• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN : RESPON TERHADAP ISU AKTUAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN : RESPON TERHADAP ISU AKTUAL"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN

PERTANIAN : RESPON TERHADAP ISU AKTUAL

Oleh: Pantjar Simatupang Dewa K.S. Sadra Mat Syukur Edi Basuno Sudi Mardianto Ketut Kariyasa Mohamad Maulana

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI PETANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

DEPARTEMEN PERTANIAN

2004

(2)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Berbagai topik yang berhubungan dengan isu aktual sosial ekonomi pertanian menjadi pokok bahasan dalam kajian analisis kebijakan. Topik yang dibahas antara lain mengenai evaluasi kebijakan harga gabah dan subsidi pupuk, pertumbuhan sektor pertanian, sumberdaya lahan rawa, arah dan strategi ketahanan pangan, agribisnis peternakan, kebijakan pergulaan nasional, kinerja, arah dan strategi pembangunan pertanian dan lain-lain.

1. Efektifitas kebijakan HDPP pada tahun 2004 lebih rendah dari pada tahun 2003. HDPP tidak efektif di semua wilayah dan sepanjang waktu. Hingga bulan September 2004, kasus transaksi jual beli gabah dibawah HDPP di tingkat penggilingan mencapai 55,09 persen dari total observasi, sedangkan yang di atas HDPP dan yang sama dengan HDPP masing-masing 44,95 persen dan 9,96 persen. Gabah yang dijual di luar (di bawah) persyaratan kualitas mencapai 8,82 persen. Prevalensi kasus transaksi jual beli gabah di bawah HDPP umumnya tinggi di wilayah sentra produksi gabah seperti Banten, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur dan Kalimantan Selatan. Penetapan HDPP untuk GKG dan beras yang tidak konsisten ini, atau tegasnya terlalu tinggi relatif terhadap GKP, sementara transaksi GKG dan beras berdasarkan HDPP praktis hanya antara Bulog dan pengusaha kilang penggilingan padi, maka dapat dipastikan penetapan HDPP untuk GKG dan beras kurang bermanfaat bagi petani, lebih menguntungkan bagi Bulog dan mitra pengusaha kilang padinya, dan merugikan bagi negara. Oleh sebab itu, disarankan agar HDPP ditetapkan untuk satu produk saja, yaitu GKP. HDPP untuk GKG dan beras tidak perlu lagi ditetapkan pemerintah.

2. Fakta lapangan menunjukkan bahwa kebijakan subsidi pupuk tidak efektif untuk membantu petani. Hal ini dibuktikan oleh beberapa fakta yaitu harga pupuk ditingkat petani jauh diatas HET dan pasokan pupuk ditingkat petani yang kerap kali langka. Secara umum, tidak efektifnya kebijakan subsidi pupuk merupakan komplikasi dari tiga faktor penyebab yaitu rancangan kebijakan yang kurang baik, perilaku pabrikan pupuk yang tidak bertanggung jawab dan melonjakya harga pupuk dunia. Ketiga faktor tersebutlah yang harus menjadi fokus penanganan dalam upaya memperbaiki kebijakan subsidi pupuk tahun 2005. Ke depan, pada tahun 2005, ternyata pencabutan subsidi pupuk dapat menyebabkan harga pupuk melonjak 20-75 persen, yang boleh dikatakan tidak dapat ditolerir, baik dari segi pertimbangan ekonomi maupun politik. Dana subsidi pupuk sebesar Rp. 1,3 trilyun belum tentu disetujui DPR dan pemerintah sepenuhnya dialihkan untuk

(3)

pembangunan infrastruktur atau lainnya yang fokus mendukung petani. Dengan pertimbangan tersebut maka setidaknya untuk tahun 2005, tindakan yang lebih baik dipilih Departemen Pertanian ialah memperbaiki tatalaksana penyaluran subsidi pupuk bukan mengalihkan apalagi mencabut subsidi pupuk tersebut. 3. Ada 6 (enam) indikator yang diusulkan sebagai penciri produk strategis, yaitu

persentase pangsa dalam nilai total produksi pertanian domestik (peranan dalam perekonomian desa), persentase pangsa dalam penyediaan zat gizi, kalori dan protein (peranan dalam ketahanan pangan), persentase pangsa dalam total serapan tenaga kerja sektor pertanian (peranan dalam pengentasan kemiskinan atau kehidupan penduduk), ketergantungan terhadap impor (kerentanan), insiden banjir impor (kerapuhan) dan trend pertumbuhan (keberlanjutan). Tiga indikator pertama menunjukkan kontribusi relatif suatu produk dalam menentukan dinamika perekonomian desa, memantapkan ketahanan pangan dan peningkatan kesejahteraan ekonomi penduduk, tiga indikator utama berikutnya disepakati luas sebagai tujuan utama pembangunan pertanian.

4. Berdasarkan indikator dan kriteria kuantitatif-obyektif yang dirumuskan maka beras, jagung, kedele dan gula merupakan komoditas strategis yang amat menentukan keberhasilan untuk mewujudkan tujuan utama pembangunan pertanian. Keempat komoditas tersebut layak dijadikan sebagai ” Special

Products ” bagi Indonesia. Indonesia perlu kukuh memperjuangkan agar keempat

produk strategis tersebut dikecualikan dari perundingan WTO.

5. Pengembangan industri gula tebu kedepan hendaknya di arahkan untuk konsolidasi manajemen. Seluruh pabrik gula BUMN disatukan dalam satu badan usaha dan saham mayoritasnya di miliki oleh petani tebu untuk lebih menjamin kelangsungan penyediaan bahan baku. Lembaga penelitian merupakan bagian integral dari perusahaan. Strategi kebijakan yang dapat ditempuh dalam pengembangan industri gula nasional adalah revitalisasi usahatani tebu, restrukturisasi dan rehabilitasi pabrik gula dan regulasi promotif.

6. Dalam menerapkan strategi pembangunan sektor pertanian dengan pendekatan sistem dan usaha agribisnis maka pembangunan pertanian harus diikuti oleh pengembangan sektor komplemen (agroindustri, penyediaan kredit, teknologi melalui penyuluhan, pasar bagi hasilnya), sehingga diperoleh sumber nilai tambah di luar lahan. Dengan pemikiran yang demikian, maka strategi pembangunan pertanian harus diletakkan dalam perspektif pembangunan pedesaan secara utuh meliputi sektor primer, sektor sekunder (sektor komplemen) dan sektor tersier (jasa). Dengan pendekatan Sistem dan Usaha Agribisnis tersebut, maka pembangunan pertanian jelas berbasis pada

(4)

kerakyatan dan dijamin keberlanjutannya karena pengembangannya berbasis pada sumberdaya lokal. Sehingga konsep pembangunan yang berasal dari rakyat dilaksanakan oleh rakyat dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk seluruh rakyat Indonesia bukan keniscayaan tetapi justru merupakan peluang yang mungkin dapat dikerjakan.

7. Kebijakan umum pemantapan ketahanan pangan diarahkan untuk mengatasi tantangan dan masalah yang menghambat proses dan kinerja sub-sistem ketahanan pangan, serta mendayagunakan peluang yang tersedia untuk memenuhi kecukupan pangan bagi setiap penduduk. Kecukupan pangan tersebut dihasilkan oleh masyarakat dengan memanfaatkan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal. Sejalan dengan itu, output dari pembangunan ketahanan pangan ini adalah: terpenuhinya hak azasi manusia atas pangan, berkembangnya SDM Indonesia yang berkualitas, dan terciptanya kondisi kondusif bagi pembangunan ekonomi, dan ketahanan nasional.

8. Strategi utama upaya pemantapan ketahanan pangan adalah: Pertama, pengembangan komoditas produksi pangan nasional melalui perluasan areal dan rehabilitasi kemampuan produksi, dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam: lahan, air, perairan. Kedua, pengembangan konsumsi pangan beragam, bergizi, dan berimbang (diversifikasi pangan). Ketiga, pengembangan agribisnis pangan yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi. Keempat, peningkatan keberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam mengembangkan dan mengatasi permasalahan ketahanan pangan. Kelima, pengembangan dan peningkatan intensitas jaringan kerja sama lintas pelaku, lintas wilayah, dan lintas waktu dalam suatu sistem koordinasi guna mensinergikan kebijakan, program dan kegiatan pengembangan kemandirian dan ketahanan pangan. Keenam, pengembangan perdagangan pangan nasional yang mampu meningkatkan ketersediaan pangan dan perekonomian antar daerah. Ketujuh, pemanfaatan pasar internasional secara bijaksana seiring dengan pengembangan ekonomi pangan dalam negeri.

9. Tersedianya teknologi unggul spesifik lahan rawa merupakan kunci utama pengembangan agribisnis di kawasan lahan rawa. Penelitian intensif yang sudah sejak lama di lakukan Badan Litbang Petanian telah menghasilkan banyak teknologi usaha pertanian di lahan rawa. Inovasi teknologi tersebut terbukti mampu meningkatkan kapasitas lahan rawa sehingga layak menjadi basis bagi berbagai jenis usahatani. Inovasi teknologi konvensional yang bersifat meningkatkan produktivitas dan atau menurunkan biaya produksi usahatani kurang efektif untuk mengatasi kendala marjinalitas lahan rawa sehingga

(5)

agribisnis di kawasan lahan rawa tumbuh kembang secara lambat saja. Oleh karena itu, ke depan, penelitian untuk pengembangan lahan rawa perlu di perluas dengan mengeksplorasi kemungkinan terobosan produksi komoditas bahan pangan “ fungsional “, yakni bahan pangan yang kaya kandungan zat gizi esensial seperti besi dan mineral lainnya, yang juga terkandung amat tinggi di tanah rawa. Komoditas pangan fungsional tidak saja bermutu gizi lebih tinggi, harga pasarnya pun lebih tinggi pula daripada bahan pangan tradisonal.

10. Berbagai kelemahan bahkan ketimpangan yang berkaitan dengan orientasi program Badan Litbang Pertanian selama ini, antara lain : (a) penelitian lebih banyak berorientasi jangka menengah dan panjang, tidak banyak menghasilkan teknologi yang segera dimanfaatkan, (b) output kegiatan lebih banyak tertuju pada aspek teknis biologis, sangat sedikit yang berupa rumusan kebijakan, (c) volume kegiatan aspek penelitian jauh lebih dominan dibandingkan dengan kegiatan aspek pengembangannya, dan (d) upaya menghasilkan teknologi belum secara sepadan diiringi dengan upaya pendesiminasinya. Akibatnya banyak program dan kegiatan yang sudah dilakukan oleh Badan Litbang Pertanian dan hal tersebut membuat kesibukan yang luar biasa bagi para peneliti dan penyuluhnya, tetapi belum terlihat secara jelas kontribusi yang bersifat langsung dan signifikan dalam mengatasi berbagai persoalan besar pembangunan pertanian di Indonesia.

11. Salah satu masalah mendasar yang dihadapi saat ini dan yang akan datang, adalah marjinalisasi pertanian, yakni marjinalisasi luas penguasaan lahan, kesuburan tanah, khususnya lahan sawah, atau nilai tukar petani. Marjinalisasi luas penguasaan lahan ditunjukkan oleh semakin meningkatnya jumlah petani gurem. Akar penyebabnya ialah jumlah petani meningkat lebih cepat dari luas baku lahan. Jumlah petani yang terus meningkat sementara PDB sektor pertanian terus menurun, merupakan pertanda proses transformasi perekonomian berlangsung tidak berimbang. Perekonomian gagal mencapai titik balik transformasi (transformation turning point). Akar penyebabnya ialah strategi pembangunan yang tidak memihak sektor pertanian.

12. Ada beberapa permasalahan makroekonomi yang telah dialami pada masa lalu dan akan terus dihadapi pada masa datang. Banyak kebijakan makroekonomi yang tidak berpihak pada pembangunan pertanian. Alokasi anggaran pemerintah untuk pembangunan pertanian yang kini sangat kecil. Tidak adanya kebijakan kredit yang secara khusus diperuntukan bagi agribisnis pertanian dan insentif yang minimal bagi pembangunan agribisnis jika tidak bisa dikatakan tidak ada. Oleh karena itu untuk mengatasinya perlu dilanjutkan implementasi pendekatan

(6)

sistim agribisnis. Permasalahan disini bukan pada strategi tetapi lebih kepada bagaimana kemampuan kita untuk mengimplementasikannya.

13. Revolusi peternakan di Indonesia terbatas pada peternakan ayam ras yang dimungkinkan oleh investasi dan teknologi perusahaan multinasional. Peternakan lain mengalami kendala produksi. Perdagangan global tidak saja tidak bebas tetapi juga tidak adil sehingga merupakan ancaman bagi agribisnis peternakan domestik. Disarankan agar pemerintah menempuh kebijakan “proteksi dan

promosi”. Agribisnis peternakan di proteksi dari dampak negatif perdagangan

dunia yang distortif dan tidak adil, dan bersamaan dengan itu difasilitasi dan didorong dengan dukungan infrastruktur dan insentif investasi.

14. Perdagangan internasional dapat berdampak positif atau negatif terhadap pertumbuh-kembangan perekonomian dan kesejahteraan umum suatu negara. Perdagangan pro-pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan umum apabila dilaksanakan secara bebas dan adil yang utamanya mensyaratkan bebas akses dan keluar dari pasar, tidak ada pelaku pasar dominan, dan tidak ada fasilitasi yang berbeda diantara pelaku pasar. Prinsip inilah yang mendasari kesepakatan umum mengenai tarif dan perdagangan (GATT) termasuk kesepakatan di bidang petanian (AoA) WTO, dan itu pulalah alasan utama Indonesia menyetujui GATT/AoA dan berusaha menjadi anggota WTO yang baik.

15. Indonesia berpandangan bahwa hasil Konferensi di Cancun bukan sebagai kegagalan yang total. Paling tidak ada benang merah yang dapat kita tarik dari hasil perundingan tersebut yang pada akhirnya hasil perundingan tersebut memberi pelajaran bagaimana memproses hasil – hasil yang penting untuk perundingan AoA di WTO. Secara umum negara-negara yang sedang berkembang harus saling memahami terhadap kebutuhan dasar yang diperlukan untuk mencapai kesuksesan dalam perundingan tersebut. Kini negara-negara berkembang menyadari bahwa “The Developed Dimension” yang dihasilkan di Doha Development Agenda (DDA) terutama isu pembangunan pedesaan, pengentasan kemiskinan dan ketahanan pangan di negara-negara berkembang harus selalu disertakan dalam proposal negosiasi pada perundingan AoA. Ketiga hal tersebut merupakan tujuan yang diprioritaskan dan hal yang sangat mendesak dalam pembangunan nasional di negara-negara sedang berkembang. 16. Paradigma baru pembangunan pertanian dalam 4 tahun terakhir ini

diimplementasikan dengan kebijakan dasar yakni kebijakan ”proteksi dan

promosi” agribisnis. Prinsip kebijakan ini adalah seraya melindungi dari praktek unfair-trade (dumping) dari negara lain, menumbuh-kembangkan dan

(7)

pemerintah. Semangat free trade yang diprakarsai WTO harus mewujudkan fair

trade (perdagangan yang adil). Kalau negara lain masih melakukan perlindungan

pada agribisnisnya, maka wajar agribisnis di Indonesia dilindungi sesuai dengan prinsip-prinsip asas kesetaraan dan timbal balik WTO. Alasan menaikkan tarif impor dan mengelola pasar beberapa komoditi agribisnis penting seperti gula dan beras selama tiga tahun terakhir adalah bagian dari kebijakan tersebut.

17. Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian, disingkat Prima Tani, adalah kegiatan terencana dan dilaksanakan sistematis untuk mewujudkan tujuan Badan Litbang Pertanian untuk akselerasi penyebaran inovasi teknologi pertanian pada tahun 2005-2009. Prima Tani hendaklah dipandang sebagai strategi baru pelaksanaan dan diseminasi penelitian dan pengembangan yang akan di lakukan oleh Badan Litbang Pertanian lima tahun ke depan. Strategi baru tersebut pada dasarnya merupakan implikasi dari perubahan paradigma dari “Penelitian dan Pengembangan “ (Research and

Development) ke “Penelitian untuk Pembangunan” (Research for Development).

Dengan begitu, kegiatan Badan Litbang Pertanian akan lebih terarah pada pemenuhan preferensi stake holders atau berorientasi konsumen. Dengan strategi baru tersebut maka Badan Litbang Pertanian terintegrasi langsung sebagai salah satu elemen esensial dari sistem agribisnis. Badan Litbang Pertanian memposisikan diri sebagai “the driving force” dari sistem inovasi sekaligus bertindak sebagai integrator antara sistem inovasi dan sistem agribisnis dalam mewujudkan sistem dan usaha agribisnis industrial berbasis pengetahuan dan teknologi inovatif.

18. Sektor Pertanian dan Peternakan telah terlepas dari “perangkap spiral

pertumbuhan rendah” yang berlangsung selama periode tahun 1998 – 1999.

Sektor Pertanian dan Peternakan telah melewati fase pertumbuhan rendah (1998 – 1999), dan kini (2003) tengah berada pada fase percepatan pertumbuhan (accelerating growth) sebagai masa transisi menuju pertumbuhan berkelanjutan (sustaining growth). Berdasarkan perkembangan indeks PDB terbukti bahwa sektor Pertanian dan Peternakan mampu pulih lebih awal dibanding sektor ekonomi secara keseluruhan. Walaupun telah pulih ke level sebelum krisis, laju pertumbuhan subsektor Perkebunan dan subsektor Peternakan, yang merupakan sumber pertumbuhan tinggi dalam sektor Pertanian, masih labil dan belum sepenuhnya pulih. Kedua subsektor ini amat tergantung pada kondisi perekonomian nasional maupun global. Pengalaman krisis multi-dimensi 1997-1998 memberikan pelajaran berharga betapa strategisnya sektor Pertanian sebagai jangkar, peredam gejolak, dan penyelamat bagi sistem perekonomian

(8)

nasional. Sektor Pertanian merupakan kunci untuk pengentasan kemiskinan dan pemantapan ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, pembangunan sektor Pertanian haruslah tetap dijadikan sebagai prioritas pembangunan nasional. 19. Untuk dapat mewujudkan peran pemerintah sebagai stimulator dan fasilitator

yang mendorong tumbuhnya kegiatan ekonomi dan sosial para petani agar memberikan manfaat bagi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan, maka visi pembangunan pertanian tahun 2005-2009 adalah “upaya mengangkat harkat derajat, kemampuan dan kesejahteraan petani dengan mewujudkan sektor pertanian yang memiliki nilai tambah tinggi, berdaya saing dan menjadi landasan kokoh pembangunan ekonomi nasional”. Sementara itu, misinya antara lain : (a) mengembangkan dan memfasilitasi organisasi petani untuk meningkatkan posisi tawar petani, (b) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, kesempatan kerja produktif dan memposisikan petani sebagai subyek pembangunan pertanian, (c) mengoptimalkan peran sektor pertanian sebagai penyedia bahan pangan dan bahan baku industri, (d) membangun sarana dan prasarana pertanian, termasuk lembaga pembiayaan pertanian, dan (e) melestarikan sumberdaya alam dan lingkungan hidup untuk mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan.

20. Sasaran pembangunan pertanian selama kurun waktu lima tahun ke depan (2005-2009) dengan asumsi ekonomi nasional tumbuh 6 persen per tahun, antara lain : (a) Produk Domestik Bruto sektor pertanian berdasarkan harga berlaku ditargetkan akan tumbuh sekitar 4,37 persen per tahun, (b) investasi di bidang pertanian ditargetkan meningkat 5,20 persen per tahun, (c) penyerapan tenaga kerja sektor pertanian ditargetkan hanya sekitar 0,91 persen per tahun, (d) pendapatan petani per kapita per tahun ditargetkan akan meningkat 3,37 persen per tahun, sehingga pada tahun 2009 akan mencapai Rp. 7,7 juta, (e) jumlah penduduk miskin ditargetkan akan menurun sekitar 5,77 persen per tahun, sehingga pada tahun 2009 jumlah penduduk miskin di pedesaan diperkirakan hanya sebesar 6,52 persen, dan (f) produksi tanaman pangan ditargetkan meningkat sekitar 0,68-6,71 persen per tahun, tanaman hortikultura sayuran dan buah-buahan ditargetkan meningkat di atas 3 dan 2 persen per tahun, tanaman perkebunan ditargetkan meningkat sekitar 2,0-8,0 persen per tahun, dan komoditas peternakan ditargetkan meningkat sekitar 1,5-9,0 persen per tahun.

(9)

21. Sesuai dengan Visi, Misi dan Sasaran, maka Program Pembangunan Pertanian lima tahun ke depan, dirumuskan dalam dua program utama, yaitu Program Pengembangan Agribisnis dan Program Peningkatan Ketahanan Pangan.

22. Kinerja sektor Pertanian pada tahun 2000-2003 haruslah dievaluasi dengan tiga perspektif yaitu : (a) kemampuan berbalik dari ancaman kontraksi lebih buruk (rescue) ; (b) kemampuan pulih dari stagnasi berkepanjangan (recovery) ; dan (c) kemampuan tumbuh akseleratif (accelerating) menuju pertumbuhan tinggi berkelanjutan (sustaining growth). Secara umum, sektor Pertanian mampu melepaskan diri dari ancaman terpuruk secara berkepanjangan. Sektor Pertanian terbukti lebih tangguh dan mampu pulih lebih cepat dibanding sektor-sektor lain. 23. Selain sektor pertanian mampu pilih, fakta statistik juga menunjukkan bahwa

kinerja sekor pertanian 2000-2003 ternyata lebih baik dibanding periode sebelum krisis (1993-1996). Fakta statistik tersebut menggugurkan opini publik di media massa yang mengatakan bahwa kinerja sektor pertanian selama periode 2000-2003 makin terpuruk. Walaupun demikian harus diakui bahwa kinerja sektor pertanian tersebut belum sepenuhnya mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi sektor pertanian utamanya peningkatan kesejahteraan petani.

(10)

The most of our macroeconomic policies have not been quite friendly for agricultural development. Government budget allocation for agricultural development remain very low. We do not have special credit policies for agribusiness development. Fiscal incentives for agribusiness development are minimal if we can not say not available. This are some of the challenges we have faced in the past and will continue in the future. The future strategy for agricultural development is continue the agribusiness system approach. The problem is not in the strategy but in our ability to properly implement it.

Ada beberapa permasalahan makroekonomi yang telah dialami pada masa lalu dan akan terus dihadapi pada masa datang. Banyak kebijakan makroekonomi yang tidak berpihak pada pembangunan pertanian. Alokasi anggaran pemerintah untuk pembangunan pertanian yang kini sangat kecil. Tidak adanya kebijakan kredit yang secara khusus diperuntukan bagi agribisnis pertanian dan insentif yang minimal bagi pembangunan agribisnis jika tidak bisa dikatakan tidak ada. Oleh karena itu untuk mengatasinya perlu dilanjutkan implementasi pendekatan sistim agribisnis. Permasalahan disini bukan pada strategi tetapi lebih kepada bagaimana kemampuan kita untuk mengimplementasikannya.

Indonesia holds the view that the Cancun Conference was not a total failure. It produced some positive results. At the least, it gave us some lessons on how to proceed for significant progress on the AoA in the WTO. It is now generally accepted that understanding, tolerance, and sensitiveness of each-other basic needs are essential for successful negotiations on AoA. We seem now all agree that “ the

development dimension “ of the Doha Development Agenda (DDA), especially rural

developments, poverty alleviation, and food security in developing countries must always be taken into consideration in any proposal of future negotiations on Aoa. Indonesia fully understands and can feel with perfect empathy why the developing countries are adamant with their position to make no compromises regarding the

(11)

three development issues. The three are both the priority objectives and the necessary conditions of national development for any developing country.

Indonesia berpandangan bahwa hasil Konferensi di Cancun bukan sebagai kegagalan yang total. Paling tidak ada benang merah yang dapat kita tarik dari hasil perundingan tersebut yang pada akhirnya hasil perundingan tersebut memberi pelajaran bagaimana memproses hasil – hasil yang penting untuk perundingan AoA di WTO. Secara umum negara-negara yang sedang berkembang harus saling memahami terhadap kebutuhan dasar yang diperlukan untuk mencapai kesuksesan dalam perundingan tersebut. Kini negara-negara berkembang menyadari bahwa “The Developed Dimension” yang dihasilkan di Doha Development Agenda (DDA) terutama isu pembangunan pedesaan, pengentasan kemiskinan dan ketahanan pangan di negara-negara berkembang harus selalu disertakan dalam proposal negosiasi pada perundingan AoA. Ketiga hal tersebut merupakan tujuan yang diprioritaskan dan hal yang sangat mendesak dalam pembangunan nasional di negara-negara sedang berkembang.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil uji coaba lapangan pengembangan media audio visual menggunakan macromedia flash untuk siswa kelas V sekolah dasar pada mata pelajaran IPS diperoleh

• Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh pemerintah daerah didanai dari APBD... Peraturan Bupati Kebumen Nomor 37 Tahun 2018 Tentang Kewenangan Desa Berdasarkan Hak

Tujuan utama dari Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat ini, menyelesaikan permasalahan mitra, yaitu dalam pembukuan keuangan usaha dan permasalahan dalam pengemasan

Pada perkebunan besar negara maupun swasta, bahan baku yang dihasilkan (lateks) biasanya langsung diolah di pabrik sendiri atau dikirim ke pabrik yang seinduk, sedangkan untuk

Menentukan kandungan logam Cu dilakukan menggunakan metode yang sama dengan kandungan logam Cd yaitu metode kurva kalibrasi. Berdasarkan kurva pada Gambar 2 terlihat

Hasil wawancara yang dilakukan Sunarjo (2014) dengan salah satu anggota polisi lalu-lintas yang bertugas di Pos Lantas Blok M, banyak faktor yang dapat

Setelah proses Poisson terpenuhi akan diketahui model antrian dengan distribusi dan parameternya, maka dapat dihitung dan dianalisis ukuran kinerja dari sistem

3 Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada