• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Kesetan Kerja Dengan Kejadian Kecelakaan Kerja Pada Tenaga Keperawatan Di Ruang Rawat Klas III RSUD Aceh Tamiang Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Kesetan Kerja Dengan Kejadian Kecelakaan Kerja Pada Tenaga Keperawatan Di Ruang Rawat Klas III RSUD Aceh Tamiang Tahun 2015"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

Menurut Undang-undang RINo. 44 tahun 2009, definisi Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bertujuan memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit. Rumah sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan (salah satunya ruang rawat inap), prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan.

(2)

peralatan medis dan nonmedis harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan layak pakai. Hal tersebut penting diperhatikan karena rumah sakit wajib memiliki sistem pencegahan kecelakaan dengan tujuan mencegah terjadinya kecelakaan dalam bekerja.

2.2 Ruang Rawat Inap

Kementerian Kesehatan RI (2012) mendefinisikan ruang rawatinap yaitu ruang untuk pasien yang memerlukan asuhan dan pelayanan keperawatan dan pengobatan secaraberkesinambungan lebih dari 24 jam.Untuk setiaprumah sakit akan mempunyai ruang perawatan dengan nama sendiri-sendiri sesuai dengan tingkat pelayanan dan fasilitas yang diberikan oleh pihak rumah sakit kepada pasiennya. Persyaratan khususnya yaitu :

1. Tipe ruang rawat inap, terdiri dari :

a. Ruang rawat inap 1 tempat tidur setiap kamar (VIP); b. Ruang rawat inap 2 tempat tidur setiap kamar (Kelas 1); c. Ruang rawat inap 4 tempat tidur setiap kamar (Kelas 2);

d. Ruang rawat inap 6 tempat tidur atau lebih setiap kamar (kelas 3).

2. Khusus untuk pasien-pasien tertentu harus dipisahkan(Ruang Isolasi), seperti : a. Pasien yang menderita penyakit menular;

b. Pasien dengan pengobatan yang menimbulkan bau (seperti penyakit tumor, gangren, diabetes, dan sebagainya);

(3)

Keseluruhan ruangan ini harus terlihat jelas dalam kebutuhan jumlah dan jenis pasien yang akan dirawat. Keselamatan bangunan ruang rawat inap rumah sakitsesuai SNI 03–7011–2004 tentang Keselamatan pada bangunan fasilitas kesehatan dengan memperhatikan struktur bangunan, sistem proteksi petir, sistem proteksi kebakaran dan sumber kelistrikan serta sistem gas medik dan vakum medik untuk mencegah terjadinya hal-hal buruk salah satunya kecelakaan kerja.

2.3 Perawat

Menurut Undang-undang No. 38 tahun 2014 definisi perawat atau tenaga keperawatan seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang melaksanakan pelayanan keperawatan dalam bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral daripelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu,keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik sehat maupun sakit.

Praktik keperawatan dilaksanakan padafasilitas pelayanan kesehatan dan tempat lainnya sesuai dengan klien sasarannya terdiri atas:

a. Praktik keperawatan mandiri.

b. Praktik keperawatan di kasilitas pelayanan kesehatan.

(4)

kemandirian klien dalam merawat dirinya. Pelayanan keperawatan yang dilakukan wajib sesuai dengan kode etik, standar pelayanan keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan (Permenkes RI,2010).

2.4 Keselamatan Kerja

Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan perhatian dan perlindungan yang diberikan perusahaan kepada seluruh karyawannya. Keselamatan kerja adalah keselamatan yangberkaitan dengan alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja, danlingkungannya, serta cara-cara karyawan dalam melakukan pekerjaannya(Sutrisno, 2012). Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, perawat, alat kerja, bahan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya, serta cara melakukan pekerjaan (Suma’mur, 2009).

Pelaksanaan keselamatan kerja adalah berkaitan dengan upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh berbagai faktor bahaya, baik berasal dari penggunaan mesin-mesin produksi maupun lingkungan kerja serta tindakan pekerja sendiri.Adapun tujuan dari keselamatan kerja adalah (Ramlan, 2006):

a. Melindungi keselamatan pekerja dalam melakukan pekerjaannya untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produktivitas nasional.

(5)

Menurut undang-undang No. 1 tahun 1970 pasal 3 ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk:

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja.

b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan bahaya kebakaran. c. Mencegah dan mengurangi bahaya-bahaya peledakan.

Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang perlindungan atas keselamatan karyawan dijamin pada pasal 86 yaitu:

1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas : a. Keselamatan dan kesehatan kerja;

b. Moral dan kesusilaan;

c. Perlakuan sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. 2. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas

kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja adalah (Mangkunegara, 2005):

1. Mendapatkan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial dan psikologis.

2. Dapat menggunakan perlengkapan dan peralatan kerja secara efektif dan efisien. 3. Semua hasil produksi dapat dipelihara keamanannya.

4. Meningkatan kesehatan gizi pegawai dan adanya jaminan atas pemeliharaan. 5. Meningkatkan kegairahan, keserasian kerja dan partisipasi kerja.

(6)

Tujuan dan pentingnya keselamatan kerja meliputi (Rivai, 2006):

1. Meningkatnya produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang. 2. Meningkatnya efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih berkomitmen.

3. Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi.

4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah karena menurunnya pengajuan klaim.

5. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari meningkatnya partisipasi dan rasa kepemilikan.

6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatnya citra perusahaan. Perusahaan yang dapat menurunkan tingkat dan beratnya kecelakaan-kecelakaan kerja, penyakit dan hal-hal yang berkaitan dengan stres serta mampu meningkatkan kualitas kehidupan kerja para pekerjanya, maka perusahaan tersebut akan semakin efektif (Rivai, 2006).

2.5 Keselamatan Kerja Rumah Sakit

(7)

pengelola maupun karyawan RS, yang bertujuan terciptanya cara kerja dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman serta dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan karyawan rumah sakit.

Adapun manfaat K3RS adalah (Kepmenkes RI No. 432 tahun 2007): 1. Untuk rumah sakit

a. Meningkatkan mutu pelayanan;

b. Mempertahankan kelangsungan operasional rumah sakit; c. Meningkatkan citra rumah sakit.

2. Untuk karyawan rumah sakit

a. Melindungi karyawan dari Penyakit Akibat Kerja (PAK); b. Mencegah terjadinya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK). 3. Untuk pasien dan pengunjung

a. Mutu layanan yang baik;

b. Kepuasan pasien dan pengunjung.

(8)

Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Majanemen K3 menegaskan bahwa untuk meningkatkan efektifitas perlindungan K3, tidak terlepas dari upaya pelaksanaan K3 yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi melalui sistem manajemen K3 guna menjamin terciptanya suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh dalam rangkamencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerjayang nyaman, efisien dan produktif.

2.6 Pelayanan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit

Pada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan erat dengan sarana, prasarana, dan peralatan kerja. Bentuk pelayanan keselamatan kerja yang dilakukan adalah (Kepmenkes RI No. 1087 tahun 2010):

1. Pembinaan dan pengawasan K3 sarana, prasarana dan peralatan kesehatan yaitu: a. Lokasi rumah sakit harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan,

keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan rumah sakit;

b. Teknis bangunan rumah sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut; c. Prasarana harus memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta K3

(9)

d. Pengoperasian dan pemeliharaan sarana, prasarana dan peralatan rumah sakit harus dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di bidangnya (sertifikasi personil petugas/operator sarana, prasarana, dan peralatan kesehatan rumah sakit);

e. Membuat program pengoperasian, perbaikan, dan pemeliharaan rutin dan berkala sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan dan selanjutnya didokumentasi dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan;

f. Peralatan kesehatan meliputi peralatan medis dan non medis dan harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan layak pakai;

g. Membuat program pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan, peralatan kesehatan harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan berwenang; h. Peralatan kesehatan yang menggunakan sinar pengion harus memenuhi

ketentuan dan harus diawasi oleh lembaga berwenang;

i. Melengkapi perizinan dan sertifikasi sarana, prasarana serta peralatan kesehatan.

2. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap SDM rumah sakit yaitu:

(10)

b. Membuat program pelaksanaan kegiatan, mengevaluasi dan mengendalikan risiko ergonomi.

3. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja yaitu:

a. Manajemen harus menyediakan dan menyiapkan lingkungan kerja yang memenuhi syarat fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial;

b. Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial secara rutin dan berkala;

c. Melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi perbaikan lingkungan kerja. 5. Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitair yaitu manajemen harus

menyediakan, memelihara, mengawasi sarana dan prasarana sanitair, yang memenuhi syarat seperti:

a. Penyehatan makanan dan minuman; b. Penyehatan air;

c. Penyehatan tempat pencucian; d. Penanganan sampah dan limbah; e. Pengendalian serangga dan tikus; f. Sterilisasi/desinfeksi;

g. Perlindungan radiasi;

h. Upaya penyuluhan kesehatan lingkungan.

(11)

c. Membuat SOP peralatan keselamatan kerja dan APD;

d. Melakukan pembinaan dan pemantauan terhadap kepatuhan penggunaan peralatan keselamatan dan APD.

7. Pelatihan dan promosi/penyuluhan keselamatan kerja untuk SDM rumah sakit yaitu:

a. Sosialisasi dan penyuluhan keselamatan kerja bagi seluruh SDM rumah sakit; b. Melaksanakan pelatihan dan sertifikasi K3RS untuk petugas K3RS.

8. Memberi rekomendasi/masukan mengenai perencanaan, desain/lay out pembuatan tempat kerja dan pemilihan alat serta pengadaannya terkait keselamatan dan keamanan yaitu:

a. Melibatkan petugas K3RS dalam perencanaan, desain pembuatan tempat kerja, serta pemilihan dan pengadaan sarana, prasarana, peralatan keselamatan kerja; b. Mengevaluasi dan mendokumentasikan kondisi sarana, prasarana dan peralatan

keselamatan kerja dan membuat rekomendasi sesuai dengan persyaratan yang berlaku dan standar keamanan dan keselamatan.

8. Membuat sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya yaitu: a. Membuat alur pelaporan kejadian nyaris celaka dan celaka;

b. Membuat SOP pelaporan, penanganan dan tindak lanjut kejadian nyaris celaka dan celaka.

(12)

a. Membentuk tim penanggulangan kebakaran; b. Membuat SOP;

c. Melakukan sosialisasi, pelatihan pencegahan, dan penanggulangan kebakaran; d. Melakukan audit internal sistem pencegahan dan penggulangan kebakaran.

10. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan keselamatan kerja yang disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit dan unit teknis terkait di wilayah kerja rumah sakit.

2.7 Kecelakaan Kerja

Keselamatan kerja berkaitan dengan kecelakaan kerja, yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. Pengertian kecelakaan adalah cacat dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja. kecelakaan akibat kerja berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Maka dalam hal ini kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan atau kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan (Suma’mur, 2009).

(13)

Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas (Kepmenkes RI No. 1087 tahun 2010).

Menurut Frank Bird dan Loftus, pakar ilmu keselamatan kerja dalam Muluk (2009) mengemukakan teori penyebab kecelakaan sebagai berikut :

1. Perencanaan a. Organisasi; b. Pimpinan; c. Pengawas.

2. Sebab-sebab utama

a. Faktor manusia(Human factor) 1. Pengetahuan kurang;

2. Motivasi kurang; 3. Keterampilan kurang;

4. Problem/stress fisik atau mental;

5. Kemampuan yang tidak cukup secara fisik dan mental. b. Faktor pekerjaan(Job factor)

(14)

3. Penyebab langsung

a. Tindakan yang tidak aman; b. Keadaan kerja yang tidak aman.

4. Peristiwa (Incident)

Terjadinya kontak dengan sumber energi (energi kinetik, elektrik, akustik, panas, radiasi, kimia dan lain-lain) yang melebihi nilai ambang batas kemampuan badan atau struktur, misalnya beban berlebih, kontak sumber energi berbahaya.

Gambar 2.1 Model Domino Bird dan Loftus (Muluk, 2009) 2.7.1 Klasifikasi Kecelakaan Kerja

Klasifikasi kecelakaan kerja menurut ILO dalam Suma`mur (2009) adalah: 1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan

a. Terjatuh;

b. Tertimpa benda jatuh;

c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh; d. Terjepit oleh benda;

e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan; f. Pengaruh suhu tinggi;

Kurangnya pengawasan

Sebab mendasar

Sebab

pemicu Kecelakaan Kerugian

(15)

g. Terkena arus listrik;

h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi;

i. Jenis-jenis lain termasuk kecelakaan yang belum masuk klasifikasi tersebut. 2. Klasifikasi menurut penyebab

a. Mesin.

1) Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik; 2) Mesin penyalur;

3) Mesin-mesin untuk mengerjakan logam; 4) Mesin-mesin pengolah kayu;

5) Mesin-mesin pertanian; 6) Mesin-mesin pertambangan;

7) Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut. b. Alat angkat dan angkut.

1) Mesin angkat dan peralatannya; 2) Alat angkutan diatas rel;

3) Alat angkutan yang beroda kecuali kereta api; 4) Alat angkutan udara;

5) Alat angkutan air; 6) Alat-alat angkutan lain. c. Peralatan lain.

1) Bejana bertekanan;

(16)

3) Instalasi pendingin;

4) Instalasi listrik, termasuk motor listrik, kecuali alat-alat listrik (tangan); 5) Alat-alat listrik (tangan);

6) Alat-alat kerja dan perlengkapannya kecuali alat-alat listrik; 7) Tangga;

8) Perancah;

9) Peralatan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut. d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi.

1) Bahan peledak;

2) Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak; 3) Benda-benda melayang;

4) Radiasi;

5) Bahan-bahan dan zat-zat lain yang belum termasuk golongan tersebut. a. Lingkungan kerja.

1) Di luar bangunan; 2) Di bangunan; 3) Di bawah tanah.

b. Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan-golongan tersebut. 1) Hewan;

2) Penyebab lain.

(17)

3. Kasifikasi menurut sifat luka atau kelainan a. Patah tulang;

b. Dislokasi;

c. Renggang otot/urat;

d. Memar dan luka dalam yang lain; e. Amputasi;

f. Luka-luka lain; g. Gegar dan remuk; h. Luka bakar;

i. Luka dipermukaan; j. Keracunan akut;

k. Akibat cuaca dan lain-lain; l. Mati lemas;

m. Pengaruh arus listrik; n. Pengaruh radiasi;

o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya. 4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh.

a. Kepala; b. Leher; c. Badan;

(18)

f. Banyak tempat; g. Kelainan umum;

h. Letak lain yang tidak dapat dimasukkan dalam klasifikasi tersebut.

Jenis pekerjaan mempunyai peranan besar dalam menentukan jumlah dan macam kecelakaan, demikian pula jumlah dan macam kecelakaan di berbagai kesatuan operasi dalam suatu proses, seterusnya pada berbagai pekerjaan yang tergolong kepada suatu kesatuan operasi (Suma`mur, 2009).

2.7.2 Sebab Kecelakaan Kerja

Penyebab kecelakaan kerja di berbagai negara tidak sama, namun ada kesamaan umum yaitu kecelakaan kerja disebabkan oleh (Matondang, 2007):

1. Kondisi berbahaya (unsafe condition) a. Mesin, peralatan, bahan, dan lain-lain; b. Lingkungan kerja;

c. Proses kerja; d. Sifat pekerjaan; e. Cara Kerja.

2. Perbuatan berbahaya (unsafe action) dari manusia a. Sikap dan tingkah laku yang tidak baik;

(19)

Tresnaningsih (2007) mengemukakan beberapa contoh kecelakaan kerja terjadi di laboratorium yang merupakan salah satu sarana dimiliki rumah sakit yaitu: 1. Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi

dilaboratorium. Terpeleset biasanya karena lantai licin, akibatnya: ringan (memar), dan berat (fraktura, dislokasi, memar otak, dan lain lain).

Pencegahan:

a. Pakai sepatu anti slip;

b. Jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar;

c. Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau tidak rata konstruksinya;

d. Pemeliharaan lantai dan tangga.

2. Cedera pada punggung oleh karena mengangkat beban yang cukup berat, terutama bila mengabaikan kaidah ergonomi.

Pencegahan:

a. Beban jangan terlalu berat;

b. Jangan berdiri terlalu jauh dari beban;

c. Jangan mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi pergunakanlah tungkai bawah sambil berjongkok;

d. Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan terhambat.

(20)

Pencegahan:

a. Gunakan alat suntik sekali pakai;

b. Jangan tutup kembali atau menyentuh jarum suntik yang telah dipakai tetapi langsung dibuang ke tempat yang telah disediakan (sebaiknya menggunakan destruction clip);

c. Bekerja di bawah pencahayaan yang cukup.

4. Terjadi kebakaran yang bersumber dari bahan kimia, kompor, bahan desinfektan yang mungkin mudah menyala (flammable) dan beracun. Kebakaran terjadi bila terdapat 3 unsur bersamaan yaitu: oksigen, bahan mudah terbakar, dan panas. Akibatnya luka bakar dari ringan sampai berat, kematian, dankeracunan akibat kurang hati-hati.

Pencegahan:

a. Konstruksi bangunan yang tahan api;

b. Sistem penyimpanan yang baik terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar; c. Pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya kebakaran;

d. Sistem tanda kebakaran seperti:

1) Manual yang memungkinkan seseorang menyatakan tanda bahaya segera; 2) Otomatis menemukan kebakaran dan memberikan tanda secara otomatis; 3) Jalan untuk menyelamatkan diri;

4) Perlengkapan dan penanggulangan kebakaran;

(21)

2.8. Bahaya Pekerjaan di Rumah Sakit

Bahaya potensial berdasarkan lokasi dan pekerjaan di rumah sakitdapat dilihat pada tabel 2.1 yaitu(Kepmenkes RI No. 432 tahun 2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit):

Tabel 2.1 Potensi Bahaya Berdasarkan Lokasi dan Pekerjaan Di Rumah Sakit

No Bahaya Potensial Lokasi Pekerja yang paling beresiko

1. FISIK:

IPS-RS, laundri, dapur, CSSD, gedung genset-boiler, IPAL Ruang mesin dan peralatan penghasil getaran (ruang gigi) Genset, bengkel kerja, lab gigi, gudang rekam medis, incinerator

CSSD, dapur, laundri, incinerator, boiler

X-Ray, OK yang menggunakan carm, ruang fisioterapi,unit gigi

Karyawan yang bekerja di lokasi tersebut

Perawat, cleaning service

Petugas sanitasi, teknisi gigi, petugas IPS dan rekam medis

Pekerja dapur, pekerja laundry, petugas sanitasi dan IP-RS Ahli radiologi, radioterapist dan radiografer, ahli fisioterapi dan petugas roentgen gigi

2. KIMIA:

Ruang operasi gigi, OK, ruang pemulihan (RR)

Petugas kebersihan, perawat Pekerja farmasi, perawat, petugas pengumpul sampah Dokter, perawat

Petugas kamar mayat, petugas laboratorium dan farmasi

Petugas/ dokter gigi, dokter bedah, perawat

Teknisi, petugas laboratorium, petugas pembersih

Dokter gigi, perawat, dokter bedah, dokter/perawat anestesi

OK, ruang pemeriksaan gigi, laboratorium, laundri

Ruang kebidanan, ruang anak

Ruang ibu dan anak Bangsal, lab, ruang isolasi

Dokter, dokter gigi, perawat, petugas laboratorium, petugas sanitasi dan laundri

Perawat, dokter yang bekerja di bagian ibu dan anak

Dokter dan perawat

(22)

4. ERGONOMI:

Area pasien dan tempat penyimpanan barang (gudang)

Semua area

Semua area

Petugas yang menangani pasien dan barang

Semua karyawan

Dokter gigi, petugas pembersih, fisioterapis, sopir, operator komputer, yang

Semua area Semua karyawan

2.9 Perilaku Kesehatan

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2010).

(23)

Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu (Notoatmodjo, 2010): 1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (Health Maintenance)

Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha seseoranguntuk memelihara kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhanjika sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek yaitu:

a. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit;

b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang sehatpun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin;

c. Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.

(24)

penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mecari pengobatan keluar negeri.

3. Perilaku Kesehatan Lingkungan

Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2010) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan yaitu:

a. Perilaku hidup sehat adalah perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.

b. Perilaku sakit (illness behavior) mencakup respon seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit, dan pengobatan penyakit.

c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior) yaitu orang sakit (pasien) mempunyai peran, yang mencakup hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain (terutama keluarganya), yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit (the sick role).

(25)

a. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

b. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang merupakan hasil bersama atau kesinambungan antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2010) membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 domain, ranah atau kawasan yakni: a) kognitif (cognitive), b) afektif (affective), dan c) psikomotor (psychomotor). Ketiga domain ini dapat diukur dari: 1. Pengetahuan terhadap materi yang diberikan (knowledge).

2. Sikap atau tanggapan terhadap materi yang diberikan (attitude).

3. Tindakan yang dilakukan sehubungan dengan materi yang diberikan (practice). 2.9.1 Pengetahuan (Knowledge)

(26)

a. Proses Adopsi Perilaku

Penerimaan suatu inovasi biasanya seseorang melalui sejumlah tahapan yang disebut tahapan putusan inovasi yaitu:

1. Tahapan pengetahuan, yaitu seseorang sadar dan tahu adanya inovasi.

2. Tahap bujukan, yaitu seseorang sedang mempertimbangkan atau membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya.

3. Tahap putusan, yaitu seseorang membuat putusan menerima atau menolak inovasi tersebut.

4. Tahap implementasi, yaitu seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya.

5. Tahap pemastian, yaitu seseorang memastikan atau mengkonfirmasikan putusan yang telah diambilnya itu.

Penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan berlangsung lama. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

b. Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif, yaitu (Notoatmodjo, 2010): 1. Tahu (Know)

(27)

itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan meramalkan terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

(28)

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, dan menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaianterhadap suatu objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang telah ada. 2.9.2 Sikap (Attitude)

(29)

a. Komponen Pokok Sikap

Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010), sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu: 1) kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek; 2) kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek; dan 3) kecenderungan untuk bertindak.Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

b. Tingkatan Sikap

Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu (Notoatmodjo, 2010): 1. Menerima (receiving)

Subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, berarti bahwa orang menerima ide tersebut. 3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. 4. Bertanggung jawab (responsible)

(30)

2.9.3 Tindakan (Practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Selain fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan dari pihak lain.

Tindakan ini mempunyai beberapa tingkatan yaitu (Notoatmodjo, 2010): 1. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan tindakan yang akan diambil. 2. Respon terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar dan sesuai dengan contoh. 3. Mekanisme (mecanism)

Otomatis dapat melakukan sesuatu dengan benar, atau sudah menjadi kebiasaan. 4. Adopsi (Adoption)

Praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik yaitu tindakan sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan.

Tresnaningsih (2007) menyatakan bahwa tidak mungkin menghilangkan kecelakaan kerja hanya dengan mengurangi keadaan tidak aman, karena pelaku kecelakaan kerja adalah manusia. Para ahli belum dapat menemukan cara yang jitu untuk menghilangkan tindakan karyawan yang tidak aman. Tindakan tersebut seperti: 1. Melempar atau membuang material;

(31)

3. Membuat peralatan keselamatan dan keamanan tidak beroperasi dengan cara memindahkan, mengubah pengaturan, atau memasang kembali;

4. Memakai peralatan yang tidak aman atau menggunakannya secara tidak aman; 5. Menggunakan prosedur yang tidak aman saat mengisi, menempatkan, mencampur,

dan mengkombinasikan material;

6. Pada posisi tidak aman di bawah muatan yang tergantung seperti menaikkan lift dengan cara yang tidak benar;

7. Pikiran kacau, gangguan penyalahgunaan, dan kaget.

Tindakan seperti ini dapat menyebabkan usaha tempat kerja meminimalkan kondisi kerja yang tidak aman menjadi sia-sia. Oleh karena itu,sebaiknya penyebab tindakan dapat diidentifikasi dengan cara karakteristik pribadi karyawan, karyawan yang mudah mengalami kecelakaan, daya penglihatan karyawan, usia karyawan, persepsi dan keterampilan gerak karyawan, minat karyawan (Tresnaningsih, 2007).

2.10Landasan Teori

(32)

Undang-undang No. 1 tahun 1970 dalam Ramli (2013) menjelaskan bahwa keselamatan kerja dalam suatu tempat kerja mencakup berbagai aspek yang berkaitan dengan kondisi dan keselamatan sarana produksi, manusia dan cara kerja dalam hal ini yang dimaksud adalah perilaku. Perilaku tentang mencegah dan menggendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik, maupun psikis, keracunan dan penularan yang dihubungkan dengan aspek kesehatan kerja.

Human error dalam pekerjaan yang mempunyai risiko tinggi merupakan

(33)

2.11 Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada penelitian ini sebagai berikut :

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Pengetahuan tentang Keselamatan Kerja

Kejadian Kecelakaan Kerja Sikap terhadap Keselamatan Kerja

Gambar

Gambar 2.1 Model Domino Bird dan Loftus (Muluk, 2009)
Tabel 2.1 Potensi Bahaya Berdasarkan Lokasi dan Pekerjaan Di Rumah Sakit
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

P301 + P312 - JIKA TERTELAN: Hubungi PUSAT INFORMASI RACUN atau dokter jika merasa tidak enak badan P312 - Hubungi PUSAT INFORMASI RACUN atau dokter jika merasa tidak enak badan..

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ekstrak etanol 70% daun kersen ( Muntingia calabura L.) terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri

Ibu di posyandu “Melati” juga sudah mengetahui porsi makan sesuai dengan kriteria gizi seimbang yang terdiri dari makanan pokok, lauk, sayur, buah, dan susu; menerapkan pola

Sebenarnya wanita yang mempunyai riwayat bekas sesar tidak diharuskan untuk melahirkan secara sesar kembali, tetapi mereka mempunyai pilihan untuk merencanakan

Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Tingkat Bagi Hasil, Non Performing Financing dan Modal Sendiri terhadap Volume Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Pada Perbankan

Dari fenomena tersebut menunjukan bahwa selama tahun 2009, penjualan untuk sepeda motor Yamaha “SCORPIO” di Surabaya, tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh perusahaan,

Atas dasar inilah menjadikan peneliti selanjutnya tertarik mempergunakan variabel pemoderasi yaitu budaya tri hita karana pada pengaruh komitmen organisasi dan time

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Pati pada Pengolahan Surimi Ikan Tigawaja (฀ibea soldado) terhadap