• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum terjadinya suatu perilaku, ada hal yang menjadi prediktor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum terjadinya suatu perilaku, ada hal yang menjadi prediktor"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intensi

Sebelum terjadinya suatu perilaku, ada hal yang menjadi prediktor utama dalam menentukan perilaku, yaitu intensi. Menurut Schiffman dan Kanuk (2007) intensi adalah hal yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau berperilaku tertentu. Hal ini diperjelas oleh Warshaw dan Davis (dalam Landry, 2003) yang menyatakan bahwa intensi adalah tingkatan dimana seseorang memformulasikan rencana untuk menunjukkan suatu tujuan masa depan yang spesifik atau tidak, secara sadar.

Menurut Bandura (1986), intensi merupakan suatu kebulatan tekad untuk melakukan aktivitas tertentu atau menghasilkan suatu keadaan tertentu di masa depan. Sedangkan menurut Ajzen (2005) intensi merupakan indikasi seberapa keras seseorang berusaha atau seberapa banyak usaha yang dilakukan untuk menampilkan suatu perilaku. Intensi merupakan jembatan antara sikap, norma subjektif dan kontrol perilaku terhadap perilaku sebenarnya.

Konsep tentang intensi diajukan oleh Fishbein dan Ajzen (1975) yang diartikan sebagai kemungkinan subjektif seseorang uniuk melakukan suatu perilaku tertentu. Kemudian ditegaskan bahwa niat individu untuk melakukan sesuatu itu merupakan suatu fungsi dari :

1. Sikap terhadap perwujudan perilaku dalam situasi tertentu, sebagai faktor personal atau attitudinal. Hal ini berhubungan dengan orientasi seseorang dan berkembang atas dasar keyakinan dan pertimbangan terhadap apa yang diyakini itu.

(2)

2. Norma-norma yang berpengaruh atas perwujudan perilaku dan motivasi seseorang untuk patuh pada norma itu, sebagai faktor sosial atau normatif. Ini merupakan gabungan antara persepsi reference-group atau significant-person terhadap perwujudan perilaku (Fishbein dan Ajzen, 1975).

Dari beberapa definisi intensi diatas, dapat disimpulkan bahwa intensi adalah kecenderungan subjektif seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau perilaku di masa depan yang dilakukan secara sadar.

2.2 Dilema Personal

2.2.1 Definisi Dilema Personal

Menurut Read (2001), dilema personal adalah suatu situasi ketika seseorang menghadapi pilihan yang baik untuk saat ini tapi merugikan untuk dia dimasa depan, dan sesuatu yang saat ini terlihat tidak terlalu baik tetapi memberikan keuntungan dimasa depan. Sedangkan menurut Davis et al (1997) Dilema personal adalah suatu situasi yang menunjukkan adanya ketidakpuasan pada suatu solusi atau situasi-situasi yang melibatkan adanya pilihan yang sama-sama tidak memuaskan. Menurut Boyd (1991), dilema personal adalah situasi dimana seseorang menghadapi pilihan yang sulit yang belum terselesaikan sebagai bagian dari perjalanan hidup mereka.

Dari ketiga definisi dilema personal diatas, dapat disimpulkan bahwa dilema personal adalah suatu situasi ketika seseorang dihadapkan pada pilihan yang sulit yang membuatnya harus memutuskan untuk memilih pilihan yang terbaik saat ini tetapi mungkin akan buruk dimasa depan atau pilihan buruk saat ini tetapi akan baik dimasa depan.

(3)

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Dilema Personal

Menurut Robert Gifford (2008) ada 8 faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan seseorang dalam situasi yang dilematis, antara lain : 1. Geophysical

Geofisikal adalah pemanenan sumber daya, biasanya merupakan sumber daya asli. Bentuk pratransformasi dipengaruhi oleh hal-hal penting diluar dari faktor manusia, seperti sulitnya menemukan sumber daya itu sendiri, kesulitan ekstraksi, cuaca, kelangkaan sumber daya, atau ketidakpastian tentang keberadaan tentang sumber daya alam itu sendiri. Faktor geofisikal bukan merupakan faktor manusia, tetapi pengaruh ini tidak dapat diabaikan sebagai faktor penting yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam situasi dilematis.

2. Governance Influence (peraturan dan kebijakan)

Peraturan dan kebijakan terdiri dari batasan pengambilan sumber daya alam, biaya operasional, pemberian pajak insentif, membuat wilayah pemanenan, pemberian hak hukum, tekanan untuk menyumbang dari organisasi, panduan penggunaan sewajarnya, pinalti akibat penggunaan yang berlebihan dan kebijakan atau aturan yang terkait dengan komunikasi (seperti nilai penghasilan, mandat komunikasi antara para pembuat keputusan, dan lain-lain).

3. Interpersonal Influences

Seorang pengambil keputusan biasanya dipengaruhi oleh pengambil keputusan lain. Adanya kepercayaan satu sama lain, kesesuaian antara keduanya, persaingan, kekeluargaan, persahabatan dan komunikasi informal yang terjadi secara alami adalah bentuk dari interpersonal

(4)

influences. Pihak lain yang bukan merupakan pengambil keputusan bisa juga memberikan pengaruh terhadap interpersonal influences. Pihak lain itu tidak perlu memiliki hubungan kedekatan secara personal dengan si pengambil keputusan.

4. Decision Maker

Setiap pengambil keputusan sudah mempunyai motivasi, kognisi/fikiran, kemampuan, tujuan, pengalaman, nilai-nilai, keahlian, sumber daya (seperti keuangan, peralatan, informasi, dan bantuan), aspirasi, kecerdasan, kebutuhan dan persepsi mengenai ekuitas atau perbandingan sosial yang dapat mempengaruhi hasil keputusan. Semua faktor diatas terletak dalam diri pengambil keputusan itu sendiri, sehingga kategori ini disebut sebagai pengaruh dalam diri pengambil keputusan.

5. Dilemma Awareness

Tidak semua pengambil keputusan, siapapun itu, secara objektif menyadari sedang dalam kondisi dilema sosial. Dilema berdasarkan pengalaman pengambil keputusan memiliki tingkatan yang berbeda-beda, mulai dari pertimbangan yang ringan atau pertimbangan dalam mengambil keputusan yang bersifat hiburan/main-main, hingga pertimbangan yang sangat mendesak yang membutuhkan waktu yang sangat sempit atau bahkan menimbulkan tekanan pada kondisi psikologis. Karena itu, dilema awareness dianggap sebagai faktor yang penting dalam pengambilan keputusan.

6. Decision Makers Strategies

Pengambil keputusan biasanya menggunakan beberapa strategi atau beberapa rangkaian strategi, diantaranya strategi rencana klasik, seperti

(5)

“getting what you can”, “saving the environment”, “taking what others take”. Berdasarkan penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Hine & Gifford pada tahun 1997 (Gifford, 2008), ada strategi yang digunakan oleh pengambil keputusan yaitu “strategy doing nothing” dimana pengambil keputusan tidak melakukan apapun ketika dalam situasi dilematis.

7. The Decision Maker Outcomes

Hasil dari pengambilan keputusan bisa memberikan kepuasan, mempengaruhi emosi (merasa marah, menyesal, terkejut, frustasi, dan lain-lain), keberhasilan atau kegagalan finansial, dan mendapatkan penolakan atau pujian secara sosial..

8. Environment Outcomes

Konsekuensi dari pengambilan keputusan terhadap lingkungan bisa menimbulkan kepunahan (kehabisan sumber daya) sampai peningkatan yang melimpah pada sumber daya itu sendiri. Hasil dari pengambilan keputusan juga berdampak pada ekologi lingkungan.

2.2.3 Pengaruh Dilema Personal

Dilema personal terhadap seseorang dapat berpengaruh kepada lingkungan dan tentu saja kepada si pengambil keputusan itu sendiri (Gifford, 2008). Dampak pada lingkungan diantaranya kelengkapan atau malah berkurangnya barang-barang publik, habisnya sumber daya, berkurangnya sumber daya, sumber daya yang berkelanjutan (semakin banyak), dan efek samping terhadap ekologi. Sedangkan dampak dilema personal terhadap pembuat keputusan antara lain : kepuasan akan hasil keputusan, dari sisi emosional akan berdampak pada kemarahan, penyesalan, frustasi,

(6)

kesusksesan atau kegagalan dari segi finansial, dan dari segi sosial adanya penolakan atau kekaguman yang diberikan kepada pembuat keputusan.

2.3 Kepribadian Lima Faktor

2.3.1 Definisi dan Ciri-ciri Kepribadian

Para tokoh dalam ilmu psikologi mempunyai pandangan yang berbeda di antara mereka sendiri ketika mengartikan kepribadian. Sebagian besar dari mereka menyetujui bahwa kata kepribadian (personality) berasal dari bahasa Latin persona, mengacu pada topeng yang dipakai oleh aktor Romawi dalam pertunjukan drama Yunani. Para aktor Romawi kuno memakai topeng (persona) untuk memainkan peran atau penampilan palsu. Definisi ini bukan menjadi definisi inti dari semua tokoh psikologi. Ketika psikolog menggunakan istilah “kepribadian”, mereka mengacu pada sesuatu yang lebih dari sekedar peran yang dimainkan seseorang (Feist & Feist, 2010).

Menurut Allport (dalam Feist & Feist, 2010), kepribadian adalah organisasi dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan karakteristik perilaku dan pikirannya, sedangkan George Kelly mendefinisikan kepribadian sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya (Feist & Feist, 2010). Menurut Pervin dan John (2001), kepribadian mewakili karakteristik individu yang terdiri dari pola-pola pikiran, perasaan dan perilaku yang konsisten. Tidak jauh berbeda dengan Pervin dan John, Feist dan Feist (2010) mengartikan kepribadian sebagai sebuah konsistensi perilaku sepanjang waktu dan konsistensi perilaku dalam berbagai situasi.

(7)

Menurut Kuntjoro (2002), kepribadian adalah semua corak perilaku dan kebiasaan individu yang terhimpun dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. Corak perilaku dan kebiasaan ini merupakan kesatuan fungsional yang khas pada seseorang. Menurut Alfred Adler (dalam Feist & Feist, 2010) kepribadian adalah cara yang khas dari individu dalam merespon masalah-masalah hidup.

Menurut Heuken (1989), kepribadian adalah pola menyeluruh semua kemampuan, perbuatan serta kebiasaan seseorang, baik yang jasmani, mental, rohani, emosional maupun yang sosial. Semua telah ditata dalam caranya yang khas di bawah beraneka pengaruh dari luar dan pola ini terwujud dalam tingkah lakunya, dan dalam usahanya menjadi manusia sebagaimana yang dikehendakinya. McCrae dan Costa (dalam Ardelt, 2000) mendefinisikan kepribadian sebagai suatu karakteristik seseorang yang terdiri dari lima karakter kepribadian (ekstraversi, neurotisme, keterbukaan, keramahan dan kesadaran).

Dalam penelitian ini definisi kepribadian yang akan digunakan mengacu kepada teori kepribadian yang diungkapkan oleh McCrae dan Costa dimana kepribadian diklasifikasikan kedalam 5 domain. Tabel di bawah ini menjelaskan ciri-ciri dari kelima domain tersebut (McCrae & Costa dalam Feist & Feist, 2010).

Tabel 2.1

Model Kepribadian OCEAN McCrae dan Costa

Domain Skor tinggi Skor rendah

(8)

bergaul, senang berbicara, ceria, senang berkumpul dan

bersemangat.

penyendiri, pasif, dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengekspresikan emosi yang kuat. Neurotisme Penuh kecemasan,

tempramental, mengasihani dirinya sendiri, emosional dan rentan terhadap gangguan yang berhubungan dengan stres

Pembawaan tenang, tidak tempramental, puas terhadap dirinya sendiri dan tidak emosional.

Keterbukaan terhadap Pengalaman

Kreatif, imajinatif, penuh rasa penasaran, terbuka, dan lebih memilih variasi

Realistis, tidak kreatif, konvensional, tidak

penasaran, dan konservatif Keramahan Berhati lembut, mudah percaya,

dermawan, ramah, toleran, dan bersahabat.

Keras hati, curigaan, pelit, kritis, dan penuh kecurigaan.

Kesadaran Teliti, bekerja keras, teratur, tepat waktu, ambisius dan gigih.

Ceroboh, malas, tidak teratur, sering terlambat, mudah menyerah dan tidak punya tujuan tetap.

2.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian

Menurut Purwanto (2006), terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadian antara lain :

(9)

Faktor biologis merupakan faktor yang berhubungan dengan keadaan jasmani, atau seringkali pula disebut faktor fisiologis seperti keadaan genetik, pencernaan, pernafasaan, peredaran darah, kelenjar-kelenjar, saraf, tinggi badan, berat badan, dan sebagainya. Kita mengetahui bahwa keadaan jasmani setiap orang sejak dilahirkan telah menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan. Hal ini dapat kita lihat pada setiap bayi yang baru lahir. Ini menunjukkan bahwa sifat-sifat jasmani yang ada pada setiap orang ada yang diperoleh dari keturunan, dan ada pula yang merupakan pembawaan anak/orang itu masing-masing. Keadaan fisik tersebut memainkan peranan yang penting pada kepribadian seseorang.

2. Faktor Sosial

Faktor sosial yang dimaksud adalah masyarakat, yakni orang lain disekitar individu yang bersangkutan. Termasuk juga kedalam faktor sosial adalah tradisi, adat istiadat masyarakat tersebut. Sejak dilahirkan, anak telah mulai bergaul dengan orang-orang disekitarnya. Dengan lingkungan yang pertama adalah keluarga. Dalam perkembangan anak, peranan keluarga sangat penting dan menentukan bagi pembentukan kepribadian selanjutnya. Keadaan dan suasana keluarga yang berlainan memberikan pengaruh yang bermacam-macam pula terhadap perkembangan kepribadian anak. Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak sejak kecil adalah sangat mendalam dan menentukan perkembangan pribadi anak selanjutnya. Hal ini disebabkan karena pengaruh itu merupakan pengalaman yang pertama, pengaruh yang diterima anak masih terbatas jumlah dan luasnya, intensitas pengaruh itu sangat tinggi karena berlangsung terus menerus, serta umumnya pengaruh itu diterima dalam

(10)

suasana bernada emosional. Kemudian semakin besar seorang anak maka pengaruh yang diterima dari lingkungan sosial makin besar dan meluas. Ini dapat diartikan bahwa faktor sosial mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dan pembentukan kepribadian.

3. Faktor Kebudayaan

Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada diri masingmasing orang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat di mana seseorang itu dibesarkan. Beberapa aspek kebudayaan yang sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan kepribadian antara lain: a. Nilai-nilai (Values)

Di dalam setiap kebudayaan terdapat nilai-nilai hidup yang dijunjung tinggi oleh manusia-manusia yang hidup dalam kebudayaan itu. Untuk dapat diterima sebagai anggota suatu masyarakat, kita harus memiliki kepribadian yang selaras dengan kebudayaan yang berlaku di masyarakat itu.

b. Adat dan Tradisi.

Adat dan tradisi yang berlaku disuatu daerah, di samping menentukan nilai-nilai yang harus ditaati oleh anggota-anggotanya, juga menentukan pula cara-cara bertindak dan bertingkah laku yang akan berdampak pada kepribadian seseorang.

c. Pengetahuan dan Keterampilan.

Tinggi rendahnya pengetahuan dan keterampilan seseorang atau suatu masyarakat mencerminkan pula tinggi rendahnya kebudayaan masyarakat itu. Makin tinggi kebudayaan suatu masyarakat makin berkembang pula sikap hidup dan cara-cara kehidupannya.

(11)

Di samping faktor-faktor kebudayaan yang telah diuraikan di atas, bahasa merupakan salah satu faktor yang turut menentukan ciri-ciri khas dari suatu kebudayaan. Betapa erat hubungan bahasa dengan kepribadian manusia yang memiliki bahasa itu. Bahasa merupakan alat komunikasi dan alat berpikir yang dapat menunjukkan bagaimana seseorang itu bersikap, bertindak dan bereaksi serta bersosialisasi dengan orang lain.

e. Harta Benda (material possessions)

Semakin maju kebudayaan suatu masyarakat/bangsa, makin maju dan modern pula alat-alat yang dipergunakan bagi keperluan hidupnya. Hal itu semua sangat mempengaruhi kepribadian manusia yang memiliki kebudayaan itu.

2.3.3 Pengaruh Kepribadian Lima Faktor Terhadap Tingkah Laku

Sesuai dengan namanya, kepribadian lima faktor mempunyai 5 domain-domain yang masing-masing memiliki ciri-ciri terhadap karakteristik kepribadian. Setiap manusia memiliki salah satu faktor kepribadian sebagai faktor yang dominan. Adapun pengaruh dari masing-masing domain kepribadian lima besar menurut McCrae dan Costa (dalam Pervin, Cervone & John, 2005) antara lain :

a. Ekstraversi (Ekstraversion)

Domain ekstraversion atau bisa disebut juga faktor dominan patuh. Faktor ini merupakan dimensi yang penting dalam kepribadian, dimana ekstraversion ini dapat memprediksi banyak tingkah laku sosial. Seseorang yang mempunyai faktor ekstraversion tinggi, akan mengingat semua interaksi sosial, berinteraksi dengan lebih banyak orang dibandingkan

(12)

dengan seseorang dengan tingkat ekstraversion yang rendah. Dalam berinteraksi, mereka juga akan lebih banyak memegang kontrol dan keintiman. Peer group mereka juga dianggap sebagai orang-orang yang ramah, fun loving, afektif, dan suka berbicara. Ekstraversion memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama dan juga dominan dalam lingkungannya Ekstraversion dapat memprediksi perkembangan dari hubungan sosial. Seseorang yang memiliki tingkat extraversion yang tinggi dapat lebih cepat berteman daripada seseorang yang memiliki tingkat ekstraversion yang rendah. Extraversion mudah termotivasi oleh perubahan, variasi dalam hidup, tantangan dan mudah bosan. Sedangkan orang-orang dengan tingkat ekstraversion rendah cenderung bersikap tenang dan menarik diri dari lingkungannya.

b. Neurotisme (Neuroticism)

Neurotisme menggambarkan seseorang yang memiliki masalah dengan emosi yang negatif seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman. Secara emosional mereka labil, seperti juga teman-temannya yang lain, mereka juga mengubah perhatian menjadi sesuatu yang berlawanan. Seseorang yang memiliki tingkat neurotisme yang rendah cenderung akan lebih gembira dan puas terhadap hidup dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat neurotisme yang tinggi. Selain memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan dan berkomitmen, mereka juga memiliki tingkat self esteem yang rendah. Individu yang memiliki nilai atau skor yang tinggi di neurotisme adalah kepribadian yang mudah mengalami kecemasan, rasa marah, depresi, dan memiliki kecenderungan emosi yang reaktif.

(13)

c. Keterbukaan Terhadap Pengalaman (Opennes to experience)

Faktor keterbukaan terhadap pengalaman merupakan faktor yang paling sulit untuk dideskripsikan, karena faktor ini tidak sejalan dengan bahasa yang digunakan, tidak seperti halnya faktor-faktor yang lain. Keterbukaan mengacu pada bagaimana seseorang bersedia melakukan penyesuaian pada suatu ide atau situasi yang baru. Keterbukaan mempunyai ciri mudah bertoleransi, kapasitas untuk menyerap informasi, menjadi sangat fokus dan mampu untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas. Seseorang dengan tingkat keterbukaan yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki nilai imajinasi, berwawasan luas, dan a world of beauty. Sedangkan seseorang yang memiliki tingkat keterbukaan yang rendah memiliki nilai kebersihan, kepatuhan, dan keamanan bersama, kemudian skor keterbukaan yang rendah juga menggambarkan pribadi yang mempunyai pemikiran yang sempit, konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan. Keterbukaan dapat membangun pertumbuhan pribadi. Pencapaian kreatifitas lebih banyak pada orang yang memiliki tingkat keterbukaan yang tinggi. Seseorang yang kreatif, memiliki rasa berniat tahu, atau terbuka terhadap pengalaman lebih mudah untuk mendapatkan solusi untuk suatu masalah. d. Keramahan (Agreeableness)

Keramahan diindikasikan sebagai seseoang yang mempunyai sifat ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Seseorang yang memiliki skor keramahan yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki nilai suka membantu, pemaaf, dan penyayang. Namun, ditemukan

(14)

pula sedikit konflik pada hubungan interpersonal orang yang memiliki tingkat keramahan yang tinggi, dimana ketika berhadapan dengan konflik, self esteem mereka akan cenderung menurun. Selain itu, menghindar dari usaha langsung dalam menyatakan kekuatan sebagai usaha untuk memutuskan konflik dengan orang lain merupakan salah satu ciri dari seseorang yang memiliki tingkat keramahan yang tinggi. Pria yang memiliki tingkat keramahan yang tinggi dengan penggunaan power yang rendah, akan lebih menunjukan kekuatan jika dibandingkan dengan wanita. Sedangkan orang-orang dengan tingkat keramahan yang rendah cenderung untuk lebih agresif dan kurang koperatif. Pelajar yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi memiliki tingkat interaksi yang lebih tinggi dengan keluarga dan jarang memiliki konflik dengan teman yang berjenis kelamin berlawanan.

e. Kesadaran (Conscientiousness)

Kesadaran dapat disebut juga ketergantungan, pengendalian dorongan dalam diri, dan keinginan dalam mencapai sesuatu, yang menggambarkan perbedaan keteraturan dan disiplin diri seseorang. Seseorang yang dengan karakter ini memiliki nilai kebersihan dan ambisi. Orang-orang tersebut biasanya digambarkan oleh teman-teman mereka sebagai seseorang yang dapat berorganisasi, tepat waktu, dan ambisius. Kesadaran mendeskripsikan kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana, terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Di sisi negatifnya trait kepribadian ini menjadi sangat perfeksionis, kompulsif, workaholic,

(15)

membosankan. Tingkat kesadaran yang rendah menunjukan sikap ceroboh, tidak terarah serta mudah teralih perhatiannya.

2.4 Tingkat Ketidakaktifan Fisik

2.4.1 Definisi dan Ciri-ciri Ketidakaktifan Fisik

Menurut Thorp et al (2009), sedentary behavior berasal dari bahasa latin “sedere” yang berarti “duduk” yang melibatkan rendahnya tingkat pengeluaran energi. Secara umum, peilaku ini termasuk perilaku menonton televisi, penggunaan komputer dan video game, duduk selama dalam perjalanan menggunakan transportasi umum, bekerja saat waktu senggang. Bagi banyak orang, kegiatan ini bersikar antara 55-60 persen dari waktu mereka sehari-hari.

Perilaku ketidakaktifan fisik mengacu pada setiap kegiatan sadar yang ditandai dengan pengeluaran energi setara kurang dari sama atau dengan 1,5 metabolik dan dengan posisi duduk atau berbaring. Secara umum ini berarti ketidakaktifan fisik seseorang adalah ketika setiap kali seseorang duduk atau berbaring dan ditambah dengan melakukan kegiatan menonton TV, bermain video game, menggunakan komputer, (menonton TV bersama-sama), mengendarai mobil, dan membaca. (Saunders, 2012).

Pate (dalam Biddle et al, 2010) mendefinisikan sedentary behavior atau perilaku ketidakaktifan fisik sebagai kegiatan yang hanya mengeluarkan pengeluaran energi sekitar 1,0-1,5 MET (Metabolic Equivalent). MET adalah energi yang dikeluarkan saat aktivitas dalam satuan kilokalori/kilogram.

Menurut Macket dan Brown (2011) menyebutkan bahwa ketidakaktifan fisik adalah kegiatan yang dilakukan tanpa memerlukan tenaga fisik yang

(16)

banyak. Lebih jelas daripada pengertian ketidakaktifan fisik menurut Mack, British Heart Foundation atau disingkat BHF pada tahun (2012) menyebutkan bahwa perilaku ketidakaktifan fisik tidak hanya diartikan sebagai kurangnya aktivitas fisik. Perilaku ketidakaktifan fisik merupakan kelompok perilaku yang terjadi ketika duduk atau berbaring dan hanya membutuhkan pengeluaran energi yang sangat rendah. Kebutuhan energi inilah yang membedakan perilaku ketidakaktifan fisik dengan perilaku lain yang dikerjakan jugaketika berposisi duduk atau berbaring. Sebagai contohnya adalah ketika duduk sambil membaca buku, kegiatan ini dapat dengan mudah dikategorikan sebagai perilaku ketidakaktifan fisik, sedangkan ketika seseorang duduk sambil mendayung perahu maka kegiatan tersebut tidak dihitung sebagai perilaku ketidakaktifan fisik karena tentu saja membutuhkan tenaga dan usaha yang besar.

Dari beberapa definisi para tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku ketidakaktifan fisik adalah suatu kelompok perilaku yang dilakukan secara sadar dan hanya menghasilkan pengeluaran energi yang sangat rendah.

2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Ketidakaktifan Fisik

Ada suatu pendekatan ekologis untuk memahami faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang, yang diasumsikan menjadi beberapa tingkatan pengaruh, antara lain individual, sosial, organisasi, lingkungan dan kebijakan. Salah satu hal yang paling penting adalah bagaimana memahami hal yang mendasari seseorang dalam berperilaku, dimana ditemukan terbagi menjadi konteks fisik dan konteks sosial.

(17)

Menurut Owen et al (2011) faktor yang mempengaruhi perilaku ketidakaktifan fisik antara lain :

1. Waktu luang (leisure time)

a. Lingkungan sekitar : kualitas walkability (kualitas untuk berjalan kaki, termasuk di dalamnya keamanan, menyenangkan, dan kenyamanan). Kenyamanan dapat dilihat dari banyaknya jumlah orang yang berjalan kaki bersamaan, ada atau tidaknya fasilitas untuk bersepeda di lingkungan tersebut, estetika dan keselamatan dalam berlalu lintas.

b. Lingkungan Rekreasi : tempat untuk duduk ditaman bermain, apakah taman didesain untuk bisa digunakan untuk duduk dan bersantai, dan tempat hiburan berbasis layar (bioskop, bermain video game dan dan online game). 2. Household (jenis pekerjaan rumah tangga)

Salah satunya adalah lingkungan rumah yang terdiri dari peralatan elektronik yang menggunakan remote kontrol, peralatan yang dapat menghemat tenaga seperti mesin cuci dan mesin pengering baju dan furnitur-furnitur yang nyaman yang digunakan untuk berbaring atau duduk.

3. Transportasi

a. Lingkungan Sekitar : kualitas walkability (kualitas untuk berjalan kaki, termasuk di dalamnya keamanan, menyenangkan, dan kenyamanan). Fasilitas parkir, transit untuk pengguna kedaraan umum, dan lalu lintas di kota.

b. Info-info yang dapat mengurangi perilaku ketidakaktifan fisik dalam transportasi : keberadaan rambu-rambu lalu lintas, iklan dan berita di radio atau media elektronik lainnya, spanduk-spanduk atau selebaran.

(18)

a. Lingkungan kerja : termasuk diantaranya furnitur yang ada dalam tempat kerja mendukung seseorang untuk berperilaku ketidakaktifan fisik, lingkungan walkability (lingkungan untuk berjalan kaki) di tempat kerja, desain bangunan di kantor, desain tangga, dan adanya akses bersepeda ke kantor atau tidak.

b. Lingkungan sekolah : termasuk didalamnya lingkungan walkability (lingkungan untuk berjalan kaki) di sekolah, Physical education program (pelajaran olahraga di sekolah), dan program untuk studi tur yang dilakukan oleh sekolah.

2.4.3 Pengaruh Tingkat Ketidakaktifan Fisik Terhadap Seseorang

Menurut British Heart Foundation National Centre (2012), perilaku ketidakaktifan fisik dapat meningkatkan beberapa resiko dalam kondisi kesehatan antara lain : Penyakit diabetes tipe 2, penyakit dari sistem kardiovaskuler seperti jantung dan pembuluh darah, sindrom metabolik tubuh, dan kematian yang disebabkan oleh kasus-kasus diatas. Ada bukti yang menunjukkan bahwa perilaku ketidakaktifan fisik menyebabkan peningkatan resiko jenis penyakit kanker tertentu, perilaku ketidakaktifan fisik juga mempunyai hubungan dengan resiko seseorang mengalami obesitas atau kenaikan berat badan, tetapi perilaku ketidakaktifan fisik memiliki efek negatif pada depresi dan kesehatan mental.

Sejalan dengan dampak yang dikemukakan British Heart Foundation National Centre, Katzmarzyk (2010) juga menyatakan bahwa perilaku ketidakaktifan fisik dapat menimbulkan dampak bagi kesehatan. Dampak bagi kesehatan antara lain : (1) sedentary behavior and mortality dimana perilaku

(19)

ketidakaktifan fisik dapat meyebabkan kematian, (2) Sedentary behavior and risk of chronic disease dimana perilaku ketidakaktifan fisik dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit kronis seperti obesitas, diabetes tipe 2, dan penyakit kardiovaskuler. (3) Sedentary behavior and chronic disease risk factors merupakan faktor-faktor objektif dari perilaku ketidakaktifan fisik yang menyebabkan penyakit kronis, contohnya perilaku menonton TV yang tinggi dapat mempengaruhi peningkatan resiko terkena obesitas.

2.5 Kerangka Berpikir

Jakarta merupakan ibukota negara Indonesia. Sebagai Ibukota negara, maka sudah tentu jika pusat semua segala aktivitas berada di kota Jakarta, baik itu pemerintahan, perekonomian, sosial, budaya, dan lain-lain. Sebagai pusat aktivitas semua kegiatan, masalah lalu lintas dan sistem transportasi akan selalu terkait dengan kota Jakarta. Salah satu masalah lalu lintas yang paling dirasakan pengaruhnya di Jakarta adalah kemacetan. Banyak faktor yang mempengaruhi kemacetan seperti pelanggaran rambu-rambu lalu lintas, banjir, tanah longsor, pekerjaan jalan, banyaknya penggunaan mobil dan lain-lain.

Banyaknya pengguna mobil pribadi merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kemacetan di kota Jakarta. Banyaknya penggunaan mobil pribadi ini antara lain disebabkan oleh enggannya pengguna mobil pribadi tersebut untuk menggunakan transportasi umum. Dalam 1 keluarga di Jakarta, dapat mempunyai 2 unit mobil atau lebih, dan meskipun sering dikatakan masyarakat Indonesia atau masyarakat Jakarta pada umumnya mempunyai status sosial ekonomi yang rendah, tetapi penjualan mobil tetap meingkat.

(20)

Hal-hal tersebut tidak di imbangi oleh pembangunan jalan raya yang dilakukan oleh pemerintah, karena keterbatasan lahan (Sunaryo, 2011).

Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi intensi pengguna mobil pribadi untuk beralih atau tidak beralih menggunakan transportasi umum. Menurut Bandura (1986), intensi adalah suatu kebulatan tekad untuk melakukan aktivitas tertentu atau menghasilkan suatu keadaan tertentu di masa depan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi intensi pengguna mobil pribadi untuk beralih ke transportasi umum terbagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor pendorong (internal) seseorang yang ingin beralih maupun tidak beralih menggunakan transportasi umum antara lain besar kecilnya pendapatan seseorang, makna mobil bagi dirinya, frustasinya mereka terhadap kemacetan jalan raya, situasi dilema personal, kepribadian dan tingkat ketidakaktifan fisik yang tinggi. Faktor daya tarik (eksternal) seseorang ingin beralih maupun tidak beralih menggunakan alat transportasi umum adalah akses yang mudah menggunakan transportasi umum, biaya yang dikeluarkan relatif lebih murah, peningkatan pelayanan menggunakan transportasi umum, rasa kurang aman, kurang nyaman, keterbatasan waktu, dan kelemahan pengguna mobil karena tidak mengenal rute jalan raya.

Dari beberapa faktor yang telah disebutkan diatas, peneliti fokus kepada sejumlah kecil faktor yaitu, situasi dilema personal, kepribadian lima faktor dan tingkat ketidakaktifan fisik. Selain berhubungan dengan bidang peneliti yaitu psikologi, situasi dilema personal, kepribadian dan tingkat ketidakaktifan fisik juga diduga sebagai faktor internal yang membuat seorang pengendara mobil pribadi enggan untuk beralih menggunakan alat transportasi umum.

(21)

Kepribadian lima faktor adalah jenis kepribadian yang dikembangkan oleh Costa dan McCrae mulai dari tahun 1985. Sesuai dengan namanya, ada 5 domain yang terdapat dalam kepribadian lima faktor, yaitu Agreeableness, Conscientiousness, Extraversion, Neuroticism, dan Opennes. Domain yang pertama adalah Agreeableness. Agreeableness merupakan tipe kepribadian dengan ciri-ciri mudah percaya, dermawan, toleran, peduli terhadap orang lain dan bersahabat. Dari ciri-ciri tersebut salah satu ciri dari kepribadian Agreeableness adalah bersahabat dan perduli terhadap orang lain, orang yang bersahabat dan perduli terhadap orang lain akan cenderung untuk mau menggunakan transportasi umum karena mereka sadar ketika menggunakan mobil pribadi akan menambah polusi dan tingkat kemacetan di jalan raya. Sehingga orang yang mempunyai skor tinggi pada tipe kepribadian ini diduga memiliki intensi untuk beralih menggunakan transportasi umum.

Domain kedua adalah Conscientiousness. Conscientiousness merupakan tipe kepribadian dengan ciri-ciri teliti, teratur, tepat waktu, dan pekerja keras. Dari ciri-ciri tersebut salah satu ciri dari kepribadian Conscientiousness adalah teratur dan tepat waktu. Keteraturan dan ketepatan waktu kendaraan umum di Jakarta masih sangat rendah, berbeda pada saat menggunakan mobil pribadi, pengendara mobil dapat memprediksi ketepatan waktu lebih cermat dibandingkan dengan menggantungkan waktu tempuh kepada transportasi umum. Sehingga orang yang mempunyai skor tinggi pada tipe kepribadian ini diduga mempunyai intensi untuk tidak menggunakan transportasi umum.

Domain ketiga adalah Extraversion. Extraversion merupakan tipe kepribadian dengan ciri-ciri mudah bergaul, senang berbicara dan bercerita, dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Dari ciri-ciri tersebut salah

(22)

satu ciri dari kepribadian Extraversion adalah mudah bergaul dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Karakteristik ini dapat membantu seseorang ketika akan menggunakan transportasi umum yang sedikit banyak memerlukan sosialisasi dengan orang lain. Sehingga tipe kepribadian ekstraversion diduga mempunyai peran untuk memprediksi intensi pengguna mobil pribadi untuk menggunakan transportasi umum.

Domain keempat adalah Neuroticism. Neuroticism merupakan tipe kepribadian dengan ciri-ciri penuh kecemasan, tempramental, emosional dan rentan terhadap stres. Dari ciri-ciri tersebut salah satu ciri dari neuroticism adalah emosional dan cemas. Ketika menggunakan kendaraan umum, mereka akan mengalami kecemasan akibat kekhawatiran dengan keamanan dan kenyamanan dalam transportasi umum tersebut. Sehingga orang yang mempunyai skor tinggi pada tipe kepribadian ini diduga mempunyai intensi untuk tidak menggunakan transportasi umum.

Domain yang kelima adalah Opennes. Opennes merupakan tipe kepribadian dengan ciri-ciri terbuka terhadap hal baru, imajinatif, kreatif, penasaran, dan variatif. Dari ciri-ciri tersebut, salah satu ciri dari Opennes adalah terbuka terhadap pengalaman baru, skor tinggi pada tipe kepribadian ini mendorong intensi pengguna mobil untuk mencoba hal baru yaitu menggunakan transportasi umum dibandingkan dengan terus menggunakan mobil pribadi.

Berikut ini adalah hasil-hasil penelitian yang menghubungkan kepribadian dengan intensi dalam berbagai ranah, antara lain : (1) menurut Zhao et al (2009) ada hubungan antara antara 4 dimensi dalam kepribadian lima faktor dengan intensi kewirausahaan, dengan nilai (multiple R = .36). (2) Wang et al (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dimensi kepribadian ekstraversion,

(23)

agreeableness, dan conscientiousness mempunyai hubungan positif terhadap intensi untuk berbagi pengetahuan, sedangkan dimensi opennes dan neuroticism mempunyai hubungan sebaliknya atau negatif. (3) menurut Wang (2010), dimensi conscientiousness dan extraversion dalam kepribadian lima faktor memiliki efek langsung dalam mempengaruhi kontinuitas intensi seseorang dalam menggunakan sistem informasi melalu pesan singkat dalam media onlline.

(4) Mayfield, Perdue & Wooten (2008) dalam penelitiannya antara kepribadian dan intensi berinvestasi menjelaskan bahwa kepribadian lima faktor dalam dimensi ekstraversion dan opennes menghasilkan intensi untuk berinvestasi jangka panjang sedangkan dimensi neuroticism menghasilkan intensi untuk berinvestasi jangka pendek. (5) menurut Lounsbury (2004), ada hubungan yang signifikan antara keempat dimensi kepribadian lima faktor yaitu ekstraversion, neuroticism, agreeableness, dan conscientiousness terhadap intensi penarikan diri dalam perkuliahan. Sedangkan dimensi opennes tidak secara signifikan berhubungan. (6) Hong & Kaur (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan antara kepribadian dengan intensi untuk meninggalkan perusahaan. Berdasarkan hasil-hasil penelitian diatas, terdapat konsistensi hasil yang menunjukkan adanya korelasi dan atau pengaruh kepribadian dengan / terhadap intensi. Dengan demikian peneliti membuat hipotesis yang menggunakan kepribadian sebagai prediktor intensi.

Faktor lainnya adalah tingkat ketidakaktifan fisik. Perilaku ketidakaktifan fisik adalah sebuah kegiatan yang dilakukan tanpa memerlukan tenaga fisik yang banyak (Macket & Brown, 2011). Menurut Ickes dan Sharma (2012), aktivitas fisik seseorang bisa memprediksi intensi perilakunya. Lebih jauh lagi menurut Popham dan Mitchell (2006), penggunaan mobil akan mengurangi aktivitas fisik

(24)

sehingga seseorang dan penggunaan transportasi umum dapat meningkatkan aktivits fisiknya. Sehingga seseorang dengan tingkat aktivitas rendah diduga mempunyai intensi untuk menggunakan mobil pribadi sedangkan seseorang dengan tingkat aktivitas tinggi diduga mempunyai intensi untuk menggunakan transportasi umum.

Dari apa yang telah dijelaskan diatas, dapat disimpulkan bahwa kepribadian lima faktor dan tingkat ketidakaktifan fisik berperan terhadap intensi pengguna mobil untuk beralih maupun tidak beralih menggunakan transportasi umum. Intensi seseorang untuk beralih atau tidak, juga dipengaruhi oleh situasi-situasi tertentu, seperti situasi-situasi dilema personal. Menurut Boyd (1991), dilema personal adalah situasi dimana seseorang menghadapi pilihan yang sulit yang belum terselesaikan sebagai bagian dari perjalanan hidup mereka.

Situasi dilema personal yang diduga menjadi faktor yang memprediksi intensi mahasiswa pengguna mobil pribadi untuk menggunakan maupun tidak menggunakan alat transportasi umum antara lain adalah gabungan dari segi waktu, biaya, keamanan, kenyamanan, prestis, dan ego/empati. Situasi-situasi yang membuat pengguna mobil pribadi sulit untuk memilih adalah ketika mereka menemukan ada beberapa situasi yang negatif dan positif mereka dapat secara bersama-sama, sehingga mengaharuskan mereka untuk memilih salah satu pilihan yang menurut mereka terbaik.

Manusia merupakan makhluk sosial, sehingga keputusan yang dibuat seseorang sedikit banyak berpengaruh dan dipengaruhi oleh orang lain. Situasi dilema personal dari segi waktu ketika semakin banyak orang yang menggunakan mobil pribadi, kondisi jalanan akan semakin padat dan

(25)

menyebabkan kemacetan, sehingga waktu tempuh yang dibutuhkan akan semakin lama. Hal tersebut juga membuat biaya yang dikeluarkan oleh pengguna mobil akan semakin besar dari borosnya bahan bakar yang digunakan dan perawatan secara berkala mobil itu sendiri.

Dari segi kemanan, semakin banyak pengguna mobil pribadi, maka keamanan lebih meningkat karena berkurangnya tingkat kejahatan yang sering kali terjadi saat menggunakan transportasi umum. Dari segi kenyamanan, secara personal pengguna mobil pribadi akan merasa lebih nyaman dibandingkan dengan pengguna transportasi umum tetapi jika semakin banyak orang yang menggunakan mobil pribadi maka kenyamanan seseorang akan semakin berkurang disebabkan oleh beberapa hal, seperti kemacetan, susahnya mendapatkan parkir, mengantri ketika masuk atau keluar gedung, dan lain-lain.

Pengguna mobil pribadi pada dasarnya mempunyai prestis yang lebih tinggi dari pengguna transportasi umum, tetapi ketika semakin banyak orang menggunakan mobil pribadi, maka prestis tersebut juga akan berkurang dikarenakan pengguna mobil tidak lagi dianggap sebagai suatu hal yang istimewa. Dari segi empati atau ego, semakin banyak pengguna mobil pribadi, maka kondisi lalu lintas semakin tidak kondusif sehingga menyebabkan seseorang lebih mementingkan kepentingan dirinya sendiri dibandingkan dengan orang lain.

Berdasarkan apa yang telah dijelaskan diatas, maka bagan kerangka berfikir dari penelitian ini adalah :

(26)

Situasi Dilema Personal

Level Of Sedentary Behavior

Intensi Pengguna Mobil Pribadi Untuk Pindah Menggunakan Alat Transportasi Umum Agreeableness Conscientiousness Extraversion Neuroticism Opennes

(27)

Referensi

Dokumen terkait

Dapat menjadi sumber ilmu tambahan untuk berbagai pihak misalnya Aparatur penegak hukum seperti Polisi, Hakim, dan Jaksa yang mengawal jalannya penyelesaian kasus-kasus

Departemen Agama Repub lik Indonesia , selanjutnya di sebut sebagai DEPAG, Dan Yayasan Makkah Almukarramah yang didi rikan dengan keputusan Menteri Dalam Negeri

Melaksanakan  Algoritma  berarti  mengerjakan  langkah‐langkah  di  dalam  Algoritma  tersebut.  Pemroses  mengerjakan  proses  sesuai  dengan  algoritma  yang 

LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat) adalah sebuah unit kegiatan yang berfungsi mengelola semua kegiatan penelitian dan pengabdian kepada

diibaratkan seperti teknologi penginderaan jarak jauh menggunakan citra satelit yang digunakan untuk mendeteksi potensi sumber daya alam di suatu titik lokasi,

 Contoh kalimat tanya tersamar dalam kehidupan sehari- hari  Santun dalam bertanya sesuai dengan situasi komunikasi  Santun dan lugas dalam bertanya sesuai dengan situasi

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang memiliki percaya diri tinggi memperoleh keterampilan proses sains biologi siswa lebih baik dengan skor 118,3

Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian pada iklan Global Petro America, maka dapat diambil kesimpulan bahwa iklan ini ingin menyampaikan pesan kepada khalayak luas yaitu