• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penelitian yang akan digunakan untuk menganalisis data-data dan sebagian besar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. penelitian yang akan digunakan untuk menganalisis data-data dan sebagian besar"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Teori-teori yang dijelaskan pada bab ini memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan digunakan untuk menganalisis data-data dan sebagian besar merupakan teori dari Michael A. K. Halliday dan Gerot & Wignel.

2.1 Tata Bahasa Fungsional (Functional Grammar)

Secara umum, tata bahasa fungsional menjelaskan susunan bahasa alamiah dari segi fungsionalitasnya. Karena hal itulah, maka pengembangan teori ini memusatkan perhatiannya pada tiga hal yang saling berkait, yaitu 1. fungsionalitas bahasa alamiah, 2. fungsionalitas relasi yang terjadi pada berbagai tingkatan susunan tata bahasa, dan 3. sasaran yang ingin dicapai, yaitu keterpakaian teori ini sebagai alat analisis atas berbagai aspek bahasa dan pemakaian bahasa. Tata Bahasa Fungsional (Functional Grammar) sebenarnya adalah nama sekumpulan teori linguistik yang secara umum dapat digolongkan ke dalam linguistik fungsional (linguistic functionalism), termasuk di dalamnya functional discourse grammar yang dikembangkan oleh linguis Belanda Simon Dik dan systemic functional grammar yang dikembangkan oleh linguis Inggris Michael A. K. Halliday.

Tata bahasa fungsional merupakan linguistik modern. Tatabahasa fungsional juga merupakan instrumen simbolik yang digunakan untuk tujuan berkomunikasi. Seperti yang dijelaskan oleh Halliday, “Systemic functional refers

(2)

to the view of language as a network of systems, or interrelated sets of options for making meaning refers to view that language is as it is because of what it has evolved to do” (Halliday:1985). Tata bahasa ini tak hanya berkonsentrasi kepada struktur bahasa namun juga pada cara bagaimana struktur tersebut menyusun makna dan bagaimana makna tersebut direalisasikan. “Functional grammars view language as a resource for making meaning. These grammar attempt to describe language in actual use and so focus on texts and their context” (Gerot and Wignell 1994:6). Tata bahasa fungsional melihat suatu bahasa sebagai sumber yang memberikan makna dan mendeskripsikan bahasa dalam penggunaan yang nyata dan lebih berfokus pada teks dan konteks.

Bloor (2004) juga menambahkan bahwa, semua bahasa yang kita gunakan adalah sistematik dan alasan kita mengungkapkan bahasa dengan cara tertentu adalah hasil dari sebuah pilihan sadar atau tidak sadar. Pilihan itulah yang mengandung sistem yang terdiri oleh struktur dan memungkinkan kita menciptakan makna tidak terbatas.

“Every linguistic choice we make is systematic, and the reason we say something in a certain way is the result of a choice, albeit unconcious. Such choices are made from a set of systems containing structures, allowing us unlimited ways of creating meaning” (Bloor and Bloor,2004).

Adapun menurut Halliday dan Matthiessen,

“Language is used to express meanings and perform various function in different context and situation of our daily lives. If grammar is ‘the way in which a language is organised’ (Butt et al, 2000), ‘Systemic Functional Grammar attempts to explain and describe the organisation of the ‘meaning-making resources’ (Halliday and Matthiessen,2004).

Bahasa itu digunakan untuk mengekspresikan makna dan menampilkan berbagai macam fungsi dalam konteks dan situasi yang berbeda. Apabila tata

(3)

bahasa adalah ‘cara bagaimana bahasa terorganisir’, tata bahasa fungsional adalah upaya untuk menjelaskan dan mendeskripsikan penyusunan ‘meaning-making resources’.

Halliday (1985: xiii) berpendapat bahwa “It is functional in three distinct although closely related senses: in its interpretation (1) of texts, (2) of the system, and (3) of the elements of linguistics structures” (Halliday, 1985). Pendapat Halliday ini menjelaskan bahwa konsep dasar dari tata bahasa fungsional grammar adalah fungsi dari suatu bahasa.Terdapat tiga pembagian fungsi di dalam suatu bahasa pada tatabahasa fungsional ini, yaitu: 1. Fungsi bagaimana bahasa itu digunakan dalam suatu teks baik itu yang tertulis atau yang diucapkan. 2. Sistem dari komponen-komponen dasar dari suatu makna adalah komponen-komponen fungsionalnya. 3. Setiap elemen di dalam suatu bahasa dijelaskan oleh maksud dari fungsi elemen itu sendiri dalam sistem linguistik- klausa klausanya, frasa-frasanya, dan seterusnya.

Seperti yang dikemukakan oleh Halliday dalam bukunya yang berjudul An Introductional to functional grammar (1985), “Functional grammar is one that construes all the units of the language its clause, phrases, and so on as organics configurations of functions” (Halliday, 1985). Tata bahasa fungsional adalah sistem yang menguraikan semua unit bahasa yaitu mulai dari klausa, phrasa dan sebagainya sebagai suatu susunan fungsi yang organis.

(4)

2.2 Metafunction

Thompson menjelaskan bahwa manusia merupakan mahluk sosial yang berkomunikasi antar sesamanya menggunakan bahasa baik secara lisan maupun tulisan. Bahasa itu berfungsi sebagai cara untuk menyampaikan beberapa tujuan; yaitu untuk mempengaruhi sikap dan perilaku orang lain, untuk memberikan informasi yang orang lain tidak ketahui, untuk menjelaskan sikap dan perilaku kita sendiri atau membuat orang melakukan sesuatu dan sebagainya.

“Human beings are social creatures that interact with other using language rather in spoken or written form. When people interact with others they attempt to use language to convey some purposes; they may want to influence other’s attitude or behavior, to provide information that the other do not know, to explain their own attitudes or behavior, to get person to take some actions, and so on” (Geoff Thompson 1996).

Halliday (2004) menganalisis klausa dari tiga jenis perspektif atau kelompok yang berbeda berdasarkan fungsionalitasnya. Pada perspektif atau kelompok terdapat komponen-komponen berbeda yang saling berkaitan satu sama lain yang dapat membentuk makna dalam suatu bahasa. “Language has three different metafunction of meanings” (Halliday and Matthiessen 2004) bahwa bahasa memiliki tiga metafungsi makna yang biasanya disebut dengan fungsi. Ketiga perspektif inilah yang dikenal sebagai metafunction. Halliday membagi konsep metafunction. Halliday (1975) membagi konsep metafunction menjadi tiga bagian utama, yaitu fungsi ideasional, interpersonal, dan tekstual. Ketiga jenis metafunction yang terdiri atas fungsi ideasional, interpersonal, dan tekstual tersebut tergambar pada struktur tataran klausa.

(5)

Halliday (1975) juga mengungkapkan bahwa, saat seseorang menggunakan bahasa, ada tiga kemungkinan arti yang akan disadari; pertama, bahasa digunakkan untuk berbicara tentang pengalaman, imajinasi dan mendeskripsikan kejadian atau situasi. Kedua, bahasa digunakan untuk berinteraksi, menjalin hubungan, mengekspresikan sikap dan untuk memberikan opini. Ketiga, bahasa digunakan untuk mengorganisir pesan yang sesuai dengan konteks. Hal ini diungkapkan oleh Halliday (1975),

“When a person uses language, there are three possible meaning that will be realized; first, language is to talk about the experience, the imagination and the description of an event or situation. Second, language is used to interact, to preserve relationships, to express attitudes, and to give an opinion. Third, the language used to organize message which appropriate to the context.” (Halliday, 1975)

Ketiga makna tersebut disebut metafunction yaitu Ideational Meaning (sumber daya untuk menafsirkan pengalaman kita tentang dunia), Interpersonal Meaning (sumber daya untuk menjaga hubungan social), dan Textual Meaning (sumber daya untuk mengelola informasi sebagai perantara untuk berinteraksi). Alice dan J.R Martin (2004) mengungkapkan,

“Those three kinds of meaning are called Metafunction which comprise three functions or strands of meaning; they are respectively Ideational Meaning (the resources for construing our experience of the world), Interpersonal Meaning (the resources for enacting our social relations), and Textual Meaning (the resources for managing the flow of information as we interact)”

Hal ini bisa diilustrasikan sebagai berikut:

(1) . I caught the first ball

Theme Rheme

Subject Actor

(6)

Dari ilustrasi tabel di atas, Halliday berpendapat bahwa ketika elemen I berfungsi sebagai Theme dalam analisis textual meaning (klausa sebagai pesan) maka caught the first ball disini disebut sebagai Rheme. Sedangkan, pada Interpersonal meaning (klausa sebagai pertukaran) I berfungsi sebagai Subject dan sebagai Actor pada Ideational meaning (klausa sebagai representasi).

“Where the element I functions as Theme in the analysis of textual meaning (clause as a message) and caught the first ball is as Rheme. In the interpersonal meaning (Interpersonal meaning) it functions as Subject and as an Actor in the ideational meaning (clause as exchange and presentation / representation) (M.A.K Halliday 1999).

Sebagai keseluruhan, ada tiga fungsi pembeda dalam klausa: tema, subjek, dan aktor. Setiap bagian membentuk bagian-bagian konfigurasi fungsional yang berbeda dan menyusun untaian yang terpisah pada keseluruhan makna klausa. Tema dalam struktur klausa berfungsi sebagai pesan, sebuah kuantum informasi. Tema merupakan titik awal untuk sebuah pesan; subjek berfungsi sebagai pertukaran, sebuah transaksi antara penutur dan pendengar. Subjek merupakan unsur penutur membuat tanggung jawab untuk validitas tentang apa yang sedang dikatakan; sedangkan aktor berfungsi sebagai representasi beberapa proses dalam pengalaman manusia secara terus menerus. Aktor merupakan unsur penutur yang berperan sebagai seseorang yang melakukan perbuatan.

2.3 Interpersonal Meaning

Menurut Halliday, interpersonal meaning dapat diartikan sebagai ekspresi sikap, penilaian, personalitas pembicara saat berbicara. “Interpersonal Meanings are meanings which express a speaker’s attitudes and judgments and personality

(7)

which enable speaker participates in the speech situation” (M.A.K Haliiday 1975). Interpersonal meaning itu bisa diartikan sebagai ekspresi sikap, penilaian, personalitas pembicara saat berbicara. Interpersonal meaning terdiri dari tiga area komponen yaitu: lawan bicara, jarak sosial dan sosial status. Fungsi Interpersonal meaning juga berhubungan dengan aktivitas yang dipimpin diantara pembicara, atau penulis dan pendengar atau penulis dan pendengar di dalam interaksi yang sebagian besar ditentukan oleh mood system. ”Interpersonal Meaning relates to the aspects of tenor which comprises three component areas: the interlocutor’s persona, social distance, and relative social status.” (Linda Gerot and Peter Wignell 1994). ““Interpersonal function refers to the activity that conducted between speaker, or writer and audience in interaction which is largely determined by the mood system.” (M.A.K. Halliday 1994).”

Interpersonal meaning juga berfungsi untuk memberikan makna terhadap context yang dikandungnya atau context yang mengikutinya (Gerot & Wignell, 1994:102). Context tersebut berada dalam tataran klausa dan klausa kompleks. Menurut Halliday,

“Cutting across this basic distinction between giving and demanding is another distinction, equally fundamental, that relates to the nature of the commodity being exchanged. This may be either (a) goods and services, or (b) information.” Halliday (1985: 68).

Linguis menambahkan bahwa interpersonal meaning ini fokus pada analisis proses dialog yang pada dasarnya interaktif dan kolaboratif. “The interpersonal focus on the dialogue analysis which is essentially interactive and collaborative process” (J. R. Martin, Christian M. I. M Matthiessen and Clare Painter 1997). Sebagai contoh, jika pembicara meminta barang maka lawan bicara

(8)

diminta untuk memberikan barang tersebut, jika pembicara memberikan informasi maka lawan bicara diminta untuk menerima informasi tersebut, dalam bukunya, Halliday juga memberikan penjelasan secara rinci dalam berbentuk tabel yang berisi penjelasan mengenai Interpersonal meaning beserta contohnya, berikut contoh:

Role in Exchange

Commodity Exchange (a) goods and services (b) information

(i) giving

offer: "Would you like this teapot?"

statement: "He's giving her the teapot” (ii) demanding command: "Give me that teapot!" question: "What is he giving her?"

Tabel 2.2 Interpersonal meaning

Interpersonal meaning terdiri dari 2 bagian yang melibatkan speech role (peran), dan commodity (komoditas) dapat disimpulkan pada tabel kutipan dari Halliday (1985:68) yang ada di atas, role in exchange terdiri dari giving yang berisi offer yang merupakan bagian dari commodity exchange pada good and services dan information yang merupakan bagian dari information pada commodity exchange. Demanding yang merupakan bagian dari role in exchange berisi command yang merupakan bagian dari good and services pada commodity exchange dan question yang merupakan bagian dari information yang merupakan commodity exchange.

Selain itu, Gerot dan Wignell juga berpendapat bahwa tindakan ini direalisasikan kedalam suatu susunan kata yang disebut Mood dan Modality. Makna ini termasuk kedalam tenor didalam discourse.

(9)

wording that is called Mood and Modality. Meanings of this kind are most centrally influenced by tenor of discourse” (Linda Gerrot and Wignell 1994).

Interpersonal meaning adalah klausa yang memunculkan makna-makna dari hubungan social participant yang berada di dalam klausa. Makna-makna tersebut dapat disebut dengan interpersonal meaning atau dalam lexicogrammar makna-makna tersebut disebut dengan mood (Gerot & Wignel, 1994:22). Makna-makna tersebut muncul ketika ada hubungan yang dilakukan oleh participant 1 dengan participant 2 (Gerot & Wignell, 1994:22).

Pada buku Making Sense of Functional Grammar yang ditulis Linda Gerot dan Peter Wignell pada tahun 1994, Interpersonal meaning berhubungan dengan fungsi sosial bahasa yang mengungkapkan penilaian pembicara dan sikap pembicara. “Interpersonal meaning is related to social function of language which expresses speaker’s judgments and attitudes.” (Linda Gerot and Peter Wignell 1994) Analisis pada Interpersonal Meaning dapat diilustrasikan sebagai berikut:

(2) Yanti buys a book

Yanti Buys a book

Subject Finite/Predicator Complement

Tabel 2.3 Contoh (2) (3) The special order may come tomorrow

The special order May Come Tomorrow

Subject Finite Predicator Complement

(10)

2.5 Modus (Mood)

Mood merupakan sistem dari analisis Interpersonal meaning yang berfokus pada Subject, Finite, Predicator, Complement, dan Adjuncts. Subject direalisasikan oleh nominal group, sedangkan Finite direalisasikan oleh verbal group. Teori yang mengungkap tentang mood system salah satunya ialah “It is defined that the mood as the interpersonal, since there is an exchange in the dialogue in the mood system” (Halliday 2004). Modus adalah bagian dari klausa yang menopang argumen yang tidak dapat hilang saat tanggapan pembicara mengambil bagian di dalam percakapan menurut J. R. Martin, Christian M. I. M Matthiessen and Clare Painter. “Mood is part of the clause carrying the argument that cannot disappear when the responding speaker takes up his/her position.” (Matthiessen, 1997)

(Halliday and Mathiessen, 2004) juga mengungkapkan, modus atau dalam bahasa Inggris disebut mood, terrmasuk ke dalam jenis metafunction interpersonal dan merupakan sumber gramatikal yang mewujudkan fungsi di dalam dialog. Eggins menjelaskan bahwa dalam interpersonal metafunction, satu hal yang kita lakukan dalam fungsi ini adalah dengan membangun hubungan diantara kita, yaitu diantara orang yang berbicara sekarang dan dengan orang yang mungkin akan berbicara nanti. Untuk membangun hubungan itu, kita saling bergantian dalam berbicara dan saling bertukar peran yang berbeda.

“In the Interpersonal Metafunction, one of the things we are doing with it is establishing a relationship between us: between the person speaking now and the person who will probably speak next” (Suznne Eggins, 2004).

(11)

Mood termasuk kedalam interpersonal meaning yaitu penggunaan bahasa untuk mengungkapkan sikap dan penilaian terhadap isu atau pengalaman tertentu dan mempertahankan interaksi antara pengguna bahasa. “In the Interpersonal Metafunction, one of the things we are doing with it is establishing a relationship between us: between the person speaking now and the person who will probably speak next” (Suznne Eggins, 2004).

Gerot and Wignell dalam bukunya menjelaskan bahwa ketika pembicara memberikan informasi, berarti dia mengundang kita untuk menerima informasi itu, begitu juga ketika pembicara menawarkan sesuatu kepada kita, berarti pembicara tersebut mengundang kita untuk menerima barang atau pelayanan tersebut. Atau pula apabila dia meminta informasi dari kita, maka kita harus memberi informasi tersebut dan jika dia meminta barang atau pelayanan dari kita, maka dengan demikian kita diundang untuk memberikan pelayanan atau menyediakan barang untuk mereka.

“If a speaker gives you information, as we are trying to do now, he or she is inherently inviting you to receive that information. If as speaker he or she offers you some goods or or some service, the speaker is inherently inviting you to receive those goods and service. Or if he or she demands information of you, inherently you are invited to give that information. And if she or he demands some goods or services of you (oh, scratch myback just there please), you are thereby invited to render that services or provide the goods.” (Gerot and Wignell 1994)

“The basic speech roles we can take on are: giving and demanding. Giving means ‘inviting to receive’, and demanding means ‘inviting to give’ (M.A.K Halliday, 1994). Menurut Halliday, hal dasar dalam peran berbicara yang bisa kita lakukan adalah memberi dan menuntut. Memberi berarti ‘mengundang untuk menerima’, dan menuntut berarti ‘mengundang untuk memberikan’.

(12)

Modus atau yang di dalam bahasa inggris disebut mood, mempunyai dua elemen yaitu, 1. Subject, yang merupakan nominal grup, dan 2. Finite, yang merupakan operator dan merupakan grup verbal. Modus termasuk kedalam interpersonal meaning yaitu penggunaan bahasa untuk mengungkapkan sikap dan penilaian terhadap isu atau pengalaman tertentu dan mempertahankan interaksi antara pengguna bahasa. Hal ini diungkapkan Halliday (1985) bahwa, “Mood consists of two parts: 1. the Subject, which is a nominal group, and 2. the finite element, which is part of a verbal group.” Mood memiliki dua jenis, yakni indikatif (indicative) dan imperatif (imperative) mood. Mood indikatif direalisasikan oleh Subject dan Finite, dan kedua elemen tersebut merefleksikan deklaratif (declarative) atau pernyataan dan interogatif (interogative) atau pertanyaan. (Gerot & Wignell : 38). Sedangkan dalam mood imperatif (imperative), elemen Mood bisa berisi Subject dan Finite, hanya Subjek, hanya Finite, atau bahkan tidak memiliki elemen Mood sama sekali. (Gerot & Wignell 1994:42). Realisasi dari mood imperatif ini ialah berupa perintah (command) dan tawaran (offer).

2.4.1 Unsur-unsur Modus (Constituents of Mood) a. Subjek (Subject)

Subject adalah elemen yang diklaim memiliki validitas yang menonjol, yang berfungsi untuk merealisasikan sesuatu dengan menegaskan bagian mana yang proposisinya bisa ditegaskan atau dibantah. Seperti yang dikatakan Halliday pada teorinya “Subject is an element which the assertion is claimed to have validity, that it functions to realize the thing by reference to which the proposition can be affirmed or denied” (M.A.K Halliday, 1994).

(13)

Gerot dan Wignell juga menjelaskan bahwa subject adalah pembicara yang bertukar informasi, seseorang atau sesuatu yang bertanggung jawab untuk menjamin aksi yang dilakukan dan tidak dilakukan saat bertukar jasa dan barang. “The Subject is that upon which the speaker rests his case in exchanges information, and the one responsible for insuring that prescribed action is or is not carried out in exchanges of goods and services” (Gerot and Wignell, 1994). Lalu Gerot dan Wignell memberikan contoh menggunakan mood tag dalam mengetahui subject sebagai berikut:

(4) Pandas eat bamboo (don’t they) (5) I’ll make some toast (shall I) (6) Turn that radio down (will you)

“‘Pandas’, ‘I’, and ‘you’ are the ones on which the validity of the information is made to rest in each clause in turn. Note that validity doesn’t equal truth value; in ‘Turkeys eat bamboo’ turkey is subject, even though the statement is untrue”. (Gerot and Wignell, 1994)

Menurut penjelasan yang diberikan Gerot dan Wignel pada teorinya, kata ‘Pandas’ ‘I’ dan ‘you’ adalah subject karena kata tersebut merupakan sesuatu yang validitas informasinya sudah menonjol. Tetapi validitas tersebut tidak menjamin kebenarannya. Contoh pada ‘turkeys eat bamboo’, subject nya di sini adalah ‘turkey’ walaupun pernyataan tersebut tidak benar.

“The principle of responsibility can be seen easily in a proposal, where the subject specifies the one that is actually responsible for realizing the offer or command. It can be exemplified in I’ll open the gate, shall I? (Offer), the opening depends on me. In Stop shouting, you over there! (Command), it is desist for you or otherwise. The Subject of an offer is the speaker itself while that of command is the person being addressed” (M.A.K Halliday 1994).

(14)

atau penawaran. Hal tersebut bisa dilihat dalam contoh “I’ll open the gate, shall I?” (offer), pembukaan tersebut tergantung kepada saya. Pada klausa “Stop shouting, you over there! (command), hal ini berlaku untuk ‘kamu’ atau sebaliknya. Subjek dari tawaran itu adalah speaker itu sendiri, sedangkan pada perintah subject nya adalah seseorang yg ditujukan itu.

“It provides the person or thing who responsible for the success of the proposal and for functioning of the clause as an interactive event” (Suznne Eggins, 2004). Subject terdiri atas orang atau sesuatu yang bertanggung jawab atas keberhasilan pengutaraan dan berfungsi untuk klausa sebagai interactive event.

“The other part of the classical definition of the Subject, ‘that noun or pronoun which is in the nominative case’, is even more restricted, since the only words in English which display case are I, we, he, she and they (and in formal language also who).” (Halliday, 2004).

Penjelasan lain mengenai subject menurut Halliday adalah bahwa subject merupakan noun atau pronoun yang merupakan hal yang bersifat nomina, lebih jelasnya lagi, satu-satunya kata-kata di dalam Bahasa Inggris yang memperlihatkan kasus adalah are I, we, he, she dan they (dan pada bahasa formal juga menjelaskan siapa).

b. Finit (Finite)

Finite adalah elemen modus lain yang membuat preposisi menjadi jelas dan menjadikan finite lebih sederhana untuk dibuktikan.“Finite is another mood element which makes the proposition definite, to bring the proposition down to earth that we can argue about it.” (M.A.K Halliday and Matthiesen, 2004). Finite, memperlihatkan waktu berbicara, baik secara gramatikal yang baik yang disebut primary dan modality. Primary tense berbicara baik kejadian lampau, kejadian

(15)

sekarang atau kejadian di masa depan, namun modality berbicara mengenai pendapat atau kewajiban pembicara.

“Finite, shows the time of speaking and the judgment of speakers which in grammatical term respectively called primary tense and modality. Primary tense tells whether past, present, or future, at the time of speaking, while modality tells the speaker’s judgment of the probability or obligation.” (M.A.K Halliday and Matthiesen, 2004)

Finite dalam bahasa Indonesia disebut finit, dibagi menjadi dua yaitu finite verbal operator temporal dan modal operator untuk membatasi keleluasaan cara berbicara melalui “mood tag”. Seperti yang disebutkan oleh Halliday bahwa bahwa temporal finites itu menyanggah atau mengalokasikan proposisi dengan mengacu pada waktu, memberikan period finite yang lalu, sekarang atau yang akan datang.

“Thus finite can be expressed by means of temporal and modal operator. Temporal Finites anchor the proposition by reference to time, they give tense to the Finite-either past, present or future”(M.A.K Halliday and Matthiesen, 2004).

Halliday lebih lanjut memberikan contoh mengenai temporary finites dan modals finites:

Temporal Finites

Past Present Future

Positives

Did, was, had, used to Does, is, Has Will, shall, would, should Negative Didn’t , wasn’t, hadn’t, didn’t +used to Doesn’t, isn’t, hasn’t Won’t, shan’t, wouldn’t, shouldn’t Tabel 2.5 Temporal Finites

Sementara itu, Finite Modal Operators menyanggah proposisi bukan melalui acuan waktu, melainkan melalui modality.

(16)

Contoh (7): Henry James could write.

Modal operators

Low Medium High

Positive Can, may, could, might (dare) Will, would, should, is/was to

Must, ought to, need, has/had to Negative Needn’t, doesn’t/didn ’t + need to, have to Won’t, wouldn’t, shouldn’t, (isn’t/wasn’t to) Mustn’t,

oughtn’t to, cant, couldn’t,

(mayn’t,

hasn’t/hadn’t to) Tabel 2.6 Modal Operators

The Mood is the element that realizes the selection of mood in the clause. It has sometimes been called the ‘Modal’ element; but the difficulty with this is that the term ‘modal’ is ambiguous, since it corresponds both to mood and to modality. (Halliday, 2004)

Halliday menjelaskan bahwa mood adalah elemen yang menyadari pemilihan mood di dalam klausa. Elemen mood tersebut kadang disebut elemen ‘Modal’: akan tetapi, kesulitan pada elemen modal adalah ambigu, selama hal tersebut tersampaikan baik pada mood atau pada modality. Finite verbal operators juga memiliki kebalikan yang bersifat negatif, seperti yang disebutkan oleh Halliday, “As well as expressing primary tense and modality, finite element also realize polarity feature which provide choices between positive and negative. Each of operators appears in both positive and negative form: did/didn’t, can/can’t and so on” (M.A.K Halliday, 1994).

Elemen finite juga mereleasasikan ciri polarity yang menyajikan pilihan antara positif dan negatif. Masing- masing operators bisa muncul dalam kedua bentuk negatif dan positif seperti did/didn’t, can/can’t, dan seterusnya. Dalam situasi tertentu elemen finite dan verba leksikal kadang-kadang melebur. Halliday memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai finite yang melebur.

(17)

“Primary tense means past, present or future at the moment of speaking; it is time relative to ‘now’. A proposition may become arguable through being located in time by reference to the speech event. (There is no primary tense in proposals). Modality means likely or unlikely (if a proposition), desirable or undesirable (if a proposal). A proposition or proposal may become arguable through being assessed in terms of the degree of probability or obligation that is associated with it.” (Halliday, 2004)

Penjelasan lebih lanjut mengenai primary tense dan modality dijelaskan oleh Halliday melalui bukunya bahwa Primary tense berarti past, present atau future pada saat berbicara; Hal tersebut berarti berhubungan dengan waktu ‘sekarang’. Sebuah proposisi dapat menjadi diperdebatkan melalui lokasi yang berhubungan waktu dengan mengacu pada acara pidato. Modality merupakan kemungkinan atau ketidakmungkinan (jika merupakan sebuah preposisi), diinginkan atau tidak diinginkan (jika merupakan sebuah usul). Sebuah persoalan atau sebuah usul berkemungkinan bisa diperdebatkan melalui hal yang dinilai dari segi tingkat probabilitas atau kewajiban yang terkait dengan itu.

“In a certain situation finite elements and lexical verb are sometimes fused. First is in simple past or simple present for example: ‘ate’ is the fusion of ‘did eat’, and ‘eats’ is the fusion of ‘does eat’. Secondly is in active voice ‘they do eat pizza’ Third is in positive polarity, for example: they go (they do go). And the last is in Neutral Contrast, for example: go away (do go away) ”(M.A.K Halliday and Matthiesen, 2004).

Pada situasi tertentu, perpaduan antara lexical verb dan finite element terjadi. Pertama, saat verba dalam posisi simple past atau simple present, contohnya pada kata: ‘ate’ adalah peleburan dari kata ‘did eat’, dan ‘eats’ adalah peleburan dari kata ‘does eat’. Kedua, pada kalimat aktif ‘they do eat pizza’, yang ketiga adalah pada positive polarity, contohnya: they go (they do go). Dan yang terakhir adalah neutral contrast, contohnya: go away (do go away).

(18)

Halliday menjelaskan dalam teorinya bahwa penyatuan pada finite element dan lexical verb bisa menjadi lebih jelas apabila ditambah dengan “mood tag”, “This fusion of the finite element and lexical verb becomes clear when we add the

mood tag” (M.A.K Halliday, 1994). Lebih lanjut, Halliday memberikan contoh sebagai berikut:

(8)

Rudi Speaks English doesn’t he?

Subject Predicator Complement Finite Subject

Mood Residue Mood Tag

Tabel 2.7 Contoh (8)

Contoh di atas menjelaskan bahwa mood tag, elemen finite lebih bisa terlihat jelas dan hal ini juga berguna untuk membatasi penggunaan kalimat yang berlebihan. Seperti contoh pada kalimat berikut ini berdasarkan teori Gerot dan Wignell:

(9) A panda eats bamboo, doesn’t it? (10) The orchestra played well, didn’t it? (11) Pandas have big feet, don’t they?

Kalimat negatif biasanya ditandai dengan kata ‘not’ yang menempel pada finite kecuali kata may dalam bentuk negatif yaitu mayn’t. Menurut Halliday, “In a negative clause, the negative is usually separated such as, may not, used not to. In this case, not can be analyzed as part of the residue” (M.A.K Halliday, 1994). Halliday menjelaskan bahwa dalam klausa negatif, biasanya bentuk negatif tersebut terpisah seperti halnya, may not, used not to.

(19)

Mood dibagi menjadi dua bagian, imperative mood dan indicative mood, indicative dibagi menjadi dua bagian juga yaitu declarative dan interrogative seperti yang dikatakan J. R. Martin, Christian M. I. M Matthiessen and Clare Painter di dalam bukunya yang berjudul Working with functional grammar. “Mood is divided into two parts, the imperative mood and the indicative mood, which the indicative mood is differentated into two types of moods, declarative and interrogative” (J. R. Martin, Christian M. I. M Matthiessen and Clare Painter 1997). Berikut ilustrasi mengenai tipe mood:

Declarative Polarity

Indicative Interrogative WH

Mood Imperative

Gambar. 2.1 Tipe Modus

a. Declarative Mood

Halliday (1994) mengungkapkan bahwa memberikan informasi seringkali memakai bentuk statement atau declarative dengan bentuk Subject-Finite. “The giving of information often takes the form of a statement / a declarative with the order Subject-Finite.”(Halliday, 1994). Declarative mood merupakan tipe mood yang terdiri dari elemen Subject + Finite (F). Finit juga adalah bagian dari verbal grup yang diikuti oleh predicator seperti yang digambarkan pada tabel dibawah ini, berikut contoh:

(20)

You put it there Subject Finite Predicator Complement Adjunct

Mood Residue

Tabel 2.8 Contoh (12)

Penjelasan di atas memperlihatkan bahwa kata put mempunyai dua elemen yaitu finite dan predicator. Finite yang ada di kata put berfungsi sebagai operator yang menunjukkan verb atau predicator dan juga menunjukkan tense. Tense berfungsi menunjukan waktu dalam kalimat tersebut yaitu do. Do merupakan finite yang terimplikasi dari kata put karena subjek dalam kalimat tersebut you dan kalimat tersebut bersifat simple present.

b. Interrogative Mood

Linda Gerot (1994) dalam buku nya yang berjudul Making Sense of Functional Grammar mengungkapkan bahwa menuntut informasi diekspresikan dengan sebuah pertanyaan yang direalisasikan oleh sebuah interrogative. “The demanding of information is expressed by a question realized by an interrogative”. Ada dua tipe interrogative mood, yang pertama interrogative mood polar dan interrogative mood Wh- seperti yang diungkapkan Halliday (1994) bahwa Bahasa Inggris memperkenalkan dua struktur utama untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan Polar interrogatives (yes/no questions) atau Wh-interrogatives (pertanyaan menggunakan who, what, which, where, when, why dan how). “English offers two main structures for asking questions: Polar interrogatives (yes/no questions) or Wh-interrogatives (questions using who, what, which, where, when, why and how)”(Halliday, 1994). Sebagai contoh:

(21)

(13) Would you like some biscuits?

Would you like some biscuits?

Finite Subject Predicator Complement

Mood Residue

Tabel 2.9 Contoh (13)

Pada strukturnya pula dijelaskan oleh Linda Gerot & Peter Wignel (1994) pengaturan finite mendahului subject, mewujudkan polar atau ‘yes/no interrogative. “The order finite precedes subject, realizes polar or ‘yes/no interrogative.”(Gerot & Wignel, 1994). Seperti pada contoh di atas, kalimat diawali dengan finite lalu diikuti subject.

(14) Who did Ricardo kill?

Who did Ricardo kill?

Wh-Complement Finite Subject Predicator

Mood Residue

Tabel 2.10 Contoh (14)

Pada di atas, kalimat diawali dengan complement karena Wh-complement tersebut menggantikan kedudukan subject. Halliday menjelaskan lebih lanjut mengenai Wh-question bahwa di sisi lain fungsi wh-question untuk menentukan sesuatu yang pertanyaan harapkan sudah disediakan. Elemen wh- selalu digabungkan dengan satu atau tiga lain nya subject, complement atau adjunct. Jika wh-digabungkan dengan subject, wh- tersebut merupakan mood element, wh-

(22)

tersebut harus merupakan Subject^finite.

“In other hand wh-interrogatives function to determine something that the question wishes to have supplied. The Wh- element is always conflated with one or another three functions subject, complement or adjunct. If it is conflated with the subject, it is part of the mood element, it must be Subject^finite.” (Halliday 2004)

“Who, is as the subject in part of the mood element. If in other hand the wh-element is conflated with complement or adjunct it is part of the residue, the finite preceding the subject. Look at the example below.” (Halliday, 2004)

Melalui contoh di bawah, Halliday menjelaskan bahwa who sebagai subject yang merupakan bagian dari elemen mood. Jika di sisi lain elemen wh- digabungkan dengan complement atau adjunct, maka wh- merupakan bagian dari residue, finite mendahului subject. Perhatikan contoh di bawah.

Contoh (15): who killed Cock Robin?

Who Killed Cock Robin

Wh-Subject Finite Predicator Complement

Mood Residue

Tabel 2.11 Contoh (15)

c. Imperative Mood

Imperative mood adalah modus untuk menukarkan barang dan jasa, subjeknya adalah ‘you’ atau ‘me” atau ‘you and me’.“The imperative is the mood for exchanging goods and services, its subject is ‘you’ or ‘me’ or ‘you and me’.” (M.A.K Halliday and Matthiesen, 2004). Halliday (2004) dalam buku nya

(23)

memberikan penjelasan mengenai imperative mood,

“In the imperative, the mood element may consist of subject only (you), finite only (do, don’t), or finite followed by subject (don’t you), but there always be a predicator. They can be followed by mood tag (will you, won’t you) to show that the clause is finite.” (M.A.K Halliday and Matthiesen, 2004)

Pada imperative, elemen mood berkemungkinan hanya terdiri dari subject saja (you), finit saja (do, don’t), atau finite yang diikuti oleh subjek (don’t you), akan tetapi akan selalu ada predicator. Imperative dapat diikuti dengan mood tag (will you, won’t you) untuk memperlihatkan bahwa klausa tersebut merupakan finite. Berbeda dari declarative mood, elemen pada tipe imperative mood bisa apabila tidak ada mood (tanpa subject dan finite), hanya terdiri dari residue atau hanya dengan mood (hanya finite). Sebagai Contoh:

(16)Let’s go home

Let’s Go Home Shall We

Subject Predicator Adjunct Finite Subject

Mood Residue Mood Tag

Tabel 2.12 Contoh (16)

“The meaning of ‘let’s’ always includes ‘you’ because it is interpreted as form of the subject ‘you and I’. The anomalous form is in its responses, they are Yes, let’s! No, let’s not! which on this analysis has Subject and no-Finite, but in each case there is an alternative form with the Finite Element in it, Yes, do let’’!, No, don’t let’s! Which also suggest that let’s is felt to be a Subject.” (M.A.K Halliday, 1994).

Halliday menjelaskan bahwa arti dari “let’s” itu selalu berisi “you” karena let’s itu diartikan sebagai bentuk subject ‘you’ dan ‘I’. Bentuk anomali dari responnya adalah yes, let’s! No, let’s not! yang pada analisis ini memiliki Subject dan non-Finite, tetapi dalam setiap kasus ada bentuk alternatif yang memiliki

(24)

bentuk elemen finite seperti ‘Yes,do,let!’, ‘No,don’t let’s!’ yang memberi kesan bahwa let’s merupakan subject.

2.5 Residu (Residue)

Residu merupakan bagian dari klausa yang bagaimanapun kurang penting dibahas di dalam klausa dibandingkan komponen mood seperti yang diungkapkan Eggins (2004) “the Residue as part of clause which is somehow less essential to the arguably of the clause than is the Mood component.” Halliday pun memperkuat teori tersebut, “The remainder of the clause we shall call the residue. It has sometimes been labeled ̳proposition.” Residu merupakan restan dalam suatu klausa, di dalam pembahasan mengenai Modus, pembahasan tersebut dilanjutkan ke pembahasan tentang Residu. Residu mempunyai tiga elemen yaitu Predicator, Complement(s) dan Adjunct(s) seperti yang dikatakan Halliday (2004) “Residue contains a number of functional elements: a Predicator, one or more Complements, and any number of different types of Adjuncts.” Residu terdiri dari beberapa elemen-elemen fungsional: sebuah Predicator, satu atau beberapa Complements, dan beberapa tipe Adjunct yang berbeda.

Selain itu, Crystal (1997: 313) menjelaskan:

“The notion of proposition is fundamental to case grammar, where it is used as one of the two main underlying constituents of sentences (sentence →modality + proposition): each proposition is analyzed in terms of a predicate word and its associated arguments”. Crystal (1997: 313)

Dari kedua kutipan tersebut dapat kita ketahui bahwa elemen proposisional berisi residu (residue). Residu dapat terdiri dari sisa group verba (predicator), pelengkap (complement), dan keterangan (adjunct).

(25)

2.5.1 Predicator

Predicator adalah bagian dari klausa yang mengandung verbal group yang menceritakan proses dalam suatu tindakan yang diekspresikan oleh group verbal yang terpisah dari finite seperti yang dikatakan Thompson (1996), “Predicator is part of the clause containing the verbal group which tells the process – the action, happening and state which is expressed by the rest of the verbal group apart from the Finite” (Geoff Thompson, 1996). Predicator adalah verba dari sebuah klausa yang menjelaskan apa yang dilakukan, yang sedang terjadi dan apa yang ada, berikut kutipan dari Gerot dan Wignell (1994: 31): “The predicator is the verb part of the clause, the bit which tells what‘s doing, happening or being.”

Menurut Halliday predicator merupakan salah satu elemen residue yang memiliki empat kali lipat fungsi yaitu yang pertama adalah predicator merupakan penentu waktu berbicara misalnya adalah masa lalu, masa sekarang, atau masa depan. Fungsi kedua yaitu sebagai penentu beberapa aspek dan fase seperti seeming, trying dan hoping. Fungsi yang ketiga, predicator merupakan penentu bentuk kalimat; aktif atau pasif. Terakhir merupakan penentu proses (aksi, kejadian atau peristiwa dan mental process). Seperti yang disampaikan Halliday dalam teori ini:

“Predicator has fourfold function. First, it specifies the time of speech vents, i.e. past, present and future. Second, it specifies various other aspects and phases like seeming, trying, hoping. Third, it specifies the voice; active or passive. The last, it specifies the process (action, event, mental process) that is predicated by the Subject”(M.A.K Halliday, 1994). Adapun teori pendukung yang dijelaskan oleh Gerot dan Wignell mengenai predicator. Gerot dan Wignell menjelaskan bahwa predicator merupakan verba

(26)

atau kata kerja di dalam suatu klausa yang berfungsi untuk menjelaskan apa yang dilakukan, yang sedang terjadi atau yang ada, sebagai contoh: ‘build’, ‘proceed’, ‘move’, ‘reverse’, ‘have been’, ‘start to use’. Berikut teori yang di kutip dari buku “Making Sense of Functional Grammar” karya Gerot dan Wignell

“The predicator is the verb part of the clause, the bit which tells what’s doing, happening or being. Thus, the predicator in the above five clauses are: ‘build’, ‘proceed’, ‘move’, ‘reverse’, ‘have been’, ‘start to use’” (Gerot and Wignell, 1994).

(17) So as to give Henry more room

to give Henry more room

Predicator Complement Adjunct

Residue

Tabel 2.13 Predicator

Pada buku nya, Gerott dan Wignell pun memberikan contoh yang menarik yang dapat ditemukan pada contoh predicator seperti yang dikutip di atas, bahwa di dalam sebuah klausa, terkadang semata-mata hanya terdapat residu di dalam nya yaitu berisikan predicator dan tidak terdapat elemen finit. “In a clause, sometimes residue merely contains predicator and no finite element” (Linda Gerott and Peter Wignell, 1994). Jika dijabarkan, ada juga klausa non-finite (‘to + verb dan verb + ‘ing’) yang memiliki predicator namun tidak memiliki elemen finite.

2.5.2 Complement

Complement adalah salah satu elemen dari residu yang dianggap sebagai elemen yang tidak esensial di dalam klausa, berikut Thompson (1996) mengungkapkan,”Complement is an element of the Residue considered as a non-essential part in the clause.” Complement atau yang di dalam bahasa Indonesia

(27)

merupakan pelengkap dan juga berperan sebagai objek pada kalimat. Istilah complement ada karena dengan adanya complement maka pesan yang akan disampaikan oleh klausa menjadi lengkap. Complement adalah unsur klausa yang potensial menjadi subjek setelah subjek sesuatu klausa. Ini berarti bahwa complement, dalam hal tertentu, dapat menjadi subjek, khususnya dalam klausa pasif.

Gerot dan Wignell (1994: 32): “The complement answers the question ̳is/had what‘, ̳to whom‘, ̳did to what‘.” Teori tersebut diperkuat oleh Linda, Gerot & Wignell (1994), “A Complement can get to be Subject through the process of making the clause Passive since the complement answer the question ‘is/had what’, ‘to whom’, ‘did to what’.” Complement bisa menjadi Subjek melalui

proses pembuatan klausa pasif karena komplemen menjawab pertanyaan 'adalah / memiliki apa', 'kepada siapa', 'melakukan apa '.

(18) He loves his girlfriend.

He Loves his girlfriend

Subject Finite Predicator Complement

Mood Residue

Tabel 2.14 Contoh (18)

Pada contoh tersebut, his girlfriend merupakan complement karena menjawab pertanyaan ‘to whom’ di dalam klausa tersebut.

(28)

Henry Built his first car in his backyard Subject Finite Predicator Complement Adjunct

Mood Residue

Tabel 2.15 Contoh (19)

His first car yang berasal dari klausa di atas merupakan jawaban dari pertanyaan: did to (build) what?

2.5.3 Adjunct

Adjunct merupakan element dari suatu klausa yang tidak mempunyai potensi untuk menjadi Subject. Adjunct adalah elemen klausa yang berkontribusi memberikan beberapa informasi tambahan, berikut tuturan Eggins (2004):

“Adjunct is clause elements which contribute some additional information to the clause. It can be identified as elements which do not have the potential to become Subject—i.e. they are not nominal elements, but are adverbial, or prepositional phrase which answer the questions ‘how’, ‘when’, ‘where’, ‘by whom.” Eggins (2004)

Adjunct juga merupakan unsur residu yang biasanya diisi oleh adverbial atau keterangan yang bisa diartikan secara sirkumstansial, dan meliputi keterangan tempat, keterangan waktu, atau keterangan cara. Sependapat dengan Halliday, Adjunct secara khas ditampilkan oleh group adverbia atau frasa preposisi (dibandingkan dengan group nomina). “An Adjunct is typically realized by an adverbial group or a prepositional phrase (rather than by a nominal group)” Halliday (2004). Adjunct merupakan salah satu elemen yang ada pada residu. Eggins berpendapat bahwa adjunct itu adalah elemen klausa yang menkontribusi tambahan informasi pada klausa. Adjunct juga bisa diidentifikasi sebagai elemen yang tidak memiliki potensi untuk menjadi subject – bukan sebagai elemen nominal,

(29)

namun adverbial atau prepositional phrase yang menjawab pertanyaan dari ‘bagaimana’, ‘kapan ‘, ‘dimana’ dan ‘oleh siapa’ Seperti di dalam teori nya

Menurut Gerott dan Wignell, secara umum ada dua tipe adjunct yang salah satunya itu bersangkut paut dengan mood analisis. Sedangkan yang satunya lagi itu diluar dari struktur mood yaitu Conjunctive Adjunct dan Comment Adjunct. “There are two types of Adjunct which one of these is centrally relevant to the Mood analysis, while the other two fall outside of Mood Structure, they are Conjunctive Adjunct and Comment Adjunct” (Linda Gerot and Peter Wignell 1994). Adjuncts dibagi menjadi 4 yaitu circumstantial adjunct, conjunctive adjunct,comment adjuncts dan mood adjuncts. Berikut jenis-jenis adjuncts yang ada di dalam bahasa inggris menurut Halliday (1994):

a. Conjunctive Adjunct

Menurut Halliday, Conjunctive adjunct secara khusus memiliki fungsi textual dan berfungsi sebagai bagian dari Theme, dan diluar dari analisis mood dan residue. Tipe adjunct ini hampir mirip dengan mood adjunct. Keduanya berfungsi sebagai pembangun konteks dari klausa. Dalam hal waktu, mereka memiliki makna yang berbeda. Misalnya, waktu dalam modal adjunct itu adalah just, yet, already yang berhubungan dengan primary tense. Sedangkan pada conjunctive adjunct, keterangan waktu seperti next, meanwhile, menempatkan klausa dalam waktu sehubungan dengan suasana tekstual sebelumnya.

“Conjunctive adjuncts typically have a textual function and operate as part of Theme. They exclude from the analysis of Mood and Residue. They are quite similar with Mood Adjunct especially those of Comment. Both of them function for constructing context of the clause. In the case of time they have a different significance. A modal Adjunct of time, like just, yet, already relates closely to primary tense. Meanwhile conjunctive Adjuncts of time

(30)

such as next, meanwhile, locates the clause in time with respect to the preceding textual environment” (M.A.K Halliday 1994).

Contoh dari conjunctive adjunct:

(20) Unfortunately however they were too late

Unfortunately However They were too late Comment Adj. Conjunctive Adj. Subject Finite Complement

Mood Residue

Tabel 2.16 Contoh (20)

Kata however di atas merupakan conjuctive adjunct karena berhubungan dengan waktu dan keadaan yang mengintrepretasikan lingkungan klausa. Halliday lebih lanjut dalam buku nya menyebutkan bahwa sebuah conjuctive adjunct seperti next, meanwhile, menempatkan klausa waktu sehubungan dengan lingkungan tekstual sebelumnya; dan keduanya berbeda dari waktu sebagai keadaan, seperti in this afternoon. Dan hal yang sama berkemungkinan dapat mempunyai fungsi yang bersifat circumstantial dan kadang bersifat conjuctive; sebagai contoh then, at that moment, later on, again.

“A conjunctive Adjunct of time, such as next, meanwhile, locates the clause in time with respect to the preceding textual environment; and both are different from time as circumstance, such as in the afternoon. And the same item may function sometimes circumstantially and sometimes conjunctively; for example, then, at that moment, later on, again.” (Halliday, 2004)

b. Modal Adjunct

Setelah conjunctive adjunct, tipe adjunct selanjutnya adalah Modal Adjunct. Tipe ini tergolong dari fungsi interpersonal. Adjunct ini dibagi menjadi

(31)

dua golongan pokok yaitu Mood adjunct dan Comment adjunct. Hal ini sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Halliday “Modal Adjunct clearly belongs to Interpersonal function. It is divided into two main groups, Mood Adjunct and Comment Adjunct” (M.A.K Halliday 1994). Halliday menjelaskan tentang kedua adjunct yang merupakan bagian dari modal adjunct, yang pertama adalah mood adjunct. Berikut illustrasi dari Modal Adjunct yang diberikan oleh Halliday (2004):

Temporality

Mood Modality

Intensity

Modal Adjunct Polarity

Proporsional Comment

Speech Functional Gambar. 2.2 Modal Adjunct

1. Mood Adjunct

“These are so-called because they are closely associated with the meanings construed by the mood system: modality and temporality, and also intensity. This means that their neutral position in the clause is next to the Finite verbal operator, either just before it or just after it.” (M.A.K Halliday, 2004).

Dapat disebut Mood Adjunct karena Mood Adjunct sangat berhubungan dekat dengan arti yang diterangkan oleh mood system: modality dan temporality, dan juga intensity. Hal tersebut berarti posisi murni mood adjunct di dalam sebuah klausa adalah disamping Finit yang merupakan verbal operator, baik sebelum atau sesudahnya.

(32)

“Mood Adjunct is closely associated with the meaning constructed in the mood system. They tend to occur in a clause near the Finite verbal operator. It has three basic positions; initial (thematic), medial (neutral), and final (afterthought)” (M.A.K Halliday 1994).

Halliday berpendapat bahwa tipe ini terkait dengan arti susunan pada mood system. Biasanya tipe ini terjadi pada klausa di dekat finit verbal operator. Tipe adjunct ini memiliki tiga posisi dasar; yaitu initial (thematic), medial (neutral) dan final (afterthought).

Contoh (21):

a. but usually they don’t open before ten (thematic) b. but they usually don’t open before ten (neutral) c. but they don’t usually open before ten (neutral) d. but they don’t open before ten usually (afterthought)

Pada pengertian di dalam buku nya, Halliday menerangkan mengenai contoh di atas, perbedaan (b) dan (c) adalah fakta sistematik, menjadi jelas dengan beberapa macam adjunct saat polarity menjadi negative: bandingkan they always don’t open ‘they never open’ with they don’t always open ‘they open (only) sometimes’. Saat hal itu terjadi, pengertian (a) dan (d) menerangkan (b), bukan (c) : kemungkinan he couldn’t decide menerangkan he couldn’t decide, bukan kepada he couldn’t possibly decide. Teknisnya, pada (c) mood Adjuct berfungsi pada residu. Namun pada saat polarity tersebut menjadi positif, dan bahkan (dengan semua kategori) yang negatif, perbedaan antara (b) dan (c) menetralisir secara efektif.

“The difference between (b) and (c) is also in fact systematic, as becomes clear with some of these Adjuncts when the polarity is negative: contrast they always don’t open ‘they never open’ with they don’t always open ‘they open (only) sometimes’. Where this happens the meaning of options (a) and (d) corresponds to that of (b), not (c): for example, possibly he couldn’t

(33)

decide corresponds to he possibly couldn’t decide, not to he couldn’t possibly decide. Technically, in (c) the mood Adjunct is actually functioning in the Residue. But where the polarity is positive, and even (with some categories) where it is negative, the difference between (b) and (c) is effectively neutralized.” (Halliday, 2004).s

Adjuncts of Polarity and Modality a) Polarity : not, yes, no, so

b) Probability : probably, possibly, certainly, perhaps, maybe

c) Usuality : usually, sometimes, always, never, ever, seldom, rarely d) Readiness : willingly, readily, gladly, certainly, easily

e) Obligation : definitely, absolutely, possibly, at all costs, by all means

Adjuncts of temporality

f) Time : yet, still, already, once, soon, just

g) Typicality : occasionally, generally, regularly, mainly, for the most part

Adjuncts of Mood

h) Obviousness : of course, surely, obviously, clearly i) Intensity : just, simply, merely, only, even, actually, really, in fact

j) Degree : quite, almost, nearly, scarcely, hardly, absolutely, totally, utterly, entirely, completely

2. Comment Adjuncts

Halliday menyatakan bahwa “Comment Adjuncts are used to express speaker’s attitude to the proposition as a whole” (M.A.K Halliday 1994). Beliau berpendapat bahwa comment adjunct itu digunakan untuk mengekspresikan sikap

(34)

dari pembicara untuk proposisi secara keseluruhan. Beliau juga berkata dalam teorinya “There are no clear differences between these and Mood adjunct because these are very like of probability” (M.A.K Halliday 1994). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara adjunct ini dengan mood adjunct, karena ini sama hal nya seperti probability. Namun Gerot dan Wignell berpendapat bahwa ‘Comment Adjuncts include following items; unfortunately, frankly, apparently, hopefully, broadly speaking, understandably, to my surprise” (Linda Gerrot dan Peter Wignell 1994). Kata-kata dibawah inilah yang merupakan termasuk dari comment adjunct; unfortunately, frankly, apparently, hopefully, broadly speaking, understandably, to my surprise. Contoh dari comment adjunct adalah seperti ini:

(22) Unfortunately however they were too late

Unfortunately They Were too late

Comment Adj. Subject Finite Complement

Mood Residue

Tabel 2.17 Contoh (22)

Halliday juga menerangkan lebih jauh mengenai comment adjunct bahwa, perbedaannya adalah bahwa comment adjuncts kurang erat terikat dengan tata bahasa dari mood; comment adjuncts dibatasi untuk klausa 'indikatif' (yang berfungsi sebagai proposisi), dan mengekspresikan sikap pembicara baik untuk proposisi secara keseluruhan atau untuk fungsi pidato tertentu. Dengan kata lain, beban komentar mungkin baik ideasional atau interpersonal.

“The difference is that comment Adjuncts are less closely tied to the grammar of mood; they are restricted to ‘indicative’ clauses (those functioning as propositions), and express the speaker’s attitude either to the proposition as a whole or to the particular speech function. In other words,

(35)

the burden of the comment may be either ideational or interpersonal.” (Halliday, 2004)

(36)

Gambar

Tabel 2.1 Metafunction
Tabel 2.2 Interpersonal meaning
Tabel 2.4 Contoh (3)
Tabel 2.7 Contoh (8)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bab empat merupakan hasil penelitian, yang terdiri dari pembahasan Gambaran umum objek penelitian (Gambaran umum Kodiklatal), profil seksi pembinaan mental

Untuk menciptakan fokus yang mudah dan natural adalah menempatkan pemain dalam posisi segitiga. Setiap pemain akan mudah terlihat oleh penonton dan mereka dapat melihat satu sama

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2020 tentang Akreditasi Program Studi

Promo Tebus dan Free tidak berlaku BO AR & BO Hanya Produk SIngle atau Produk Utama. (kecuali promo yang

Ruptur septum ventrikel merupakan komplikasi mekanik yang sangat jarang terjadi pada pasien infark miokard akut (IMA) namun memiliki mortalitas yang tinggi.. Sejak dimulainya

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis kayu alternatif pengganti kayu pokhout sebagai bantalan poros propeller, dengan proses impre!:,rnasi untuk

Merujuk pada bagian diatas, secara umum ada tiga sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan, yaitu memberikan penyuluhan kepada warga mengenai manfaat eceng gondok,

Pada hiu betina memiliki ovarium internal yang ditemukan di anterior dalam rongga tubuh dan berpasangan. Ovarium kiri sering lisis atau tidak ada telur. Sekali telur dilepaskan dan