• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. yang secara kontinue diperoleh, diubah dan kemudian dijual kembali. Ada beberapa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. yang secara kontinue diperoleh, diubah dan kemudian dijual kembali. Ada beberapa"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengertian Persediaan

Persediaan merupakan unsur yang paling aktif dalam kegiatan operasi perusahaan yang secara kontinue diperoleh, diubah dan kemudian dijual kembali. Ada beberapa pendapat tentang pengertian persediaan yang pada dasarnya memiliki prinsip yang sama.

Menurut Kartikahadi, (2002:278) dalam Akuntansi Keuangan berdasarkan SAK adalah : ”Salah satu aset lancar yang signifikan bagi perusahaan pada umumnya, terutama perusahaan dagang, manufaktur, pertanian, kehutanan, pertambangan, kontraktor bangunan, dan penjual jasa tertentu.

Sedangkan menurut IAI No.2 Inventory dan PSAK No. 14 Persediaan : Persediaan adalah aset:

1. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal; 2. Dalam proses produksi untuk penjualan tersebut; atau

3. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supllies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.

Terdapat poin penting terkait dengan definisi tersebut diatas adalah persediaan merupakan aset yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal. Ini berarti aset yang dikelompokkan sebagai persediaan adalah aset yang memang selalu dimaksudkan untuk dijual atau digunakan dalam proses produksi.

(2)

a. Klasifikasi Persediaan

Dalam perusahaan manufaktur persediaan barang yang dimiliki terdiri dari beberapa jenis. Pada umumnya persediaan dibedakan dalam tiga jenis, yaitu:

1) Bahan baku

Barang yang dibeli lalu kemudian akan dijual kembali melalui suatu proses persediaan.

2) Barang dalam proses

Barang yang masih perlu diolah dalam proses produksi. 3) Barang jadi

Barang yang telah selesai diproduksi dan siap untuk dijual kepada konsumen. b. Biaya persediaan

Untuk mengadakan persediaan suatu perusahaan tentu harus mengeluarkan biaya. Biaya persediaan adalah biaya yang ditimbulkan oleh adanya persediaan yang dimiliki oleh perusahaan. Biaya yang ada dalam persediaan terdiri dari variabel dan biaya tetap. Biaya variabel merupakan biaya yang berubah-ubah karena adanya perubahan jumlah persediaan yaitu merupakan biaya yang jumlahnya tidak terpengaruh baik oleh jumlah unit yang disimpan dalam perusahaan maupun frekuensi pemesanan bahan baku yang dilaksanakan oleh perusahaan.

(3)

Penggolongan biaya-biaya persediaan perusahaan menjadi lima yaitu: 1) Biaya pembelian

Biaya barang yang didapatkan dari pemasok, mencangkup biaya transportasi atau biaya angkutan. Biaya ini biasanya merupakan kategori biaya terbesar dari barang yang dijual. Diskon untuk ukuran pesanan pembelian yang berbeda dan persyaratan kredit pemasok mempengaruhi biaya pembelian.

2) Biaya pemesanan

Biaya untuk menyiapkan dan mengeluarkan pesanan pembelian, menerima dan memeriksa barang-barang yang termasuk dalam pesanan, dan mencocokkan faktur yang diterima, pesanan, pembelian dan catatan pengiriman untuk melakukan pembayaran. Biaya-biaya pemesanan meliputi: biaya untuk mendapatkan persetujuan pembeliaan, dan juga biaya pemrosesan khusus lainnya.

3) Biaya penyimpanan

Biaya yang muncul sewaktu menahan persediaan barang-barang yang dijual. Biaya penyimpanan meliputi biaya peluang investasi yang terikat dalam persediaan, dan biaya yang terkait dengan gudang, seperti sewa tempat, asuransi, kadaluarsa, dan kerusakan.

4) Biaya persediaan habis (kehabisan persediaan cost)

Merupakan biaya yang dihasilkan bilamana sebuah perusahaan kehabisan persediaan tertentu yang diminta pelanggan dan perusahaan harus bertindak dengan cepat untuk memenuhi permintaan konsumen atau menderita kerugian

(4)

karena tidak bisa memenuhi permintaan tersebut. Perusahaan mungkin menanggapi kehabisan persediaan dengan mempercepat pesanan dari pemasok. Biaya percepatan karena kehabisan persediaan meliputi biaya pemesanan tambahan ditambah biaya transportasi yang terkait. Atau perusahaan bisa mengalami kerugian penjualan yang diakibatkan kehabisan persediaan. Dalam hal ini peluang biaya kehabisan persediaan meliputi marjin konstribusi yang hilang karena penjualan tidak dapat dilakukan karena barang tidak ada dalam persediaan, ditambah marjin kontribusi yang hilang pada penjualan masa mendatang karena pelanggan enggan memesan yang disebabkan oleh kehabisan persediaan.

5) Biaya kualitas

Biaya yang menjadi ketika fitur atau karateristik sebuah produk atau jasa tidak sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Terdapat empat kategori:

a) Biaya pencegahan adalah biaya yang terjadi untuk menghalangi produksi dari produksi yang tidak memenuhi spesifikasi.

b) Biaya penilaian adalah biaya yang terjadi untuk mendeteksi unit individu mana yang tidak memenuhi spesifikasi.

c) Biaya kegagalan internal adalah biaya yang terjadi pada suatu produk yang cacat sebelum dikirim ke pelanggan.

d) Biaya kegagalan eksternal adalah biaya yang terjadi pada produk yang cacat setelah dikirimkan ke pelanggan.

(5)

Dengan adanya biaya-biaya yang timbul karena penyelenggaraan persediaan bahan baku maka harus dikembangkan tingkat persediaan bahan baku yang optimum, yang memperhatikan semua kebutuhan untuk produksi, penjadwalan dan keinginan konsumen. Pengelolaan yang baik tidak selalu mesyaratkan tingkat persediaan yang rendah tetapi semua faktor-faktor harus dipertimbangkan dan seimbang secara wajar.

c. Fungsi persediaan

Fungsi persediaan timbul disebabkan oleh tidak sesuainya permintaan, penyediaan dan waktu yang digunakan untuk memproses bahan baku. Untuk menjaga keseimbangan permintaan dengan penyediaan bahan baku dan waktu proses maka diperlukan persediaan. Ada tiga fungsi persediaan secara umum yaitu:

1) Decoupling

Fungsi ini memungkinkan operasi-operasi perusahaan internal dan eksternal untuk mempunyai kebebasan, dengan adanya persediaan Decoupling ini memungkinkan permintaan langganan tanpa tergantung pada supplier atau penyalur.

2) Economic lot sizing

Melalui penyimpanan persediaan, perusahaan dapat memproduksi dan membeli sumberdaya-sumberdaya yang dapat mengurangi biaya-biaya perunit.

3) Anticipating

Persediaan digunakan untuk menjaga kelancaran produksi karena perusahaan mengalami ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang

(6)

selama proses produksi, sehingga mengeluarkan persediaan ekstra yang sering disebut persediaan pengaman.

d. Alasan pentingnya persediaan

Laba maksimal dapat dicapai dengan meminimalkan biaya yang berkaitan dengan persediaan. Namun meminimalkan biaya persiapan dapat dicapai dengan memesan/memproduksi dalam jumlah yang kecil, sedangkan untuk meminimalkan biaya pemesanan dapat dicapai dengan melakukan pesanan yang besar dan jarang. Jadi meminimalkan biaya penyimpanan mendorong jumlah persediaan yang sedikit/tidak ada sedangkan meminimalkan biaya pemesanan harus dilakukan dengan melakukan pemesanan persediaan dalam jumlah yang relatif besar sehingga mendorong jumlah persediaan yang besar.

Menurut Supriyono (2002:299) alasan persediaan diperlukan atau penting dapat digolongkan menjadi 3 alasan pokok, yaitu :

1) Menyeimbangkan kedua perangkat biaya sehingga biaya total untuk pemesanan dan penyimpanan dapat diminimalisasikan

2) Menghadapi ketidakpastian permintaan

3) Memanfaatkan potongan harga dan menghindari kenaikan harga yang diperkirakan.

(7)

Secara umum alasan untuk memiliki persediaan adalah sebagai berikut:

a) Untuk menyeimbangkan biaya pemesanan atau persiapan dan biaya penyimpanan.

b) Untuk memenuhi permintaan pelanggan, misalnya menepati tanggal pengiriman. c) Untuk menghindari penutupan fasilitas manufaktur akibat :

Kerusakan mesin 1. Kerusakan komponen

2. Tidak tersedianya komponen 3. Pengiriman komponen yang lambat

d) Untuk menyanggah proses produksi yang tidak dapat diandalkan. e) Untuk memanfaatkan diskon.

f) Untuk menghadapi kenaikan harga di masa yang akan datang. e. Pengadaan bahan baku

Dalam perusahaan industri, bahan baku memegang peranan sangat penting, sehingga kadang-kadang merupakan sebagian besar harta dari perusahaan. Setiap perusahaan yang menyelenggarakan persediaan bahan baku dimaksudkan untuk menunjang jalannya proses produksi dalam perusahaan yang bersangkutan. Cara pengadaan bahan baku ini akan berbeda-beda untuk setiap perusahaan-perusahaan tersebut, baik dalam jumlah unit dari persediaan bahan baku yang ada didalam perusahaan, manajemen ataupun pengelolaannya.

(8)

Ada beberapa alasan perusahaan menyelenggarakan atau mengadakan persediaan bahan baku antara lain:

1) Bahan baku yang digunakan untuk diproses produksi dalam perusahaan tidak dapat dibeli atau didatangkan satu per satu sebesar jumlah yang diperlukan serta pada saat bahan baku itu akan dipergunakan untuk proses produksi.

2) Jika terdapat keadaan bahan baku yang diperlukan untuk proses produksi tidak ada dalam perusahaan, atau perusahaan tidak mempunyai persediaan bahan baku, sedangkan bahan baku yang dipesan belum datang, maka proses produksi akan terhenti karena tidak ada bahan baku untuk kegiatan proses produksi. proses produksi ini akan dapat berjalan lagi apabila pesanan bahan baku sudah datang atau membeli secara mendadak untuk keperluan proses produksi dan pada saat itu dengan biaya yang lebih mahal.

3) Manajemen perusahaan harus dapat memutuskan untuk menyelenggarakan persediaan bahan baku dalam unit yang cukup banyak, agar terhindar dari keadaan kekurangan bahan baku.

f. Kebijakan Persediaan 1) Kuantitas pesanan

Menurut Hansen dan Mowen (1997:586) dalam mengembangkan persediaan, ada dua keputusan untuk mengatur persediaan barang yaitu :

a) Berapa banyak barang atau bahan yang harus dipesan setiap kali pemesanan? b) Kapan seharusnya pesanan dilakukan?

(9)

Dengan asumsi permintaan diketahui dalam memilih kuantitas para pesanan manager membutuhkan konsentrasi hanya dengan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan, dapat digambarkan dari pesanan sebagai berikut:

TC = PD : Q + CQ : 2 Dimana :

TC = Total biaya Pemesanan dan biaya penyimpanan P = Biaya pemesanan setiap kali pesan

Q = Jumlah unit pesan setiap kali pesanan dilakukan D = Permintaan per tahun yang diketahui

C = Biaya penyimpanan untuk satu unit persediaan, dalam satu tahun

Dengan perhitungan ini dapat ditentukan berapa biaya untuk menyimpan persediaan dalam kuantitas tersebut. Tujuan utama perusahaan untuk menentukan kuantitas pesanan yang dapat diminimumkan total biaya, kuantitas pesanan ini disebut dengan Economic Order Quantity (EOQ).

Rumus EOQ =√

Pengertian kuantitas pemesanan ekonomis (EOQ) adalah kuantitas pemesanan yang dapat meminimalisasikan biaya total pemesanan dan penyimpanan, untuk menjaga kelancaran proses produksi tidak cukup hanya ditentukan berapa besar jumlah bahan baku yang harus dibeli, tetapi juga harus ditentukan kapan bahan baku tersebut datang tepat waktu yang dibutuhkan, saat di mana dilakukan pemesanan kembali atau reorder point. Sebelum menentukan reorder point, yang harus kita ketahui terlebih dahulu adalah waktu tunggu (lead time) yaitu waktu yang diperlukan untuk menerima pesanan.

(10)

Dengan mengetahui waktu tunggu (lead time) maka EOQ dapat dihitung dengan ROP (Reorder Point) sebagai berikut:

ROP = kebutuhan rata-rata bahan baku x waktu tunggu

Jika permintaan, waktu tunggu, jumlah yang dapat disediakan oleh supplier adalah tidak pasti, maka kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan muncul. Untuk menghindari masalah ini perusahaan mengatasi dengan persediaan pengaman (safety stock). Persediaan pengaman merupakan persediaan ekstra yang disimpan sebagai jaminan dalam menghadapi permintaan yang berfluktuasi dan kelangsungan proses produksi perusahaan. Persediaan pengaman ini dapat diambil hanya dalam keadaan darurat misalnya keterlambatan datangnya bahan baku yang disebabkan oleh hal-hal yang tidak terduga. Persediaan pengaman ini dihitung dengan mengalikan waktu tunggu dan selisih antara tingkat maksimum pemakaian dengan tingkat rata-rata pemakaian. Dengan memperhitungkan tingkat persediaan pengaman, maka persamaan titik pesanan kembali :

Reorder Point (ROP) + persediaan pengaman 2) Titik pemesanan kembali

Untuk menjaga kelancaran proses produksi tidak cukup hanya ditentukan dengan besar jumlah bahan baku yang harus diteliti tetapi juga harus ditentukan kapan bahan baku harus dipesan agar bahan baku tersebut dapat datang dengan tepat pada waktunya. Saat dimana dilakukan pemesanan kembali atau reorder point, maka mulai usaha melakukan pesanan sampai saat barang datang di gudang.

(11)

Di dalam melakukan lead time ini dikenal dua macam biaya, yaitu : a) Extra carrying cost (biaya penyimpanan)

Merupakan biaya penyimpanan yang harus dibayar oleh perusahaan karena adanya surplus bahan baku, yaitu :

1. Biaya gudang

2. Biaya asuransi bahan baku 3. Biaya pemeliharaan bahan baku

4. Biaya ridak terpakainya bahan baku karena usang b) Stock out cost (biaya kehabisan persediaan)

Merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan karena perusahaan kekurangan bahan baku untuk keperluan proses produksinya. Untuk dapat menetapkan kapan pemesanan dapat dilakukan kembali kita harus memperbandingkan beberapa unsur, yaitu:

1. Waktu yang diperlukan untuk pengiriman 2. Jumlah safety stock

3. Tingkat pemakaian persediaan 3) Persediaan pengaman

Persediaan yang telah disebutkan diatas banyak perusahaan yang memandang perlu menentukan persediaan minimal dari bahan baku yang harus dipertahankan untuk menjamin kelangsungan proses produksi perusahaan, persediaan minimal tersebut sebagai persediaan pengaman (safety stock).

(12)

Dengan adanya persediaan pengaman ini diharapkan proses produksi tidak terganggu oleh ketidakpastian bahan baku persediaan yang merupakan sejumlah unit tertentu, jumlah ini akan tetap dipertahankan dan dapat diambil hanya dalam keadaan darurat, misalnya keterlambatan datangnya bahan baku yang disebabkan oleh hal-hal yang tidak terduga, faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya persediaan pengaman suatu perusahaan yaitu :

a) Kebiasaan supplier menyerahkan bahan baku yang dipesan, apakah sudah tepat waktu atau tidak.

b) Jumlah bahan baku yang dibeli setiap kali pemesanan.

c) Dapat diperkirakan atau tidaknya kebutuhan bahan baku secara tepat.

d) Perbandingan antara biaya penyimpanan bahan baku dan biaya ekstra kehabisan bahan baku.

2.2. Just In Time

2.2.1 Filosofi Just In Time

Just In Time pertama kali dikembangkan di negara Jepang oleh perusahaan Toyota pada dekade yang lalu, dan kemudian diadopsi oleh banyak Perusahaan Manufaktur di Jepang dan Amerika Serikat seperti: Hewlet Packard, IBM, dan Harley Davidson. Salah satu pendekatan untuk mengeliminasi pemborosan dalam perusahaan manufaktur telah muncul yaitu suatu filosofi operasi yang disebut Just In Time. Just In Time merupakan suatu filosofi operasi manajemen, yaitu sumber daya, termasuk material personel, dan fasilitas yang digunakan dalam keadaan tepat waktu.

(13)

Just In Time didasarkan arus kesinambungan (continous flow) dengan melakukan perbaikan terus menerus untuk mendapatkan yang terbaik, menghilangkan pemborosan dan memerlukan setiap karyawan bagian proses produksi bekerja sama dengan komponen lainnya, yang kesemuanya harus berfungsi secara bersama-sama. Just In

Time merupakan filosofi yang dapat diterapkan pada semua aspek bisnis, yaitu meliputi

pembelian, produksi, dan pengiriman.

2.2.2 Pengertian Just In Time

Pada dasarnya pengertian Just In Time adalah tepat waktu, istilah ini digunakan untuk menunjukan bahwa sebuah proses bisa mendapatkan tanggapan langsung terhadap permintaan tanpa perlu proses menyediakan stock berlebihan. Just In Time adalah filosofi yang terpusat pada penentuan waktu, efisiensi, dan mutu dalam memenuhi komitmen. Perusahaaan yang menerapkan Just In Time berjuang untuk perbaikan yang berkelanjutan dan pencarian serta penghilangan pemborosan bahan baku, waktu, dan tempat. Just In Time biasanya memangkas persediaan ke tingkat yang jauh lebih rendah dibandingkan yang dijumpai dalam sistem konvensional, memperkuat tekanan pada kendali mutu, dan mendatangkan perubahan mendasar dalam cara produksi diorganisasikan dan dilaksanakan. Just In Time terfokus pada perbaikan yang berkelanjutan (continual Improvement) dengan mengurangi biaya persediaan dan menanggulangi masalah ekonomi lainnya. Pengurangan persediaan akan meleluaskan modal yang dapat dipakai untuk investasi yang lebih produktif. Perbaikan mutu produk akan mempertangguh kemampuan kompetitif perusahaan. Akhirnya, perubahan dari

(14)

pengesetan pabrikasi tradisional ke pabrikasi Just In Time memberdayakan perusahaan untuk lebih memusatkan diri pada mutu dan produktivitas dan, seiring dengan itu, memampukan penilaian yang lebih akurat terhadap biaya untuk mengolah produk. Peningkatan akurasi penentuan biaya produk ini terjadi karena membaiknya kemampuan untuk menelusuri produk melalui sistem Just In Time.

Just In Time mewakili filosofi yang berbeda, dan mengubah cara perusahaan memandang peran persediaan. Perusahaan pabrikasi menyimpan tiga jenis persediaan: 1. Bahan baku

Barang yang dibeli lalu kemudian akan dijual kembali melalui proses persediaan. 2. Barang dalam proses

Barang yang masih perlu diolah dalam proses produksi. 3. Barang jadi

Barang yang telah selesai diproduksi dan siap untuk dijual kepada konsumen.

Ketiga jenis persediaan tersebut dirancang untuk bertindak sebagai penyangga sehingga kegiatan-kegiatan perusahaan tetap dapat berjalan mulus sekalipun para pemasok terlambat melakukan pengiriman pengiriman, atau bilamana sebuah departemen tidak mampu beroperasi selama beberapa waktu karena satu dan lain hal.

Solusi terbaik untuk mengelola persediaan adalah aplikasi sistem Just In Time, dimana sistem ini memodifikasi sistem persediaan langsung pakai. Untuk aplikasi yang tepat dalam terapannya maka perlu dibentuk sistem kerja sama integral dalam lingkungan Just In Time. Just In Time merupakan salah satu konsep yang mendukung manajemen biaya untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi di lingkungan industri

(15)

sebagai akibat kemajuan teknologi dan otomatisasi. Just In Time menolong organisasi untuk menjadi lebih efisiensi dan terkelola lebih baik serta meraup keuntungan yang lebih besar dibandingkan pesaing mereka.

Definisi Just In Time didefinisikan sebagai sistem manajemen pabrikasi dan persediaan komprehensif di mana bahan baku dan berbagai suku cadang dibeli dan diproduksi pada saat diproduksi dan pada saat (just in time) akan digunakan dalam setiap tahap proses produksi/pabrikasi. (Simamora, 2002:105)

Just In Time merupakan suatu pendekatan manufaktur yang mempertahankan bahwa produk-produk harus ditarik dari seluruh sistem dengan adanya permintaan, dan bukannya mendorong seluruh sistem dengan skedul yang tetap untuk mengantisipasi permintaan. (Hansen & Mowen, 2001 :591)

Pengertian Just In Time adalah sebuah sistem produksi dimana pembelian bahan baku dan pembuatan produk hanya dilakukan untuk memenuhi permintaan pelanggan. (Krismiaji, 2011:8)

Ide-ide yang mendukung Just In Time adalah sebagai berikut : a. Sederhana adalah lebih baik.

b. Penekanan pada kualitas dan perbaikan yang berkesinambungan.

c. Mempertahankan persediaan yang menjadi sumber pemborosan dan pekerjaan jelek yang tersembunyi.

d. Setiap aktivitas atau fungsi yang tidak menambah nilai harus dihilangkan. e. Barang diproduksi apabila dibutuhkan.

(16)

f. Pekerja harus berketrampilan banyak dan berpartisipasi dalam memperbaiki efisiensi dan kualitas produk.

Just in Time adalah sebuah filosofi pemecahan masalah secara berkelanjutan dan memaksa yang mendukung produksi yang ramping (lean). Produksi yang ramping (lean Production) memasok pelanggan persis sesuai dengan keinginan pelanggan ketika pelanggan menginginkannya, tanpa pemborosan, melalui perbaikan berkelanjutan (Heizer and Render,2004,h.258). Sasaran utama just in time adalah meningkatkan produktivitas system produksi atau operasi dengan cara menghilangkan semua macam kegiatan yang tidak menambah nilai (pemborosan) bagi suatu produk. Sasaran just in time menitikberatkan pada continuos improvement untuk mencapai biaya produksi yang rendah, tingkat produktivitas yang lebih tinggi, kualitas dan realibitas produk yang lebih baik, memperbaiki waktu penyerahan produk akhir dan memperbaiki hubungan kerja antara pelanggan dengan pemasok Tjahjadi (2001:227) mendefinisikan JIT sebagai “the successful completion of a product or service at each stage of production activity from vendor to customer just in time for its use and at minimum cost. JIT can also be generally defined as a strategy or guiding philosophy whose goal it is to seek manufacturing excellence.

Selanjutnya Tjahjadi (2001:227) menyatakan bahwa JIT memiliki 8 prinsip dasar, yaitu:

1. Seek a produce-to order production schedule. 2. Seek unitary production.

(17)

4. Seek continous product flow improvement. 5. Seek product quality perfection.

6. Respect people.

7. Seek to eliminate contingencies. 8. Maintain long term emphasis.

Berdasarkan berbagai pengertian tersebut dapat diketahui bahwa eliminasi pemborosan merupakan jantung dari JIT. Dengan mengeliminasi pemborosan, maka perusahaan akan menghasilkan produk yang lebih baik dengan biaya yang lebih rendah. Berdasarkan uraian diatas maka indikator JIT yang dimunculkan adalah biaya produksi yang rendah, tingkat produktivitas yang lebih tinggi, hubungan antara pelanggan dengan pemasok.

2.2.3 Konsep Just In Time

Dalam konsep Just In Time, Simamora, (2002:107) menyatakan terdapat empat aspek fundamental dalam konsep Just In Time, yaitu :

1. Menghilangkan segala aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah bagi seluruh produk atau jasa. Dalam hal ini mencakup seluruh aktifitas atau sumber daya yang menjadi sasaran untuk pengurangan atau penghilangan.

2. Komitmen tinggi terhadap mutu melakukan secara benar segala sesuatunya dari awal adalah esensial manakala tidak ada waktu untuk mengerjakan ulang. Perusahaan perlu memiliki komitmen untuk mencapai dan mempertahankan tingkat mutu yang tinggi dalam semua aspek aktivitas-aktivitas perusahaan.

(18)

3. Upaya perbaikan yang berkelanjutan dalam efisiensi aktivitas perusahaan. Perusahaan perlu mencanangkan komitmen terhadap perbaikan berkesinambungan (continuous improvement) pada semua aktivitas perusahaan dan kegunaan data yang dihasilkan bagi manajemennya. Perbaikan yang berkesinambungan adalah pengupayaan terus- menerus nilai yang kian besar yang diberikan kepada pelanggan.

4. Penekanan pada penyederhanaan dan peningkatan visibilitas aktivitas nilai tambah, hal ini membantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang tidak menambah nilai.

2.2.4 Peranan Just In Time

Dalam sistem Just In Time ada beberapa peranan penting yaitu menghasilkan sebuah produk hanya ketika dibutuhkan dan hanya dalam kuantitas yang diminta oleh pelanggan. Menurut Kuncoro (2005:293) berpendapat bahwa Just In Time memiliki beberapa peranan penting diantaranya:

1. Meningkatkan laba

2. Meningkatkan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui: a. Pengendalian biaya

b. Peningkatan kualitas c. Perbaikan kinerja kualitas

(19)

2.2.5 Tujuan dan Manfaat Just In Time

Menurut Hansen dan Mowen (2001:412) tujuan Just In Time memiliki dua tujuan strategis yaitu: untuk meningkatkan keuntungan dan memperbaiki daya saing perusahaan. Kedua tujuan ini dicapai dengan mengontrol biaya-biaya (memungkinkan terbentuknya harga yang berdaya saing lebih baik dan meningkatkan keuntungan), memperbaiki kerja pengiriman, dan juga kualitas.

Tujuan Just In Time adalah menghasilkan sebuah produk hanya ketika dibutuhkan dan hanya dalam kuantitas yang diminta oleh para pelanggan. (Simamora, 2002:108)

Menurut Krismiaji, (2011:125) tujuan utama Just In Time adalah untuk menghasilkan produk hanya jika diperlukan dan hanya menghasilkan kuantitas produk sebanyak yang diminta pelanggan.

Manfaat utama sistem Just In Time adalah akan mengubah daya telusur biaya, meningkatkan akurasi penentuan kos produk, menurunkan kebutuhan alokasi biaya tak langsung, mengubah perilaku dan kepentingan relatif biaya tenaga kerja langsung, dan mempengaruhi sistem penentuan kos pesanan dan kos proses.

Tunggal (1998:71) terdapat 2 manfaat yang dapat ditemukan dari Just In Time antara lain :

1. Manfaat tangibles, yaitu:

a. Turn over pembelian bahan baku/suku cadang bertambah b. Ketepatan pengiriman meningkat

c. Lead time pengiriman berkurang d. Pekerjaan ekspedisi berkurang

(20)

e. Waktu implementasi perubahan-perubahan oleh pemasok berkurang 2. Manfaat intangibles, yaitu:

a. Memperbaiki kualitas produk

b. Berhasil mendorong pemasok memenuhi kualitas yang diperlukan c. Memperbaiki produktivitas

d. Jadwal produksi yang lebih baik

e. Mengurangi keperluan untuk menginspeksi barang-barang yang masuk f. Meningkatkan efisiensi

g. Memperbaiki posisi kompetitif h. Memperbaiki desain produk

i. Memperbaiki moralitas dalam produksi

j. Lebih banyak kontak personal dengan pemasok k. Mengurangi pekerjaan klerikal.

2.2.6 Pemasok

Keberhasilan JIT tidak terlepas dari peran pemasok, oleh karena itu hubungan antara pemasok dengan pelanggan harus dijaga dengan baik. Heizer dan Render (2004:261) mengatakan : Kemitraan JIT ada ketika pemasok dan pembeli bekerja sama dengan sebuah sasaran bertimbal balik untuk menghilangkan pemborosan dan menekan biaya. Selanjutnya Heizer dan Render (2004:262) memunculkan 4 sasaran kemitraan JIT yaitu:

(21)

2. Penghapusan persediaan di pabrik. 3. Penghapusan persediaan yang transit.

4. Penghilangan para pemasok yang lemah JIT sangat membutuhkan hubungan khusus antara pemasok dengan perusahaan pembeli dimana kedua belah pihak dituntut untuk bekerja sama untuk mencapai keberhasilan bersama dimasa yang akan datang.

Adapun karakteristik menurut Tjahjadi (2001:232) hubungan antara pemasok JIT dengan perusahaan pembeli meliputi:

1. Kontrak jangka panjang.

2. Meningkatnya akurasi administrasi pesanan. 3. Meningkatnya kualitas.

4. Fleksibilitas pesanan.

5. Pengiriman jumlah kecil dengan frekuensi pengiriman yang banyak. 6. Perbaikan berkesinambungan dalam bekerjasama.

Perusahaan pembeli harus bisa mencari pemasok terpercaya yang dapat mengirimkan barang berkualitas, dengan jumlah dan waktu yang telah ditentukan. Dalam banyak kasus perusahaan pembeli menetapkan jadwal jam pengiriman, bahkan menit pengiriman juga telah ditentukan. Kegagalan pemenuhan jadwal yang dipesan akan berakibat fatal, yaitu berhentinya produksi Tjahjadi (2001:229). Dari uraian diatas maka indikator pemasok yang dapat dimunculkan adalah : mendukung hubungan dengan para pemasok, penyerahan barang berkualitas tepat waktu.

(22)

2.3 Perbedaan Pendekatan Just In Time

Perbandingan antara pemanufakturan Just In Time dengan pemanufakturan Tradisional menurut Supriyono (2002:68) adalah sebagai berikut:

Tabel 1

Perbedaan Metode Just In Time dan Tradisional Faktor Pembeda Just In Time Tradisional

1. Karakteristik Pull-through system Push-through system 2. Kuantitas persediaan Sedikit Banyak

3. Struktur manufaktur Sel manufaktur Struktur departemen 4. Kualifikasi tenaga kerja Multidisiplin Spesialis

5. Kebijakan kualitas Pengendalian mutu Toleransi produk cacat

6. Fasilitas jasa Tersebar Terpusat

Sumber : Supriyono, (2002: 255).

Karakteristik merupakan sistem tradisional melakukan aktivitas pembuatan produk berdasarkan ramalan penjualan (sales forecasting) yang diperkirakan akan terjadi pada periode mendatang. Dengan dasar ini, maka bagian produksi akan memiliki jadwal produksi yang sudah pasti. Jika barang yang diproduksi belum dapat didistribusikan ke pasar, maka barang tersebut akan disimpan di gudang. Dalam hal ini bagian pemasaran bertanggung jawab untuk segera memasarkan produk yang telah menumpuk di gudang jumlah banyak. Dengan demikian, sistem tradisional ini mendorong (push) aktivitas penjualan dan pemasaran. Sistem Just In Time memiliki karakteristik yang berkebalikan. Dalam sistem ini, perusahaan baru akan melakukan

(23)

aktivitas produksi hanya jika ada permintaan pasar/pelanggan yang sudah pasti. Jadi aktivitas produksi dalam sistem ini ditarik (pull) oleh permintaan pasar.

Kuantitas Persediaan merupakan salah satu pengaruh sistem Just In Time bagi perusahaan adalah mengurangi kuantitas persediaan secara signifikan. Dalam jumlah yang minimal, persediaan tetap dimiliki oleh perusahaan, terutama persediaan produk jadi yang menunggu proses pengiriman kepada pelanggan atau ke distributor. Jadi kuantitas persediaan dalam sistem Just In Time tetap ada namun jumlahnya sangat sedikit (insignificant). Sistem manufaktur tradisional disebut juga push-throught system. Dalam sistem ini, perusahaan melakukan proses produksi tanpa memperhatikan struktur dan kondisi permintaan pada saat itu. Oleh karena itu, sistem ini sangat mungkin menghasilkan produk dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan permintaannya, sehingga menciptakan persediaan dalam jumlah yang banyak (significant).

Struktur Manufaktur, dalam sistem ini manufaktur tradisional, mesin-mesin produksi yang sejenis disatukan dalam sebuah departemen. Dengan demikian, jika perusahaan membuat 2 jenis (produk A dan produk B) produk melalui 3 jenis mesin (mesin 1, mesin 2, dan mesin 3), maka tahap pertama kedua produk tersebut akan masuk proses di proses departemen 1, tahap kedua sama-sama masuk proses di departemen 2, tahap ketiga sama-sama masuk di departemen 3. Dalam hal ini, kedua produk menggunakan seluruh fasilitas di departemen produksi 1 sampai 3 secara bersama-sama. Implikasinya adalah, pada akhirnya proses perusahaan harus

(24)

mengalokasikan biaya tidak langsung atau biaya pemakaian fasilitas bersama tersebut (penggunaan mesin A, mesin B, mesin C)

Just In Time menggunakan struktur sel manufaktur (manufacturing cell). Dengan struktur ini mesin yang diperlukan untuk membuat sebuah produk, dikelompokkan ke dalam sebuah sel manufaktur. Jika perusahaan menghasilkan 2 jenis produk, maka perusahaan tersebut akan menghasilkan 2 sel, sel A khusus untuk membuat produk A, dan sel B khusus untuk membuat produk B. Dengan menggunakan contoh di atas, maka pada sel A akan terdapat 3 buah mesin, yaitu mesin nomor 1, mesin nomor 2, mesin nomor 3. Sedangkan sel B juga akan berisi 3 buah mesin yang khusus digunakan untuk membuat produk B. Sel-sel ini pada dasarnya merupakan pabrik mini, oleh karena itu dengan menggunakan konsep sel seolah-olah ada pabrik dalam pabrik.

Kualifikasi Tenaga Kerja, dalam sistem konvensional, tenaga kerja biasanya berspesialisasi dalam satu bidang keahlian tertentu. Para karyawan dilatih untuk melaksanakan sebuah pekerjaan khusus, misalnya mengoperasikan sebuah mesin. Dari waktu ke waktu tugas yang dibebankan kepada mereka relatif tidak berubah. Dengan demikian, mereka menjadi tenaga kerja spesialis. Dalam sistem Just In Time, yang menggunakan struktur manufaktur sel, karyawan produksi dituntut untuk mampu mengoperasikan seluruh mesin yang ada dalam sebuah sel. Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan menekan biaya. Dengan demikian karyawan tersebut tidak lagi menjadi spesialisasi mesin tertentu, namun menjadi seorang yang memiliki kualifikasi multidiciplinary.

(25)

Kebijakan Kualitas, dalam sistem Just In Time, perusahaan memproduksi barang dalam jumlah terbatas, yaitu sebanyak yang diminta oleh pasar/pelanggan dan tidak memiliki kelebihan produksi sama sekali. Oleh karena itu, dalam sistem ini persoalan kualitas merupakan hal yang sangat penting. Kualitas barang yang dihasilkan harus sempurna, dan tidak ada toleransi sama sekali terhadap produk cacat. Kalau sampai ada produk cacat dan sampai ke tangan konsumen, maka hal ini akan merusak reputasi perusahaan, apalagi jika perusahaan tersebut berada dalam industri yang bersaing ketat. Untuk mewujudkan hal ini, perusahaan harus memiliki komitmen tinggi terhadap kualitas dan menerapkan konsep pengendalian mutu terpadu (total quality control). Tanpa TQC sistem Just In Time tidak akan berjalan dengan baik. Kondisi tersebut tentunya sangat berbeda dengan kondisi yang ada pada sistem tradisional. Dalam sistem tradisional ada sebuah doktrin yang disebut acceptable quality level (AQL). Doktrin tersebut memperbolehkan adanya produk cacat dalam sebuah proses produksi, asalkan jumlahnya tidak melebihi angka persentase yang telah diterapkan sebelumnya. Hal tersebut dimungkinkan karena dalam sistem tradisional jumlah produk yang dihasilkan banyak, sehingga jika ada produk cacat, perusahaan masih memiliki kesempatan untuk menyortirnya agar tidak ikut terbawa sampai ke tangan konsumen.

Fasilitas Jasa merupakan sebagai implikasi dari digunakannya struktur manufaktur sel, maka sebagian besar aktivitas untuk membuat produk tertentu tidak lagi menggunakan fasilitas bersama. Dengan demikian, departemen jasa yang semula dipusatkan dan melayani kebutuhan dalam rangka menghasilkan berbagai jenis produk, sekarang mengalami perubahan yaitu tersebar di berbagai sel manufaktur. Hal ini harus

(26)

dilakukan, karena sistem Just In Time menghendaki akses ke fasilitas jasa secara mudah dan cepat. Sebagai contoh, Just In Time menghendaki bahwa pasokan bahan baku dilakukan secara tepat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut jelas penanganan bahan baku tidak dapat lagi dipusatkan, namun disebar di beberapa titik pelayanan yang dekat dengan setiap sel manufaktur.

2.3.1 Sistem Pembelian Just In Time

Istilah Puchasing atau pembelian mencakup proses pembelian barang atau jasa yang berkualitas baik, dalam kuantitas benar, pemilihan pemasok, pencapaian harga, mengeluarkan kontrak atau pesanan dan melakukan tindak lanjut untuk memastikan pengiriman yang baik.

Sistem pembelian Just In Time mengharuskan adanya sistem penjadwalan pengadaan barang dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan penyerahan segera untuk memenuhi permintaan atau penggunaan. (Supriyono, 2002:67)

Hongren (2008:337) Pembelian Just In Time adalah pembelian bahan-bahan atau barang sedemikian sehingga mereka dikirimkan hanya pada saat dibutuhkan bagi produksi atau penjualan.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelian Just In Time adalah sistem pembelian penjadwalan pengadaan barang atau bahan yang tepat waktu sehingga dapat dilakukan pengiriman atau penyerahan secara cepat dan tepat untuk memenuhi permintaan.

(27)

Supriyono (1999:125) di dalam metode pembelian Just In Time Purchasing dan pembelian tradisional terdapat beberapa perbedaan dasar yaitu :

1. Pemasok

Just In Time Purchasing hanya menggunakan pemasok dalam jumlah sedikit untuk memperoleh bahan yang bermutu tinggi, mencapai pengiriman yang tepat waktu dan jumlah, serta berharga murah. Sedangkan sistem tradisional menggunakan banyak pemasok untuk memperoleh barang dengan harga murah dan bermutu tinggi. Dan akibatnya aktifitas-aktifitas tidak bernilai tambah yaitu untuk memperoleh harga yang murah harus membeli dalam jumlah yang banyak atau mungkin mutunya lebih rendah.

2. Kontrak Pembelian

Just In Time Purchasing menerapkan kontrak pembelian jangka panjang dengan beberapa pemasoknya guna membangun hubungan baik yang saling menguntungkan sehingga dapat dipilih pemasok yang :

a. Memasok bahan yang murah b. Bermutu tinggi

c. Berkinerja pengiriman tepat waktu dan tepat jumlah d. Mengurangi frekuensi pemesanan

Sedangkan pada sistem tradisional menerapkan kontrak-kontrak jangka pendek dengan banyak pemasok.

(28)

3. Aktifitas dalam arus pembelian bahan

Pada Just In Time Purchasing, aktifitas pembelian bahan hanya melalui sedikit tahap daripada sistem pembelian tradisional yang melalui banyak tahapan-tahapan.

Dalam rangka menerapkan Just In Time, maka kondisi dan proses pembelian harus diatur dengan mempertimbangkan hal-hal berikut :

a. Dekat dengan pemasok b. Sedikit pemasok

c. Pemasok tahu kualitas yang diinginkan perusahaan d. Meminimalisasi inspeksi

e. Eliminasi penggudangan

2.3.2 Faktor Kunci Sukses dalam Just In Time Ada tujuh faktor kesuksesan Just In Time yaitu : 1. Suppliers

Hal-hal yang harus diperhatikan adalah:

a. Kedatangan material dan produk akhir termasuk kesia-siaan. b. Pembeli dan pemasok membentuk kemitraan.

c. Kemitraan Just In Time mengliminir : 1) Kegiatan yang tidak penting. 2) Persediaan dalam perjalanan 3) Pemasok yang jelek.

(29)

2. Layout

Merupakan tata letak yang memungkiknkan pengurangan kesia-siaan yang lain, yaitu pergerakan. Misalnya pergerakan bahan baku manusia menjadi fleksibel.

JIT mensyaratkan :

a. Sel kerja untuk produk family. b. Pergerakan atau perubahan mesin. c. Jarak yang pendek.

d. Tempat yang kecil untuk persediaan. e. Pengiriman langsung ke area kerja. 3. Inventory

Persediaan dalam sistem produksi dan distribusi sering diadakan untuk berjaga-jaga. Teknik persediaan yang efektif memerlukan Just In Time bukan Just In Case. Persediaan Just In Time merupakan persediaan minimal yang diperlukan untuk mempertahankan operasi sistem yang sempurna yaitu jumlah yang tepat, tiba pada saat yang diperlukan bukan sebelum atau sesudah.

4. Schedulling

Jadwal yang efektif dikomunikasikan di dalam organisasi dan kepada pemasok, maka akan sangat mendukung penerapan Just In Time. Penjadwalan yang lebih baik juga meningkatkan kemampuan untuk memenuhi pesanan konsumen, menurunkan persediaan dan mengurangi barang dalam proses.

(30)

a. Mengkomunikasikan penjadwalan kepada supplier. b. Jadwal bertingkat

c. Menekan bagian dari skedul paling dekat dengan jatuh tempo d. Lot kecil

e. Teknik kanban. 5. Preventive Maintenance

Pemeliharaan dilakukan dalam rangka untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan supaya tidak terjadi atau merupakan suatu tindakan pencegahan. Misalnya dengan cara pemeliharaan rutin pada fasilitas yang digunakan maupun pelatihan karyawan secara terus menerus agar dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.

6. Kualitas

Hubungan Just In Time dan mutu kuat sekali, karena berhubungan dengan tiga hal yaitu :

a. Just In Time mengurangi biaya perolehan mutu yang baik karena biaya produk sisa, pengerjaan ulang, investasi persediaan menurun.

b. Just In Time meningkatkan mutu dengan mengurangi antrian dan waktu antara Just In Time juga membatasi jumlah sumber kesalahan potensial.

c. Mutu yang baik berarti lebih sedikit cadangan sehingga Just In Time lebih mudah diterapkan.

7. Employee Empowerment

Karyawan yang diberdayakan dapat ikut terlibat dalam isu-isu operasi harian yang merupakan falsafah Just In Time. Pemberdayaan karyawan mengikuti nasehat

(31)

manajemen bahwa tidak ada orang yang lebih tahu mengenai suatu pekerjaan selain karyawan pelaksana pekerja itu sendiri.

2.4 Efisiensi Biaya

Efisiensi biaya adalah tidak membuang waktu dan tenaga, tepat sesuai dengan rencana dan tujuan. Seiring kita dengar ungkapan-ungkapan bahwa untuk bisa memperoleh laba yang besar dan untuk mempetahankan eksistensi perusahaan, maka perusahaan harus beroperasi secara efisien. Istilah efisiensi mempunyai arti yang sangat spesifik, biasanya efisiensi sering dikaitkan dengan perbandingan output dan input dimana semakin besar perbandingan oyput atau inputnya maka akan semakin efisiensi suatu usaha. Cara meningkatkan efisiensi biaya yaitu dapat dilakukan melakukan dengan melalui sistem perencanaa yang lebih baik, alat-alat produksi dan berbagai masukan yang tersedia yang lebih baik dengan berhubungan kerja dan kinerja yang lebih baik pula dengan menggunakan kebijakan-kebijakan diberbagai bidang yang tepat.

2.5 Rerangka Pemikiran

Persediaan

Manajemen Persediaan

Metode Just In Time (JIT) Metode Tradisional

(32)

Gambar 1 Rerangka Pemikiran 2.6 Penelitian Terdahulu

1. Ratna (2009), dengan judul penelitian “Studi Just In Time Untuk Meningkatkan Kinerja Produktivitas Perusahaan”, dengan hasil penelitian adalah:

a. Perlu adanya dukungan dari pimpinan dalam perencanaan jangka panjang dalam sistem JIT. Dalam hal ini pimpinan perusahaan harus menyadari betul bahwa kerjasama dengan pemasok harus di bina dengan baik. Pemasok tidak hanya sekedar hubungan dagang tapi lebih kepada hubungan yang bersifat jangka panjang. Sehingga system JIT diharapkan bias berjalan dengan baik. b. Pekerja dirubah dari specialist menjadi multidisiplint artinya pekerja dilatih

(33)

memperbaiki mesin, pembuatan skedul produksi,penanganan bahan baku juga sampai dengan pemeriksaan bahan baku.

2. Rahayu (2003), dengan judul “Pengaruh Aplikasi Strategi Just In Time Terhadap Efektivitas dan Efisiensi Biaya Produksi pada PT. Santosa Jaya Abadi Sidoarjo” dengan hasil penelitiannya adalah:

a. Hasil penelitian yang membuktikan bahwa secara bersama-sama faktor pembelian, produksi, pengiriman bahan baku, pengiriman barang jadi dan lingkungan JIT berpengaruh signifikan terhadap efektifitas dan efisiensi biaya produksi pada PT. Santosa Jaya Abadi Sidoarjo maka hendaknya faktor-faktor tersebut dapat menjadi tolok ukur dalam pembenahan implementasi sistem JIT yang sedang berlangsung,

b. Faktor lingkungan JIT merupakan faktor dominan yang mempengaruhi efektifitas dan efisiensi biaya produksi pada PT. Santosa Jaya Abadi Sidoarjo. Oleh karena itu, sebaiknya pihak perusahaan melakukan pengawasan yang lebih ketat dalam memantau aplikasi pelaksanaan sistem JIT sehingga tetap terbina hubungan baik dengan pihak eksternal (supplier maupun buyer) sehingga proses aktivitas perusahaan dapat berjalan lancar.

3. Brigita (2009), dengan judul penelitian “ Pengaruh penerapan JIT (Just In Time) Dan TQM (Total Quality Management) terhadap Delivery Performance Pada Industri Otomotif di Indonesia”. Dengan hasil penelitiannya adalah:

a. Rendahnya tingkat signifikansi penerapan JIT pada Industri Otomotif di Indonesia terhadap Delivery Performance, secara kualitatif dapat

(34)

disimpulkan bahwa di Indonesia penerapan JIT hanya masih sebatas konsep hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian di mana pada secara rata-rata skor penerapan JIT baik secara konsep maupun penggunaan tools lebih kecil bila dibandingkan dengan penerapan konsep maupun penggunaan tools TQM. b. JIT dan TQM memiliki pengaruh linier yang signifikan terhadap Delivery

Performance, Pengaruh linier yang ada lebih disebabkan oleh penerapan TQM pada perusahaan bukan penerapan JIT.

Tabel 2

Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Sekarang

Peneliti Variabel Metode Penelitian

Rahayu (2003) 1. Pembelian 2. Produksi

3. Pengiriman Bahan Baku 4. Pengiriman Bahan Jadi 5. Lingkungan JIT

Explanatory Research

Ratna (2009) 1. Pemasok

2. Kecepatan Proses produksi 3. Sistem Produksi

4. JIT

(35)

5. Kinerja Produksi Brigita (2009) 1. JIT

2. Elemen JIT 3. TQM

4. Elemen TQM

5. Hubungan Antara JIT dan TQM 6. Kinerja Deskriptif Christian (2013) 1. Persediaan 2. JIT 3. Pemasok 4. Efisiensi Biaya Kualitatif 2.7 Proposisi

Perumusan proposisi-proposisi ini pada dasarnya merupakan jawaban sementara atas masalah yang dikemukakan. Dalam penelitian ini menggunakan Proposisi karena penelitiannya bersifat kualitatif, jawaban sementara yang dapat diambil dari penelitian ini adalah “Dengan menggunakan metode Just In Time persediaan bahan baku diharapkan dapat meningkatkan efisiensi biaya persediaan bahan baku pada CV. Megah Jaya Gresik”.

Gambar

Gambar 1  Rerangka Pemikiran  2.6  Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian yang dilakukan pada kapasitas mesin dan kebersihan kapuk dari bijinya adalah menguji output/keluaran hasil pengodolan yang paling banyak dan stabil

Berdasarkan hal tersebut, Situmorang (2013) mengembangkan mesin pembeku dengan suhu media bertahap yang menggunakan satu evaporator dan tiga katup ekspansi, sehingga

Dari ketujuh parameter yang diamati, hasil analisis sidik ragam yang berbeda nyata (P-value < α) terdapat pada persen stek berakar, jumlah akar, dan panjang

a. Fungsi ini bertanggung jawab untuk mencari karyawan baru, menyeleksi calon karyawan, memutuskan penempatan karyawan baru, membuat surat tarif gaji karyawan, kenaikan pangkat

Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Tanggung Jawab Hukum Para Pihak Dalam Tahap Prakontratual Pada

Pendidik menurut Ibnu Jama’ah sebagai mikrokosmos manusia yang secara umum dapat dijadikan sebagai tipologi makhluk terbaik (khair al-bariyah), tertanam dalam

Bahan baku yang akan dipergunakan untuk pelaksanaan proses produksi dari perusahaan tidak akan dapat dibeli atau didatangkan secara satu persatu dalam jumlah unit yang

Kendala yang dihadapi polisi dalam menanggulangi tindak pidana penadahan adalah: (1) Banyaknya orderan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap barang hasil