BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bursa Berjangka di Indonesia sangat potensial untuk memperdagangkan
kontrak-kontrak komoditi yang banyak dihasilkan Indonesia. Perkembangan dunia
ekonomi memasuki era modern, di mana berbagai bentuk bisnis finansial berkembang
pesat. Indonesia sebagai Negara yang memiliki beragam komoditas memerlukan
sebuah mekanisme transaksi yang terorganisir, teratur, wajar, efektif, dan efisien. Dapat
dibayangkan bila hasil komoditas masih diperdagangkan secara konvensional. Maka
sudah dapat dipastikan komoditas Negara kita sulit untuk dijangkau masyarakat
internasional karena keterbatasan akses untuk memasuki bisnis yang kompleks
tersebut.
Untuk memenuhi keperluan itulah, Bursa Berjangka Jakarta dibentuk. Tujuan
utamanya adalah sebagai fasilitas sarana transaksi bertemu antara pembeli dan penjual
dalam sebuah kontrak berjangka melalui perusahaan pialang anggota bursa. Selain itu,
Bursa Berjangka Jakarta juga memiliki tujuan penting dalam kajian fungsi ekonomis,
yaitu pembentukan harga dari kekuatan penawaran dan pembelian serta sebagai sarana
pemindahan resiko melalui lindung nilai (hedging).
Bursa Berjangka Jakarta sendiri merupakan bursa yang memfasilitasi
perdagangan berjangka secara kompetitif dengan berlandaskan kepada sistem transaksi
melalui Kliring Berjangka Indonesia (KBI) yang handal. Bursa Berjangka Jakarta
pembentukan harga yang transparan dan berfluktuasi inilah yang juga dimanfaatkan
investor untuk mencari keuntungan dan menjadikannya sebagai salah satu portofolio
investasi.1
Peran Bursa Berjangka Jakarta yang sesungguhnya untuk sektor pertanian
belum dapat terlihat dan belum dapat dirasakan oleh pelaku sektor ini. Salah satu tujuan
awal pendirian Bursa Berjangka Jakarta adalah dapat memajukan dan
memodernisasikan sektor pertanian, namun sejauh ini belum terlihat kinerja yang
memuaskan dari Bursa Berjangka Jakarta. Bursa ini didirikan sebagai jawaban atas
permintaan kalangan pelaku pasar komoditas primer yang mengeluhkan atas nasib
komoditas primer Indonesia di pasar internasional yang selalu kalah bersaing kerena
belum memiliki mekanisme penentuan harga sendiri. Mengingat fungsi Bursa
Berjangka Jakarta, yaitu dapat menjadi sarana pembentuk harga (price discovery
mechanism), diharapkan Indonesia dapat menjadi price maker dalam perdagangan
global bagi komoditinya sendiri. Tetapi pada kenyataannya, hingga saat ini penetapan
Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Dalam pelaksanaannya mengacu kepada kepribadian bangsa yang berdaulat dan nilai luhur yang menyeluruh untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju dan kokoh kekuatan moral dan etika.
1
harga jual komoditi masih harus mengacu kepada pasar atau bursa di luar Negeri. Jika
dilihat dari sistem pemasarannya yang kompetitif dan transparan, maka Bursa
Berjangka Jakarta seharusnya merupakan pasar yang paling mendekati kesempurnaan.
Karena pada dasarnya bursa terdiri dari banyak penjual dan pembeli yang dapat
bersaing secara bebas dan kompetitif. Maka harga di bursa berjangka akan terbentuk
secara lebih efisien.
Bursa Berjangka Jakarta sebenarnya dapat dijadikan sebagai alat produktif
untuk meningkatkan kesejahteraan petani secara tidak langsung. Indonesia merupakan
negara yang semestinya memiliki basis agroindustri yang kuat dengan hasil produk
pertanian, perkebunan ataupun perikanan dapat menjadi basis perekonomian yang
manfaatnya secara tidak langsung dapat meningkat kesejahteraan mereka. Namun,
untuk mendukung kondisi yang demikian diperlukan suatu integritas dan kesungguhan
yang tinggi dari berbagai pihak. Tidak hanya pelaku di Bursa Berjangka Jakarta, namun
perhatian pemerintah serta minat investor juga menjadi faktor penentu keberhasilan
Bursa Berjangka Jakarta. Selain itu kondisi kelayakan komoditas itu sendiri tidak kalah
pentingnya dalam meningkatkan kekuatan Bursa Berjangka Jakarta, sehingga Bursa
Berjangka Jakarta hanya akan berlangsung secara efisien bila para regulator, fasilitator
dan player-nya memiliki landasan integritas yang tinggi dalam pengawasan,
pengelolaan dan pengembangannya.
Hal ini sejalan dengan Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara tahun 1999-2004 pada Bab IV Arah Kebijakan di bidang ekonomi yang tercantum bahwa dalam mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip-prinsip persaingan sehat dan memperhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai-nilai keadilan, kepentingan sosial, kualitas hidup, pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan sehingga terjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja, perlindungan hak-hak konsumen, serta perlakuan yang adil bagi seluruh masyarakat.
Juga arah kebijakan ekonomi adalah mengoptimalkan peranan pemerintah dalam mengoreksi ketidak sempurnaan pasar dengan menghilangkan seluruh hambatan yang mengganggu mekanisme pasar melalui regulasi, layanan publik, subsidi dan insentif yang dilakukan secara transparan dan diatur dengan Undang-Undang.
Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai dengan kemajuan teknologi dengan membangun keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan komparatif sebagai Negara maritim dan agraris sesuai dengan kompetensi dan produk unggulan di setiap daerah terutama pertanian dalam arti luas, kehutanan, kelautan, pertambangan, pariwisata serta industri kecil dan kerajinan rakyat.
Untuk produk pertambangan seperti minyak bumi, emas, batu bara, gas alam, dan batu mulia lainya. Masalah yang akan dihadapi dalam perdagangan komoditas ini adalah harganya yang selalu berfluktuasi, sehingga resiko yang dihadapi oleh petani dan produsen sangat besar.
Seiring dengan arah kebijakan pembangunan inilah yang diamanatkan oleh Garis-Garis Besar Haluan Negara tahun 1999-2004 dan seiring proses globalisi yang bergerak semakin cepat pada dekade terakhir ini mengakibatkan saling ketergantungan antara satu Negara dengan Negara lain semakin kuat, tidak ada satu Negara yang bisa menutupi diri dari pengaruh globalisasi tersebut.
Era globalisasi yang sesaat lagi akan menghampiri masyarakat dunia, karena masyarakat Indonesia juga akan terlibat didalamnya, telah menunjukkan gejala dan tanda-tandanya. Kenyataan inilah yang mendorong dibuatnya berbagai perjanjian internasional untuk menciptakan sistem perdagangan yang lebih bebas dan terbuka. Pada tingkat multilateral dikenal dengan General Agreement On Tariffs and Trade/World Trade Organization (GAT/WTO), dan pada tingkat regional seperti Asia
Pacific Economic Cooperation (APEC), North American Free Trade Agreement
(NAFATA), European Economic Community (EEC) dan pada regional ASEAN sendiri didirikan Asean FreeTrade Area (AFTA).
Indonesia sebagai salah satu Negara penandatanganan perjanjian GAT/WTO, APEC, dan AFTA tentunya mempersiapkan diri dalam memasuki era perdagangan bebas ini agar dapat memanfaatkan kesempatan pasar yang terbuka sangat besar.
dan untuk mencapai tingkat efisiensi yang tinggi tersebut sangat dimunkinkan lahirnya sebagai instrumen ekonomi, salah satu instrumen itu adalah instrumen derivatif yang sebenarnya di Negara barat sudah dikenal sejak abad ke-19.
Untuk menunjang perekonomian Indonesia ditetapkan berbagai kebijakan dalam bentuk pengaturan, berupa penetapan tata niaga, subsidi dan harga patokan yang ditetapkan secara unilateral, regional maupun multilateral seperti perjanjian komoditas ternyata tidak memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan atau tidak efektif lagi dalam menstabilkan tingkat harga. Disamping itu biaya yang harus ditanggung sangat mahal, untuk itu diperlukan suatu sistem perlindungan dari kemungkinan kerugian yang sangat besar tersebut melalui mekanisme pasar.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia telah berdampak negatif terhadap kegiatan perekonomian secara keseluruhan dan mengakibatkan produktivitas berkurang, meningkatnya pengangguran, kebutuhan terhadap barang impor meningkat, baik untuk produksi maupun konsumsi, berkurangnya pendapatan devisa dari ekspor manufaktur dan meningkatnya arus dana keluar semakin memperburuk situasi, sistem perbankan yang sakit, macetnya pengembalian pinjaman serta tingginya suku bunga bukan saja mengancam eksitensi perbankan itu sendiri tetapi juga sektor lain yang membutuhkan dana seperti sektor perumahan, transportasi dan lain sebagainya.
efektif, kesenjangan ekonomi yang meliputi kesenjangan antara pusat dan daerah, antar pelaku serta antara golongan pendapatan telah meluas ke seluruh aspek kehidupan sehingga struktur ekonomi tidak kuat yang ditandai dengan berkembangnya monopoli serta pemusatan ekonomi ditangan sekelompok kecil masyarakat dan daerah tertentu.
Kondisi tersebut dapat dilihat dengan pasar modal Indonesia yang sedang juga mengalami titik krisis dengan kaburnya investor asing akibat krisis ekonomi dan politik. Anjloknya indeks saham ke titik terendah dan menandakan bahwa pasar modal tidak mampu lagi menjadi motor dalam memobilisasi dana bagi emiten untuk berinvestasi. Bangkrutnya berbagai perusahaan antara lain disebabkan karena posisi hutang dalam dollar serta aset dan pendapatan dalam rupiah yang tidak dikelola dan dilindungi nilainya dari perubahan nilai tukar maupun suku bunga.
Pentingnya pengelolan resiko harga bukan hanya bermanfaat bagi dunia usaha. Pada tingkatan konsumen ketiadaan transparansi harga membuat mereka ikut menjadi korban permainan harga dari kelompok monopoli seperti yang selama ini dirasakan oleh konsumen dan petani penghasil komoditi khususnya dalam minyak goreng, beras, cengkeh dan semen yang menghilang dari pasaran.
Pada tahun 1997 dikeluarkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, Indonesia kembali membuat terobosan baru serta membuat program baru untuk memajukan ekonomi kerakyatan dan melindungi masyarakat akan permintaan harga dalam pasar.
tersebut secara bersamaan dengan posisi yang berlawanan (jual dan beli) untuk jumlah dan jenis komoditas yang sama, maka kedua pasar ini saling menutupi kerugian yang di derita pada salah satu pasar. Dengan demikian perdagangan berjangka ini memberikan manfat ekonomi berupa pengalihan resiko yang tidak diinginkan.
B. Permasalahan
Sejak dibuatnya Undang-Undang No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi hingga saat ini masih sedikit orang yang mengetahui akan keberadaan Undang-Undang tersebut.
Perdagangan berjangka bukan hanya sekedar kegiatan transaksi jual beli yang terjadi di Bursa Berjangka saja, tetapi lebih luas dari itu, yaitu mencakup proses sebelum transaksi sampai dengan setelah transaksi dilaksanakan. Karena itu dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Komoditi dan Amandemen Undang-Undang No. 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi ini diatur dari berbagai pedoman mulai dari bagaimana berhubungan dengan calon nasabah atau klien sampai dengan penyelesaian transaksi, pencatat, pelaporan, pengawasan dan saksi.
Untuk itu perlu dilakukan penelitian guna mendapatkan masukan informasi yang diperlukan. Dalam masalah ini yang ingin diajukan adalah :
1. Bagaimana pengaturan pelaksanaan transaksi perdagangan berjangka di Indonesia? 2. Bagaimana pelaksanaan kontrak transaksi perdagangan berjangka komoditi olein di
3. Apakah hak dan kewajiban investor atau nasabah telah cukup diatur dalam kontrak transaksi perdagangan berjangka komoditi olein?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian yang terdapat di dalam rumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menginventarisasi dan mengetahui sajauh mana peraturan-peraturan perdagangan berjangka komoditi di Indonesia.
2. Untuk memahami kontrak transaksi yang digunakan dalam perdagangan berjangka komoditi olein.
3. Untuk mengetahui bagaimana hak dan kewajiban dari investor atau nasabah dalam perdagangan berjangka komoditi olein.
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian dan pengumpulan informasi dan data-data yang akan dituangkan atau dipaparkan dalam karya tulis penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran yang jelas dan tetap tentang:
1. Peratuan-peraturan yang berkaitan serta mendukung terciptanya dan terlaksananya perdagangan berjangka komoditi di Indonesia.
E. Keaslian Penelitian
Sepanjang penulis ketahui materi hukum sehubungan dengan perdagangan berjangka komoditi yang diteliti oleh mahasiswa Pascasarjana belum ada yang sama dengan penelitian ini, meskipun mungkin di dalam bentuk makalah, kertas kerja pada seminar-seminar, diskusi panel dan workshop sudah pernah dilakukan penelitian atau pembahasan.
Oleh karena itu dapat dianggap pertanggungjawaban penulis bahwa karya tulis penelitian ini (tesis) memiliki keaslian (orisinalitas). Di samping itu masalah pemahaman, pengkajian dan penelitian dalam hubungan dengan konteks persoalan perdagangan berjangka komoditi sangan kompleks dan terus berkembang.
F. Kerangka Teori
Setiap perjanjian pasti mempunyai akibat hukum, minimal terhadap para pihak
yang membuatnya. Hal yang sama juga berlaku terhadap perjanjian tentang kerjasama
investasi yang dilakukan oleh investor dengan perusahaan pialang berjangka. Akibat
hukum dari perjanjian biasanya baru akan kelihatan apabila salah satu pihak melakukan
pelanggaran (wanprestasi) terhadap kesepakatan yang dibuat dan disepakati dalam
perjanjian. Dengan adanya pelanggaran tersebut biasanya pihak yang lain akan
meminta pihak yang melanggar atau melakukan wanprestasi untuk memenuhi
kewajibannya sesuaidengan yang disepakati. Biasanya apabila pihak yang melakukan
wanprestasi tidak memenuhi maka akan dikenakan sanksi sesuai yang disepakati atau
akan dilakukan penyelesaian dengan cara tertentu sesuai yang disepakati dalam
Pengertian Perjanjian atau kontrak diatur Pasal 1313 KUH Perdata. Pasal 1313
KUH Perdata berbunyi: “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak
atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang atau lebih.” Definisi ini tidak begitu
jelas karena dalam rumusan tersebut hanya disebutkan perbuatan saja. Hal ini berarti
bukan perbuatan hukum saja yang termasuk ke dalam perjanjian, tetapi diluar
perbuatan hukum pun termasuk perjanjian. Untuk memperjelas pengertian itu maka
harus dicari dalam doktrin. Jadi, menurut doktrin (teori lama) yang disebut perjanjian
adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.
Dalam Burgerlijk Wetboek (BW) yang kemudian diterjemahkan oleh R.
Subekti dan R. Tjitrosudibio menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
Perdata),2
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
bahwa mengenai hukum perjanjian diatur dalam Buku III tentang Perikatan,
dimana hal tersebut mengatur dan memuat tentang hukum kekayaan yang mengenai
hak-hak dan kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
Sedangkan menurut teori ilmu hukum, hukum perjanjian digolongkan kedalam Hukum
tentang Diri Seseorang dan Hukum Kekayaan karena hal ini merupakan perpaduan
antara kecakapan seseorang untuk bertindak serta berhubungan dengan hal-hal yang
diatur dalam suatu perjanjian yang dapat berupa sesuatu yang dinilai dengan uang.
Keberadaan suatu perjanjian atau yang saat ini lazim dikenal sebagai kontrak, tidak
terlepas dari terpenuhinya syarat-syarat mengenai sahnya suatu perjanjian/kontrak
seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata, antara lain sebagai berikut:
2
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.
Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu
perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya.
Istilah hukum perjanjian atau kontrak merupakan terjemahan dari bahasa
Inggris yaitu contract law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah
overeenscomsrecht.3 Suatu perjanjian adalah “suatu peristiwa dimana seseorang
berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal.”4
Maka hubungan hukum antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian
itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan. Hubungan hukum
adalah hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum disebabkan karena Peristiwa ini, timbullah suatu hubungan anatara dua orang
tersebut yang dinamakan perikatan.
Dengan demikian perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang
yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan
yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Perikatan
adalah suatu perhubungan hukum anatara dua orang atau dua pihak, berdasarkan yang
mana pihak yang satu berhak menunutut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak
yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
3
Salim, Hukum Kontrak. Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hlm. 3.
4
timbulnya hak dan kewajiban, dimana hak merupakan suatu kenikmatan, sedangkan
kewajiban merupakan beban.
Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan dengan
perjanjian, adalah “Suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan
kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.”
Di dalam Black’s Law dictinionary, yang diartikan dengan “Contract is An
agreement between two or more person which creates an obligation to do or not to do
particular thing”. Artinya, kontrak adalah suatu persetujuan antara dua orang atau
lebih, dimana menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan
segala sesuatu secara sebagian. Inti definisi ini adalah persetujuan dari para pihak untuk
melaksanakan kewajiban, baik melakukan atau tidak melakukan secara sebagian.
Menurut Salim perjanjian atau kontrak merupakan “Hubungan hukum antara
subjek hukum yang satu dengan dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta
kekayaan, dimana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek
hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang
telah disepakatinya”.5
Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian adalah “Suatu persetujuan dimana
dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam
lapangan harta kekayaan”.
6
5
Salim. Op. Cit., hlm. 25-27.
6
Menurut Subekti, suatu perjanjian adalah “Suatu peristiwa dimana seorang
berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan satu hal”. Dari peristiwa ini, timbulah suatu hubungan antara dua orang
tersebut yang dinamakan perikatan. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu
rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan
atau ditulis.
Dengan demikian hubungan antara perjanjian dengan perikatan adalah bahwa
perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan,
disampingnya sumber-sumber lain. Sumber-sumber lain ini mencakup dengan nama
Undang-Undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari perjanjian dan ada perikatan yang
lahir dari Undang-Undang.7
1. Ada orang yang menuntut, atau dalam istilah bisnis biasa di sebut kreditur;
Dengan sekian banyak pengertian perjanjian yang telah dipaparkan di atas, ada
tiga unsur yang dapat ditarik kesimpulan, yaitu:
2. Ada orang yang dituntut, atau yang dalam istilah bisnis biasa disebut debitur;
3. Ada sesuatu yang dituntut, yaitu prestasi.
Prestasi umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu:
a. berbuat sesuatu;
b. tidak berbuat sesuatu;
c. menyerahkan sesuatu.
7
Pihak yang tidak melakukan prestasi disebut bahwa pihak tersebut telah
melakukan wanprestasi. Wanprestasi ini dapat terjadi dalam hal :
1. Tidak berbuat sesuatu yang diperjanjikan;
2. Tidak menyerahkan sesuatu yang telah diperjanjikan;
3. Berbuat sesuatu atau menyerahkan sesuatu tetapi terlambat atau tidak sesuai dengan
yang diperjanjikan;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian seharusnya tidak dilakukan.
Dengan terikatnya para pihak dalam suatu perjanjian, para pihak harus
melaksanakannya karena setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagai
Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian yang sah harus
memenuhi empat syarat, yaitu :
1. Perizinan yang bebas dari orang-orang yang mengikat diri;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab (oorzaak) yang halal, artinya tidak terlarang.8
Di dalam menjalankan bisnis, seringkali orang melupakan betapa pentingnya
kontrak yang harus dibuat sebelum bisnis itu sendiri berjalan di kemudian hari. Kita
ketahui bahwa budaya (culture) tiap bangsa dalam menjalankan bisnis memang diakui
berbeda-beda. Ada bangsa yang senang berbisnis dengan mempercayai bahasa secara
lisan, namun ada pula bangsa yang senang dengan cara tulisan. Namun kecenderungan
sekarang ini, baik di Indonesia maupun di dunia Internasional, kerja sama bisnis di
8
antara para pihak dirasakan lebih mempunyai kepastian hukum jika diadakan dengan
suatu kontrak secara tertulis.
Sebelum kontrak dibuat, biasanya akan didahului dengan suatu pembicaraan
pendahuluan serta pembicaraan-pembicaraan tingkat selanjutnya (negoisasi/
komunikasi) untuk mematangkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, sehingga
kontrak yang akan ditandatangani telah betul-betul matang (lengkap dan jelas).
Sekalipun demikian selengkap-lengkapnya suatu kontrak (perjanjian), selalu
saja ada kekurangan-kekurangan di sana-sini, barang kali benar ada ungkapan yang
berkata, nobody is perfect (tidak ada seorang pun yang sempurna). Demikian pula
halnya dengan isi pembuatan kontrak, selalu ada pihak-pihak yang tidak beritikad baik
(teqoeder trouw), yang megakibatkan terjadinya sengketa para pihak yang membuat
kontrak.9
Dalam pengertian yang sederhana kata “kontrak” dikenal sebagai kegiatan sewa
menyewa yang dilakukan oleh dua pihak (penyewa dan yang menyewakan) atas suatu
kebendaan dalam jangka waktu tertentu dengan dibebani oleh syarat-syarat yang
ditentukan berdasarkan kesepakatan diantara kedua belah pihak. Namun dalam
pengertian yang lebih luas, kata “kontrak” diartikan pula sebagai “perjanjian” seperti
halnya dinyatakan oleh Subekti bahwa suatu perjanjian adalah “suatu peristiwa di mana
seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal”.10
9
Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm. 27-28.
10
Kontrak menguasai begitu banyak bagian kehidupan sosial kita sampai-sampai
kita tidak tahu berapa banyak kontrak yang telah kita buat setiap harinya. Dalam
pengertian yang luas, kontrak adalah kesepakatan yang mendefinisikan hubungan
antara dua pihak atau lebih. Dua orang yang saling mengucapkan sumpah perkawinan
sedang menjalin kontrak perkawinan; orang yang memiliki anak membuat kontrak
untuk merawat dan menafkahi anak tersebut; seseorang yang sedang memilih makanan
di pasar menjalin kontrak untuk membeli makanan di pasar sedang menjalin kontrak
untuk membeli makanan tersebut dalam jumlah tertentu. Sedangkan kontrak komersial
dalam pengertiannya yang paling sederhana, adalah kesepakatan yang dibuat oleh dua
pihak atau lebih untuk melakukan transaksi bisnis.11
Adapun teori-teori Mengikatnya Suatu Kontrak yaitu:12
a. Teori Kehendak (Wilstheori)
Menurut teori ini yang menentukan apakah telah terjadi suatu perjanjian
adalah kehendak para pihak. Perjanjian mengikat kalau kedua kehendak telah
saling bertemu dan perjanjian mengikat atas dasar kehendak mereka (para
pihak) patut dihormati. Prinsipnya, menurut teori ini suatu persetujuan yang
tidak didasarkan atas suatu kehendak yang benar adalah tidak sah. Teori inilah
yang berlaku pada saat pembentukan KUH Perdata. Konsekuensinya: kalau
orang memberitahu suatu pernyataan yang tidak sesuai dengan kehendaknya,
maka pernyataan tersebut tidak mengikat dirinya; perjanjian tidak muncul atas
11
Karla C. Shippey J.D. Menyusun Kontrak Bisnis Internasional, World Trade Press, halaman 1
12
dasar pernyataan yang tidak dikehendaki. Agar pernyataan mengikat, ia harus
didasarkan atas kehendak.
b. Teori Gevaarzetting
Teori ini pada prinsipnya mengatakan bahwa barang siapa turut serta
dalam pergaulan hidup, harus mau menerima konsekuensi, bahwa
tindakan/sikapnya termasuk pernyataannya dapat membahayakan orang lain,
yaitu adanya orang lain menderita kerugian karenanya. Konsekuensinya harus
mau menanggung akibat kerugian tersebut atau dengan perkataan lain setiap
orang yang turut serta dalam pergaulan hidup harus menerima konsekuensi
bahwa tindakan dan ucapannya mungkin ditafsirkan oleh pihak lain menurut
arti yang dianggap patut oleh anggota masyarakat tersebut.
c. Teori Pernyataan
Menjadikan patokan dalam teori ini adalah apa yang dinyatakan
seseorang. Kalau pernyataan dua orang sudah saling bertemu, maka perjanjian
sudah terjadi dan karenanya mengikat para pihak. Kepastian hukum dalam
pergaulan hidup menuntut bahwa orang harus bisa berpegang pada
pernyataan-pernyataan orang lain.
d. Teori Kepercayaan
Menjadi patokan dalam teori ini adalah pernyataan seseorang tetapi
dengan pembatasan apakah pihak lain tahu atau seharusnya tahu bahwa orang
dengan siapa dia berunding adalah keliru. Dengan perkataan lain yang
menentukan bukan pernyataannya tetapi keyakinan, kepercayaan yang
pernyataan kedua belah pihak menurut ukuran normal saling membangkitkan
kepercayaan, bahwa antara mereka telah terjadi sepakat yang sesuai dengan
kehendak mereka tetapi kehendak ini disingkirkan karena yang menjadi patokan
sesungguhnya adalah kepercayaan yang muncul dari pernyataan.
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa hukum kontrak/perjanjian diatur dalam
Buku III KUH Perdata, yang terdiri atas 18 bab dan 631 Pasal. Dimulai dari Pasal 1233
sampai dengan Pasal 1864 KUH Perdata. Secara garis besar, perjanjian yang
diatur/dikenal di dalam KUH Perdata adalah sebagai berikut: Perjanjian jual beli,
tukar-menukar, sewa-menyewa, kerja, persekutuan perdata, perkumpulan, hibah, penitipan
barang, pinjam pakai, bunga tetap dan abadi, untung-untungan, pemberian kuasa,
penanggung utang dan perdamaian. Dalam teori ilmu hukum, perjanjian-perjanjian
diatas disebut dengan perjanjian nominaat, diluar KUH Perdata dikenal pula perjanjian
lainnya, seperti kontrak joint venture, kontrak production sharing, leasing, franchise,
kontrak karya, beli sewa, kontrak rahim, dan lain sebaginya. Perjanjian jenis ini disebut
perjanjian innominaat, yakni perjanjian yang timbul, tumbuh, hidup, dan berkembang
dalam praktik kehidupan masyarakat. Keberadaan perjanjian baik nominaat maupun
innominaat tidak terlepas dari adanya sistem yang berlaku dalam hukum perjanjian itu
sendiri.
Sistem pengaturan hukum kontrak di Indonesia adalah sistem terbuka (open
system), yang mengandung maksud bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan
perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur di dalam
Undang-Undang. Dalam Pasal 1338 ayat (1) secara tegas menegaskan bahwa semua perjanjian
membuatnya. Jika dianalisa lebih lanjut maka ketentuan Pasal tersebut memberikan
kebebasan kepada para pihak untuk:
a. membuat atau tidak membuat perjanjian;
b. mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
c. menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta
d. menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.
Ditinjau dalam sejarah perkembangannya, hukum kontrak pada awalnya
menganut sistem tertutup. Artinya para pihak terikat pada pengertian yang tercantum
dalam Undang-Undang. Hal ini disebabkan adanya pengaruh dari ajaran legisme yang
memandang bahwa tidak ada hukum di luar Undang-Undang. Hal serupa dapat ditemui
dan dibaca dalam berbagai putusan Hoge Raad dari tahun 1910 sampai dengan tahun
1919.13
a. Melanggar hak orang lain; yang diartikan melanggar sebagian hak-hak pribadi
seperti integritas tubuh, kebebasan, kehormatan, dan lain-lain. Termasuk dalam Untuk diketahui bahwa putusan Hoge Raad (HR) 1919 tanggal 31 Januari 1919
merupakan putusan yang terpenting. Putusan ini tentang penafsiran perbuatan melawan
hukum, yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata.
Dalam putusan tersebut, definisi perbuatan melawan hukum, tidak hanya
melawan Undang-Undang saja, tetapi juga melanggar hak-hak subyektif orang lain,
kesusilaan dan ketertiban umum. Menurut HR 1919 yang dimaksud dengan perbuatan
melawan hukum adalah berbuat atau tidak berbuat yang:
13
hal ini hak-hak absolut sperti hak kebendaan, Hak Kekayaan Intelektual (HKI),
dan sebagainya.
b. Bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku; yakni hanya kewajiban yang
dirumuskan dalam aturan Undang-Undang.
c. bertentangan dengan kesusilaan; artinya perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang itu bertentangan dengan sopan santun yang tidak tertulis yang
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
d. Bertentangan dengan kecermatan yang harus diindahkan dalam masyarakat.
Aturan tentang kecermatan terdiri atas dua kelompok, yakni:
1) aturan-aturan yang mencegah orang lain terjerumus dalam bahaya,
2) aturan-aturan yang melarang merugikan orang lain ketika hendak
menyelenggarakan kepentingannya sendiri.
Putusan HR 1919 tidak lagi terikat kepada ajaran legisme, namun telah
secara bebas merumuskan pengertian perbuatan melawan hukum, sebagaimana
yang dikemukakan diatas.
Dengan demikian, sejak terbitnya putusan HR 1919 maka sistem pengaturan
hukum kontrak berubah menjadi sistem terbuka. Jika ditelaah lebih lanjut maka
definisi perbuatan melawan hukum yang dimaksud dalam HR 1919 serupa dengan
salah satu syarat sahnya perjanjian yang keempat, yaitu suatu sebab yang halal,
yang kemudian dikaitkan dengan Pasal 1337 KUH Perdata dengan demikian,
penafsiran HR terhadap perbuatan melawan hukum itu mengacu kepada Pasal 1337
diatas mengenai suatu sebab yang terlarang, antara lain dilarang Undang-Undang,
Seperti diketahui bersama bahwa hukum kontrak adalah bagian hukum
perdata (privat). Hukum ini memusatkan perhatian pada kewajiban untuk
melaksanakan kewajiban sendiri (self imposed obligation). Disebut sebagai bagian
dari hukum perdata disebabkan karena pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban
yang ditentukan dalam kontrak, murni menjadi urusan pihak-pihak yang
berkontrak.14
Kontrak, dalam bentuk yang paling klasik, dipandang sebagai ekspresi
kebebasan manusia untuk memilih dan mengadakan perjanjian. Kontrak merupakan
wujud dari kebebasan (freedom of contract) dan kehendak bebas untuk memilih
(freedom of choice).15
Sejak abad ke-19 prinsip-prinsip itu mengalami perkembangan dan berbagai
pergeseran penting. Pergeseran demikian disebabkan oleh: pertama, tumbuhnya
bentuk-bentuk kontrak standar; kedua, berkurangnya makna kebebasan memilih
dan kehendak para pihak, sebagai akibat meluasnya campur tangan pemerintah
dalam kehidupan rakyat; ketiga, masuknya konsumen sebagai pihak dalam
berkontrak. Ketiga faktor ini berhubungan satu sama lain.16
G. Metode Penelitian
Tetapi, prinsip
kebebasan berkontrak dan kebebasan untuk memilih tetap dipandang sebagai
prinsip dasar pembentukan kontrak.
14
Atiyah, The Law of Contract, (London: Clarendon Press, 1983), hlm. 1.
15
Ibid., hlm. 5.
16
Kata metode berasal dari kata Yunani “methods” yang berarti jalan. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja, yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.17
1. Sifat/Materi Penelitian
Agar mendapatkan hasil yang maksimal, maka diupayakan pengumpulan data yang baik dan layak. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
Penelitian bersifat normatif yuridis, yaitu penelitian ilmiah sistematis yang mengembangkan dan menggunakan teori-teori dan/atau hipotesis yang berkaitan dengan penelitian. Hal ini digunakan untuk menunjang fakta, konsep atau gagasan dalam analisis, dan juga untuk membuktikan sesuatu atau menambah kejelasan tentang suatu masalah.
2. Metode Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data digunakan dalam penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsep atau doktrin, kemudian konsep atau teori-teori ini nantinya akan dihubungkan sumber-sumber dan data lainnya terutama terhadap data-data pokok dari objek penelitian.
Adapun data pokok dari penelitian ini adalah data skunder yang meliputi:
17
Koentjara Ningrat, Metode-Metode Penelitian Msyarakat, (Jakarta: PT. Gramedia,
a. Bahan hukum primer, dalam penelitian ini adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Hukum Dagang, Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Komoditi. b. Bahan hukum skunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar, hasil-hasil penelitian atau hasil pertemuan ilmiah, karya ilmiah dari kalangan hukum, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum sepanjang relevan dengan objek penelitian ini.18
c. Bahan hukum tersier, berupa kamus hukum, dan bahan lain yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum skunder.
3. Analisis Data
Data-data yang diproleh melalui penelitian kepustakaan ini selanjutnya akan dipilah-pilah guna memperoleh kaedah-kaedah hukum yang mengatur mengenai Kontrak Olein Perdagangan Bursa Berjangka Jakarta, dan kemudian data tersebut di analisis secara induktif kualitatif untuk sampai pada suatu kesimpulan nantinya
18
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982),
sehingga pokok permasalahan yang akan diteliti dapat ditelaah dan akhirnya akan terjawab dalam penelitian ini.19
Melalui penelitian ini diharapkan akan dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai pengaturan Kontrak Olein Perdagangan Bursa Berjangka Jakarta, baik itu peratuan-peraturan pelaksanaan perdagangan berjangka komoditi olein di Bursa Berjangka Jakarta Kontrak yang digunakan dalam transaksi perdagangan berjangka komoditi maupun bagaimana hak dan kewajiban dari investor/nasabah dalam perdagangan berjangka komoditi olein.
19
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum. Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja