masa pembuangan.10 Teks-teks yang dimasukkan ke dalam DH dimaksudkan untuk mencapai tujuan politis pada masa itu. Susan Nidicth mengemukakan bahwa teks-teks Alkitab sangat berkaitan dengan literatur oral dan budaya oral,11 sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa cerita Debora berasal dari tradisi lisan yang disampaikan secara turun-temurun dalam masyarakat Israel sebelum ditulis. Jika demikian, maka tujuan penyunting DH mengambil cerita ini adalah untuk mengungkapkan agenda besar mereka.

Berdasarkan uraian-uraian yang telah disebutkan di atas, penulis menyadari bahwa kisah Debora, Yael dan juga ibu Sisera ini berada dalam konstelasi yang besar

9

Norman K. Gottwald, The Hebrew Bible: A Socio-Literary Introduction (Philadelphia: Fortress Press, 1985), 139.

10

Frank M. Cross, The Cannanite Myth and the Hebrew Epic: Essays in the History of the

Religion of Israel (Cambridge: Harvard University Press, 1973), 278-285.

11

Susan Nidicth, Judges: A Commentary (Louisville, London: Westminster John Knox Press, 2008), 18.

(6)

6 dari sumber DH. Oleh karena itu penulis juga akan menaruh perhatian terhadap hal ini sebagai usaha untuk membantu penulis mengklaim kembali suara perempuan dengan merekonstruksi bagaimana dinamika dan interaksi antara kaum perempuan di dunia Israel Kuno pada masa pra-monarki; bagaimana para perempuan hidup satu sama lain dalam berbagai stratifikasi sosial di tengah budaya patriarki. Hal ini akan menjadi pembelajaran yang menarik bagi para perempuan masa kini yang cenderung mendiskrimasikan, mendominasi bahkan menolak kaumnya sendiri dalam kehidupan sosial. Perempuan yang berkedudukan tinggi cenderung menganggap peran dan posisinya lebih baik dari perempuan lain yang berada pada kedudukan yang berlawanan. Sikap ini sama sekali tidak menunjukkan adanya solidaritas antar perempuan dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan kaum perempuan di tengah kehidupan masyarakat yang didominasi oleh kaum laki-laki. Berkaitan dengan hal tersebut, maka menjadi penting untuk memahami cerita ini sebagai model yang baik untuk melahirkan solidaritas antar perempuan di tengah budaya patriarki yang ditinjau dari kacamata feminis.

Bertolak dari latar belakang pemikiran yang telah dipaparkan, maka penulis melakukan penelitian dan studi melalui tesis ini dengan judul

SOLIDARITAS ANTAR PEREMPUAN DALAM BUDAYA PATRIARKI (Suatu Analisa Sosio-Feminis terhadap Kisah Debora, Yael dan Ibu Sisera

dalam Hakim-hakim 4 dan 5)

B. RUMUSAN MASALAH

Masalah pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana dinamika sosial dan solidaritas antar perempuan menurut kisah Debora, Yael dan ibu Sisera dalam kitab Hakim-hakim 4 dan 5?

(7)

7 C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang akan dicapai melalui penelitian ini adalah untuk menjelaskan dinamika sosial dan solidaritas antar perempuan menurut kisah Debora, Yael dan ibu Sisera dalam kitab Hakim-hakim 4-5.

D. URGENSI PENELITIAN

Penelitian melalui studi pustaka ini akan menambah wawasan para pembaca mengenai studi hermeneutik Perjanjian Lama sehingga dapat mengembangkan ilmu teologi dan mampu memberikan pandangan yang kritis terhadap teks kitab suci. Penelitian ini juga akan memberikan pemahaman mengenai solidaritas antara perempuan dengan perempuan lain di tengah kehidupan sosial untuk berjuang dan mencapai tujuan bersama dengan mengesampingkan berbagai isu sosial.

E. METODOLOGI PENELITIAN 1. Jenis Pendekatan

Jenis pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang menggunakan data yang dinyatakan secara verbal dan kualifikasinya bersifat teoritis.12 Ada beberapa istilah yang diberikan kepada pendekatan kualitatif, di antaranya adalah interpretatif. Penelitian dikatakan penelitian interpretatif karena peranan penting dari peneliti yang menafsirkan dan memberi arti pada data dan informasi yang diberikan oleh partisipan atau objek yang diteliti. Hasil penelitian kualitatif banyak terpengaruh oleh refleksi pribadi, pengetahuan, latar belakang sosial, kreatifitas dan kemampuan personal peneliti.13 Dalam konteks

12

Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1983), 32.

13

J. R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya (Jakarta: PT. Grasindo, 2010), 10.

(8)

8 penelitian kualitatif, penelitilah yang mengkonstruksikan dunia melalui refleksinya sebagai makhluk sosial, politik dan budaya.14

2. Metode Penelitian

Data akan dikaji dengan menggunakan studi hermeneutik, yaitu metode interpretasi dan eksplanasi, khususnya studi tentang prinsip-prinsip umum interpretasi kitab suci.15 Secara spesifik, metode yang digunakan adalah metode diakronik dan sinkronik. Metode diakronik digunakan untuk melacak struktur sintagmatik dari teks, yaitu konteks dari teks baik situasi maupun konteks budaya atau ideologis.16 Metode ini berkaitan erat dengan metode sosio-historis atau sosial sains yang menyelidiki teks dan konteks geografis, sejarah, ekonomi, sosial, politik dan kebudayaan (termasuk agama) yang melatarbelakangi dan mempengaruhi pembentukan suatu teks.17 Sedangkan, metode sinkronik dilakukan dengan menganalisis keberadaan teks, terutama berkenaan dengan struktur paradigma teks.18 Metode ini mengacu kepada pembacaan teks dalam bentuk akhirnya, dengan memperhatikan karakter dan penokohan, terlepas dari perspektif historis.19 Hal ini diharapkan dapat memberikan makna terhadap data, menafsirkan atau mentransformasikan data yang akhirnya sampai pada kesimpulan-kesimpulan final.

Penelitian ini berpusat pada relasi antara perempuan dengan perempuan sehingga membutuhkan kacamata feminis terhadapnya. Elizabeth Schüssler Fiorenza

14

Raco, Metode Penelitian, 12.

15

Richard E. Palmer, Hermeneutika: Teori Baru Mengenai Interpretasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 4.

16

Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif (Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara, 2008), 238.

17

Ira D. Mangililo, “Merencanakan yang Selanjutnya: Suatu Analisa tentang Relevansi Metode-metode Hermeneutik dalam Studi Perjanjian Lama di Indonesia” dalam Steve Gaspersz, Nyantri bersama

John Titaley: Menakar Teks, Menilai Sejarah dan Membangun Kemanusiaan Bersama (Salatiga: Satya

Wacana University Press, 2014), 256.

18

Pawito, Penelitian Komunikasi, 238.

19

Elizabeth Boase, “Life in the Shadowz: The Role and Function of Isaac in Genesis – Synchronic and Diachronic Readings,” Vetus Testamentum Vol. 51, No. 3 (July 2001), 312.

(9)

9 dalam J. B. Banawiratma menyebutkan bahwa feminisme bukan sekedar pandangan hidup atau perspektif teoretis, tetapi suatu pembebasan kaum perempuan menuju perubahan sosial dan gerejani.20 Dengan demikian, pendekatan-pendekatan terhadap teks Alkitab dengan menggunakan perspektif ini dapat membebaskan kaum perempuan dan merekonstruksi peranannya dari berbagai penafsiran yang dirumuskan dalam bahasa androsentris.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka. Teknik ini berupaya untuk mengumpulkan berbagai teks-teks literatur dan dokumen sebagai data primer, misalnya kitab suci, buku, jurnal ilmiah dan teologi, kamus, konkordansi, serta makalah seminar.

20

J. B. Banawiratma, “Beberapa Tantangan terhadap Usaha Berteologi Dewasa ini,” dalam Budi Susanto, ed, Teologi dan Praksis Komunitas Post Modern (Yogyakarta: Kanisius, 1994), 92.

Referensi

Dokumen terkait

Evans dan Gariepy (1992) menjelaskan bahwa untuk membuktikan eksistensi konstanta tersebut, diperlukan teorema penting yang menjelaskan hubungan antara ukuran luar

Majalah FHM Indonesia mendorong laki-laki untuk menjadi metroseksual yang lebih sadar tubuh (sadar akan fashion , perawatan tubuh, perawatan wajah, dan kesehatan) dan penampilan

Kisah dalam Alquran terbagi menjadi tiga kategori, yaitu yang pertama kisah-kisah para nabi, kedua kisah yang berkaitan dengan kejadian- kejadian yang telah terjadi pada

Menurut Sumanth (dikutip.. oleh Prima Fithri, 2015:124) menjelaskan bahwa produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya

Kemudian Naratama menjelaskan bahwa program drama merupakan suatu format acara televisi yang diproduksi dan diciptakan melalui proses imajinasi kreatif dari kisah – kisah drama

Dalam rangka meningkatkan partisipasi politik perempuan di lembaga legislatif, kegiatan sosialisasi misalnya dapat digunakan untuk menjelaskan peraturan-peraturan baru

Mendapatkan informasi tentang persepsi, stigma dan dukungan sosial menurut orang yang hidup dengan herpes (people living with herpes/PLWH), masyarakat dan petugas kesehatan

Dialog antara dunia sosial dengan penuturan penulis ini (retorika) selanjutnya dipertajam oleh penafsiran sosio- retorika menurut Vernon K. Pendekatan Robbins akan