• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA Sungai. Sungai adalah perairan yang airnya mengalir secara terus-menerus pada arah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. TINJAUAN PUSTAKA Sungai. Sungai adalah perairan yang airnya mengalir secara terus-menerus pada arah"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sungai

Sungai adalah perairan yang airnya mengalir secara terus-menerus pada arah tertentu, berasal dari air tanah, air hujan dan air tanah, air hujan dan air permukaan dan akhirnya bermuara kelaut, kesungai atau perairan terbuka yang lebih luas (Kasrye/a/., 2002).

Sungai Siak merupakan salah satu sungai besar dari empat sungai besar di Riau. Pada daerah aliran Sungai Siak berlangsung berbagai kegiatan yang berpo tensi untuk menimbulkan polutan seperti pertanian, perkebunan, limbah industri, limbah perkotaan dan pelabuhan. Air Sungai Siak juga sebagai sumber air minum, irigasi, tempat berlangsungnya kegiatan perikanan, transportasi dan rekreasi. Berbagai kegiatan tersebut menyebabkan menurunnya kualitas air Sungai Siak (Efrizal, 1999).

Sungai Siak berfungsi sebagai sumberdaya air yang penting bagi kebutuhan hidup masyarakat Provinsi Riau, khususnya masyarakat yang tinggal di pinggiran Sungai Siak. Di samping itu air sungai sebagaimana layaknya ekosistem sungai me miliki ftingsi sebagai tempat biota air (ikan) yang merupakan sumber mata penca harian sebagian penduduk penangkap ikan. Seiring berkembangnya pembangunan menyebabkan beban sungai ini semakin berat dan organisme didalamnya juga sema kin terancam( Syawal et al, 2002).

Perairan Sungai Siak sebagai media hidup berbagai jenis ikan secara kualitas dan kuantitas telah tercemar, sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan in dustrialisasi yang berakibat semakin banyaknya polutan yang masuk keperairan

(2)

(Dinas Perikanan, 2003). Selanjutnya Witoelar (2008) mengatakan Sungai Siak su dah semakin rusak dan dangkal, karena disepanjang aliran sungai banyak terdapat perkebunan dan lewatnya kapal-kapal besar. Selain itu masih banyak perusahaan yang membuang limbah ke sungai.

Mulyadi (2005) mengatakan bahan pencemar yang masuk ke Sungai Siak ada yang berupa limbah cair, sedimen, nutrien, logam beracun, zat kimia beracun, pesti sida, organisme eksotik, organisme patogen, sampah dan bahan-bahan penyebab tu runnya oksigen terlarut. Selanjutnya Effendi (2003) mengatakan bahan pencemar yang masuk ke Sungai Siak ada yang berupa senyawa organik, minyak mineral, pestisida, surfaktan, senyawa anorganik, sedimen, radioaktif, organisme fatogen dan limbah penyebab turunnya oksigen terlarut.

Beban limbah terbesar bagi Sungai Siak berasal dari limbah cair. Limbah ini bersumber dari industri dan rumah tangga. Tidak kurang dari 178.321.700 m3/ ta hun limbah cair dari pabrik pulp dan kertas, 103.009.812 m3/tahun limbah cair dari perkebunan sawit, 110.493.192 m3/tahun limbah cair dari pabrik makanan dan

19.725 m3/tahun limbah cair dari industri perkayuan (Mulayadi, 2005).

Hamidy et al (1983) telah melakukan penelitian tentang inventarisasi ikan-ikan di Sungai Siak dan menemukan 104 spesies yang terdiri dari 11 ordo, 31 suku dan 64 marga. Tetapi tidak ditemukan ikan kasau. Selanjutnya Dinas Perikanan (2003) melakukan penelitian inventarisasi ikan-ikan spesifik Se-Provinsi Riau. Menemukan 83 spesies yang terdiri dari 11 ordo dan 25 famili, tetapi ikan kasau (Lobocheilos schwanefeldi) juga tidak ditemukan.

(3)

6 2.2. Biologi Ikan Kasau

Kotellat et al, (1993) mengklasifikasikan ikan kasau {Lobocheilos schwa nefeldi) ke dalam Kelas Pisces, Sub Kelas Teleostei, Ordo Cypriniformes, Suku Cyprinidae, Marga Lobocheilos dan Species Lobocheilos schwanefeldi.

Gambar 1. Ikan kasau (Lobocheilos schwanefeldi)

Ikan kasau ini memiliki ciri khusus yaitu mempunyai empat sungut, batang ekor dikelilingi 16 sisik dan sirip dada lebih pendek dari kepala.

Inger et al., (2002) menemukan ikan dari genus Lobocheilos di Sungai Dera makot Pulau Borneo. Selanjutnya Nyanti et al., (1999) menemukan ikan dari genus Lobocheilos di Sungai Baram, Sarawak dengan ukuran panjang total 17.2 - 17.8 cm dengan berat 45.2 - 46.9 g.

2.3. Kebiasaan Makanan

Kebiasaan makanan (Food Habits) adalah membicarakan tentang jenis makan an yang dimakan ikan dan jumlah setiap jenis makanan yang dimakan. Sedangkan feeding habits adalah membicarakan tentang waktu ikan mengambil makanannya,

(4)

frekuensi makan dalam 24 jam, bagaimana cara ikan mendapatkan makanan, dan dimana makanan itu diambilnya (Pulungan et ai, 2004).

Kottelat et al, (1993) menyatakan bahwa perbedaan jenis ikan menurut ma kanannya antara golongan satu dengan golongan lainnya juga tergantung pada keter sediaan makanan. Selain itu dalam menentukan jenis makanan ikan secara lang sung adalah pekerjaan yang tidak mudah karena usus ikan ditemukan dalam kea daan kosong.

Untuk memahami jenis makanan utama dan makanan pelengkap dari jenis ikan tertentu penting dilakukan pengukuran panjang dan berat individu ikan, jenis kelamin, mengukur saluran pencernaan setiap individu ikan serta mengamati dan mencatat jenis makanan yang terdapat dalam lambung (Pulungan et al, 2003)

Berdasarkan makanannya ikan dapat dibedakan menjadi lima golongan yaitu: a) Pemakan tumbuh-tumbuhan (herbivora, b) Pemakan daging (karnivora), c) Pemakan segala atau campuran (Omnivora), d) Pemakan plankton e) Pemakan detri tus (Mudjiman, 2004)

Suatu perairan biasanya didominasi oleh ikan Cyprinidae. Hal ini disebabkan karena ikan dari famili Cyprinidae ini pada umumnya tidak memilih makanan. Tetapi hal ini tergantung pada banyaknya jumlah dan jenis makanan yang tersedia di perairan, dengan berubahnya komposisi jenis makanan maka akan terjadi pula perubahan rantai makanan di suatu perairan (Sulawesty, 1996)

Effendie (1979) menyatakan bahwa jenis makanan suatu spesies ikan ter gantung pada umur dan waktu. Selanjutnya Djuanda (1981) menyatakan bahwa ikan Cyprinidae yang masih kecil termasuk ikan pemakan plankton dan detritus, umumnya mempunyai usus yang panjang dan saringan insang yang lebih halus

(5)

g

untuk menyaring plankton dan air. Sedangkan Mudjiman (2004) menjelaskan bahwa ikan-ikan famili Cyprinidae yang dewasa umumnya tergolong kedaiam gol-ngan ikan pemakan segala-galanya.

Andri (2006) menyatakan ikan dari famili Cyprinidae biasanya memakan dari jenis-jenis phytoplankton, zooplankton dan makrophyta. Dari golongan phytoplank ton yang dikonsumsi adalah Bacillariophyceae, Cyanophyceae, Euglenophyceae, Chlorophyceae, Chrysophyceae, Phyrophyceae, dan Xantophyceae. Kelompok zoo plankton dari kelas Rotifera, Copepoda, Cladocera dan Protozoa.

2.4. Habitat dan Distribusi

Habitat adalah tempat hidup makhluk hidup. Setiap makhluk hidup memiliki habitat yang sesuai dengan kebutuhannya. Apabila terjadi gangguan atau perubahan yang cepat makhluk tersebut mungkin akan mati atau mencari habitat yang lain (Berctombie et al, 1992).

Distribusi atau penyebaran secara ekologi dapat dikategorikan sebagai penyebab distribusi ikan yaitu : 1) Distribusi berdasarkan toleransi terhadap ling kungan misalnya, toleransi terhadap suhu dan salinitas, pH. Ada jenis-jenis ikan yang ditemukan pada suhu dan salinitas tertentu, 2) Distribusi karena kebiasaan bergerak di perairan misalnya, ada ikan benthic, pelagic, bento pelagic. 3) Distri busi karena mencari makanan (Effendie,1997).

Djuanda (1981) mengemukakan bahwa ikan famili Cyprinidae biasanya hi dup di perairan umum seperti sungai, danau dan rawa-rawa yang banyak ditumbuhi tanaman air, dan hidup dengan baik pada perairan yang pHnya rendah. Selanjutnya

(6)

Siregar et al, (1992) menyatakan bahwa berdasarkan evolusinya ikan-ikan CyprinI dae merupakan ikan air tawar utama (primary freshwater fishes)

Djuanda (1981) menyatakan bahwa di Indonesia ikan Cyprinidae banyak ter dapat di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan dan juga terdapat di Pulau Sulawesi. Selanjutnya Nyanti et al., (1999) mengatakan bahwa ikan dari genus Lobocheilos, yaitu Lobocheilos bo dan Lobocheilos schwanofeldii di temukan di Sungai Baram, Sarawak. Kemudian Inger et al., (2002) mengatakan ikan dari genus Lobocheilos ini ditemukan di Sungai Deramakot Borneo.

Kotellat et al., (1993) menyatakan daerah penyebaran ikan dari genus Lobo cheilos ini adalah Sumatera dan Borneo dan tempat hidupnya adalah sungai. Sedangkan Ahmad et al., (2006) menyatakan tempat hidup ikan dari genus Lobo cheilos adalah dasar perairan yang berbatu.

2.5. Plankton

Plankton adalah organisme renik yang melayang dalam air, tidak bergerak atau bergerak sedikit serta selalu mengikuti arus (Sachlan, 1980). Selanjutnya Boney (1975) menyatakan plankton tersusun atas jasad-jasad renik yaitu jasad nabati (fitoplankton) dan jasad-jasad he ward (zooplankton) yang terdapat di laut dan perairan tawar, hidup bebas terapung dan pergerakannya bersifat pasif tergan tung adanya arus dan angin.

Dalam mempelajari kebiasaan makan ikan sering diperlukan menghitung plankton yang ada di perairan . Sebelum melakukan hal itu orang yang melakukan perhitungan itu harus mengenal plankton dari perairan tadi (Effendie, 1979). Boney (1975) mengatakan kelimpahan plankton disuatu perairan dipengamhi oleh berba

(7)

10 gai faktor seperti intensitas cahaya, oksigen terlarut, karbondioksida bebas, suhu, pH, kedalaman, ketersediaan nutrien dan pemangsaan.

Mudjiman (2004) mengatakan suhu yang baik untuk kehidupan plankton ada lah 21 - 28 °C. Bila suhu lebih dari 28 °C pertumbuhannya sudah kurang baik. Selanjutnya Anwar et al (1978) mengatakan plankton dapat hidup dengan suhu 25-31 °C, pH 5 - 6.5, oksigen terlarut 2.8 - 7.2 ppm, dan karbondioksida bebas 8 - 2 1 ppm. Kemudian Sachlan (1980) mengatakan pH 5.5 - 6.5 akan banyak ditemukan plankton yang tergolong dalam famili Desmidiaceae.

Anwar et al (1978) menemukan 64 jenis plankton di perairan kodya Pekan baru yang terdiri dari phytoplankton ada enam kelas yaitu Chlrophyceae, Xantho phyceae, Dinophycieae, Bacillariophyceae, Cyanophyceae dan Euglenophyceae. Zooplankton terdiri dari empat kelas yaitu Radiolaria, Rotatoria, Ciliata dan Ento mostracha. Selanjutnya Mulyadi (2005) menemukan 82 jenis plankton di perairan Sungai Siak yang terdiri dari phytopankton ada empat kelas yaitu Chlrophyceae, Bacillariophyceae, Cyanophyceae dan Euglenophyceae. Zooplankton juga terdiri dari empat kelas yaitu kelas Rotifera, Ciliata, Sarcodina dan Crustacea.

2.6. Parameter Kualitas Air

Air merupakan media hidup untuk organisme hewan maupun tumbuhan air, dimana didalamnya mengandung berbagai bahan kimia baik dalam keadaan terlarut maupun dalam keadaan partikel. Kombinasi dari bahan-bahan ini membuat air d pakai secara penuh dan sangat penting sehingga pengetahuan tentang kualitas air menjadi sangat perlu (Efrizal, 1999).

(8)

11

2.6.1. Suhu

Suhu merupakan intensitas energi dari panas. Suhu penting artinya bagi kchi dupan organisme di perairan. Air sungai apabila suhunya naik akan mengganggu ke hidupan ikan dan organisme air didalamnya, karena kadar oksigen dalam air akan turun bersamaan degan kenaikan suhu (Wardhana, 2004). Susanto (2004) menga takan suhu air merupakan satu sifat fisik yang dapat mempengaruhi nafsu makan ikan dan pertumbuhan badan ikan. Suhu air yang optimal untuk ikan famili Cyprinidae berkisar antara 25-30 °C. Selanjutnya Khairuzzuhdi (2007) mengata kan ikan - ikan Cyprinidae umunya dapat hidup dengan suhu 25 - 31 °C. Kemudian Inger et al (2002) mengatakan ikan dari genus Lobocheilos di Sungai Deramakot Borneo dapat hidup dengan suhu 25 - 27 °C.

2.6.2. Kecerahan

Kecerahan adalah ukuran transparansi perairan yang diamati secara vertikal dengan alat bantu yang disebut secchi disk. Keadaan cuaca, kekeruhan air dan wak tu pengamatan sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran. Kecerahan dapat di gunakan untuk menduga kepadatan plankton bila kekeruhan perairan terutama dise babkan oleh plankton (Fauzi 2003).

Kecerahan suatu perairan menentukan sejauh mana cahaya matahari dapat me nembus suatu perairan dan sampai kedalaman berapa proses fotosintetis dapat ber langsung sempurna. Kecerahan yang produktif adalah apabila pinggan secchi men capai 20-40 cm dari permukaan (Chakroff, 1976).

Andri (2006) mengatakan ikan famili Cyprinidae sudah dapat hidup dengan kecerahan 45 - 166 cm. Selanjutnya Khairuzzuhdi (2007) mengatakan ikan suku

(9)

12 Cyprinidae dapat hidup dengan kecerahan perairan 27 - 138 cm. Ukuran kece rahan ini sudah dapat mendukung kehidupan organisme untuk melakukan fotosin tesis, baik tumbuhan makrophyta maupun phytoplanton.

2.6.3. Kekeruhan

Kekeruhan adalah gambaran sifat optik air dari suatu perairan yang diten tukan berdasarkan banyaknya sinar (cahaya) yang dipancarkan dan diserap oleh par tikel yang ada dalam air. Kekeruhan disebabkan adanya bahan-bahan tersuspensi seperti lumpur, bahan organik, plankton serta organisme mikroskopik lainnya (Effendi, 2003). Selanjutnya Kordi ( 1994) menyatakan bahwa kekeruhan yang baik adalah kekeruhan yang disebabkan oleh plankton.

Khairuzzuhdi (2007) mengatakan ikan famili Cyprinidae masih banyak dijumpai dengan kekeruhan 2.5 - 8.2 NTU. Selanjutnya Mulyadi (2005) mengata kan ikan famili Cyprinidae di Sungai Siak masih dapat hidup dengan tingkat keke ruhan 5.3-26.1 NTU.

2.6.4. Derajat Keasaman(pH)

Derajat keasaman (pH) adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion hidrogen dan menunjukkan suasana apakah bereaksi asam atau basa. Secara alami pH perairan dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida bebas dan senyawa yang bersifat asam. Derajat keasaman mempengaruhi daya tahan organisme pada perairan yang pHnya rendah maka penyerapan oksigen oleh organisme akan terganggu (Pennak,

(10)

13 Wardhana (2004) menyatakan air normal yang memenuhi syarat untnk kehi dupan ikan famili Cyprinidae yaitu air yang memiliki pH 6,5-7,5. Tetapi ada ikass tertentu yang mampu hidup pada pH 9 yaitu ikan sepat rawa.

2.6.5. Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut DO (Disolved oxygen ) adalah jumlah (mg/1) gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut dalam air dapat berasal dari fotosintesis dan difusi udara (Alaerts et al, 1984).

Fardiaz (1992) menyatakan bahwa oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan dalam air. Kehidupan makhluk hidup dalam air sangat tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsen trasi oksigen minimal untuk kehidupan

Djuanda (1981) menyatakan bahwa ikan famili Cyprinidae cenderung memi lih perairan umum dengan kadar oksigen yang tidak kurang dari 2 ppm dan akan hidup dengan kadar oksigen terlarut optimum 4-5 ppm. Selanjutnya. Selanjutnya Susanto (2004) mengatakan ikan famili Cyprinidae dapat hidup dengan kadar oksi gen terlarut 2 ppm, tetapi lebih baik hidup dengan oksigen terlarut 5-6 ppm.

2.6.6. Karbondioksida Bebas

Lesmana (2001) menyatakan karbondioksida merupakan hasil buangan dari semua makhluk hidup melalui proses pernafasan, sedangkan pemanfaatan karbon dioksida berkaitan langsung dengan proses fotosintetis. Karbondioksida makhhluk hidup dimanfaatkan langsung oleh tumbuhan-tumbuhan.

Odum (1971) menyatakan bahwa kandungan karbondioksida bebas dalam air tidak boleh lebih dari 25 ppm. Kelarutan karbondioksida dalam air dapat berasal

(11)

14 dari respirasi, proses dekomposisi bahan organik dari air tanah, garam-garam. dikarbonat, serta dari atmosfer.

Susanto (2004) mengatakan ikan famili Cyprinidae mampu mentolerir karbon dioksida bebas dengan kadar 1 0 - 2 5 ppm, bahkan ada yang sampai 60 ppm. Sedangkan Mulyadi (2005) mengatakan ikan famili Cyprinidae masih ada ditemu kan dengan kadar karbondioksida bebas sebanyak 52 - 97 ppm.

Referensi

Dokumen terkait

Selain meyesuaikan dengan tema perancangan interior, warna putih adalah warna netral yang tidak mendominasi ruangan, selain itu karena terbatasnya lahan interior Kenji

Bila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijazah

Sebagaimana telah dinyatakan untuk mengukur intensitas dan menentukan frekuensi kebisingan diperlukan peralatan khusus yang berbeda bagi jenis kebisingan dimaksud. Jika tujuan

Berdasarkan hasil analisis data maka dapat disimpulkan bahwa perilaku kecurangan akademik yang terjadi dan dilakukan oleh mahasiswa Unnes angkatan tahun 2010

Sekalipun seluruh variabel eksogen yang diuji mampu menjelaskan secara signifikan variabel endogen, penelitian ini masih membuka ruang bagi penelitian berikutnya untuk dapat

Untuk proses sintesa Fe 3 O 4 digunakan bejana kaca berdimensi 12×10×15 cm berisi larutan elektrolit demin water dan sintesa dilakukan dengan mengalirkan arus DC pada

Madiun memiliki posko pengendalian (Poskodal) kebakaran hutan yang berkantor di pusat KPH, dan Poskodal yang tersebar di setiap BKPH. Pembuatan peta rawan kebakaran

Bahan pengental yang berupa pektin yang digunakan dalam pembuatan selai lembaran jambu ditujukan untuk memodifikasi tekstur selai sehingga mendapatkan rasa