KONTRIBUSI KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR
Arifudin
Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Amuntai Jl. Sukmaraga, no: 325, Amuntai, 71418
E-mail:kreasiamt@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi kepuasan kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior, kontribusi komitmen organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior para guru SMA Negeri se-Kabupaten Hulu Sungai Utara, baik secara terpisah maupun secara bersama-sama. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan pendekatan kuantitatif. Sampel penelitian adalah guru-guru SMA Negeri se-Kabupaten Hulu Sungai Utara, dengan sampel sebanyak 120 orang guru. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Kepuasan kerja memberikan kontribusi terhadap OCB sebesar 26,9% dengan Freg sebesar 43,356 dan sumbangan
efektif sebesar 18,5%; (2) sumbangan komitmen organisasi terhadap OCB sebesar 22,8% dengan Freg
sebesar 34,910 dan sumbangan efektif sebesar 11,7%; dan (3) kepuasan kerja dan komitmen organisasi secara bersama-sama memberikan kontribusi signifikan terhadap OCB sebesar 30,3% dengan Fregsebesar 25,417.
Kata Kunci: Kepuasan kerja, komitmen organisasi, OCB ABSTRACT
Objective of this study are to determine the contribution of job satisfaction on Organizational Citizenship Behavior, contribution of organizational commitment on Organizational Citizenship Behavior of high school teachers in Hulu Sungai Utara, either separately or simultaneously. This research uses a survey method with a quantitative approach. Population in this study was the teacher in Hulu Sungai Utara, with a sample of 120 teachers. The results showed: (1) Job satisfaction contributes to OCB of 26.9% with Freg= 43.356 and effective contribution = 18.5%, (2) organizational
commitment contributes to OCB of 22.8% with Freg= 34.910 and effective contribution = 11.7%, and
(3) the contribution of job satisfaction and organizational commitment to OCB is 30.3% with Fregof
25.417.
Keywords: Job satisfaction, organizational commitment, OCB
PENDAHULUAN
Satuan pendidikan setingkat SMA merupakan suatu organisasi yang memerlukan pengelolaan terpadu, baik oleh guru sebagai pelaksana kegiatan belajar mengajar di kelas, maupun kepala sekolah sebagai pengendali kegiatan di sekolah. Koordinasi yang baik oleh kepala sekolah dan keterpaduan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang ditunjang dengan penciptaan situasi yang kondusif, merupakan prasyarat keberhasilan tujuan satuan pendidikan (sekolah).
Keberhasilan suatu sekolah pada dasarnya tergantung kepada kesediaan para
guru dalam mencapai tujuan dan nilai-nilai satuan pendidikan yang telah ditetapkan. Menurut Lee, Dedrick dan Smith, dalam era saat ini sistem pendidikan menghadapi tantangan baru, bahwa satuan pendidikan perlu melakukan reorganisasi yang menekankan pada sisi manajemen, pemberdayaan guru, serta pentingnya kerjasama kelompok (Somech & Drach-Zahavy, 2000). Sedang, menurut Belogolovsky dan Somech (2009), sukses suatu sekolah pada dasarnya tergantung kepada guru yang mempunyai komitmen terhadap tujuan dan nilai-nilai sekolah, serta bersedia berkontribusi untuk kesuksesan organisasi dengan melakukan tugas-tugas yang
berada dalam cakupan diskripsi tugas (in-role) ataupun yang di luar diskripsi tugas (extra-role). Sehingga, sebagai salah satu langkah untuk memberdayakan dan bekerjasama dalam organisasi adalah dengan memotivasi para guru agar mampu berperilaku ekstra-peran (extra-role behavior) atau Organizational Citizenship Behavior (OCB).
Menurut George & Brief, OCB penting karena sekolah tidak dapat mengantisipasi melalui setiap deskripsi tugas yang akan mendukung untuk mencapai tujuan organisasi (Belogolovsky & Somech, 2009). Terdapat beberapa perilaku di sekolah yang dapat digolongkan sebagai OCB, misalnya memberikan remedial, membantu rekan kerja guru yang kebetulan tidak dapat masuk kerja pada jam tertentu, membantu rekan guru yang kesulitan dalam menyelesaikan tugasnya, membantu siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan tertentu, serta memberikan saran untuk perbaikan dan kemajuan sekolah. Perilaku ekstra-peran (OCB) ini semakin diperlukan dalam lembaga pendidikan seiring dengan makin meningkatnya tuntutan kompetensi yang harus dimiliki guru. Misalnya, dengan tuntutan kompetensi guru yang harus menguasai teknologi informasi untuk menunjang pembelajaran. Tentu tidak semua guru mempunyai tingkat kemampuan yang sama dalam pemanfaatan TI dalam pembelajaran. Sehingga, menjadi sangat diharapkan dalam lembaga pendidikan guru yang memiliki tingkat penguasaan TI yang lebih baik, bersedia membantu rekan guru lain yang memiliki tingkat penguasaan yang masih kurang.
Tetapi dalam kenyataannya tidak semua guru bersedia melakukan hal-hal di atas. Di suatu sekolah, tidak semua guru bersedia meluangkan waktu untuk membantu siswa dalam mengatasi kesulitan belajar diluar jam kerja, aktif dalam memberikan saran untuk perbaikan sekolah, bersedia diberi tugas tambahan, bersedia membantu rekan guru yang mendapatkan suatu masalah dalam pekerjaannya, atau bersedia hadir dalam rapat sekolah. Bahkan tidak jarang ditemui sejumlah guru yang dengan sengaja menunda tugas utama mengajar atau bahkan tidak mengajar dengan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini mungkin erat kaitannya dengan kepuasan kerja guru tersebut. Jika guru bersangkutan merasa puas di tempat kerja, mereka akan melakukan
sejumlah tugas yang diembannya secara baik, sebaliknya jika merasa tidak puas maka mereka akan enggan melakukan sejumlah tugas yang diberikannya.
Selain kepuasan kerja, rasa keterikatan (komitmen) terhadap satuan pendidikan (organisasi tempat tugasnya) akan memberi semangat kepadanya untuk bekerja dengan “lebih” baik. Menurut Organ (2003), komitmen merupakan salah satu variabel yang telah banyak diketahui memiliki kaitan yang erat dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB). Seorang yang memiliki komitmen organisasional yang tinggi akan melakukan tidak hanya tugas-tugas yang telah menjadi kewajibannya, tetapi dengan sukarela akan mengerjakan hal-hal yang dapat digolongkan sebagai usaha-usaha ekstra (extra effort).
Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti terdorong untuk melakukan kajian empiris dengan menggunakan dua prediktor peningkatan Organizational Citizenship Behavior (OCB), yaitu kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB), baik secara terpisah maupun secara bersama-sama.
Kepuasan Kerja
Menurut Malayu (2000:202) kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sedangkan Robbins (1996:170) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang sebagai perbedaan antara banyaknya ganjaran yang diterima pekerja dengan banyaknya ganjaran yang diyakini seharusnya diterima.
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengenai kepuasan kerja. (1) Teori Pertentangan (Discrepancy Theory) menyatakan bahwa kepuasan kerja sangat dipengaruhi oleh sejauh mana perbedaan antara yang diharapkan (das sollen) dan kenyataan yang dirasakan (das sein) (Agoes Dariyo, 2008:78). Tingkat kepuasan kerja berdasarkan pada perbedaan antara harapan dan keinginan dari seseorang dengan apa yang menurut perasaannya telah diperoleh melalui pekerjaannya. (2) Teori Proses-Bertentangan (Opponent-Process Theory) yang dikemukakan oleh Landy, menekankan
pada aspek keseimbangan emosional (emotional equilibrium) (Munandar, 2008:356). Menurut teori ini, kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan ditunjukkan ketika tidak adanya keseimbangan antara faktor yang memberikan perasaan senang dan tidak senang. (3) Teori dua faktor dari Herzberg menjelaskan bahwa kepuasan kerja berkaitan dengan perasaan senang atau tidak senang terhadap aspek pekerjaan (Agoes Dariyo, 2008:81). Teori ini membagi situasi yang dapat mempengaruhi sikap terhadap pekerjaannya dalam dua faktor yang berbeda, yaitu, kelompok yang memberi kepuasan (satisfier) dan kelompok yang tidak memberi kepuasan (disatisfier atau hygiene factor).
Teori tentang kepuasan kerja yang lain adalah Work Adjustment Theory. Teori work adjustment yang dikembangkan dari penelitian Minnesota didasarkan pada konsep kesesuaian antara individu dengan lingkungannya, yaitu suatu kondisi yang menunjukkan adanya hubungan harmonis, timbal balik, dan saling mengisi antara individu dengan lingkungannya. Dalam hal ini, individu disebut juga sebagai kepribadian kerja dalam hubungannya dengan penyesuaian kerja (work adjustment), mempunyai kemampuan (ability), dan kebutuhan (needs) (Weiss et al., 1967). Dari sudut pandang individu, lingkungan kerja memiliki beberapa tuntutan pekerjaan yang harus dipenuhi oleh individu dan individu diharapkan memiliki kemampuan untuk memenuhi tuntutan pekerjaan tersebut. Kemampuan dan kebutuhan individu disesuaikan dengan tuntutan kemampuan (behavior requirements) dan sistem penguat (reinforcer system) dalam lingkungan kerja sebagai sistem imbalan (reward system) yang mencakup antara lain gaji, penghargaan, dan hubungan kerja yang menyenangkan. Oleh karena itu, individu menuntut imbalan atas pekerjaan yang dilakukan dan beberapa kondisi tertentu seperti keselamatan kerja dan tempat yang nyaman untuk bekerja, teman kerja yang menyenangkan, atasan yang kompeten, dan kesempatan untuk berprestasi.
Tingkat sejauh mana tuntutan dari kedua belah pihak, baik dari individu maupun lingkungan kerja saling berhubungan disebut correspondence. Penyesuaian terhadap pekerjaan (work adjustment) adalah proses dimana seorang individu meraih dan
mempertahankan correspondence (interaksi individu dengan lingkungan kerja) tersebut. Semakin sesuai kemampuan yang dimiliki seseorang dengan tuntutan kemampuan yang harus dimiliki akan menentukan satisfactoriness yaitu sejauh mana seseorang mampu menampilkan pekerjaannya (performance). Semakin sesuai kebutuhan seseorang dan reinforcer system dari lingkungan pekerjaan akan menentukan kepuasan kerja (job satisfaction) seseorang terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja adalah evaluasi terhadap correspondence (interaksi antara individu dengan lingkungan kerja) yang saling bergantung secara kognitif dan afektif (Weiss et al., 1967).
Kepuasan kerja diperoleh sebagai adanya kesesuaian antara individu dengan lingkungannya, yaitu kesesuaian dilihat dari terpenuhinya tuntutan lingkungan kerja oleh pekerja dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pekerja oleh lingkungan kerja (Weiss et al., 1967). Pendekatan teori Minnesota ini adalah sebagai deskripsi psikologis bagaimana seorang individu menyesuaikan diri dengan lingkungan kerjanya. Wiess, England dan Lofquist membuat sebuah skala untuk mengukur kepuasan kerja yang disebut Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ), skala ini akan mengukur dua puluh faktor. Ke-dua puluh faktor ini ialah yang menjadi keinginan dari responden yang diharapkan mampu dipenuhi oleh pekerjaan maupun lingkungan kerjanya dalam mendukung kepuasan kerja seseorang dalam organisasi atau perusahaan, yaitu: (1) Ability utilization, (2) Achievement, (3)Activity, (4) Advancement, (5) Authority, (6) Company policies & practices, (7) Compensation, (8) Co-workers, (9) Creativity, (10) Independence, (11) Moral values, (12) Recognition, (13) Responsibility, (14) Security, (15) Social service, (16) Social status, (17) Supervision Human Relations, (18) Supervision Technical, (19) Variety, (20) Working Condition.
Komitmen Organisasi
Tuntutan tentang pendidikan yang begitu tinggi mengharuskan satuan pendidikan untuk menggunakan tenaga pendidik yang berkomitmen dengan nilai-nilai serta tujuan sekolah, rela bekerja lebih dari yang diharapkan, dan mempunyai keinginan yang
kuat untuk tetap berada di organisasi (Somech & Bogler, 2002). Komitmen menjadi topik yang banyak mendapat perhatian dalam bisnis ataupun organisasi. Menurut Mayer dan Schoorman, pengaruh komitmen cukup jelas, diantaranya anggota organisasi yang berkomitmen akan mempunyai keinginan lebih untuk tetap barada di organisasi, bekerja sesuai dengan tujuan organisasi, dan melakukan usaha-usaha yang lebih baik untuk organisasi (Somech & Bogler, 2002).
Luthans (2006:249) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai (1) keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu; (2) keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; (3) keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Dengan kata lain ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan.
Menurut Alen dan Meyer, komitmen organisasi merupakan keterlibatan seseorang dalam organisasi yang bertujuan untuk mempertahankan serta memelihara keanggotaannnya pada suatu organisasi, hal itu ditunjukkan dalam bentuk affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment (Yilmaz & Cokluk-Bokeoglu, 2008). Affective commitment merupakan komitmen yang berhubungan dengan ikatan emosional, seperti merasa diri bagian dari organisasi/satuan pendidikan, memiliki keterikatan emosional, dan keinginan bekerja keras. Continuance commitment merupakan hal yang berkaitan dengan keuntungan dan kerugian dari organisasi/satuan pendidikan, seperti mempertimbangkan keuntungan dan kerugian jika keluar dari organisasi (satuan pendidikan) bersangkutan, serta menganggap status sosial yang berkaitan dengan tugasnya akan diterima oleh masyarakat. Normative commitment merupakan komitmen yang berhubungan dengan nilai-nilai terhadap organisasi tempat individu itu bekerja, seperti memiliki loyalitas terhadap satuan pendidikan, dan menerima nilai-nilai yang berlaku.
Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organ mendefinisikan Organizational Citizenship Behavior (OCB) sebagai perilaku
yang “discretionary, not directly or explicitly recognized by formal reward system, and that in the aggregate promotes the effective functioning of the organization” (Bogler & Somech, 2004). Jadi, menurut Organ, OCB merupakan perilaku individu yang bersifat bebas (discretionary), yang tidak secara langsung dan eksplisit mendapat penghargaan dari sistem imbalan formal, dan secara keseluruhan mendorong keefektifan fungsi-fungsi organisasi. Bersifat bebas dan sukarela, karena perilaku tersebut tidak diharuskan oleh persyaratan peran atau diskripsi tugas.
Dalam kaitannya dengan guru, Belogovsky dan Somech (2009) menyebutkan bahwa, OCB menekankan tiga hal utama, yaitu: (1) Perilaku harus sukarela, baik tugas tersebut sudah ditentukan ataupun merupakan suatu bagian dari pekerjaan yang harus dikerjakan; (2) OCB bersifat multidimensi, artinya OCB diarahkan pada tiga tingkat dalam organisasi. Tingkat individu (misalnya: sikap saling membantu), tingkat kelompok (misalnya: sikap saling membantu dan berbagi), dan tingkat organisasi (misalnya: sukarelawan untuk suatu tugas yang tidak dibayar); (3) Fokusnya adalah pada perilaku yang menguntungkan organisasi ditinjau dari perspektif organisasi. Hal ini menjelaskan bahwa perilaku ekstra-peran ditujukan dan menguntungkan organisasi.
Terdapat sejumlah alasan sehingga OCB berpengaruh terhadap efektifitas organisasi, antara lain: (1) OCB dapat meningkatkan produktifitas kinerja, (2) OCB dapat meningkatkan produktifitas manajer, (3) OCB bisa menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan, (4) OCB akan membatu menghemat energi sumber daya yang langka untuk memelihara fungsi kelompok, (5) OCB dapat menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan kelompok kerja, (6) OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan mempertahankan karyawan terbaik, (7) OCB meningkatkan stabilitas kinerja organisasi, dan (8) OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan.
Untuk dapat meningkatkan OCB karyawan maka sangat penting bagi organisasi untuk mengetahui apa yang menyebabkan timbulnya atau meningkatnya OCB. Pada riset-riset awal tentang karakteristik pekerja,
sejumlah ahli seperti Bateman dan Organ; dan O’Reilly dan Chatman terfokus pada dua penyebab utama OCB. Pertama adalah faktor moral afektif secara umum, yang meliputi kepuasan kerja (job satisfaction), komitmen organisasi (organizational commitment), persepsi tentang keadilan (perception of fairness), dan persepsi akan dukungan kepemimpinan (perceptions of leader supportiveness) Podsakoff et al. (2000). Variabel-variabel tersebut sering diteliti, dan menunjukkan hubungan yang signifikan. Selain faktor moral, Organ dan Ryan menyatakan bahwa sejumlah faktor yang berkaitan dengan watak seperti agreeableness, conscientiousness, positive affectivity, dan negative affectivity merupakan kontributor yang akan mempengaruhi OCB secara tidak langsung (Podsakoff et al. 2000).
METODE
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) yang ada dalam daftar Dinas Pendidikan Kabupaten Hulu Sungai Utara. Dari total populasi 171 orang guru SMA Negeri di Kabupaten Hulu Sungai Utara, diambil sebanyak 120 orang responden sebagai sampel penelitian dengan teknik proportional random sampling, menggunakan rumus Slovin.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuesioner yang diadaptasi dari instrumen yang sudah ada. Instrumen kepuasan kerja dalam penelitian ini diadaptasi dari Minnesota Satisfaction Questionnaire (Weiss et al., 1967). Pada penelitian ini yang digunakan adalah jenis short-form MSQ yang terdiri dari 20 item. Instrumen MSQ telah dipakai untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja dalam berbagai profesi, diantaranya akuntan, manajer, paramedis, guru, pekerja teknik, dan buruh. (Weiss et al., 1967). Instrumen komitmen organisasi diadaptasi dari instrumen Allen dan Meyer (1990) dengan tiga dimensi, yaitu affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment. Sedang instrumen Organizational Citizenship Behavior (OCB) diadaptasi dari instrumen OCB yang disusun oleh Somech dan Ron (2007) untuk mengukur OCB dikalangan pendidik. Hasil uji coba instrumen diperoleh reliabilitas masing-masing instrumen yang diberikan pada Tabel 1 dimana nilai
Cronbach’s alpha untuk setiap faktor instrumen penelitian lebih dari 0.7.
Tabel 1. Hasil Uji Coba Instrumen Variabel Jumlah Item Cronbach ’s Alpha Valid Tidak Valid Kepuasan kerja 20 - 0,924 Komitmen organisasi 21 3 0,889 OCB 23 1 0,926
Data hasil penelitian dianalisis menggunakan uji regresi untuk menjawab hipotesis penelitian dengan menggunakan bantuan program SPSS 17. Hipotesis penelitian adalah: (1) Terdapat kontribusi kepuasan kerja (X1) terhadap Organizational Citizenship
Behaviour (Y), (2) Terdapat kontribusi komitmen organisasi (X2) terhadap
Organizational Citizenship Behaviour (Y), dan (3) Terdapat kontribusi kepuasan kerja (X1)
dan komitmen organisasi (X2) secara
bersama-sama tehadap Organizational Citizenship Behaviour (Y).
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Hasil pengujian hipotesis pertama, mendapatkan persamaan regresi = 59,971 + 0,450X1 dengan Freg = 43,356 (p<0,05) dan
koefisien korelasi 0,518 signifikan pada α=0,00, maka ini berarti bahwa arah hubungan antara kepuasan kerja (X1) dengan
Organizational Citizenship Behavior (Y) adalah bersifat positif, linier dan signifikan. Apabila skor kepuasan kerja meningkat 1 poin maka OCB akan meningkat sebesar 0,450 poin. Koefisien kontribusi = 0,269 dan sumbangan efektif = 18,5%, berarti semakin tinggi kepuasan kerja makin tinggi pula tingkat OCB para guru dengan kontribusi sebesar 26,9%. Sumbangan efektif 18,5% berarti, terdapat faktor lain (81,5%) yang mempengaruhi pula Organizational Citizenship Behavior (OCB) para guru SMA Negeri di Kabupaten Hulu Sungai Utara, yakni termasuk faktor komitmen organisasi atau faktor lain yang tidak diteliti. Hasil pengujian hipotesis ini sejalan dengan penelitian Aslam (2012) dan Yuniar et al. (2011) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja
mempengaruhi OCB secara positif dan signifikan.
Secara teori hasil tersebut dijelaskan oleh Bateman dan Organ (Shokrkon & Naami, 2009) yang menyatakan, terdapat dua alasan tentang terdapatnya pengaruh kepuasan kerja terhadap OCB. Pertama, merupakan akibat (timbal balik), jika kepuasan kerja cukup besar terhadap tempat kerjanya maka memotivasinya untuk menampilkan perilaku OCB di tempat kerja. Kedua, jika seseorang berada pada perasaan yang baik (affective moods) maka dia akan cenderung berpartisipasi pada tindakan altruistic.
Selanjutnya, hasil pengujian hipotesis kedua, memperoleh persamaan regresi = 62,459 + 0,377X2 dengan Freg = 34,910
(p<0,05) dan koefisien korelasi 0,478 signifikan pada α=0,00, maka ini berarti bahwa arah hubungan antara komitmen organisasi (X2) dengan Organizational
Citizenship Behavior (Y) adalah bersifat positif, linier dan signifikan. Apabila skor komitmen organisasi meningkat 1 poin maka OCB akan meningkat sebesar 0,377 poin. Koefisien kontribusi = 0,228 dan sumbangan efektif = 11,7%, berarti semakin tinggi komitmen organisasi makin tinggi pula tingkat OCB para guru dengan kontribusi sebesar 22,8%. Sumbangan efektif 11,7% berarti, terdapat faktor lain (88,3%) yang mempengaruhi pula Organizational Citizenship Behavior (OCB) para guru SMA Negeri di Kabupaten Hulu Sungai Utara, yakni termasuk faktor kepuasan kerja atau faktor lain yang tidak diteliti. Hasil pengujian hipotesis ini sejalan dengan penelitian Rabia Aslam (2012) yang menyimpulkan bahwa komitmen organisasi berkorelasi positif terhadap OCB.
Hasil pengujian tersebut memperkuat pendapat Organ (2003) yang menyatakan bahwa komitmen merupakan salah satu variabel yang telah banyak diketahui memiliki kaitan yang erat dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB). Karyawan yang memiliki komitmen organisasional yang tinggi akan melakukan tidak hanya tugas-tugas yang telah menjadi kewajibannya, tetapi dengan sukarela akan mengerjakan hal-hal yang dapat digolongkan sebagai usaha-usaha ekstra (extra effort).
Selanjutnya, hasil uji hipotesis ketiga menunjukkan persamaan = 54,534 + 0,312 X1
+ 0,192 X2dengan Freg = 25,417 (p<0,05) dan
koefisien korelasi (rhitung) = 0,550 signifikan
pada α = 0,00, maka berarti arah hubungan antara kepuasan kerja (X1) dan komitmen
organisasi (X2) secara bersama-sama dengan
OCB (Y) bersifat linier, positif dan signifikan. Dengan kata lain, terdapat hubungan yang positif dan signifikan secara bersama-sama antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi dengan kontribusi sebesar 30,3%. Artinya sekitar 30,3% variasi dalam variabel Organizational Citizenship Behavior (OCB) dapat dijelaskan oleh variabel kepuasan kerja dan komitmen organisasi, sedangkan sisanya (69,7%) ditentukan oleh variabel lain yang tidak diteliti. Hasil pengujian ini sejalan dengan hasil penelitian novie (2012), Purnami (2013), dan Khalid (2010).
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan hipotesis-hipotesis kajian dapat disimpulkan bahwa terdapat kontribusi positif dan signifikan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi baik secara terpisah ataupun secara bersama-sama terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Berdasarkan temuan tersebut, kepada kepala sekolah hendaknya berusaha mengembangkan kepuasan kerja para guru dengan memenuhi sejumlah faktor yang dapat meningkatkannya. Berdasar hasil analisa data, faktor-faktor kepuasan kerja yang perlu ditingkatkan antara lain adalah aktifitas keseharian guru di sekolah, cara pengawas dalam melakukan supervisi, dan rutinitas pekerjaan harian yang kurang ada variasi. Selain itu, dari hasil penelitian ini diperoleh data bahwa masih terdapat beberapa komponen komitmen organisasi yang masih perlu ditingkatkan agar dapat meningkatkan perilaku Organizational Citizenship Behavior (OCB). Sedang faktor-faktor komitmen organisasi yang perlu ditingkatkan antara lain adalah meningkatkan kepedulian tentang keberadaan dan kehadirannya di sekolah, memberikan nilai tambah yang mungkin tidak diperoleh di sekolah lain sehingga para guru lebih berkomitmen kepada sekolah tersebut.
Daftar Pustaka
Allen, N.J., & Meyer, J.P. (1990). The Measurement and Antecedents of Affective, Continuance and Normative Commitment to the Organization. Journal of Occupational Psychology.
Aslam, R. (2012). Investigating the Relationship of OCB with Job Satisfaction Organization, Commitment and Turnover Intensions (A case study on teaching staff of university of the Punjab). International Journal of Economics and Management Sciences, 1(9), 99-100.
Belogolovsky, E & Somech, A. (2009). Teachers’ Organizational Citizenship Behavior: Examining the Boundary Between in-role Behavior and extra-role Behavior from the Perspective of Teacher, Principals and Parents. Teaching and Teacher Education, 26, 914-923.
Chiboiwa, C.S. (2011). Evaluation of job satisfaction and organisational citizenship behaviour: Case study of selected organisations in Zimbabwe. African Journal of Business Management , 5(7), 2910-2918.
Dariyo, A. (2008). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: Grasindo. Dipaola, M & Moran, M.T. (2001).
Organizational CitizenShip Behavior on School and Its Relationship to school Climate. Journal of Leadership, 11. Dyah, N.A.J. (2012). Stattistik Deskriptif &
Regresi Linier Berganda dengan SPSS. Semarang University Press: Semarang Luthans, F. (2006). Perilaku Organisasi,
Yogyakarta: Penerbit Andi.
Shokrkon, H. & Naami, A. (2009). The Relationship of Job Satisfaction with Organizational Citizenship Behavior and Job Performance in Ahvaz Factory Workers. Journal of Education & Psychology, 3(2), 39-52.
Malayu, H. (1999). Organisasi dan Motivasi. Jakarta: Bumi Aksara
Malayu, H. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara
Yuniar, IGAAY., Harlina, N., & Diana, R. (2012). Hubungan antara Kepuasan Kerja dan Resiliasi dengan Organizational Citizenship Behavior,
(OCB) pada Karyawan Kantor Pusat PT. BPD Bali.
Khalid, I. (2010). Analisis Hubungan Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) di PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan. Medan: Universitas Sumatera Utara
(diakses dari:
http://repository.usu.ac.id/)
Sefrina I. (2012). Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi terhadap OCB dan Kinerja Karyawan PT. Kamaltex Karangjati Kabupaten Semarang (Jawa Tengah). Salatiga: Program Pascasarjana Universitas Kristen Satya Wacana. (diakses dari: http://repository.library.uksw.edu/) Jahangir, N; Akbar, M. M & Haq, M. (2004).
Organizational Citizenship Behavior: Its Nature and Antecedents. BRAC University Journal, vol. I, no. 2. 2004, pp. 75-85.
Jehad, M., Farzana, Q.H., & Mohmad, A.A. (2011). Job Satisfaction and Organisational Citizenship Behaviour: An Empirical Study at Higher Learning Institutions. Asian Academy of Management Journal, Vol. 16. NO.2, 149-165, Huly 2011
Koesmono, H.T. (2005). Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi Dan Kepuasan Kerja Serta Kinerja Karyawan Pada Sub SektorIndustri Pengolahan Kayu Skala Menengah Di Jawa Timur. Diakses dari: http://cpanel.petra.ac.id/ejournal/index.p hp/man/article/viewFile/16362/16354 Maya, M. (2011). Hubungan kepuasan kerja
dengan organizational citizenship behavior pada karyawan tetap level staf PT. Jakarta Propertindo”. Diakses dari: http://lontar.ui.ac.id/file?file=pdf/abstra k-20306196.pdf(2013Nopember1) Mehboob, F & Bhuto, N.A. (2012). Job
Satisfaction as a Predictor of Organizational CitizenshpbBehavior A Study of faculty Members at Business
Institutes. Interdisciplinary Journal Of Contemporary Research Business, 3(9). Munandar, A. S. (2008). Psikologi Industri
dan Organisasi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Nathan P. Podsakoff, S.W. W., Podsakoff, P.M., & Brian, D.B. (2009). Individual and Organizational-Level Consequences of Organizational Citizenship Behavior: A Meta-Analysis. Journal of Applied Psychology, 1, 122-141.
Organ, D.W. (2003). Organizational Citizenship Behavior : The good soldier syndrome. Lexington, MA : Lexington Books.
Podsakoff, P.M., MacKenzie, S.B., &
Bommer, W. H. (1990).
Transformational Leader Behaviors and Subtitles for Leaderships as Determinats of Employee Satisfaction, Commitment, Trust, and Organizational Citizenship Behaviors. Journal of Management, 22, 259-298.
Podsakoff, P.M., MacKenzie, S.B,. Paine, J. B., & Bachrach, D.G. (2000). Organizational Citizenship Behavior: A Critical Review of the Theoretical and Empirical Literature and Suggestions for Future Research. Journal of Management, 26(3), 513-563.
Rahayu, S.P. (2013). Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi terhadap Perilaku Kewargaan Sosial dan Implikasinya Terhadap Kinerja Pegawai Administrasi Politeknik Komputer Niaga LPKIA Bandung. (diakses dari: http://repository.upi.edu/)
Robbins, S. P. (1996). Perilaku Organisasi, Konsep-Kontroversi-Aplikasi. Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta. PT. Prenhalindo.
Somech, A & Bogler, R. (2004). Influence of Teacher Empowerment on Teachers’ Organizational Commitment, Professional Commitment and Organizational Citizenship Behavior in Schools. Teaching and Teacher Education.
Somech, A & Bogler, R. (2005). Organizational Citizenship Behavior in School. How does it relate to participation in decision making?. Journal of Education Administration, 43(5), 420-438.
Somech, A & Drach-Zahavy, A. (2000). Understanding extra-role Behavior in School: The Relationships between Job Satisfaction, Sense on Efficacy, and Teachers’ extra-role Behavior. Teaching and Teacher Education. http://www.elsevier.com/locate/tate Somech, A & Ron, I. (2007). Promoting
Organizational Citizenship Behavior in Schools: The Impact of Individual and Organizational Characteristics. Educational Administration Quarterly. http://eaq.sagepub.com
Somech, A., & Bogler, R. (2002). Antecedent and Consequences of Teacher Organizational and Professional
Commitment. Educational
Administration Quarterly, 38(4), 555-557.
Natalia, T., & Suyasa, Y.S. (2008). Komitmen Organisasi dan Organizational Citizenship Behavior pada Karyawan Call Centre di PT. X. Phronesis Jurnal Ilmiah Psikologi Industri dan Organisasi, 10(2), 154-169.
Vocational Psychology Research. 1967. Minnesota Satisfaction Questionnaire. University of Minnesota. http://www.psych.umn.edu/psylabs/ Weiss, D.J, Dawis, R.V, Egland, G.W. &
Lofquis, L.H. (1967). Manual for the Minnesota Satisfaction Questionnaire. Minnesota : University of Minnesota. Yilmaz, K., & Cokluk-Bokeoglu, O. (2008).
Organizational Citizenship Behaviors and Organizational Commitment in Turkish Primary Schools. World Applied Sciences Journal, 3.