• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAGIAN I PENDAHULUAN. menunjukkan keragaman, baik format maupun urutan penulisannya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAGIAN I PENDAHULUAN. menunjukkan keragaman, baik format maupun urutan penulisannya."

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

BAGIAN I PENDAHULUAN

1.1 Pengantar

Bagi mahasiswa D3 bidang kesehatan yang akan mengakhiri studi diwajibkan menulis thesis, skripsi atau karya tulis ilmiah (KTI) sesuai dengan standar penulisan ilmiah, walaupun sebenarnya penulisan karya ilmiah itu menunjukkan keragaman, baik format maupun urutan penulisannya.

Karya ilmiah merupakan karya berupa tulisan yang bersifat ilmiah. KBI (2001) menyebutkan karya artinya ciptaan (terutama hasil karangan) dan ilmiah artinya memenuhi syarat-syarat ilmu pengetahuan. Brotowijoyo (1985) menyebutkannya sebagai karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar. Jadi karya ilmiah harus ditulis secara jujur dan memenuhi syarat-syarat ilmu pengetahuan.

Dengan demikian, karya tulis ilmiah (KTI) mahasiswa Program D-III dapat berupa hasil penelitian yang dilaksanakan secara empiris (turun ke lapangan) atau hasil kajian pustaka (sekunder) berdasarkan referensi-referensi yang mutakhir.

Karya tulis ilmiah (KTI) adalah karya ilmiah yang ditulis mahasiswa jenjang D-III untuk melengkapi persyaratan program studi untuk memperoleh gelar Ahli Madya Kebidanan.

(2)

1.2 Syarat-syarat yang Harus Dipenuhi

Mahasiswa yang hendak menulis karya tulis ilmiah (KTI) sebagai karya untuk mengakhiri studi pada jenjang D-III Kebidanan dipersyaratkan:

1. Duduk di Semester 6 mahasiswa D-III Kebidanan.

2. Telah mengikuti mata kuliah metode penelitian (Metopel).

1.3 Pengajuan Tugas Karya Ilmiah

1. Mahasiswa wajib mengajukan 3 (tiga) judul kepada pembimbing yang telah ditunjuk atau Penanggung jawab KTI atau dosen Metode Penelitian.

2. Pembimbing memilih salah satu judul mahasiswa yang diajukan sebagai tugas akhir dalam bentuk karya tulis ilmiah.

3. Judul yang telah disetujui segera dilaporkan ke bagian Pendidikan. 4. Melaksanakan bimbingan KTI dengan pembagian metode penelitian

diajukan kepada Pembimbing I dan hasil penelitian kepada pembimbing II.

5. Apabila KTI telah selesai, segera dilaporkan kepada bagian pendidikan untuk diajukan mengikuti ujian akhir (ujian akhir mempertahankan KTI-nya).

6. KTI yang telah siap untuk ujian akhir harus membubuhkan tanda tangan pembimbing dan Pimpinan Perguruan Tinggi.

(3)

7. Untuk menghadapi ujian akhir, KTI diperbanyak sebanyak 3 rangkap dan diserahkan kepada penguji paling lambat 1 hari sebelum ujian KTI berlangsung.

8. Setelah ujian selesai dan KTI telah disetujui dan telah dinyatakan lulus, mahasiswa wajib mencetaknya dengan luks dan diperbanyak 6 rangkap dan diserahkan kepada bagian pendidikan sebanyak 1 rangkap beserta 1 CD (Softcopy), perpustakaan 1 rangkap, tempat penelitian 1 rangkap, pembimbing 1 dan 2 masing-masing 1 rangkap, dan mahasiswa 1 rangkap. Tesis/ Skripsi/ KTI tersebut diserahkan paling lambat 2 minggu setelah ujian KTI selesai.

(4)

BAGIAN II

LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN KARYA ILMIAH

Dalam upaya memudahkan mahasiswa dalam menulis karya tulis ilmiah, diketengahkan urutan langkah-langkah penyusunan karya tulis ilmiah mahasiswa sebagai berikut:

2.1 Menemukan Masalah yang Akan Diteliti atau Ditulis

Masalah penelitian adalah sesuatu yang belum diketahui jawabannya, baik yang bersifat praktis maupun yang bersifat teoritis. Masalah adalah setiap kesulitan yang menggerakkan penulis untuk menelitinya. Suatu masalah hendaknya memenuhi empat syarat: (1) dapat diteliti, (2) mempunyai sumbangan kepada ilmu pengetahuan, (3) asli, dan (4) layak (Huda, 2004). Dapat diteliti artinya bahwa masalah itu dapat dijawab dengan data empiris melalui penelitian. Data itu dapat ditemukan dan dapat dicari serta sampel data tersebut dapat diperloleh. Mempunyai sumbangan kepada ilmu pengetahuan artinya hasil penelitian dapat menambah wawasan keilmuan pada bidang ilmu yang ditekuni. Untuk menentukan apakah topik atau masalah yang diteliti cukup pantas untuk ditulis dapat ditanyakan kepada orang yang berwenang (Dosen Pembimbing, Ka Prodi, Pimpinan Perguruan Tinggi).

Permasalahan yang dapat diangkat sebagai latar belakang penelitian dapat dikelompokkan atas 2 (dua):

1. Masalah Real; yaitu permasalahan yang telah terjadi dan perlu penanganan dengan segera.

(5)

2. Masalah Latent; yaitu permasalahan yang belum terjadi, namun bila tidak segera ditangani (dibiarkan) dapat berkembang menjadi masalah Real. Contoh masalah Real: Kejadian Diare, Kasus Flu burung, Gizi buruk, dll. Contoh masalah Latent: Lingkungan (masalah sanitasi) yang kotor, peternakan ayam dekat dengan tempat tinggal, dan pengetahuan ibu yang rendah tentang gizi.

Pada penelitian ilmiah Masalah Latent akan membentuk kelompok variabel bebas / variabel yang mempengaruhi (Independent Variable), sedangkan Masalah Real akan membentuk variabel terikat / variabel yang dipengaruhi (Dependent Variable).

Masalah yang asli adalah sesuatu masalah yang ditemukan sendiri oleh peneliti. Masalah yang asli ini dapat ditemukan setelah membaca buku, hasil penelitian, atau menelaah bahan-bahan yang relevan. Dengan pengalaman ini, dia akan menemukan sesuatu yang belum diketahui jawabannya. Tapi ada kalanya, peneliti hanya melakukan penelitian ulangan (replikasi). Penelitian replikasi diperbolehkan untuk dilakukan. Replikasi tidak harus sama persis dalam segala hal. Penelitian replikasi adalah penelitian yang menguji hasil penelitian sebelumnya. Apakah dengan instrumen atau responden yang berbeda akan menghasilkan temuan yang sama?

Kelayakan adalah suatu syarat yang sangat penting dalam penulisan karya tulis ilmiah. Kelayakan erat kaitannya dengan penggunaan waktu, tenaga dan sarana yang ada, serta biaya yang diperlukan.

(6)

2.2 Menetapkan Judul Karya Tulis Ilmiah

Setelah masalah penelitian teridentifikasi dan dipahami, maka langkah selanjutnya adalah merumuskan judul penelitian atau judul karya tulis ilmiah. Judul hendaknya menggambarkan penelitian yang akan dilakukan. Jumlah baris dalam judul tidak lebih dari 4 (empat) baris. Diketik seluruhnya dalam huruf besar dan disusun secara ekspresif dalam kalimat tunggal dan majemuk sederhana, singkat dan cukup spesifik. Kata-kata seperti ―penelitian tentang‘ dan ―studi tentang‖ dihindari karena berlebihan.

Contoh-contoh judul KTI yang telah diuji:

1. GAMBARAN KASUS TINDAKAN EPISIOTOMI DI RSU DR. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2011.

2. PENGETAHUAN DAN SIKAP BIDAN TERHADAP PELAKSANAAN KOMUNIKASI THERAPEUTIK PADA IBU NIFAS DI RSU ADAM MALIK MEDAN.

3. HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN AKSEPTOR KB DENGAN KEMANDIRIAN DALAM MELAKSANAKAN PROGRAM KB DI DESA PAYA BAKUNG KECAMATAN HAMPARAN PERAK.

4. PENGETAHUAN IBU POST PARTUM TENTANG PERAWATAN TALI PUSAT PADA BAYI BARU LAHIR DI KLINIK NURHALMA MEDAN TAHUN 2011.

(7)

BAGIAN III

KAIDAH PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH

Karya tulis ilmiah mahasiswa harus dikemas sedemikian rupa dan ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar serta mengikuti kerangka pikir yang logis dan jelas.

Penulisan karya ilmiah harus mengikuti acuan yang baku. Setiap perguruan tinggi memiliki standard acuan tersendiri. Di sini penulis akan memberikan standard acuan penulisan karya ilmiah yang dapat digunakan mahasiswa untuk menyusun sebuah karya ilmiah yang baik.

3.1 Format dan Isi KTI

Setiap karya tulis ilmiah (KTI) mahasiswa ditulis dengan format dan isi. Format diartikan sebagai bentuk, susunan, atau organisasi suatu laporan. Dalam penulisan laporan karya tulis ilmiah terdapat dua format, yaitu format bebas dan format bebas. Dalam format bebas tidak terdapat batasan jumlah bab dan isi masing-masing bab. Biasanya Bab pertama membahas latar belakang masalah disertai tinjauan pustaka, dan penelitian yang terdahulu dalam kaitannya dengan masalah yang diteliti serta membahas metode penelitian yang dipakai. Bab-bab selanjutnya memaparkan hasil-hasil penelitian.

Pada laporan format tetap, jumlah bab dan isi bab-bab mengikuti aturan tertentu. Jumlah bab berkisar antara 5 dan 6. Bila jumlah bab ada lima, topik-topik pembahasan adalah sebagai berikut: (1) Pendahuluan, (2)

(8)

Pembahasan, dan (5) Kesimpulan dan Saran. Kemudian, bagian-bagian pendahuluan berisi (1) Halaman Judul, (2) Lembar Persetujuan, (3) Lembar Pengesahan, (4) Abstrak, (5) Daftar isi, (6) Daftar Tabel, dan (7) Daftar Gambar. Sedangkan Daftar lampiran berisi (1) Instrumen Penelitian, (2) Hasil Perhitungan Statistik, dan (3) Daftar Riwayat Penulis. Berikut ini adalah outline dan uraian masing-masing topik Karya Ilmiah:

(9)

BAGIAN IV

OUTLINE DAN URAIAN TOPIK KTI:

LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR

ABSTRAK DALAM BAHASA INDONESIA ABSTRAK DALAM BAHASA INGGRIS DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Masalah terbagi dalam dua kategori: masalah Laten dan Masalah Riil. Masalah Laten adalah masalah yang belum muncul kepermukaan. Sementara masalah Riil adalah permasalahan yang benar-benar sudah terjadi di suatu Lokus.

Latar belakang masalah merupakan bagian yang berisi hal-hal yang melatarbelakangi masalah penelitian. Bagian ini mengantarkan pembaca kepada masalah penelitian. Pada bagian ini dipaparkan konsep masalah yang diteliti dan argumentasi pentingnya penelitian. Pada bagian ini juga dipaparkan kenyataan yang ada yang tidak sesuai dengan harapan atau teori yang ada. Peneliti diperkenankan memilih antara masalah Laten maupun Riil

(10)

.

Latar belakang masalah harus dibuat dalam model Piramida Terbalik, di mana permasalahan yang memiliki ruang lingkup paling besar ditempatkan paling atas dan seterusnya sampai ke permasalahan yang ada pada Lokus, misalnya: Permasalahan Busung Lapar di Indonesia, kemudian di Propinsi Sumatera Utara, kemudian di Kabupaten Deli Serdang, kemudian di Puskesmas Galang.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah adalah pertanyaan-pertanyaan yang hendak dicari jawabannya melalui penelitian. Rumusan masalah biasanya ditulis dalam kalimat pertanyaan yang disusun dengan jelas dan tidak membingungkan; namun tidak boleh menggunakan tanda tanya. Dengan pertanyaan yang jelas akan mudah mengidentifikasikan variabel-variabel apa yang ada dalam pertanyaan penelitian tersebut. Ada beberapa hal yang dapat diperhatikan dalam merumuskan masalah penelitian, antara lain:

1. Rumusan masalah hendaknya singkat dan bermakna. Hindari rumusan masalah yang bersifat mendua.

2. Rumusan masalah hendaknya dalam bentuk kalimat tanya. 3. Rumusan masalah hendaknya jelas dan konkrit.

4. Rumusan masalah hendaknya dirumuskan secara operasional

5. Rumusan masalah hendaknya mampu memberi petunjuk tentang kemungkinan yang dapat dilakukan dalam pengumpulan data.

(11)

6. Perumusan masalah hendaknya dibatasi ruang lingkupnya, sehingga memungkinkan penarikan kesimpulan yang tegas.

Beberapa contoh rumusan masalah dapat dilihat berikut:

a. Bagaimanakah penguasaan ibu hamil tentang hyperemesis gravidarum di klinik Bersalin Elli Medan tahun 2011 (satu variabel)

b. Apa saja faktor-faktor penghambat pelaksanaan Imunisasi di Kelurahan Helvetia (satu variabel)

c. Apakah ada hubungan positif antara tingkat pendidikan ibu hamil dengan frekuensi pemeriksaan kehamilan selama masa kehamilannya (dua variabel)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dirumuskan dalam bentuk apa yang dicari, yaitu jawaban masalah penelitian. Tujuan penelitian mengacu kepada rumusan masalah. Misalnya untuk masalah penelitian di atas, rumusan tujuan dapat berbunyi sebagai berikut:

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penguasaan ibu hamil tentang hyperemisis gravidarum di klinik Bersalin Elli Medan tahun 2008.

2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penghambat pelaksanaan Imunisasi di Kelurahan Helvetia.

(12)

3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan ibu hamil dengan frekuensi pemeriksaan kehamilan selama masa kehamilannya.

Tujuan penelitian bila perlu dapat dibagi menjadi 2 (dua); yaitu: Tujuan Umum dan Tujuan Khusus seperti contoh di bawah:

Tujuan Umum

Untuk Mengetahui Pengaruh Karakteristik Ibu Balita Terhadap Pemberian Imunisasi di Desa Teluk Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat 2010.

Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan ibu balita terhadap pemberian imunisasi dasar.

2. Untuk mengetahui pengaruh umur ibu balita terhadap pemberian imunisasi dasar.

3. Untuk mengetahui pengaruh pekerjaan ibu balita terhadap pemberian imunisasi dasar.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dapat ditinjau dari segi praktis dan teoritis. Dari segi teoritis dimaksudkan untuk mengembangkan suatu teori, apakah untuk menguatkan atau melemahkan teori. Tidak semua penelitian mempunyai manfaat teoritis. Dari segi praktis, manfaat penelitian dimaksudkan untuk praktek lapangan. Dalam contoh di atas, misalnya hasil penelitian dapat digunakan untuk menambah materi kurikulum AKBID tentang pentingnya pemeriksaan ibu hamil secara terjadwal.

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, tinjauan pustaka tetap dianggap perlu, sepanjang sumber penunjang teorinya relevan dengan masalah yang akan diteliti. Dalam tinjauan pustaka hendaknya penulis selektif, komparatif, dan analisis memilih bahan pustaka sebagai penunjang atau teori dalam menjelaskan permasalahan karya ilmiah yang ditulis. Sikap selektif berarti semua bahan yang dihimpun dan digali informasinya, akhirnya dipilih yang paling tinggi relevansinya dengan penelitian yang dilakukukan. Sikap komparatif berarti pembandingan antar bahan rujukan dilakukan untuk melihat kekuatan dan kelemahan masing-masing pendapat para ahli. Sikap analisis berarti penganalisisan berbagai teori atau pendapat dilakukan untuk mendapat suatu ramuan baru dalam rangka menunjang hipotesis yang dianut.

Tinjauan Pustaka mempunyai arti: peninjauan kembali pustaka- pustaka yang terkait (review of related literature ). Sesuai dengan arti tersebut, suatu tinjauan pustaka berfungsi sebagai peninjauan kembali (review) pustaka (laporan penelitian, dan sebagainya) tentang masalah yang berkaitan—tidak selalu harus tepat identik dengan bidang permasalahan yang dihadapi— tetapi termasuk pula yang seiring dan berkaitan (collateral). Fungsi peninjauan kembali pustaka yang berkaitan merupakan hal yang mendasar dalam penelitian, seperti dinyatakan oleh Leedy (1997) bahwa semakin banyak seorang peneliti mengetahui, mengenal dan memahami tentang penelitian- penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya (yang berkaitan erat dengan topik penelitiannya), semakin dapat dipertanggung jawabkan

(14)

Walaupun demikian, sebagian penulis (usulan penelitian atau karya tulis) menganggap tinjauan pustaka merupakan bagian yang tidak penting sehingga ditulis ―asal ada‖ saja atau hanya untuk sekedar membuktikan bahwa penelitian (yang diusulkan) belum pernah dilakukan sebelumnya. Pembuktian keaslian penelitian tersebut sebenarnya hanyalah salah satu dari beberapa kegunaan tinjauan pustaka. Kelemahan lain yang sering pula dijumpai adalah dalam penyusunan, penstrukturan atau pengorganisasian tinjauan pustaka. Banyak penulisan tinjauan pustaka yang mirip resensi buku (dibahas buku per buku, tanpa ada kaitan yang bersistem) atau mirip daftar pustaka (hanya menyebutkan siapa penulisnya dan di pustaka mana ditulis, tanpa membahas apa yang ditulis).

Berdasar kelemahan- kelemahan yang sering dijumpai di atas, tulisan ini berusaha untuk memberikan kesegaran pengetahuan tentang cara-cara penulisan tinjauan pustaka yang lazim dilakukan. Cakupan tulisan ini meliputi empat hal, yaitu: (a) kegunaan, (b) organisasi tinjauan pustaka, (c) kaitan tinjauan pustaka dengan daftar pustaka, dan (d) cara pencarian bahan- bahan pustaka, terutama dengan memanfaatkan teknologi informasi.

Kegunaan Tinjauan Pustaka

Leedy (1997) menerangkan bahwa suatu tinjauan pustaka mempunyai kegunaan untuk:

(1) Mengungkapkan penelitian-penelitian yang serupa dengan penelitian yang (akan) kita lakukan; dalam hal ini, diperlihatkan pula cara penelitian-penelitian tersebut menjawab permasalahan dan merancang metode penelitiannya;

(15)

(2) Membantu memberi gambaran tentang metoda dan teknik yang dipakai dalam penelitian yang mempunyai permasalahan serupa atau mirip penelitian yang kita hadapi;

(3) Mengungkapkan sumber-sumber data (atau judul- judul pustaka yang berkaitan) yang mungkin belum kita ketahui sebelumnya;

(4) Mengenal peneliti- peneliti yang karyanya penting dalam permasalahan yang kita hadapi (yang mungkin dapat dijadikan nara sumber atau dapat ditelusuri karya - karya tulisnya yang lain— yang mungkin terkait);

(5) Memperlihatkan kedudukan penelitian yang (akan) kita lakukan dalam sejarah perkembangan dan konteks ilmu pengetahuan atau teori tempat penelitian ini berada;

(6) Menungkapkan ide- ide dan pendekatan-pendekatan yang mungkin belum kita kenal sebelumya;

(7) Membuktikan keaslian penelitian (bahwa penelitian yang kita lakukan berbeda dengan penelitian- penelitian sebelumnya); dan

(8) Mampu menambah percaya diri kita pada topik yang kita pilih karena telah ada pihak- pihak lain yang sebelumnya juga tertarik pada topik tersebut dan mereka telah mencurahkan tenaga, waktu dan biaya untuk meneliti topik tersebut.

Dalam penjelasan yang hampir serupa, Castetter dan Heisler (1984) menerangkan bahwa tinjauan pustaka mempunyai enam kegunaan, yaitu:

(16)

(3) mendalami landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan; (4) mengkaji kelebihan dan kekurangan hasil penelitian terdahulu; (5) menghindari duplikasi penelitian; dan

(6) menunjang perumusan permasalahan.

Karena penjelasan Castetter dan Heisler di atas lebih jelas, maka pembahasan lebih lanjut tentang kegunaan tinjauan pustaka dalam tulisan ini mengacu pada penjelasan mereka. Satu persatu kegunaan (yang saling kait mengkait) tersebut dibahas dalam bagian berikut ini.

Kegunaan 1: Mengkaji sejarah permasalahan

Sejarah permasalahan meliputi perkembangan permasalahan dan perkembangan penelitian atas permasalahan tersebut. Pengkajian terhadap perkembangan permasalahan secara kronologis sejak permasalahan tersebut timbul sampai pada keadaan yang dilihat kini akan memberi gambaran yang lebih jelas tentang perkembangan materi permasalahan (tinjauan dari waktu ke waktu: berkurang atau bertambah parah; apa penyebabnya). Mungkin saja, tinjauan seperti ini mirip dengan bagian ―Latar belakang permasalahan‖ yang biasanya ditulis di bagian depan suatu usulan penelitian. Bedanya: dalam tinjauan pustaka, kajian selalu mengacu pada pustaka yang ada.

Pengkajian kronologis atas penelitian–penelitian yang pernah dilakukan ataspermasalahan akan membantu memberi gambaran tentang apa yang telah dilakukan oleh peneliti- peneliti lain dalam permasalahan

(17)

tersebut. Gambaran bermanfaat terutama tentang pendekatan yang dipakai dan hasil yang didapat.

Kegunaan 2: Membantu pemilihan prosedur penelitian

Dalam merancang prosedur penelitian (research design), banyak untungnya untuk mengkaji prosedur - prosedur (atau pendekatan) yang pernah dipakai oleh peneliti-peneliti terdahulu dalam meneliti permasalahan yang hampir serupa. Pengkajian meliputi kelebihan dan kelemahan prosedur - prosedur yang dipakai dalam menjawab permasalahan. Dengan mengetahui kelebihan dan kelemahan prosedur - prosedur tersebut, kemudian dapat dipilih, diadakan penyesuaian, dan dirancang suatu prosedur yang cocok untuk penelitian yang dihadapi.

Kegunaan 3: Mendalami landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan

Salah satu karakteristik penelitian adalah kegiatan yang dilakukan haruslah berada pada konteks ilmu pengetahuan atau teori yang ada. Pengkajian pustaka, dalam hal ini, akan berguna bagi pendalaman pengetahuan seutuhnya (unified explanation) tentang teori atau bidang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan permasalahan. Pengenalan teori-teori yang tercakup dalam bidang atau area permasalahan diperlukan untuk merumuskan landasan teori sebagai basis perumusan hipotesa atau keterangan empiris yang diharapkan.

Kegunaan 4: Mengkaji kelebihan dan kekurangan hasil penelitian terdahulu

(18)

penelitian ini bersumber pada pengkajian terhadap penelitian- penelitian yang pernah dilakukan. Bukti yang dicari bisa saja berupa kenyataan bahwa belum pernah ada penelitian yang dilakukan dalam permasalahan itu, atau hasil penelitian yang pernah ada belum mantap atau masih mengandung kesalahan atau kekurangan dalam beberapa hal dan perlu diulangi atau dilengkapi.

Dalam penelitian yang akan dihadapi sering diperlukan pengacuan terhadap prosedur dan hasil penelitian yang pernah ada (lihat kegunaan 2). Kehati-hatian perlu ada dalam pengacuan tersebut. Suatu penelitian mempunyai lingkup keterbatasan serta kelebihan dan kekurangan. Evaluasi yang tajam terhadap kelebihan dan kelemahan tersebut akan berguna terutama dalam memahami tingkat kepercayaan (level of significance ) hal- hal yang diacu. Perlu dikaji dalam penelitian yang dievaluasi apakah temuan dan kesimpulan berada di luar lingkup penelitian atau temuan tersebut mempunyai dasar yang sangat lemah. Evaluasi ini menghasilkan penggolongan pustaka ke dalam dua kelompok:

1. Kelompok Pustaka Utama (Significant literature); dan 2. Kelompok Pustaka Penunjang (Collateral Literature).

Kegunaan 5: Menghindari duplikasi penelitian

Kegunaan yang kelima ini, agar tidak terjadi duplikasi penelitian, sangat jelas maksudnya. Masalahanya, tidak semua hasil penelitian dilaporkan secara luas. Dengan demikian, publikasi atau seminar atau jaringan informasi tentang hasil- hasil penelitian sangat penting. Dalam hal ini, peneliti perlu mengetahui sumber- sumber informasi pustaka dan mempunyai hubungan (access)

(19)

dengan sumber-sumber tersebut. Tinjauan pustaka, berkaitan dengan hal ini, berguna untuk membeberkan seluruh pengetahuan yang ada sampai saat ini berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi (sehingga dapat menyakinkan bahwa tidak terjadi duplikasi). Tinjauan pustaka (referensi) seharusnya tidak boleh berusia lebih dari 5 tahun terhitung dimulainya penelitian, kecuali text book atau referensi lain yang memang masih diakui.

Kegunaan 6: Menunjang perumusan permasalahan

Kegunaan yang keenam dan taktis ini berkaitan dengan perumusan permasalahan. Pengkajian pustaka yang meluas (tapi tajam), komprehe nsif dan bersistem, pada akhirnya harus diakhiri dengan suatu kesimpulan yang memuat permasalahan apa yang tersisa, yang memerlukan penelitian; yang membedakan penelitian yang diusulkan dengan penelitian- penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Dalam kesimpulan tersebut, rumusan permasalahan ditunjang kemantapannya (justified). Pada beberapa formulir usulan penelitian (seperti misalnya pada formulir

Kaitan Tinjauan Pustaka dengan Daftar Pustaka

Di bagian awal tulisan in telah disebutkan bahwa sering terdapat penulisan tinjauan pustaka yang mirip daftar pustaka. Misal: ―Tentang hal A dibahas oleh si H dalam buku . . . , si B dalam buku . . . ; sedangkan tentang hal J diterangkan oleh si P dalam buku . .. . . . ―. Peninjauan seperti ini biasanya tidak menyebutkan apa yang dijelaskan oleh masing- masing pustaka

(20)

buku, yang seringkali tidak hanya sekali, tidak efisien dan menyaingi tugas daftar pustaka. Dalam tulisan ini, cara peninjauan seperti itu tidak disarankan.

Pengacuan pustaka dalam tinjauan pustaka dapat dilakukan dengan cara yang bermacam-macam, antara lain: penulisan catatan kaki, dan penulisan nama pengarang dan tahun saja. Setiap cara mempunyai kelebihan dan kekurangan; tapi peninjauan tentang kelebihan dan kekurangan tersebut di luar lingkup tulisan ini. Dalam tulisan ini hanya akan dibahas pemakaian cara penulisan nama akhir pengarang dan tahun penerbitan (dan sering ditambah dengan nomor halaman). Misalnya: Dalam hal organisasi tinjauan pustaka, Castetter dah Heisler (1984) menyarankan tentang bagian- bagian tinjauan pustaka, yang meliputi: (1) pendahuluan, (2) pembahasan, dan (3) kesimpulan. Pengacuan cara di atas mempunyai kaitan erat dengan cara penulisan daftar pustaka. Penulisan daftar pustaka umumnya tersusun menurut abjad nama akhir penulis; dengan format: nama penulis, tahun penerbitan dan seterusnya. Susunan dan format daftar pustaka tersebut memudahkan untuk membaca informasi yang lengkap tentang yang diacu dalam tinjauan pustaka. Misal, dalam tinjauan pustaka:

―. . . Mittra (1986) . . . .‖ Dalam daftar pustaka,

tertulis:

Mittra, S. S., 1996, Decision Support System: Tools and Techniques, John Wiley & Sons, New York, N. Y.

(21)

tulisannya, semuanya ditulis dalam daftar pustaka. Maksud yang baik ini sebaiknya ditunjukan dengan membahas dan mengemukakan secara jelas (menurut atur an pengacuan) apa yang diacu dari pustaka- pustaka tersebut dalam tulisannya. Tentunya hal yang sebaliknya, yaitu menyebut nama pengarang yang diacu dalam tinjauan pustaka tanpa menuliskannya dalam daftar pustaka (karena lupa) tidak perlu terjadi.

Berikut Adalah Susunan Dari BAB-II: 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Pada bagian ini peneliti dapat memasukkan berbagai referensi dari peneliti terdahulu yang dapat mendukung tujuan dari penelitian. Tidak ada keharusan mengenai batasan minimal jumlah peneliti terdahulu.

2.2 Landasan Teori

Penelitian kuantitatif membutuhkan teori untuk melakukan verifikasi yang dibangun melalui hipotesa. Oleh sebab itu peneliti harus mencantumkan teori yang akan diambil sebagai variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable).

Misalnya untuk melakukan penelitian tentang motivasi, maka peneliti harus mencantumkan teori motivasi yang menjadi landasan penelitiannya, misalnya teori Hertzberg (1966). Menurut Herzberg (1966), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya faktor higiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik).

(22)

2.3 Kerangka Konsep

Pada dasarnya kerangka pemikiran diturunkan dari (beberapa) konsep/teori yang relevan dengan masalah yang diteliti, sehingga memunculkan asumsi-asumsi dan/atau proposisi, yang dapat ditampilkan dalam bentuk bagan alur pemikiran, yang kemudian kalau mungkin dapat dirumuskan ke dalam hipotesis operasional atau hipotesis yang dapat diuji.

Kerangka konsep adalah alur penelitian yang memperlihatkan variable-variabel yang mempengaruhi dan yang dipengaruhi. Atau dengan kata lain dalam kerangka konsep akan terlihat faktor-faktor yang terdapat dalam variabel penelitian.

Contoh

Judul: Gambaran Pengetahuan Ibu Post Partum Tentang Perawatan Perineum

Judul: Hubungan Karakteristik Ibu Primigravida Dengan Pengetahuan Ibu Tentang Hyperemesis Gravidarum (Studi Korelasi) :

Gambaran Pengetahuan Ibu Post Partum Tentang Perawatan Perineum :  Baik  Cukup  Kurang Karakteristik Ibu Primigravida : 1. Umur 2. Pekerjaan 3. Pendidikan 4. Sumber Informasi Pengetahuan Ibu Primigravida Tentang Hypeemesis Gravidarum

(23)

Contoh lain: Judul: Pengaruh Variabel Bebas Terhadap Kualitas Pelayanan Keperawatan

Contoh Kerangka konsep Penelitian Perbandingan

2.4 Hipotesis

Hipotesis merupakan prediksi mengenai kemungkinan hasil dari suatu kemungkinan hasil dari suatu penelitian. Hipotesis merupakan jawaban yang sifatnya sementara terhadap permasalahan yang diajukan dalam penelitian. Tidak semua penelitian memunculkan hipotesis secara eksplisit dirumuskan.

Berpengaruh baik secara parsial maupun berganda terhadap Siklus Haid

Tidak berpengaruh baik secara parsial maupun berganda terhadap Siklus Haid

Data Ibu Pengguna Kontrasepsi Suntik DEPO

(Jan 2009 – Juni 2009)

Data Ibu Pengguna Kontrasepsi Suntik CYCLO

(Jan 2009 – Juni 2009)

Motivasi Intrinsik : 1. Pekerjaan itu sendiri 2. Kemajuan

3. Tanggung jawab 4. Pengakuan 5. Pencapaian

Kualitas Pelayan Keperawatan: 1. Kehandalan 2. Daya tanggap 3. Jaminan 4. Bukti lansung 5. Empati Motivasi Ekstrinsik : 1. Administrasi &kebijakan 2. Penyeliaan 3. Gaji

4. Hubungan antar pribadi

(24)

Biasanya dalam penelitian kuantitatif yang melibatkan lebih dari satu variabel perlu memunculkan secara eksplisit hipotesisnya.

Hipotesis dilihat dari kategori rumusannya dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) hipotesis nihil (Ho) atau hipotesis alternatif (Ha) atau hipotesis kerja. Hipotesis nihil dirumuskan dalam kalimat ingkar sedangkan hipotesis alternatif dirumuskan dalam kalimat dekleratif. Misalnya, rumusan Ho: ―Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu hamil dengan frekuensi pemeriksaan kehamilannya‖. Rumusan Ha ―Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu hamil dengan frekuensi pemeriksaan kehamilannya‖.

Pada penelitian yang tidak bertujuan untuk mencari hubungan atau pengaruh tidak dibutuhkan hipotesa.

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian

Disain penelitian merupakan bagian penelitian yang berisi uraian-uraian tentang gambaran alur penelitian yang menggambarkan pola pikir peneliti dalam melakukan penelitian yang lazim disebut paradigma penelitian. Pada bagian ini juga diuraikan jenis atau bentuk penelitian, seperti deskriptif, korelasional, eksperimen atau kuasi eksperimen, atau studi kasus. Penelitian deskriptif bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu dan cermat apa adanya, tanpa membuat suatu perlakuan. Penelitian deskriptif tidak menjelaskan hubungan di antara variabel, tidak menguji hipotesis atau melakukan prediksi.

(25)

Penelitian korelasional merupakan kelanjutan penelitian deskriptif yang menggambarkan hubungan di atara variabel-variabel yang diteliti. Hubungan dapat bersifat positif atau negatif. Misalnya penelitian tentang hubungan antara tingkat pendidikan ibu hamil dengan pemeriksaan kehamilannya, ingin memperoleh keterangan apakah ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu hamil dengan frekuensi pemeriksaan kehamilannya. Hubungan yang dicari itu disebut korelasi. Penelitian korelasi bertujuan sejauh mana variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi pada faktor lain.

Menurut Guilford (1967) menuliskan kategori korelasi sebagai berikut:

< 0,20 = hubungan rendah sekali 0,20 – 0,40 = hubungan rendah tapi berarti 0,40 – 0,70 = hubungan yang cukup berarti 0,70 – 0,90 = hubungan yang tinggi atau kuat

Penelitian eksperimen ditujukan melihat hubungan sebab akibat dengan cara memanipulasi satu atau lebih variabel pada suatu kelompok eksperimen dan membandingkan hasilnya dengan kelompok kontrol yang tidak mengalami manipulasi (perlakukan).

Penelitian studi kasus memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan mendetail. Subjek yang diteliti terdiri dari satu unit atau kesatuan unit yang dipandang sebagai kasus. Kasus dapat terbatas pada satu orang,

(26)

menghasilkan gambaran hasil pengumpulan dan analisis data kasus dalam jangka waktu tertentu.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat di mana penelitian dilaksanakan. Tempat penelitian dapat dilakukan di sekolah, kantor intansi pemerintah atau swasta, rumah sakit, klinik, kampung, kota, dsb. Contoh : Penelitian dilakukan di Praktek Bidan Swasta Hj. Ellyzart Am.Keb, Jl. Suluh No 23 Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian merujuk kepada periode pelaksanaan penelitian. Contoh: Waktu yang diperlukan untuk penelitian ini adalah 3 bulan mulai dari Juni sampai dengan Agustus 2011.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi yang menjadi sasaran penelitian berhubungan dengan sekelompok subjek, baik manusia, gejala, nilai tes benda-benda, ataupun peristiwa. Populasi yang diteliti mungkin terbatas, mungkin pula tidak, bergantung kepada perumusan penelitian. Seringkali suatu populasi dianggap tidak terbatas karena ukurannya begitu besar, tetapi sesungguhnya adalah populasi terbatas. Misalnya, penderita TBC merupakan populasi tidak terbatas karena tidak diketahui jumlahnya sampai saat ini. Setelah dibatasi penderita TBC di Medan dalam kurun waktu tertentu barulah menjadi populasi terbatas. Namun kita tidak dapat meneliti segenap penderita TBC secara langsung,

(27)

padahal tujuan penelitian ialah menemukan generalisasi (sample yang diteliti tetapi berlaku untuk populasi) yang berlaku secara umum. Untuk itu, dalam penelitian dipergnakan sebagian saja populasi itu yang disebut sebuah sampel, yang dipandang representatif terhadap populasi.

Ada dua metode pengambilan sampel, yaitu pengambilan sampel secara acak (probability sampling) dengan menggunakan random sampling dan tidak acak dengan menggunakan pertimbangan-pertimbanagan tertentu. Ada empat rancangan sampling dalam kategori sampel acak, yaitu (1) sampling random sederhana, (2) sampling sistematik, (3) sampling berstrata, dan (4) sampling kluster.

Sampling random sederhana dilakukan dengan cara menuliskan semua populasi dalam secarik kertas, kemudian mengundinya sampai kita memperoleh jumlah yang dikehendaki. Cara ini kurang praktis bila menggunakan populasi besar. Oleh sebab itu, peneliti menggunakan cara kedua, yaitu tabel random.

Sampling sistematik juga menggunakan tabel random. Dalam sampling sistematik, sampling yang pertamalah yang dipilih secara random. Sampel-sampel berikutnya ditarik dengan mengambil jarak tertentu. Misalnya, populasi berjumlah 200, diperlukan 20. perbandingan ukuran populasi dengan ukuran sampel adalah 200/20 = 10. Jika sampel pertama terpilih nomor 8, maka sampel berikutnya adalah (8 + 10) = 16, 26, 36, 46, 56, dst.

(28)

kota, daerah, suku bagsa, jenis kelamin, status, usia dan sebagainya. Ada dua jenis sampel berstrata, yaitu proporsional dan nonproporsional. Berstrata proporsional, sampel diambil dari setiap strata dengan memperhatikan jumlah masing-masing populasi. Contoh: ada tiga strata penderita TBC, yaitu (1) dewasa = 300 pasien, (2) remaja = 200 pasien, dan (3) anak-anak = 400 pasien. Dari setiap strata diambil 10% untuk menjadi sampel. Dengan demikian, sampel menjadi: dewasa = 30, remaja = 20, dan anak-anak = 40.

Berstrata nonproporsional dapat dilakukan dengan menyamakan rata-rata sampel dari setiap strata-rata untuk memperoleh jumlah sampel 90. Dengan demikian, sampel dari setiap strata ialah dewasa = 30, remaja = 30, dan anak-anak = 30.

Sampel klaster (cluster) dilakukan dengan membagi tingkatan-tingkatan (tahapan-tahapan) pengambilan sampel berdasarkan pada sekolah, kelas, kecamatan, desa, lingkungan, dsb. Misalnya, kita ingin meneliti ―Persepsi masyarakat Kecamatan Helvetia terhadap penyakit flu burung‖, maka yang menjadi sampel klaster adalah kelurahan dan lingkungan. Scara acak, kita ambil 10 kelurahan dan dari masing-masing kelurahan diambil 3 lingkungan. Dengan demikian, dilakukan sampel kluster dua tahap, yaitu kelurahan dari kecamatan dan lingkungan dari kelurahan.

Berikut contoh penarikan sample secara acak, dan jumlah sample diambil mengacu kepada rumus Slovin (Notoatmojo, 2006)

𝑛 = 𝑁

1 + 𝑁𝑒2 =

52

(29)

Keterangan :

n = Ukuran sample N = Jumlah populasi

e = Persen kelonggaran ketidaktelitian kesalahan dalam pengambilan sample yang masih dapat ditolerir atau diinginkan. Dalam penelitian ini digunakan nilai 5 % (0,05).

Sampling tidak acak (non probability sampling) terdiri atas (1) sampling kebetulan, (2) sampling kuota, (3) sampling purposif. Sampling kebetulan adalah pengambilan sampel secara kebetulan tanpa direncanakan. Siapa saja yang ada ditetapkan menjadi sampel. Sampling kuota adalah pengambilan sampel pengambilan sampel berdasarkan kuota yang diperlukan dari setiap strata; di mana jumlah dan kriteria sample ditetapkan oleh peneliti. Sampling purposif adalah pengambilan sampel untuk suatu tujuan dengan cara menetapkan karakteristik tertentu yang dianggap mewakili populasi.

3.4 Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah batasan yang digunakan untuk mendefenisikan variabel-variabel atau faktor-faktor yang mempengaruhi variabel pengetahuan.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Dalam suatu penelitian, tentu akan melakukan proses pengumpulan data. Proses pengumpulan data tentu harus sesuai dengan sifat atau karakeristik penelitian itu sendiri. Bebarapa cara mengumpulkan data, antara lain: interview (wawancara), angket, observasi, test, dokumentasi, dan

(30)

Wawancara adalah teknik pengumpulan data secara lansung oleh peneliti dengan responden atau subjek dengan cara tanya jawab sepihak secara sistematis. Wawancara dapat dilakukan secara berstruktur dan tak berstruktur. Wawancara terstruktur menunjukkan bahwa pertanyaan dan alternatif jawaban telah ditetapkan terlebih dahulu peneliti dan responden hanya memilih alternatif jawabannya. Keuntungannya, jawabannya dengan mudah dapat dikelompokkan, dianalisis, dan prosesnya lebih terarah. Wawancara tak terstruktur lebih bersifat informal. Subjek diberikan kebebasan memaparkan dan mengungkapkan pandangan, pendapat, fakta berdasarkan atas pertanyaan yang dikemukakan. Kelemahannya sering tidak terarah dan sulit mengelompokkan da menganalisisnya. Sebaiknya peneliti sewaktu melakukan wawancara, baik terstruktur maupun tak terstruktur melengkapinya dengan pedoman wawancara.

Angket adalah instrumen pengumpul data yang berisi daftar pertanyaan yang disampaikan kepada responden untuk dijawab secara tertulis. Angket dapat disampaiakan secara langsung dan tidak langsung. Langsung apabila angket tersebut langsung diisi orang yang diminta mengisinya, sedangkan tidak langsung apabila seseorang diminta pendapatnya tentang orang lain. Angket juga dapat berbentuk tertutup dan terbuka. Angket tertutup merupakan angket yang menghendaki jawaban pendek atau dengan memilih alternatif jawaban. Contoh: Apakah Ibu setuju pemberantasan flu burung dimulai dengan memvaksinasi milik sendiri.

(31)

b. Kurang setuju

c. Tidak setuju (Skala Likert, dalam Sugiyono, 2006)

Angket terbuka atau angket isian merupakan angket yang berupa item-item pertanyaan yang tidak disertai alternatif jawaban, melainkan mengharapkan responen untuk mengisi dan memberi komentar atau pendapat. Contoh: Bagaimana pendapat ibu tentang penanggulanangan flu burung saat ini?

a. ………... b. ………. ……….

Adakalanya digunakan angket gabungan antara tertutup dan terbuka. Contoh: 1. Apakah menurut Bapak pemberantasan flu burung telah maksimal? 2. Jika Bapak berpendapat belum, kemukakan usaha-usaha apa yang harus dilakukan: (a) ……….. (b) ………(c)………. ……….

Observasi merupakan metode pengumpulan data yang menggunakan pengamatan terhadap subjek penelitian. Observasi dapat dilakukan secara langsung atau tudak langsung. Observasi langsung dilakukan dengan cara mengamati subjek tanpa menggunakan alat sebagai perantara. Sedangkan observasi tidak langsung menggunakan alat.

Test adalah serentetan atau latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, sikap, inteligensi, kemampuan, atau bakat yang dimiliki individu. Beberapa jenis test yang biasa digunakan adalah test kepribadian, test bakat, test inteligensi, test minat, test prestasi.

(32)

Metode dokumentasi berarti cara mengumpulkan data dengan mencatat data-data yang sudah ada.

3.6. Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian terbagi atas dua, secara manual dan secara komputerisasi. Namun pada saat sekarang teknologi komputer sudah sering digunakan untuk membantu peneli dalam mengolah data.

Program SPSS (Statistical Product and Service Solutions) adalah salah satu aplikasi yang paling sering digunakan dalam penelitian ilmiah untuk melakukan analisis prediksi. Dengan bantuan program SPSS peneliti tidak lagi disulitkan dengan perhitungan rumus-rumus statistik yang rumit.

Berikut ini adalah cara-cara pengolahan data dalam penelitian ilmiah: 3.6.1. Secara Manual

Menurut Notoatmodjo (2010), data yang terkumpul diolah dengan cara manual dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Proses Editing

Dilakukan dengan memeriksa kelengkapan jawaban kuesioner dengan tujuan agar data diolah secara benar sehingga pengolahan data memberikan hasil yang menggambarkan masalah yang diteliti.

2. Proses Coding

Pada langkah ini penulis melakukan pemberian kode pada variable-variabel yang diteliti, misalnya nama responden dirubah menjadi nomor 1, 2, 3, …,42.

(33)

3. Proses Tabulating

Untuk mempermudah pengolahan dan analisa data serta pengambilan kesimpulan kemudian memasukkan ke dalam bentuk distribusi frekuensi.

3.6.2. Secara Komputerisasi

Menurut Notoatmodjo (2010), data yang terkumpul diolah dengan cara manual dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Proses Editing

Dilakukan dengan memeriksa kelengkapan jawaban kuesioner dengan tujuan agar data diolah secara benar sehingga pengolahan data memberikan hasil yang menggambarkan masalah yang diteliti.

2. Proses Coding

Pada langkah ini penulis melakukan pemberian kode pada variable-variabel yang diteliti, misalnya nama responden dirubah menjadi nomor 1, 2, 3, …,42.

3. Proses Processing

Data entry, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang masih dalam bentuk ―kode‖ (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program komputer yang digunakan untuk ―entry data‖ peneliti yaitu program SPSS for Windows.

4. Proses Cleaning

(34)

adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan selanjutnya dilakukan pembetulan atau koreksi.

3.7 Merancang Kuesioner 3.7.1 Pendahuluan

Di dalam pengumpulan data dengan cara apa pun, selalu diperlukan suatu alat yang disebut ―instrumen pengumpulan data‖. Sudah barang tentu macam alat pengumpul data ini tergantung pada macam dan tujuan penelitian. Untuk penelitian ilmu-ilmu alam/ eksakta (natural sciences) sudah barang tentu diperlukan instrumen yang lain dengan penelitian ilmu-ilmu sosial (social sciences). Demikian juga alat-alat pengumpulan data untuk ilmu-ilmu sosial pun bermacam-macam sesuai dengan cara dan tujuan dari pengumpulan data tersebut.

Dalam bagian ini hanya akan dibahas tentang alat penpengumpulan data yang disebut ―kuesioner‖, yang biasanya dipakai di dalam wawancara (sebagai pedoman wawancara yang berstruktur) dan angket. Kuesioner di sini diartikan sebagai daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, sudah matang, di mana responden (dalam hal angket) dan interviewer (dalam hal wawancara) tinggal memberikan jawaban atau dengan memberikan tanda-tanda tertentu. Dengan demikian kuesioner sering juga disebut ―daftar pertanyaan‖ (formulir).

Pentingnya kuesioner sebagai alat pengumpul data adalah untuk memperoleh suatu data yang sesuai dengan tujuan penelitian tersebut. Oleh

(35)

karena itu, isi dari kuesioner adalah sesuai dengan hipotesis penelitian tersebut Kuesioner adalah bentuk penjabaran dari hipotesis.

Oleh karena itu suatu kuesioner harus mempunyai beberapa persyaratan, antara lain :

- Relevan dengan tujuan penelitian. - Mudah ditanyakan.

- Mudah dijawab.

- Data yang diperoleh mudah diolah (diproses) dan sebagainya.

3.7.2 Jenis Daftar Pertanyaan

Di dalam pengumpulan data sering digunakan 3 macam kuesioner/ formulir, yakni :

1. Kuesioner (formulir) untuk keperluan administrasi. Di mana-mana formulir ini digunakan untuk mengumpulkan data melalui saluran-saluran administrasi. Oleh karena itu jenis formulir ini lebih dikaitkan dengan keperluan-keperluan administrasi. Pengisian formulir ini sepenuhnya oleh pihak responden tetapi biasanya ada petunjuk pengisian.

Contoh: - Formulir masuk;

- Kaitu klinik, dan sebagainya.

2. Kuesioner untuk observasi (from of observation). Agar observasi itu terarah dan dapat memperoleh data yang benar-benar diperlukan, maka sebaiknya di

(36)

disiapkan terlebih dahulu. Kuesioner ini mencakup hal-hal yang diselidiki/ diobservasi.

3. Kuesioner untuk wawancara (from for quesioning).

Jenis kuesioner ini digunakan untuk mengumpulkan data melalui wawancara (interviu). Alat ini lebih digunakan untuk memperoleh Jawaban yang akurat dari responden. Wawancara.dapat dilakukan dengan :

- Personal interview (door to door). - Telepon interview.

Jenis kuesioner inilah yang akan sedikit dibahas dalam bab ini. 3.7.3 Prinsip Dasar Perancangan Kuesioner

Sebelum kita mendesain suatu kuesioner lebih dahulu kita harus rnemperhitungkan kesulitan-kesulitan umum yang sering dijumpai di dalam interview, antara lain :

a. Responden sering tidak/ kurang mengerti maksud pertanyaan sehingga jawaban yang diberikan tidak ada hubungan dengan yang diajukan atau tidak memperoleh data yang relevan.

b. Responden mengerti pertanyaannya dan mungkin mempunyai informasinya. tetapi responden kurang tepat mengingatnya atau lupa. Contohnya : ―Apakah ada anggota keluarga di sini yang sakit pada tahun ini?‖ Untuk pertanyaan ini sudah barang tentu sulit mengingatnya. Maka pertanyaan ini perlu disederhanakan. Misal: ―Selama 3 bulan terakhir ini siapa saja di dalam rumah ini yang sakit?‖

(37)

c. Responden sering tidak bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sangat bersifat pribadi, misal, tentang jumlah pendapatan/ gaji, jumlah perkawinan, dan sebagainnya.

d. Responden kadang-kadang mengerti pertanyaannya, tetapi ia tidak mampu memberikan jawabannya, atau menguraikan jawaban. Misalnya : ―Apa maksud Ibu menjadi akseptor KB?‖

e. Responden mengerti pertanyaannya dan tahu jawabannya, tetapi pertanyaannya kurang tepat diajukan pada responden. Misalnya, responden tidak/ belum mempunyai anak, ditanyakan di mana tempat melahirkan.

Oleh karena itu, dalam menyusun pertanyaan-pertanyaan, hal-hal seperti tersebut perlu diperhitungkan. Untuk itu dalam mendesain suatu kuesioner, sebaiknya mengingat persyaratan sebagai berikut:

1. Pertanyaan hendaknya ―jelas‖ maksudnya:

a. Menggunakan kata-kata yang tepat dan jelas artinya. Penggunaan kata atau istilah yang sulit atau ganjil akan memperoleh jawaban yang ―bias‖. Demikian juga penggunaan kata-kata ilmiah akan membingungkan responden.

b. Pertanyaan tidak terlalu luas atau indifinit. Pertanyaan yang sangat luas akan membingungkan responaen untuk menjawab. Misalnya; ―Di manakah Ibu melahirkan?‖ Pertanyaan ini jawabannya sangat luas, sebab

(38)

berbeda-beda pula. Maka sebaiknya dibatasi, misal. ―Di mana Ibu melahirkan anak Ibu yang terakhir?‖

c. Pertanyaan tidak terlalu panjang, atau menggabungkan beberapa pertanyaan. Misalnya: ―Apakah Ibu sudah menjadi akseptor KB dan apa sebabnya?‖ Pertanyaan ini menghendaki 2 macam jawaban, sehingga menyulitkan responden. Maka sebaiknya dijadikan 2 pertanyaan.

d. Pertanyaan tidak boleh memimpin (leading), misalnya: ―Ibu sudah mengikuti KB bukan?‖ Pertanyaan seperti ini sudah memimpin, seolah-olah si ibu tersebut sudah dipojokkan untuk menjawab ―Sudah.‖ Sebaiknya ditanyakan, ―Apakah Ibu sudah memakai cara-cara mencegah Kehamilan?‖

e. Sebaiknya dihindari pertanyaan yang dobel negatif, misalnya : ―Bukankah keluarga yang sudah 3 anaknya sebaiknya tidak menambah anak lagi?‖ Pertanyaan ini akan membingungkan si ibu tersebut dalam menjawabnya. Sebaiknya diubah, ―Jumlah anak suatu keluarga itu sebaiknya cukup 3 orang saja. Bagaimana pendapat Ibu?‖

2. Pertanyaan hendaknya membantu ingatan responden

Hal ini berarti bahwa pertanyaan sedapat mungkin harus memudahkan yang bersangkutan (responden) unruk mengingat kembali hal-ha1 yang akan diperlukan/ dijawab. Misalnya, akan menanyakan umur responden waktu melahirkan anak pertama kali. Sebelumnya perlu ditanyakan, tahun berapa

(39)

yang bersangkutan (responden) itu lahir, tahun berapa ia melahirkan anaknya yang sulung, dan sebagainya.

3. Pertanyaan itu menjamin responden untuk dengan mudah mengutarakan jawabannya. Hal ini dimaksudkan pertanyaan itu harus menyediakan berbagai perkiraan jawaban yang sudah dirumuskan sehingga responden tidak disulitkan untuk memikir jawabanyang mungkin sukar dirumuskan. Contoh : ―Apa alasan Ibu mengikuti KB?‖.

1. Penyakitan (penyempitan lubang keluar anak) malaysia 2. Ekonomi

3. Kesejahteraan ibu

4. Dipaksa suami (malaysia) 5. Lain-lain.

Jawaban ini harus dibacakan setelah responden mengalami kesulitan atau sulit untuk menjawab.

4. Pertanyaan hendaknya menghindari ―bias‖. Jawaban yang bias kadang-kadang terjadi karena responden tidak mau menjawab keadaan yang sebenarnya, dan memberikan jawaban yang lain. Jawaban-jawaban yang bias ini paling sering terjadi berhubung dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai umur, penghasilan, kebiasaan yang kurang baik, dan sebagainya. Untuk menguasai hal ini maka dalam menanyakan mengenai icome atau pun umur, sebaiknya tidak ditanyakan mengenai jumlah tepatnya, melainkan menanyakan dalam bentuk ―range ―.

(40)

1. 20 – 25 tahun

2. 26 – 30 tahun

3. 31 – 35 tahun

4. 36 – 40 tahun

dan sebagainya.

5. Pertanyaan hendaknya memotivasi responden untuk menjawab. Hal ini berarti akan memungkinkan responden untuk menjawab semua pertanyaan. Untuk itu maka diperlukan susunan pertanyaan atau kata-kata yang tepat. Usahakan agar pertanyaan permulaan dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyenangkan responden. Pertanyaan yang berhubungan dengan income, ataupun pertanyaan yang memerlukan ingatan, sebaiknya diletakkan pada bagian akhir dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.

6. Pertanyaan hendaknya dapat menyaring responden. Artinya, bila ada pertanyaan-pertanyaan yang khusus untuk si R, tertentu, harus didahului dengan pertanyaan-pertanyaan penyaring. Sebab apabila tidak, pertanyaan tersebut tidak akan terjawab oleh responden yang lain.

Misalnya : Akan menanyakan kontrasepsi apa yang dipakai oleh responden. Pertanyaan ini tidak atau sulit dijawab oleh responden yang belum mengikuti KB. Maka sebaiknya sebelum menanyakan pertanyaan ini ada pertanyaan penyaringanya, ―Apa Ibu sudah mengikuti KB? ‖ Apabila ―Ya. ‖ jawabannya, baru ditanyakan

(41)

atau ‖ Belum.‖ ya tudak usah atau tidak perlu ditanya-kan lebih lanjut.

Contoh : ―Apakah Ibu sudah mengikuti Keluarga Berencana?‖ 01 Sudah

02 Belum (langsung pertanyaan No. 15)

10 Alat/kontrasepsi/ menggunakan apa ibu mengikuti KB. 01 Pil

02 Pijat 03 Jamu

dan sebagainya.

15 ―Mengapa Ibu belum mengikuti KB? 01. Belum mempunyai anak

02. Baru mempunyai anak satu 03. Tidak setuju dengan KB. Dan sebagainya.

7. Pertanyaan hendaknya sesederhana mungkin, sebab makin sederhana makin tegas sifatnya. Pertanyaan yang tidak tegas, misalnya: ―Apakah Saudara setuju dengan dokter Puskesmas itu?”. Sikap setuju atau tidak setuju bukan ditujukan kepada orang, tetapi kepada perbuatannya, kebijaksanaannya, dan sebagainya.

(42)

3.7.4 Unsur-Unsur Dalam Kuesioner

Dalam penyusunan. sebuah kuesioner ada 4 aspek yang perlu diperhatikan, yaitu jenis,. bentuk, isi,- dan sequences (urutan-urutan) pertanyaan.

1. Jenis Pertanyaan

Yang perlu diperhatikan pada jenis pertanyaan ini ialah sifat data yang mana yang akan diperoleh. Berdasarkan ini, suatu daftar pertanyaan dapat menggali 3 hal, yaitu :

a. Pertanyaan mengenai fakta

Pertanyaan ini menghendaki jawaban fakta-fakta dari responden. Biasanya mengenai data-data demografi, misalnya pertanyaan tentang sex, income, pendidikan, agama, status perkawinan, jumlah anak, dan sebagainya.

b. Pertanyaan mengenai pendapat dan sikap

Kedua hal ini sulit untuk membedakannya. Sebab kadang-kadang sikap seseorang itu mencerminkan dari pendapatnya. Atau pendapat seseorang itu merupakan peryataan dari sikapnya. Oleh karena itu pertanyaan-pertanyaan mengenai sikap dan pendapat adalah mengebali jawaban-jawaban mengenai perasaan, kepercayaan, konsepsi/ pendapat/ ide, dan sebagainya.

c. pertanyaan-pertanyaan informant

Pertanyaan-pertanyaan ini menghendaki jawaban-jawaban dari responden mengenai apa yang telah diketahui, apa yang telah didengar

(43)

dan seberapa jauh apa yang diketahui serta dari mana mereka tahu, dan sebagainya.

2. Bentuk Pertanyaan

Pada prinsipnya ada 2 bentuk pertanyaan, yaitu ―open ended question―dan ―„closed ended question‖ atau ―structured―.

Pertanyaan Terbuka (Open Ended) a. Free response question

Pertanyaan ini memberikan kebebasan kepada responden untuk menjawab. Pada umumnya jenis pertanyaan ini dipergunakan untuk memperoleh jawaban mengenai pendapat atau motif tertentu dari responden.

Contoh : ―Bagaimana pendapat Ibu mengenai alat-alat kontra-sepsi-IUD?” Dari pertanyaan ini responden diberi kebebasan untuk menjawab apa saja yang diketahuinya, apa yang dipikir tentang alat tersebut. Dengan demikian jawaban akan mempunyai banyak variasi sehingga menyulitkan tabulasi. b. Directed response question

Seperti halnya dengan free response, jenis pertanyaan ini juga memberikan kebebasan menjawab bagi respondennya, tetapi sudah sedikit diarahkan. Apabila contoh tersebut di atas diubah menjadi penanyaan langsung, maka cukup memilih salah satu aspek dari penggunaan IUD tersebut. Misalnya: ―Bagaimana perasaan Ibu selama

(44)

―perasaan‖ dari pemakaian IUD tersebut pada responden. Dapat juga ditanyakan aspek-aspek lainny, misalnya efektivitasnya terhadap pencegahan kehamilan, efek sampingnya, dan sebagainya.

Catatan : Bentuk pertanyaan terbuka ini meskipun sulit untuk ditabulasi, tetapi mempunyai keuntungan dapat menggali semua pendapat, keinginan. dan sebagainya dari responden, sehingga kualitas data yang diperoleh dapat terjamin.

Bentuk pertanyaan tertutup (Closed End)

Bentuk pertanyaan yang demikian mempunyai keuntungan mudah mengarahkan jawaban responden,. dan juga mudah diolah (ditabulasi). Tetapi kurang mencakup atau mencerminkan semua jawaban dari responden. Bentuk pertanyaan ini mempunyai beberapa variasi, antara lain:

a. Dichotomous choice

Dalam pertanyaan ini hanya disediakan 2 jawaban/ alternatif, dan responden hanya memilih satu diantaranya. Biasanya pertanyaan yang menyangkut pendapat, perasaan atau sikap responden.

Contoh : 1. Apakah Ibu pemah membicarakan masalah KB dengan teman-teman/ tetangga Ibu?‖

a. Pernah

b. Tidak Pernah

2. ―Apakah ibu mengetahui tentang Keluarga Berencana?‖ a. Ya

(45)

Keuntungan pertanyaan jenis ini ialah mudah mengolah/ tabulasinya. Disamping itu, menjawabnya pun tidak sulit karena hanya memilih satu diantara dua jawaban. Pertanyaan ini dapat digunakan, bila kita sudah yakin dan tahu benar kemungkinan jawaban-jawabannya dari pertanyaan yang akan diajukan.

b. Multiple Choice

Pertanyaan ini menyediakan beberapa jawaban/alternatif dan responden hanya memilih satu diantaranya yang sesuai dengan pendapatnya.

Contoh : Ada beberapa hal/alasan yang menyebabkan orang yang menggunakan cara-cara KB/ikut Keluarga Berencana ―Menurut pendapat Ibu, alasan mana yang paling mendorong Ibu untuk melaksanakan Keluarga Berencana?” 1. Penyakit/Komplikasi waktu hamil/ melahirkan

2. Kesejahteraan keluarga 3. Jumlah anak

4. lain-lain (sebutkan) ……… c. Check List

Bentuk ini sebenarnya hanya modifikasi dari multiple choice. Bedanya, responden diberikan kebebasan untuk memilih jawaban sebanyak mungkin yang sesuai dengan apa yang dikatakan. Dilihat, dipunyai, atau pendapatnya.

(46)

1. Pil 2. IUD 3. Condom 4. Injeksi 5. Pijat/ Urut 6. ―Douche‖

7. Sistem kalender/ pantang berkala 8. Senggama terputus

9. Vasektomi 10. Tubektomi

99. lain-lain (Sebutkan) ….

jawaban responden lebih dari satu, bahkan mungkin semua jawaban yang tersedia diketahui semua (di check). Agar diperhatikan di sini, bahwa dalam membacakan pertanyaan/ menanyakan jawaban (option) tersebut perlu di rotasi (digonti-ganti) untuk mengurangi bias.

d. Rangking Question

Seperti pada check list, tetapi jawaban responden diurutkan dari jawaban-jawaban yang terswedia sesuai dengan pendapat, pengetahuan atau perasaan responden, biasanya menyangkut gradasi dari pendapat, sikap dan sebagainya. Jadi responden diminta untuk mengurutkan jawaban-jawaban yang tersedia sesuai dengan pendapatnya.

(47)

Contoh : Menurut Ibu/ Bapak/ Saudara, kebutuhan apakah yang paling diutamakan?” (Sesuai dengan urutan kepentingannya.)

1. Pendidikan 2. Perumahan 3. Kesehatan 4. Pekerjaan 5. Hiburan/ rekreasi 6. lain-lain ( sebutkan ….. ) 3. Isi Pertanyaan

Isi pertanyaan hendaknya disesuaikan dengan tujuan dari penelitian serta tergantung pada dalam atau dangkalnya data yang digali. Banyaknya pertanyaan sangat relatif, tergantung dari luasnya penelitian tersebut. tetapi perlu diperhatikan pertanyaan yang terlalu banyak akan memakan waktu yang panjang dapat menimbulkan kebosanan dari responden. Apabila responden sudah bosan, maka jawaban-jawaban akan ―bias‖. Sebagai pegangan sementara, jumlah pertanyaan yang optimal adalah, apabila pertanyaan tersebut dinyatakan akan memakan waktu 15 sampai dengan 30 menit, dan paling panjang 45 menit. Apabila pertanyaan tersebut terlalu panjang sehingga memakan waktu lebih dari 45 menit. Sebaiknya interviwer datang dua kali untuk responden yang sama.

(48)

4. Urutan Pertanyaan

Model pertanyaan (questionaire) dapat dibentuk dari 4 bagian, yakni : introduksi, pertanyaan pemanasan, pertanyaan demografi dan pertanyaan pokok.

a. Introduksi (pengantar)

Sebelum pertanyaan dimulai biasanya dibuka dengan judul penelitian tersebut. sesudah itu diberi semacam kalimat pengantar, yang menjelaskan kepada responden tentang maksud atau tujuan dari penelitian tersebut juga tentang identitas responden.

Contoh :

Penelitian Tentang Jangkauan Pelayanan Kesehatan di DKI Jakarta

Responden No. : ………..

Alamat : ………..

: ……….. Tanggal di isi : ……….. Dan sebagainya

(49)

b. Pertanyaan Pemanasan

Adalah pertanyaan mengenai latar belakang responden, misalnya di mana dilahirkan, dari mana asalnya sudah berapa lama tinggal di kota tersebut, dan sebagainya.

c. Pertanyaan demografi

Biasanya pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan status pendidikan, pekerjaan, latar belakang etnis, agama, seks dan sebagainya, diletakkan pada urutan kedua, sekaligus sebagai pertanyaan pemanasan. Tetapi ada juga yang terpisah.

d. Pertanyaan-pertanyaan pokok

Adalah merupakan jantungnya kuesioner. Sebab tujuan penelitian atau data-data yang akan diperoleh akan tercakup didalam pertanyaan-pertanyaan ini. Dari sini digali semua data yang diperlukan dalam penelitian tersebut.

Setelah pertanyaan pokok selesai, maka sebaiknya kuesioner ditutup dengan pertanyaan untuk membuktikan kebenaran jawaban-jawaban semelumnya.

Pre Coding

Hasil jawaban dari suatu kuesioner selanjutnya akan diproses (dioleh) baik melalui ‖coding sheet‖ atau dimasukkan ke dalam kartu kode, maupun dengan alat0alat elektronik (Computer). Agar memudahkan dalam proses ini maka sebaiknya tiap jawaban/ alternatif dari tiap pertanyaan diberi

(50)

kode-angka 1, 2, 3, dan sebagainya. Proses semacam ini diberi nama prakoding (pre coding). Untuk menjawab atas alternatif ―lain-lain‖ biasanya diberi kode 9, 09 atasu 99.

Contoh : ‖Apabila Bapak/ Ibu sakit kemana biasanya berobat?” 01. Diobati sendiri

02. Ke Puskesmas 03. Ke dukun

04. Ke dokter praktek

05. Ke mantri (sebutkan………. ) 3.7.5 Uji Kuesioner Sebagai Alat Ukur

Setelah kuesioner sebagai alat ukur atau alat pengumpul selesai disusun, belum berarti kuesioner tersebut dapat langsung digunakan untuk mengumpulkan data. Kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian perlu uji validitas dan rehabilitas. Untuk itu maka kuesioner tersebut harus dilakukan uji coba ―trial‖ di lapangan. Respon yang digunakan untuk uji coba sebaiknya yang memiliki ciri-ciri responden dari tempat di mana penelitian tersebut harus dilaksanan.

Agar diperoleh distribusi nilai hasil pengukuran mendekati normal maka sebaiknya jumlah responden untuk uji coba paling sedikit 20 orang. Hasil-hasil uji coba ini kemudian digunakan untuk-mengetahui sejauh mana alat ukur (kuesioner) yang telah disusun tadi memiliki validitas‖ dan ―reliabilitas‖. Suatu alat ukur hams mem-punyarkriteria ―validitas‖ dan reliabilitas‖.

(51)

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Apabila seorang anak balita beratnya 20 kg, maka timbangan yang digunakan untuk menimbang anak tersebut juga menunjukkan berat 20 Kg, bukan 19,,5 kg atau 20,5 kg Hal ini berarti timbangan. tersebut valid. Demikian pula kuesioner sebagai alat ukur harus mengukur apa yang ingin diukur. Apabila suatu kuesioner untuk mengukur pengetahuan responden ―‗imunisasi‖ maka akan menghasilkan sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki oleh responden yang diukur.

Untuk mengetahui apakah kuesioner yang kita susun tersebut mampu mengukur apa yang hendak kita ukur, maka perlu diuji dengan uji korelasi antara skor (nilai) tiap-tiap item (pertanyaan) dengan skor total kuesioner tersebut. Bila semua pertanyaan itu mempunyai korelasi yang bermakna (construct validity). Apabila kuesioner tersebut telah memiliki validitas konstruk, berarti semua item (pertanyaan) yang ada di dalam kuesioner itu mengukur konsep yang kita ukur. Misalnya kita akan mengukur pengetahuan imunisasi TT bagi ibu hamil, maka kita susun pernyataan-pernyataan sebagai berikut:

1. Tetanus adalah penyakit yang dapat menyebabkan kematian 2. Imunisasi TT perlu untuk mencegah tetanus

(52)

5. Imunisasi TT diberikan pada ibu hamil sebanyak 2 kali

6. Imunisasi TT sebaiknya diberikan sebelum kehamilan 8 bulan 7. dan seterusnya.

Pernyataan-pernyataan tersebut diberikan kepada sekelompok responden dari lokus yang berbeda sebagai sarana uji coba. Kemudian pernyataan-pernyataan (kuesioner) tersebut diberi skor atau nilai jawaban n masing sesuai dengan sistem penilaian yang telah ditetapkan, misalnya:

5 untuk jawaban sangat setuju. 4 untuk jawaban setuju

3 untuk jawaban kurang setuju 2 untuk jawaban tidak setuju

1 untuk jawaban sangat tidak setuju

Sebagai gambaran, misalnya distribusi skor untuk masing-masing pertanyaan dari 18 responden, sebagai berikut :

Pengujian validitas konstruk dengan SPSS adalah menggunakan Korelasi, sama halnya dengan Excel. Kriterianya, instrumen valid apabila nilai korelasi (pearson correlation) adalah positif, dan nilai probabilitas korelasi [sig. (2-tailed)] < taraf signifikan (α) sebesar 0,05.

Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: • Ketik data jawaban angket di Excel

No.Resp 1 2 3 4 5 6 Total 1 5 5 4 4 3 2 23 2 3 4 4 4 4 2 21 3 1 2 2 3 3 3 14 4 1 1 2 3 4 4 15 5 5 5 5 5 5 5 30 6 24

(53)

No.Resp 1 2 3 4 5 6 Total 7 3 3 3 3 3 3 18 8 4 5 5 5 4 3 26 9 3 4 4 4 4 2 21 10 1 2 2 3 3 3 14 11 4 4 4 4 4 4 24 12 3 3 3 3 3 3 18 13 4 4 4 4 4 4 24 14 3 3 3 3 3 3 18 15 4 4 4 4 4 4 24 16 3 3 3 3 3 3 18 17 4 5 5 5 4 3 26 18 2 1 2 4 4 3 16 • Buka program SPSS

• Copy skor-skor angket yang ada di Excel, termasuk skor total, dan paste-kan di lembar data editor SPSS. Lalu klik Variable View (lihat tanda panah pada gambar di bawah ini)

• Pada kolom Label, ketika label item-item angket (item X ke 1, item X ke 2, dst, termasuk Total X)

(54)

• Lalu klik menu Analyze, Correlate, Bivariate...

• Blok semua label (Item X ke 1, dst), klik ikon panah, sehingga seluruhnya akan berpindah ke kotak Variables, lalu klik ikon

(55)

Dari gambar di atas, untuk ‖Item X ke 1‖ nilai korelasinya adalah 0,912, dengan probabilitas korelasi [sig. (2-tailed)] sebesar 0,000. Sesuai kriteria sebelumnya, item instrumen nomor 1 adalah valid, karena nilai probabilitas korelasi [sig.(2-tailed) < dari taraf signifikan (α) sebesar 0,05. Hasil lengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini

Korelasi antara Nilai Korelasi (Pearson Corellation) Probabilitas Korelasi [sig.(2-tailed)] Kesimpulan

Item No. 1 dengan

Total 0,912 0,000 Valid

Item No. 2 dengan

Total 0,901 0,000 Valid

Item No. 3 dengan

Total 0,961 0,000 Valid

Item No. 4 dengan

Total 0,869 0,000 Valid

Item No. 5 dengan

Total 0,677 0,002 Valid

Item No. 6 dengan

Total 0,359 0,143 Tidak valid

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama.

Apabila tinggi seorang anak diukur dengan sebuah meteran kayu, dan Pengukuran dilakukan berkali-kali dengan meteran yang sama, maka hasilnya (tinggi anak tersebut) akan tetap atau tidak berubah. Tetapi apabila meteran tersebut dibuat dari plastik misalnya maka hasilnya akan beruubah-ubah (tidak

(56)

Apabila cara mengukurnya (memegangnya) agak kendor. hasilnya akan lebih rendah. Tetap bila memegangnya dengan tarikan yang kuat. maka kemungkinan hasilnya akan lebih tinggi.

Oleh sebab itu meteran (alat ukur) yang dibuat dari kayu menghasilkan pengukuran yang lebih reliabel bila dibandingkan dengan meteran yang dibuat dari plastik. Dengan kata lain, meteran kayu hasilnya konsisten (ajeg), sedangkan meteran plastik hasil atau kurang konsisten.

Demikian juga kuesioner sebagai alat ukur untuk gejala-gejala sosial (non fisik) harus mempunyai reliabilitas yang tinggi. Perlu dicatat, bahwa perhitungan reliabilitas harus dilakukan hanya pada pertanyaan-pertanyaan yang sudah memiliki validitas. Dengan demikian harus menghitung validitas terlebih dahulu sebelum menghitung reliabilitas.

Masih dengan skor-skor seperti pada pengujian validitas di atas, maka pengujian reliabilitas dapat dilanjutkan, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Referensi

Dokumen terkait

Priority adalah pengaturan Tile yang akan ditampilkan paling atas menutupi karakter dan event yang tidak di set always on top ketika karakter atau event itu melewati Tiles

Hasil dari penelitian ini adalah sebuah aplikasi web crawling yang akan digunakan untuk mengambil data dan harga sparepart mobil Suzuki secara otomatis dari

Atas dasar tersebut, penulis menyarankan kepada tenaga kesehatan terutama bidan dan perawat untuk menganjurkan kepada ibu hamil mengkonsumsi madu sebanyak 2-3

Pengetahuan Produk Wadi'ah berpengaruh secara signifikan terhadap minat simpanan wadi'ah di KSPPS Swadaya Pribumi Klapanunggal, dimana produk simpanan menggunakan

Fakultas/Universitas : Farmasi/Universitas Muhammadiyah Purwokerto Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi ini adalah hasil dari proses penelitian saya yang telah

•Meski tidak dapat diprogram ulang tetapi menampilkan fungsi yang spesifik seperti robot sekarang.1.

Berdasarkan penuturan dari bapak Mailul bahwa kendala-kendala yang menghambat kelancaran proses penyelenggaraan program layanan bimbingan konseling Islam ialah

Biasanya paling modal, terus butuh kesabaran untuk mencari pelanggan serta kalau ada barang yang Rijek itu resiko sendiri dan barang tidak bias di kembalikan9. Bagaimana