1 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TERHADAP PEMENUHAN GIZI
BAGI BALITA DI KECAMATAN KASEMEN KOTA SERANG TAHUN 2019
Erna Lestari, Epi Rustiawati
DIII Keperawatan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Koresponding : ernalestari57@gmail.com
ABSTRAK
Balita merupakan individu yang sangat membutuhkan asupan nutrisi yang bergizi untuk menopang proses pertumbuhan dan perkembangannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat pengetahuan ibu dalam pemenuhan gizi balita di Kecamatan Kasemen Kota Serang. Pengetahuan merupakan hal yang penting sebagai dasar seseorang dalam melakukan sesuatu. Ibu merupakan orang terdekat anak yang dipercaya mampu memberikan setiap kebutuhan anak balita termasuk asupan nutrisi. Pengetahuan ibu tentang gizi balita menjadi dasar ibu dalam memberikan kebutuhan makanan kepada balitanya. Hal ini sangatlah penting untuk diyakini, karena makanan yang dikomsumsi seorang anak yang dapat mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan balita.sesuai tahapan usia. Metode penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Responden penelitian sebanyak 96 orang ibu yang memiliki balita di wilayah Kecamatan Kasemen. Pengukuran tingkat pengetahuan menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Hasil penelitian menunjukan tidak ada hubungan tingkat pengetahuan ibu terhadap pemenuhan gizi balita ditinjau dari status gizi balita.
Kata kunci : gizi, balita, pengetahuan
PENDAHULUAN
Balita merupakan tahapan perkembangan manusia yang pasti akan dilalui oleh setiap individu dewasa. Klasifikasi usia berdasarkan Departemen Kesehatan RI bahwa balita adalah individu yang berusia 0-59 bulan (Kementrian Kesehatan RI, 2018). Pada usia ini lah yang merupakan usia paling penting pada proses pertumbuhan di masa depan. Usia balita merupakan usia yang terpenting dalam siklus kehidupan yang harus ditunjang dengan pertumbuhan fisik dan mental yang baik. Orang tua yaitu ibu sebagai penentu menu makanan bagi balita memiliki
pengetahuan yang baik terhadap kebutuhan gizi balitanya. Salah satu penunjang pertumbuhan optimal pada balita yaitu makanan pendamping ASI. Makanan ini harus memiliki gizi yang dibutuhkan oleh balita (Irmawati, 2015). Menurut WeythNutrition 2015 kebutuhan yang penting untuk anak adalah kalsium dan sumber bagi nutrisi anak meliputi buah/dan sayur, biji-bijian,susu,protein, vitamin dan mineral.
Penilaian gizi balita dilihat dari status gizinya. Status gizi dapat berupa gizi kurang dan gizi buruk yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur. Data menunjukkan tahun 2017 Indonesia
2 memiliki presentase gizi buruk pada balita
0-59 bulan sebanyak 3,8% dan gizi buruk sebanyak 14%. Daerah Banten diketahui pada tahun yang sama memiliki presentasi balita gizi buruk sebanyak 4% dan balita gizi kurang sebanyak 15,7% (Kementrian Kesehatan RI, 2018). Angka-angkat ini melebihi angka nasional yang dimiliki oleh Indonesia. Salah satu daerah di Provinsi Banten yang masih memiliki balita dengan gizi buruk dan gizi kurang adalah Kecamatan Kasemen Kota Serang. Data menunjukkan pada tahun 2018, Kecamatan Kasemen merupakan kecamatan yang paling banyak kasus gizi buruk karena daerah ini merupakan kecamatan kategori kumuh. Kasus gizi buruk di Kecamatan Kasemen banyak 25 kasus gizi buruk (Rifa’i, 2018).
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain
cross sectional yaitu untuk melihat
hubungan tingkat pengetahauan ibu terhadap pemenuhan gizi balita dilihat dari status gizi balita. Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kasemen yaitu Desa Margaluyu, Desa Karonjen, dan Desa Kasemen. Waktu yang penelitian dimulai pada bulan Agustus 2019 sampai dengan Oktober 2019. Teknik sampling yang digunakan adalah dengan random sampling. Berdasarkan penghitungan sampel diperoleh sampel sebanyak 96 ibu dengan balita.
HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden
Jumlah responden pada penelitian ini adalah 96 ibu dengan balita. Karakteristik keseluruhan responden dijelaskan pada tabel di bawah ini.
Tabel 1.
Distribusi Karakteristik Responden (n=96)
Variabel F
(n) % Pekerjaan Ibu
a. Ibu rumah tangga b. Wiraswasta
90 6
93,8 6,3 Pendapatan Rumah Tangga
a. < Rp 1.000.000 b. Rp 1.000.000-2.000.000 9 87 9,4 90,6 Pendidikan Terakhir Ibu
a. Tidak sekolah b. SD/ sederajat c. SLTP/ sederajat d. SMUsederajat e. Sarjana 2 32 28 30 4 2,1 33,3 29,2 31,3 4,2 Jumlah Anak a. 1 orang b. 2 orang c. 3 orang d. 4 orang 36 38 20 2 37,5 39,6 20,8 2,1 Jenis Kelamin Anak
a. Laki-laki b. Perempuan 59 37 61,5 38,5 Hasil menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah ibu rumah tangga (93,8%) dengan tingkat pendidikan terakhir adalah SD/sederajat (33,3%). Pendapatan rumah tangga mayoritas antara Rp 1.000.000 sampai dengan Rp 2.000.000 per bulannya (90,6%). Mayoritas ibu telah memiliki anak sebanyak 2 orang (39,6%). Jenis kelamin balita mayoritas laki-laki (61,5%).
Pengetahuan Ibu dan Status Gizi Balita Pengetahuan ibu tentang gizi balita dijelaskan pada tabel sebagai berikut.
3 Tabel 2.
Distribusi pengetahuan ibu tentang gizi balita (n=96) Pengetahuan Ibu F (n) % a. Baik b. Sedang c. Buruk 33 50 13 34,4 52,1 13,5 Tabel di atas menjelaskan bahwa mayoritas pengetahuan ibu tentang gizi balita adalah pengetahuan sedang (52,1%). Status gizi balita dijelaskan pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.
Distribusi status gizi balit (n=96) Status Gizi Balita F
(n) % a. Baik b. Kurang 75 21 78,1 21,9 Tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas balita di wilayah Kecamatan Kasemen memiliki status gizi yang baik (78,1%).
Hubungan tingkat pengetahuan ibu terhadap pemenuhan gizi balita ditinjau dari status gizi balita
Tabel di bawah ini menjelaskan hubungan tingkat pengetahaun ibu terhadap pemenuhan gizi balita.
Tabel 4.
Hubungan tingkat pengetahuan ibu terhadap pemenuhan gizi balita ditinjau
dari status gizi balita
Variabel r pvalue
Status gizi
0,890 0,001
Pengetahuan ibu
Tabel diatas menunjukan bahwa nilai pvalue
(0,890) > 0,01 yang memiliki arti bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu terhadap pemenuhan gizi balita dilihat dari status gizi balita.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan tingkat pengetahuan ibu terhadap pemenuhan gizi balita dilihat dari status gizi balita. Hal ini sejalan dengan penelitian Murty Ekawaty (2015) yang menyatakan bahwa tidak adan hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi anak umur 1-3 tahun. Namun penelitian lain menjelaskan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang pemenuhan gizi balita. Selain itu penelitian lain juga menyebutkan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan, asupan energi, asupan karbohidrat, dan asupan protein dengan status gizi balita.
Hasil penelitian yang menjelaskan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan pemenuhan gizi balita berdasarkan status gizi balita dapat disebabkan karena faktor lain seperti pengalaman ibu dalam menyediakan makanan untuk anaknya. Pengetahuan ibu yang baik belum dapat dipastikan ibu dapat memberikan makanan yang bergizi untuk anaknya. Hal ini dapat dikarenakan faktor ekonomi yang membuat keluarga tidak dapat menyediakan makan untuk anaknya.
Menurut Radiansyah (2007) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi balita terbagi menjadi 2 meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang ada dalam diri anak itu sendiri, yang meliputi status kesehatan, umur, jenis kelamin, dan ukuran tubuh. Status kesehatan berkaitan dengan adanya hambatan reaksi imunologis dan berhubungan dengan terjadinya prevalensi
4 dan beratnya penyakit infeksi, seperti
kwashiorkor atau marasmus sering didapatkan pada taraf yang sangat berat. Infeksi sendiri mengakibatkan penderita kehilangan bahan makanan melalui muntah-muntah dan diare (Santosa, 2004). Faktor umur merupakan faktor yang sangat menentukan banyaknya kebutuhan protein terutama pada golongan balita yang masih dalam masa pertumbuhan. Terkait dengan faktor jenis kelamin, jenis kelamin wanita lebih banyak kasusnya Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi status gizi yaitu 11 faktor yang datang atau ada dari luar anak itu sendiri. Faktor ini meliputi pendidikan, pengetahuan, infeksi dan pendapatan.
Supariasa (2002) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi status gizi anak meliputi faktor pejamu, agens dan lingkungan. Faktor 12 pejamu meliputi fisiologi, metabolisme dna kebutuhan zat gizi. Faktor agens meliputi zat gizi yaitu zat gizi makro seperti karbohidrat, protein dan lemak, serta zat mikro seperti vitamin dan mineral. Faktor lingkungan meliputi bahan makanan, pengolahan, penyimpanan, penghidangan dan higienitas serta sanitasi makanan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi balita terbagi menjadi (Supariasa, 2002) faktor langsung yang terdiri dari keadaan infeksi dan konsumsi makan. Faktor tidak langsung diantaranya pengaruh budaya seperti sikap terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak, dan produksi pangan. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih 13 terdapat pantangan, tahayul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah. Konsumsi makanan yang rendah juga disebabkan oleh adanya penyakit,
terutama penyakit infeksi saluran pencernaan. Jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak akan mempengaruhi asupan gizi dalam keluarga. Konsumsi zat gizi keluarga yang rendah, juga dipengaruhi oleh produksi pangan. Rendahnya produksi pangan disebabkan karena para petani masih menggunakan teknologi yang bersifat tradisional. Faktor sosial ekonomi juga dibedakan berdasarkan data sosial ini meliputi keadaan penduduk di suatu masyarakat, keadaan keluarga, pendidikan, perumahan, penyimpanan makanan, air dan kakus. Data ekonomi Data ekonomi meliputi pekerjaan, pendapatan keluarga, kekayaan yang terlihat seperti tanah, jumlah ternak, perahu, mesin jahit, kendaraan dan sebagainya serta harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi musin. Pelayanan kesehatan dan pendidikan Pelayanan kesehatan meliputi ketercukupan jumlah pusat-pusat pelayanan kesehatan yang terdiri dari kecukupan jumlah rumah sakit, jumlah tenaga kesehatan, jumlah staf dan lain-lain. Fasilitas pendidikan meliputi jumlah anak sekolah, remaja dan organisasi karang tarunanya serta media masa seperti radio, televisi dan lain-lain. Pada penelitian ini mayoritas ibu memiliki pengetahuan sedang, hal ini dapat disebabkan karena ibu kurang terpapar informasi tentang gizi balita atau informasi yang diterima oleh ibu kurang tepat.
KESIMPULAN
1. Status gizi balita di Kecamatan Kasemen mayoritas adalah balita dengan status gizi baik berdasarkan pengukuran berat badan per umur (BB/U).
5 2. Tingkat pengetahuan ibu tentang gizi
balita di Kecamatan Kasemen mayoritas adalah tingkat pengetahuan sedang.
3. Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu terhadap pemenuhan gizi balita ditinjau dari status gizi balita.
DAFTAR PUSTAKA
Aeni, Ani Nur. (2014). Pendidikan
Karakter untuk Mahasiswa PGDS.
Bandung : UPI PRESS.
Alligood, M. R. (2014). Nursing Theorist and their work. Missouri: Elsevier
Mosby.
Badan Pusat Statistik. (2014). Survei
Sektor Informal Tahun 2014. Jakarta:
Badang Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. (2017). Provinsi Banten dalam Angka (No. 1102001.36). Indonesia. https://doi.org/1102001.36
Badraningsih, & Zuhny, E. (2015). Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) dan Penyakit Akibat Kerja (PAK). Retrieved from http://staff.uny.ac.id/ BPS. (2017). Hasil Pendaftaran ( Listing )
Usaha / Perusahaan Sensus Ekonomi 2016. Badan Pusat Statistik, No.
50/04/(50), 1–8.
Candra, W. W., Kawatu, P. A. T., Boky, H. B., Kesehatan, F., Universitas, M., & Ratulangi, S. (2017). Analisis Pelaksanaan Program Pos Upayan Kesehatan Kerja di Tempat Pelelangan Ikan Tumumpa di Wilayah Kerja Puskesmas Tuminting Kota Manado. Fakulas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sam
Ratulangi.
Hariana, Arief. (2014). Resep untuk mengobati Penyakit. Jakarta : PT. Grasindomedia
Henley, A., Arabsheibani, G. R., & Carneiro, F. G. (2006). On Defining and Measuring the Informal Sector.
Retrieved from
http://ftp.iza.org/dp2473.pdf
Kementerian Kesehatan RI. (2015).
Infodatin : Situasi kesehatan kerja.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Lubis, H. S., & Syahri, I. M. (2009).
Pelaksanaan Program Upaya
Kesehatan Kerja Pada Pos Ukk Di Wilayah Kerja Puskesemas Kampung
Bugis Kota Tanjungpinang
Kepulauan Riau Muliyanto 1 ,
Halinda Sari Lubis 2 , Isyatun Mardiyah Syahri 2, (1).
Minanti, S. T. (2015). Gambaran Faktor Perilaku Tidak Aman pada Pekerja PT. Krakatau Engineering Area. UIN
Syarif Hidayatullah.
Morrison, P., & Burnard, P. (2009). Caring and Communicating Hubungan Interpersonal dalam Keperawatan - Google Books. Retrieved March 23,
2018, from
https://books.google.co.id/
Rimantho, D. (2014). Identifikasi Risiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada Pekerja Pengumpul Sampah Manual di Jakarta Selatan. Jurnal
Oprimasi Sistem Industri, 14(1), 1–
15.
Riyadina, W. (2007). Kecelakaan Kerja dan Cedera yang dialami oleh Pekerja Industri di Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta, pp. 25–31.
Rizwan, F. (2016). Disease and health
condition of scavengers in Bangladesh. Bangladesh. Retrieved
6 Rustandi, K. (2016). Rencana Aksi
Kesehatan Kerja dan Olahraga Tahun 2016 - 2019. Jakarta.
Siregar, P. R. (2006). Profil Sektor Informal ( Studi Pedagang Kaki Lima di Jalan Hang Tuah Kota Tanjungpinang ).
Tawee, S. (2015). Challenges Of Scavengers In MalaysiA. Retrieved
from
http://eprints.uthm.edu.my/401/1/seo w_tawee.pdf
The Informal Sector: What Is It, Why Do We Care, and How Do We Measure It? (2007). Retrieved from http://siteresources.worldbank.org Watson, J. (2009). Assessing and
measuring caring in nursing and health sciences (second). Library of
Congress Cataloging.
Yusida, H., Suwandi, T., Yusuf, A., & Sholihah, Q. (2017). Kepedulian Aktif untuk Sektor Informal.