• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH. Topik : "Vektor water borne disease" Penyakit : Malaria Wilayah : Indonesia. Disusun oleh Kelompok 1:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH. Topik : "Vektor water borne disease" Penyakit : Malaria Wilayah : Indonesia. Disusun oleh Kelompok 1:"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

MATA KULIAH

: Epidemologi Penyakit Menular

DOSEN PENGAJAR

: A. Arsunan Arsin, Prof. Dr. drg, M,Kes,

Nur Nasry Noor, Prof, Dr, MPH,

Dian Sidik Arsyad, SKM., M.KM.,

Jumriani Ansar, S.KM., M.Kes,

Indra Dwinata, SKM, MPH

KELAS

: A

MAKALAH

Topik : "Vektor water borne disease"

Penyakit : Malaria

Wilayah : Indonesia

Disusun oleh Kelompok 1:

1. Meinarbagindo (k11110123) 2. Wawan Saputra (K11111304) 3. Machur Tunggal (K11113010) 4. Nur Azizah M (K11113014)

5. Nova Mauritha Sandewnan Rombe (K11113024) 6. Raini Urbanus (K11113031)

7. Andi Tenri (K11113041)

8. Charisma Saltan Butungan (K11113042) 9. Sitti Halifah (K111 13 045)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HASANUDDIN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt, karena atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Epidemologi Penyakit Menular yang berupa pembuatan makalah dengan topik “vektor borne disease” penyakit “malaria” di wilayah “Indonesia”, dapat terselesaikan sebagaimana mestiya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, yang telah mengajarkan ilmu dan kebenaran bagi seluruh ummatnya.

Selanjutnya penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak – pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Karena dengan bantuan yang telah diberikan, volume keterbatasan wawasan, pengetahuan, pengalaman dan kemampuan yang penyusun miliki dapat ternetralisirkan. Oleh karena itu, apabila banyak kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini, penyusun dengan lapangnya menerima saran dan kritik dari pembaca. Namun sebelumnya, penulis memohon maaf yang sebesar – besarnya atas semua kesalahan dan kekurangan yang mutlak hadir. Semoga makalah ini bermanfaat dan berguna bagi pembaca.

Makassar, 28 Maret 2015

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Etiologi... 4

B. Diagnosis... 5

C. Cara Penularan ... 7

D. Derajat Penyakit ... 9

E. Pengobatan ... 9

BAB III Gambaran Epidemologi Penyakit A. Distribusi Penyakit Malaria di Indonesia berdasarkan orang, tempat, dan waktu ... 11

B. Determinan / Faktor Resiko ... 16

C. Strategi Penanggulangan... 18

BAB IV Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan ... 21 B. Saran ... 21 DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

(4)

Vektor Borne Disease merupakan penyakit yang ditularkan melalui vektor penyakit yang sebagian atau seluruhnya perindukan hidupnya tergantung pada air misalnya Malaria, Demam berdarah, Filariasis, Yellow fever, dan sebagainya. Indonesia sendiri dengan adanya anomali cuaca ini penyebaran penyakit menular melalui water related insect vector mechanism atau sejenis penyakit yang ditularkan oleh gigitan serangga yang berkembang biak didalam air seperti penyakit DBD,malaria dan kaki gajah

Penyakit malaria merupakan salah satu momok kesehatan masyarakat yang sangat penting di dunia. Penyakit ini penyebab utama terjadinya kematian dibanyak Negara berkembang terutama pada anak-anak dan ibu hamil sebagai kelompok utama yang mudah terinfeksi (Sembel, 2009). Malaria merupakan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk dan menyerang 100 Negara dan 41% penduduk di dunia dalam kelompok yang beresiko (Achmadi, 2008). Malaria menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas setiap tahunnya (Rathnam, 2007).

Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang masih menjadi perhatian global. Salah satu target pencapaian dari delapan target pencapaian

Millennium Development Goals (MDGs) di tahun 2015 adalah memberantas HIV/AIDS,

Malaria dan penyakit lainnya. Target penurunan beban kasus malaria mencapai 75% di tahun 2015 menurut The World Health Assembly (WHO, 2014).

Beberapa faktor determinan penyakit malaria adalah host (pejamu) yaitu manusia sebagai host intermediate dan nyamuk Anopheles sebagai host definitive, agent (plasmodium) dan lingkungan sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk. Faktor host

agent dan environment memiliki peran yang besar terhadap tingkat kepadatan nyamuk

yang berpengaruh pada kejadian malaria yang terjadi (Depkes, 1999).

Diperkirakan 51% kematian akibat penyakit infeksi di dunia disebabkan oleh tiga penyakit utama yang dikenal sebagai the big three, yaitu tuberkulosis, HIV/AIDS dan malaria. Ketiga penyakit tersebut menyebabkan lebih dari 500 juta morbiditas dan lebih dari 5 juta mortalitas di dunia setiap tahun. Sisanya yaitu masing-masing sebanyak 20% disebabkan oleh sekelompok penyakit yang disebut neglected tropical diseases (NTD) dan 29% disebabkan oleh infeksi lain. Di antara penyakit infeksi tersebut, ternyata hingga saat ini penyakit parasitik terkesan kurang mendapat perhatian dari masyarakat. Hal itu mungkin karena umumnya penyakit parasitik bersifat kronis dan tidak mengancam jiwa, sehingga masyarakat umum bahkan tenaga kesehatan, termasuk dokter juga cenderung mengabaikannya.

(5)

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P (K), MARS, DTM&H, DTCE mengatakan Indonesia merupakan wilayah endemik untuk beberapa penyakit yang perkembangannya terkait dengan pertumbuhan vektor pada lingkungan, misalnya Malaria. Kondisi iklim yang mulai berubah sangat berpengaruh terhadap berkembangnya vektor penyebab penyakit di suatu daerah. Hal ini akan diperkuat dengan melemahnya daya tahan tubuh manusia. Bukti ilmiah yang diperoleh hingga saat ini banyak menunjukkan bahwa variabilitas dan perubahan iklim dapat berpengaruh terhadap epidemiologi penyakit yang ditularkan oleh vektor (vector-borne disease), air

(water-borne disease) dan udara (air-(water-borne disease).

Menurut Musito 2010-2011, malaria adalah penyakit infeksi parasit utama di dunia yang mengenai hampir 170 juta orang tiap tahunnya. Penyakit ini juga berjangkit di hampir 103 negara, terutama negara-negara di daerah tropik pada ketinggian antara 400-3.000 dari permukaan laut (dpl) dengan kelembaban tidak kurang dari 60%.

Pemanasan iklim global terutama di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia akan meningkatkan kelembaban udara yang tinggi lebih dari 60% dan merupakan keadaan dan tempat hidup yang ideal untuk perkembang-biakan nyamuk anopheles sebagai vektor penyakit malaria.

Kelembaban udara yang tinggi ini menyebabkan terjadi imigrasi tempat perindukan dan habitat vektor penyakit menularnya nyamuk anopheles dari daerah subtropis ke daerah tropis sehingga terjadi peningkatan populasi nyamuk vektor penyakit malaria.

Berikut peta distribusi wilayah rentan terkait rinsiden di 21 Kabupaten/Kota di Indonesia, antara lain Provinsi Sumatera Barat (Kota Padang, Kabupaten Padang, Kabupaten Agam, Kabupaten Padang Panjang), Provinsi DKI Jakarta (Kota Jakarta Pusat dan Jakarta Utara), Provinsi Banten (Kota Tanggerang dan Kabupaten Tanggerang), Provinsi Jawa Timur (Kota Surabaya, Kota Malang, Kabupaten Malang, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Banyuwangi), Provinsi Bali (Kota Denpasar, Kabupaten Badung dan Kabupaten Karang Asem), serta Provinsi Kalimantan Tengah (Kota Palangkaraya, Kabupaten Muara Teweh, Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Kotawaringin Timur).

Oleh karena hal tersebut, perlu di lakukan kajian dan model kerentanan penyakit malaria, guna meningkatkan kesiap-siagaan terhadap kecenderungan peningkatan kasus malaria akibat perubahan iklim yang secara langsung berpengaruh terhadap berkembangnya vektor penyebab penyakit.

(6)

Adapun tujuan umum dalam pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui epidemologi penyakit malaria di Indonesia serta merumuskan suatu teknik kesiap-siagaan masyarakat terhadap kecenderungan peningkatan kasus malaria.

Kemudian tujuan khusus pembuatan makalah yakni sebagai bahan dan proses penambahan wawasan dan ilmu pengetahuan mahasiswa mengenai vektor water borne disease berupa penyakit malaria di Indonesia.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Etiologi

a. Vektor Borne Disease

Vektor Borne Disease merupakan penularan penyakit melalui vektor yang menggunakan air sebagai tempat berkembangbiaknya. Contoh penyakit yang

(7)

ditularkan melalui vektor yang hidupnya bergantung pada air ini seperti malaria oleh vektor nyamuk Anopheles, demam berdarah oleh vektor nyamuk Aedes Aegypti.

Air dapat berperan sebagai sarang insekta yang menyebarkan penyakit pada masyarakat. Insekta tersebut disebut juga sebagai vektor penyakit yang dapat mengandung berbagai jenis penyebab penyakit. Penyebab penyakit di dalam tubuh vektor, dapat berubah bentuk, berubah fase pertumbuhan ataupun bertambah banyak, atau tidak mengalami perubahan apapun. Vektor yang bersarang di air dan umumnya penting di Indonesia adalah nyamuk dari berbagai genus/spesies. Salah satu jenis vektor penyakit yang tinggal di air seperti malaria (disebabkan protozoa Plasmodium dengan vektor nyamuk).

b. Malaria

Kata malaria berasal dari bahasa Italia "mal" yang artinya buruk dan "Aria" yang artinya udara, sehingga malaria berarti udara buruk. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium sp yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia.

Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles dengan gambaran penyakit berupa demam yang sering periodik, anemia, pembesaran limpa dan berbagai kumpulan gejala oleh karena pengaruhnya pada beberapa organ misalnya otak, hati dan ginjal. (Prabowo, 2004)

Penyebab penyakit malaria adalah parasit malaria, suatu protozoa dari genus

Plasmodium. Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 jenis spesies plasmodium penyebab

malaria pada manusia, yaitu (Depkes, 2005):

1) Plasmodium falciparum, penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria yang berat (malaria serebral dengan kematian).

2) Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana. 3) Plasmodium malariae, penyebab malaria quartana

4) Plasmodium ovale, menyebabkan malaria ovale tetapi jenis ini jarang dijumpai. Penyakit malaria hingga kini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat dunia yang utama. Malaria menyebar di berbagai negara, terutama di kawasan Asia, Afrika,dan Amerika Latin. Di berbagai negara, malaria bukan hanya

(8)

permasalahan kesehatan semata. Malaria telah menjadi masalah sosial-ekonomi, seperti kerugian ekonomi, kemiskinan dan keterbelakangan.

B. Diagnosis

Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari penderita tentang asal penderita apakah dari daerah endemic malaria, riwayat berpergian ke daerah malaria, riwayat pengobatan kuratif maupun preventif. Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah tepi untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan pada saat penderita demam akan meningkatkan ditemukannya parasit. Adapun pemeriksaan darah yang dapat dilakukan melalui:

1. Preparat Tetes Darah Tebal

Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup banyak untuk menemukan parasit malaria dibandingkan preparat darah tipis. 2. Preparat Tetes Darah Tipis

Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium jika dengan preparat darah tebal sulit ditemukan

Diagnosis Laboratorium Malaria

1. Pemeriksaan mikroskopis:

a. Cara pembutan sediaan darah tebal (untuk malaria)

1-2 tetes darah segar yang diambil dari bintang diteteskan pada slide yang bersih, tetesan darah dilebarkan sampai menggerakan kaca secara berputar, sampai menjadi sediaan darah dengan diameter 2 cm, tanpa terjadi pembentukan fibrin. Kemudian kering udara dan bebas dari debu. Sediaan darah tebal tidak boleh dipanaskan karena akan meninfeksi sel darah merah. Sebelum dipulas sediaan darah tebal harus dihemolisiskan terlebih dahulu dengan aquades sampai hemoglobin hilang, kemudian langsung dipulas. (Hadidjaja, 1994).

b. Cara pembuatan sediaan darah apus

Bagian yang akan ditusuk dengan jarum dibersihkan terlebih dahulu dengan kapas alcohol 70%. Darah yang keluar dari luka tusukan diteteskan pada ujung kaca yang sudah bersih dan bebas lemak (kaca benda1). Pada tepi tetesan darah tersebut diletakan tepi kaca benda lainnya ( kaca benda II ) dengan membentuk sudut 30-40 C, sehinnga darah akan menyebar disepanjang tepi kaca benda II. Bila darah telah menyebar rata, maka kaca benda II didorong sepanjang kaca benda I, sehingga terbentuk darah tipis dan rata dengan ujungnya berbrntuk lidah. Apusan darah dikeringkan, kemudian difiksasi dengan metilalkohol 100% selama 1 menit.

c. Cara pembuatan sediaan darah kombinasi apus dan tebal

Untuk surfai di lapangan, ternyata lebih praktis bila dibuat sediaan darah apus dan tebal pada satu kaca benda. Yang perlu diperhatikan dalam sediaan kombinasi darah ini adalah :

(9)

b) Hanya bgian sediaan darah apus yang difiksasi dengan metilalkohol 100% sebelum dipulas.

Cara memulas sediaan darah dengan pulasan geimsa :

Sediaan darah apus yang sudah difiksasi dilarutkan dengan larutan buffer pH 7,2 sampai larutan menutupi seluruh permukaan sediaan darah.Lama pemulasan adalah 25-30 menit. Kemudian darah dicuci dengan air mengalir sehingga larutan geimsa turut mengalir dengan air. Dengan demikian tidak ada sisa zat warna yang mengendap pada sediaan darah. Cara mencuci sediaan darah ini penting demi memperoleh sediaan darah yang bersih tanpa ada kotoran dan endapan geimsa yang mengganggu pemeriksaan. (Hadidjaja, 1994)

2. Teknik mikroskopis lain

Berbagai jenis upaya telah dilakukan untuk meningkatan sensitivitas teknik mikroskopis yang konvensional, diantaranya Teknik QBC (Quantitavie Buffy Coat ) dengan pulasan jingga akridin ( acridine orange ) yang berfluoresensi dengan pemeriksaan mikroskop flouresen merupakan salah satu usaha ini, tetapi masih belum dapat digunakan secara luas seperti pemeriksaan sediaan darah tebal dengan pulasan Geimsa menggunakan mikroskop cahya biasa. Teknik Kawamoto, merupakan modifikasi teknik pulasan jingga akridin dan diperiksa dengan mikroskop cahaya yang diberi lampu halogen. ( Suhintam, 2003 )

3. Metode lain tanpa mikroskop

Beberapa metode untuk mendeteksi parasit malaria tanpa menggunakan mikroskop telah dikembangkan dengan maksud untuk mendeteksi parasit lebih baik daripada dengan mikroskop cahaya. Metode ini mendeteksi protein atau asam nukleat yang berasal dari parasit. Teknik dip-stick : mendeteksi secara imuno-enzimatik suatu protein kaya histidine II yang spesifik parasit (immuno enzymmatic detection of the parasite spesifik histodine rich protein II). Tes spesifik untuk plasmodium falciparum telah dicoba pada beberapa negara,antara lain diindonesia. Tes ini sederhana dan cepat karena dapat dilakukan dalam waktu 10 menit dan dapat dilakukan secara massal. Selain itu, dapat dilakukan oleh petugas yang tidak terampil dan memerlukan sedikit latihan. Alatmya sederhana, kecil dan tidak memerlukan aliran listrik. (Sandjaja, 2007)

C. Cara Penularan

Penularan malaria kebanyakan berlangsung secara alamiah, yaitu melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. ( Sutisna Putu, 2004 ) Penyebaran malaria dapat dikurangi dengan menghalang gigitan nyamuk melalui kelambu nyamuk dan penghalang serangga atau melalui langkah pengawalan nyamuk seperti menyembur racun serangga dalam

(10)

rumah dan mengeringkan kawasan air berakung dimana nyamuk bertelur. (Celestinus Eigya Munthe,2001)

Siklus hidup semua spesies parasit malaria pada manusia adalah sama, yaitu mengalami stadium-stadium yang berpindah dari vektor nyamuk ke manusia dan kembali ke nyamuk lagi. Siklus hidup tersebut terdiri dari siklus seksual (sporogoni) yang berlangsung pada nyamuk Anopheles spp. betina, dan siklus aseksual yang berlangsung pada manusia yang terdiri dari fase eritrosit (erythrocytic schizogony) dan fase yang berlangsung di dalam parenkim sel hepar (exo- erythrocytic schizogony).

1. Siklus pada manusia

Pada saat nyamuk Anopheles spp. betina yang infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang berada di dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama lebih kurang 30 menit. Setelah itu, sporozoit akan masuk ke dalam sel hepar dan menjadi trophozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10,000 – 30,000 merozoit hati (tergantung spesiesnya). Siklus ini disebut sebagai siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih dua minggu. Pada

P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi

skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dormant yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel heti selama berbulan-bulan samapi bertahun-tahun. Pada suatu saat, bila imunutas tubuh menurun, hipnozoit ini akan kembali aktif dan menimbulkan kekambuhan (relaps).

Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8 – 30 merozoit, tergantung spesisnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi oleh skizon akan pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini dikenal sebagai silkus eritrositer. Setelah 2 – 3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah akan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina).

2. Siklus pada nyamuk Anopheles spp. betina.

Apabila nyamuk Anopheles spp betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina akan melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot kemudian akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk, ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.

(11)

Sumber : Tropical Medicine and http//www.dpd.cdc.gov/dpdx

D. Derajat Penyakit

Masa inkubasi malaria atau waktu antara gigitan nyamuk dan munculnya gejala klinis sekitar 7-14 hari untuk P. falciparum, 8-14 hari untukP. vivax dan P. ovale, dan 7-30 hari untuk P. malariae. Masa inkubasi ini dapat memanjang antara 8-10 bulan terutama pada beberapa strain P. vivax di daerah tropis. Pada infeksi melalui transfusi darah, masa inkubasi tergantung pada jumlah parasit yang masuk dan biasanya singkat tetapi mungkin sampai 2 bulan. Dosis pengobatan yang tidak adekuat seperti pemberian profilaksis yang tidak tepat dapat menyebabkan memanjangnya masa inkubasi.6 P. falciparum, salah satu organisme penyebab malaria, merupakan jenis yang paling berbahaya dibandingkan dengan jenis plasmodium lain yang menginfeksi manusia, yaitu P. vivax, P. malariae, dan

P. ovale. Saat ini, P. falciparum merupakan salah satu spesies penyebab malaria yang

paling banyak diteliti. Hal tersebut karena spesies ini banyak menyebabkan angka kesakitan dan kematian pada manusia.

(12)

E. Pengobatan

Secara global WHO telah menetapkan dipakainya obat ACT (Artemisinin base Combination Therapy). Golongan artemisinin (ART) telah dipilih sebagai obat utama karena efektif dalam mengatasi plasmodium yang resisten dengan pengobatan. Selain itu juga bekerja membunuh plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit. Juga efektif juga terhadap semua spesies P. falciparum, P. vivax maupun lainnya.

Golongan Artemisinin

Berasal dari tanaman Artemisia annua. L yang disebut dalam bahasa Cina sebagai

Qinghaosu. Obat ini termasuk dalam kelompok seskuiterpen lakton mempunyai beberapa

formula seperti : artemisin, artemeter, asam artelinik, dan dihidroartemisin. Beberapa obat golongan Artemisin ialah:

1) Artesunat

Hari ke-I: 2 mg/KgBB, 2x sehari, hari ke-II-V: dosis tunggal. 2) Artemeter

4 mg/kg dibagi 2 dosis hari ke-I, 2 mg/kg/hari untuk 6 hari 3) Artemisinin

20 mg/kgBB dibagi 2 dosis pada hari ke-I, 10 mg/kg untuk 6 hari.

Pengobatan ACT (Artemisin base Combination Therapy)

Pengobatan artemisin secara monoterapi akan mengakibatkan terjadinya rekrudesensi. Karenanya WHO memberikan petunjuk penggunaan artemisninin dengan mengkombinasikan dengan obat antimalaria yang lain, dan hal ini disebut ACT (Artemisin base Combination Therapy). Kombinasi ini berupa kombinasi dosis tetap (fixed dose) dan kombinasi dosis tidak tetap (non-fixed dose).

Dari kombinasi yang tersedia di Indonesia saat ini ialah kombinasi dan artesunat + amodiakuin dengan nama dagang “Artesdiaquine” atau Artesumoon. Dosis orang dewasa yaitu artesunate (50mg/tablet) 200mg pada hari I-III (4 tablet). Untuk Amodiaquine (200 mg/tablet) yaitu 3 tablet hari I dan II dan 1 ½ tablet hari ke-III.

Sedangkan ACT kombinasi tidak tetap, misalnya: Artesunate + mefloquine Artesunate + amodiaquine Artesunate + kloroquine Artesunate + pyronaridine Artecom + Primaquine Obat Non-ACT

Walaupun resistensi terhadap obat-obat standar golongan non ACT telah dilaporkan dari seluruh propinsi di Indonesia, beberapa daerah masih cukup efektif baik terhadap klorokuin maupun sulfadoksin pirimetamin (kegagalan masih kurang 25%). Di beberapa daerah menggunakan obat standar seperti klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin masih dapat digunakan dengan pengawasan terhadap respon pengobatan. Obat non-ACT antara lain:

(13)

Dosis 25mg basa/kgBB untuk 3 hari, terbagi 10 mg/kgBB hari I dan hari II, 5 mg /kgBB pada hari III.

2) Kina Sulfat

1 tablet 220 mg, dosis 3 x 10 mg/kg BB selama 7 hari, dapat dipakai untuk P.

Falciparum maupun P. Vivax.

3) Primakuin

1 tablet 15 mg, dipakai untuk pengobatan pelengkap atau radikal terhadap P. Falciparum dan P. Vivax. Pada P. Falciparum dosisnya 45 mg (3 tablet) dosis tunggal untuk membunuh gamet, sedangkan untuk P. Vivax dosisnya 15 mg/hari selama 14 hari yaitu membunuh gamet dan hipnozoit.

4) Sulfadoksin-Pirimetamin

1 tablet mengandung 500 mg sulfadoksin dan 25 pirimetamin, dosis orang dewasa ialah 3 tablet dosis tunggal.

BAB III

Gambaran Epidemologi Penyakit

A. Distribusi Penyakit Malaria di Indonesia berdasarkan orang, tempat, dan waktu

Malaria merupakan salah satu indikator dari target Pembangunan Milenium (MDGs), dimana ditargetkan untuk menghentikan penyebaran dan mengurangi kejadian insiden malaria pada tahun 2015 yang dilihat dari indikator menurunnya angka kesakitan dan angka kematian akibat malaria. Global Malaria Programme (GMP) menyatakan bahwa malaria merupakan penyakit yang harus terus menerus dilakukan pengamatan, monitoring dan evaluasi, serta diperlukan formulasi kebijakan dan strategi yang tepat.

Di Indonesia malaria ditemukan tersebar luas pada semua pulau dengan derajar dan berat infeksi yang bervariasi. Menurut data yang berkembang hampir separuh dari populasi Indonesia bertempat tinggal di daerah endemik malaria dan diperkirakan ada 30 juta kasus malaria setiap tahunnya. Kejadian tersebut disebabkan adanya permasalahan-permasalahan tekhnis seperti pembangunan yang tidak berwawasan kesehatan lingkungan, mobilitas penduduk dari daerah endemis malaria, adanya resistensi nyamuk vektor terhadap insektisida yang digunakan dan juga resistensi obat malaria makin meluas.

Keadaan malaria di daerah endemik tidak sama. Derajat endemisitas dapat diukur dengan berbagai cara seperti angka limpa, angka parasit, dan angka sporozoit, yang disebut angka malariometri. Sifat malaria juga dapat dari satu daerah ke daerah lain, yang tergantung pada beberapa faktor, yaitu : parasit yang terdapat pada pengandung parasit, manusia yang rentan, nyamuk yang dapat menjadi vektor, dan lingkungan yang dapat menunjang kelangsungan hidup masing-masing. Plasmodium vivax mempunyai wilayah

(14)

penyebaran paling luas, dari wilayah beriklim dingin, subtropik, sampai wilayah beriklim tropis. Plasmodium falcifarum jarang ditemukan di wilayah beriklim dingin, tetapi paling sering ditemukan pada wilayah beriklim tropis. Wilayah penyebaran Plasmodium malariae mirip dengan penyebaran Plasmodium falcifarum, tetapi Plasmodiummalariae jauh lebih jarang ditemukan, dengan distribusi yang sporadik. Dari semua spesies Plasmodium manusia, Plasmodium ovale paling jarang ditemukan di wilayahwilayah Afrika beriklim tropis, dan sekali-sekali ditemukan di kawasan Pasifik Barat.

Di Indonesia, secara umum spesies yang paling sering ditemukan adalah Plasmodium falcifarum dan Plasmodium vivax, Plasmodium malariae jarang ditemukan di Indonesia bagian timur, sedangkan Plasmodium ovale lebih jarang lagi. Penemuannya pernah dilaporkan dari Flores, Timor dan Irian Jaya.

STRATIFIKASI MALARIA

Upaya penanggulangan penyakit malaria di Indonesia sejak tahun 2007 dapat dipantau dengan menggunakan indikator Annual Parasite Incidence (API). Hal ini sehubungan dengan kebijakan Kementerian Kesehatan mengenai penggunaan satu indikator untuk mengukur angka kejadian malaria, yaitu dengan API. Pada tahun 2007 kebijakan ini mensyaratkan bahwa setiap kasus malaria harus dibuktikan dengan hasil pemeriksaan sediaan darah dan semua kasus positif harus diobati dengan pengobatan kombinasi berbasis artemisinin atau ACT (Artemisinin-based Combination Therapies)

.

Sumber: Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009 dalam Kemenkes RI, 2011 Gambar 3.2. Stratifikasi Malaria Tahun 2009

(15)

Gambar di atas (3.2) Penyakit malaria masih ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan API, dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian Timur masuk dalam stratifikasi malaria tinggi, stratifikasi sedang di beberapa wilayah di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera sedangkan di Jawa-Bali masuk dalam stratifikasi rendah, meskipun masih terdapat desa/fokus malaria tinggi.

Sumber: Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009 dalam Kemenkes RI, 2011 Grafik 3.1. API per 100.000 Penduduk per Provinsi, 2008

API dari tahun 2008–2009 menurun dari 2,47 per 1000 penduduk menjadi 1,85 per 1000 penduduk. Bila dilihat per provinsi dari tahun 2008 – 2009 provinsi dengan API yang tertinggi adalah Papua Barat, NTT dan Papua terdapat 12 provinsi yang diatas angka API nasional.

Dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 pengendalian malaria merupakan salah satu penyakit yang ditargetkan untuk menurunkan angka kesakitannya dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk. Dari gambar diatas angka kesakitan malaria (API) tahun 2009 adalah 1,85 per 1000 penduduk, sehingga masih harus dilakukan

(16)

upaya efektif untuk menurunkan angka kesakitan 0,85 per 1000 penduduk dalam waktu 4 tahun, agar target Rencana Strategis Kesehatan Tahun 2014 tercapai.

Dari tahun 2006 sampai 2009 kejadian luar biasa (KLB) selalu terjadi di pulau Kalimantan walaupun kabupaten/ kota yang terjangkit berbeda-beda tiap tahun. Pada tahun 2009, KLB dilaporkan terjadi di pulau Jawa (Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten), Kalimantan (Kalimantan Selatan), Sulaswesi (Sulawesi Barat), Nangroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera (Sumatera Barat dan Lampung) dengan jumlah total penderita sebanyak 1.869 orang dengan jumlah kematian sebanyak 11 orang.

Menurut data statistik rumah sakit, angka kematian (CFR) penderita yang disebabkan malaria untuk semua kelompok umur menurun drastis dari tahun 2004 ke tahun 2006 (dari 10,61% menjadi 1,34%). Namun dari tahun 2006 sampai tahun 2009 CFR cenderung meningkat hingga lebih dua kali lipat. Hal ini perlu menjadi perhatian dan dilakukan evaluasi agar dapat diketahui penyebab meningkatnya angka kematian dan dilakukan upaya pencegahannya.

Sumber: Ditjen Bina Pelayanan Medik Depkes, RI, 2009 dalam Kemenkes, 2011

Di tahun 2009, ada sekitar 900-an orang Indonesia yang meninggal karena malaria, dengan penggunaan ACT angkanya turun menjadi sekitar 400 di 2010 atau turun sebesar 50 persen, kemudian jumlah yang meninggal menjadi hanya sekitar 100 di tahun 2011."Ada peningkatan penggunaan obat yang baik sehingga angka kematian dapat diturunkan secara tajam," katanya.

Prevalensi malaria berdasarkan Riskesdas 2010 diperoleh dalam bentuk point prevalence. Point prevalence menunjukan proporsi orang di populasi yang terkena penyakit pada waktu tertentu. Data malaria dikumpulkan dengan dua cara yaitu

(17)

wawancara terstruktur menggunakan kuesioner dan pemeriksaan darah menggunakan dipstick (Rapid Diagnostic Test/RDT). Besarnya sampel untuk pemeriksaan RDT yang merupakan subsampel dari sampel Kesehatan masyarakat adalah sejumlah 75.192 dan yang dapat dianalisis adalah 72.105 (95,9%).

Dari hasil Riskesdas diperoleh Point prevalence malaria adalah 0,6%, namun hal ini tidak menggambarkan kondisi malaria secara keseluruhan dalam satu tahun karena setiap wilayah dapat mempunyai masa-masa puncak (pola 67 epidemiologi) kasus yang berbeda-beda. Spesies parasit malaria yang paling banyak ditemukan adalah Plasmodium falciparum (86,4%) sedangkan sisanya adalah Plasmodium vivax dan campuran antara P. falciparum dan P. Vivax. Namun data sebaran parasit perwilayah tidak diperoleh, sehingga tidak dapat diketahui jenis parasit yang dominan per suatu wilayah.

Sumber: Riskesdas, 2010

Diagram 3.2. Penyebaran Plasmodium

Menurut karakteristik umur, point prevalence paling tinggi adalah pada umur 5-9 tahun (0,9%), kemudian pada kelompok umur 1-4 tahun (0,8%) dan paling rendah pada umur <1 tahun (0,3%). Sedangkan menurut period prevalence, prevalens paling tinggi adalah pada kelompok umur >15 tahun (10,8%), nomor dua paling tinggi pada kelompok umur 1-4 tahun (10,7%) dan paling rendah tetap pada umur <1 tahun (8,2%). Dari data diatas tampak kecenderungan kelompok yang berisiko tinggi terkena malaria bergeser dari usia >15 tahun ke usia 1-4 tahun. Oleh karena itu perlu intervensi pencegahan malaria pada usia 1-4 tahun, memperkuat promosi anak dibawah lima tahun tidur dibawah kelambu berinsektisida serta menyediakan obat malaria yang sesuai dengan umur balita.

Untuk karakteristik jenis kelamin, tempat tinggal, pendidikan dan pekerjaan, point prevalensi dan period prevalensi hampir sama. Pada point prevalensi, prevalensi pada laki-laki sama dengan perempuan (0,6%), di perdesaan (0,8%) dua kali prevalensi di perkotaan (0,4%). Kelompok pendidikan tidak tamat SD (0,7%) dan tidak pernah sekolah (0,8%) merupakan dua kelompok yang paling tinggi prevalensinya dan kelompok tamat PT merupakan kelompok yang paling rendah

(18)

prevalensinya (0,2%). Kelompok “sekolah” dan petani/nelayan/ buruh merupakan kelompok pekerjaan yang tertinggi prevalensinya (masing-masing 0,7%) sedangkan yang paling rendah adalah Pegawai/TNI/POLRI (0,3%).

(19)

B. Determinan / Faktor Resiko

Dalam determinan / faktor resiko penyakit malaria, terdapat tiga pihak yang memegang peran utama, yaitu nyamuk Anopheles sp, parasit malaria (plasmodium), dan manusia. Dari ketiga pihak yang telah disebutkan, manusia adalah pihak yang paling dirugikan. Karena manusia tidak memiliki kesiap-siagaan terhadap serangan nyamuk anopheles yang membawa plasmodium.

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penularan penyakit malaria mulai terdesak atau mengalami penurunan, akan tetapi masih terdapat daerah-daerah yang endemis malaria yang perlu dituntaskan. Sehingga masyarakat perlu tahu dan paham mengenai penyakit malaria khususnya mengenai tiga determinan yang bertanggung jawab terhadap penularan malaria.

Berikut penjelasan ketiga determinan / faktor resiko penyakit malaria: 1. Nyamuk Anopheles

Kehadiran nyamuk Anopheles sebagai vektor yang membawa plasmodium menyebabkan manusia terkena malaria. Penularan penyakit malaria terjadi pada manusia dikarenakan gigitan nyamuk Anopheles betina pada manusia untuk mendapatkan nutrisi darah untuk perkembangan tlur-telurnya agar keturunannya dapat berlanjut.

Pada dasarnya, tanpa kehadiran plasmodium didalam tubuh nyamuk, nyamuk Anopheles hanya menimbulkan kebisingan di telinga dan sedikit rasa gatal akibat gigitannya dan akan tetap bertahan hidup meskipun tanpa atau dengan ditumpangi leh plasmodium.

2. Parasit Malaria (Plasmodium)

Parasit malaria (plasmodium) yang menjadi penyebab timbulnya penyakit malaria hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Terdapat empat spesies plasmodium, yakni Plasmodium falciparum, vivax, malariae dan ovale yang menimbulkan penyakit malaria dengan karakteristik yang berbeda.

Plasmodium sangat membutuhkan nyamuk dan manusia untuk melanjutkan siklus hidupnya. Keunikan Plasmodium adalah separuh siklus hidupnya ada di dalam tubuh nyamuk (invertebrate host), yang kita kenal dengan fase sporogonik atau ekstrinsik mulai dari tahap gametocyte sampai sporozoit. Kemudian separuh siklusnya lagi berada dalam tubuh manusia (vertebrate host) mulai dari sporozoit yang melalui dua tahapan yaitu di luar sel darah merah (liver) yang dikenal dengan nama siklus eksoeritrositer dan di dalam sel darah merah (siklus eritrostrer) untuk menjadi gametocyte yang siap masuk dalam tubuh nyamuk guna menyelesaikan siklus hidupnya.

(20)

Masa paling rawan dalam siklus hidup Plasmodium sebenarnya saat berada di dalam tubuh nyamuk Anopheles karena amat dipengaruhi suhu ambien udara dan kelembaban. Makin panas perkembangan makin cepat. Demikian pula umur nyamuk amat berpengaruh. Plasmodium butuh waktu 10-18 hari untuk menyelesaikan siklus dalam tubuh nyamuk. Jika nyamuknya mati lebih dulu, maka siklus pun terhenti.

Berikut siklus hidup plasmodium di dalam tubuh manusia dan nyamuk :

Siklus Hidup Plasmodium, CDC Atlanta

3. Manusia

Telah disebutkan bahwa dari ketiga pihak utama determinan penyakit malaria, manusia adalah pihak yang paling dirugikan. Karena dengan digigitnya manusia oleh nyamuk Anopheles yang membawa plasmodium didalam tubuhnya, manusia tidak hanya menuai rasa gatal saja, akan tetapi biaya dan nyawa manusia bisa menjadi taruhannya. Oleh sebab itu manusia harus berupaya keras untuk membunuh nyamuk dan berobat bila terkena malaria.

Untuk mencegah gigitan sekaligus membunuh nyamuk, manusia bisa menggunakan kelambu (berinsektisida). Tempat perindukan nyamuk bisa dibasmi dengan bergotong-royong. Dibandingkan HIV/AIDS dan TB Paru maka Malaria sebenarnya dapat disembuhkan dalam 3 hari. Di daerah endemis sudah disiapkan Pos

(21)

Malaria Desa. Puskesmas sudah siap dengan obat kombinasi Artemisinin yang ces-pleng.

C. Strategi Penanggulangan

a) Pencegahan Malaria

 Pencegahan Primer

Tindakan terhadap manusia

a. Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan

kepada setiap pelancong atau petugas yang akan bekerja di daerah endemis. Materi utama edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko terkena malaria, dan yang terpenting pengenalan tentang gejala dan tanda malaria, pengobatan malaria, pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat perindukan.

b. Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini, dengan memberikan

penyuluhan pada masyarakat tentang cara pencegahan malaria.

c. Proteksi pribadi, seseorang seharusnya menghindari dari gigtan nyamuk

dengan menggunakan pakaian lengkap, tidur menggunakan kelambu, memakai obat penolak nyamuk, dan menghindari untuk mengunjungi lokasi yang rawan malaria.

d. Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas di luar rumah mulai senja

sampai subuh di saat nyamuk anopheles umumnya mengigit.

 Pencegahan Sekunder

a. Pencarian penderita malaria

Pencarian secara aktif melalui skrining yaitu dengan penemuan dini penderita malaria dengan dilakukan pengambilan slide darah dan konfirmasi diagnosis (mikroskopis dan /atau RDT (Rapid Diagnosis Test)) dan secara pasif dengan cara malakukan pencatatan dan pelaporan kunjungan kasus malaria.

b. Diagnosa dini

Gejala Klinis Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari penderita tentang keluhan utama (demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal), riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemis malaria, riwayat tinggal di daerah endemis malaria, riwayat sakit malaria, riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir, riwayat mendapat transfusi darah. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan fisik berupa :

(22)

 Pencegahan Tertier

a. akibat lanjut dari komplikasi malaria

Kematian pada malaria pada umumnya disebabkan oleh malaria berat karena infeksi P. falciparum. Manifestasi malaria berat dapat bervariasi dari kelainan kesadaran sampai gangguan fungsi organ tertentu dan gangguan metabolisme. Prinsip penanganan malaria berat:

-Pemberian obat malaria yang efektif sedini mungkin

-Penanganan kegagalan organ seperti tindakan dialisis terhadap gangguan fungsi ginjal, pemasangan ventilator pada gagal napas.

-Tindakan suportif berupa pemberian cairan serta pemantauan tanda vital untuk mencegah memburuknya fungsi organ vital.

b. Rehabilitasi mental/ psikologis

Pemulihan kondisi penderita malaria,memberikan dukungan moril kepada penderita dan keluarga di dalam pemulihan dari penyakit malaria, melaksanakan rujukan pada penderita yang memerlukan pelayanan tingkat lanjut.

b) Pengobatan Malaria

Berbeda dengan penyakit-penyakit yang lain, malaria tidak dapat disembuhkan meskipun apat diobati untuk menghilangkan gejala-gejala penyakit. Malaria menjadi penyakit yang sangat berbahaya karena parasit dapat tinggal dalam tubuh manusia seumur hidup. Sejak 1638, malaria diobati dengan ekstrak kulit tanaman cinchona. bahan ini sangat beracun tetapi dapat menekan pertumbuhan protozoa dalam darah. Saat ini ada tiga jenis obat anti malaria, yaitu Chloroquine,

Doxycyline, dan Melfoquine. Tanpa pengobatan yang tepat akan dapat mengakibatkan

kematian penderita. Pengobatan harus dilakukan 24 jam sesudah terlihat adanya gejala.

Pengobatan spesifik untuk semua tipe malaria:

 Pengobatan untuk mereka yang terinfeksi malaria adalah dengan menggunakan chloroquine terhadap P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale yang masih sensitif terhadap obat tersebut.

 Untuk pengobatan darurat bagi orang dewasa yang terinfeksi malaria dengan komplikasi berat atau untuk orang yang tidak memungkinkan diberikan obat peroral dapat diberikan obat Quinine dihydrochloride.

(23)

Untuk infeksi malaria P. falciparum yang didapat di daerah dimana ditemukan strain yang resisten terhadap chloroquine, pengobatan dilakukan dengan memberikan quinine.

Untuk pengobatan infeksi malaria P. vivax yang terjadi di Papua New Guinea atau Irian Jaya (Indonesia) digunakan mefloquine.

 Untuk mencegah adanya infeksi ulang karena digigit nyamuk yang mengandung malaria P. vivax dan P. ovale berikan pengobatan dengan primaquine. Primaquine tidak dianjurkan pemberiannya bagi orang yang terkena infeksi malaria bukan oleh gigitan nyamuk (sebagai contoh karena transfusi darah) oleh karena dengan cara penularan infeksi malaria seperti ini tidak ada fase hati.

BAB IV

Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan

Di Indonesia sampai saat ini penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Angka kesakitan penyakit ini masih cukup tinggi, terutama di daerah Indonesia bagian timur. Di daerah trasmigrasi dimana terdapat campuran penduduk yang berasal dari daerah yang endemis dan tidak endemis malaria, di daerah endemis malaria

(24)

masih sering terjadi letusan kejadian luar biasa (KLB) malaria Oleh karena kejadian luar biasa ini menyebabkan insiden rate penyakit malaria masih tinggi di daerah tersebut.3

Indonesia merupakan salah satu negara yang masih tergolong berisiko malaria serta sering mengalami kejadian luar biasa (KLB).

Dewasa ini upaya pemberantasan penyakit malaria dilakukan melalui, pemberantasan vektor penyebab malaria (nyamuk Anopheles) dan dilanjutkan dengan melakukan pengobatan kepada mereka yang diduga menderita malaria atau pengobatan juga sangat perlu diberikan pada penderita malaria yang terbukti positif secara laboratorium.

B. Saran

Masyarakat dan pihak terkait sebaiknya aktif dalam kegiatan gebrak malaria sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit malaria, memelihara tempa-tempat yang mudah bagi nyamuk malaria untuk mengurangi populasi larva dan nyamuk Anopheles, melakukan pemetaan tempat perindukan nyamuk untuk perencanaan pengendalian vektor malaria serta peluasan area penelitian pada kondisi geografis yang berbeda. Pemberantasan malaria perlu disesuaikan dengan kondisi setempat, termasuk mengetahui jenis nyamuk

Anopheles, melalui survei vektor. Pembukaan daerah-daerah baru untuk pemukiman perlu

mempertimbang-kan aspek-aspek terjangkit penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

Hakim, Lukman. 2011. Malaria : Epidemiologi dan Diagnosis.

http://lukman@litbang.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 27 Maret 2015

Hasyim, Hamzah, dkk. 2014. Determinan Kejadian Malaria di Wilayah Endemis.

(25)

Hiswani. 2004. Gambaran Penyakit dan Vektor Malaria Di Indonesia. http://repository.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 28 Maret 2015

http://ejournal.litbang.depkes.go.id

NN.2012. Tentang Malaria http://repository.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 27 Maret 21015

Prof Andi Arsunan Arsin. 2012. Malaria di Indonesia. http://repository.unhas.ac.id. Diakses pada tanggal 27 Maret 2015

Wahju, Teguh Sardjino. Strategi Penanggulangan dan Pencegahan Penyakit Parasitik di Masyarakat. http://kgm.bappenas.go.id. Diakses pada tanggal 27 Maret 2015

Gambar

Gambar di atas (3.2) Penyakit malaria masih ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Persepsi remaja usia 14-16 tahun terhadap peranan perawatan dengan menggunakan gigi tiruan dinilai masih

Pada sistem operasi Android pesan SMS tersimpan dalam sebuah file database berjenis SQLite, penghapusan data pesan SMS tidak dibarengi dengan penghapusan bit pada memori,

b. Pengesahan Hibah Langsung yang bersumber dari Dalam Negeri dalam bentuk uang sebesar yang telah diterima dan belanja yang bersumber dari hibah langsung yang bersumber dari

Kegiatan pelestarian lingkungan hidup yang sudah ada di sekolah akan dikolaborasikan dengan kegiatan kewirausahaan yang telah ada di SMA Negeri 9 Tangerang. Siswa sangat

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengidentifikasi karakteristik keluarga penerima program konversi minyak tanah ke LPG, (2) mengidentifikasi persepsi dan sikap ibu

Pada bagian ruang lingkup unit kerja, penulis akan menjelaskan tentang ruang lingkup pekerjaan yang menjadi tanggung jawab bagian processing di PT. Memproses dan

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata variabel X siswa 69,96 berkategori “cukup” kemudian setelah diterapkan model discovery

Penulis sangat bersyukur karena telah mendapat banyak dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga penyusunan laporan ini dapat selesai dengan baik untuk