BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan amat penting dalam
perekonomian suatu negara. Perbankan mempunyai kegiatan mempertemukan
pihak yang membutuhkan dana (borrower) dan pihak yang mempunyai kelebihan
dana (saver).1 Lembaga perbankan merupakan lembaga yang menjadi penggerak
roda perekonomian modern dan menjadi penentu tingkat kestabilan perekonomian
suatu negara karena apabila lembaga perbankan tidak berjalan dengan baik,
perekonomian menjadi tidak efisien, dan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan
tidak tercapai.2
Lembaga perbankan sebagai salah satu bentuk industri diperlukan berbagai
peraturan-peraturan yang mengatur segala tindakan sampai ke detail-detailnya dan
termasuk pengaturan teknis. Semua itu dilakukan dalam rangka mewujudkan
industri kelancaran industri perbankan serta untuk mencegah terjadinya
hambatan-hambatan ketidakadilan. Namun, banyak pengaturan tersebut tidak boleh sampai
pada yang disebut dengan “hyperregulation”, sehingga hukum perbankan
teralienasi atau terasing dari stakeholder industri perbankan itu sendiri. Luasnya
cakupan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang industri perbankan
1
Julius R. Latumerissa, Bank dan Lembaga Keuangan Lain (Jakarta: Salemba Empat, 2011), hlm. 145.
2
tidak hanya ada di negara tertentu, tetapi menyeluruh di mana pun industri
perbankan itu berada.3
Keberadaan Bank-bank umum di Indonesia diatur oleh Undang Undang No.
14/1967 yang kemudian diganti oleh Undang Undang No. 7/1992, kemudian pada
tahun 1998 direvisi menjadi Undang Undang Perbankan No. 7 Tahun 1992 jo
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang selanjutnya disebut UU Perbankan.
Perubahan aturan hukum perbankan itu disebabkan oleh aturan lama yang sudah
tidak relevan lagi menjawab persoalan perbankan di Indonesia. Perubahan itu
otomatis memberikan implikasi terhadap sistem perbankan di Indonesia.4
Bank umum dalam kegiatan usahanya dapat menawarkan dan melakukan
seluruh jasa perbankan tersebut (full banking service), tetapi dapat juga hanya
melakukan sebagian saja. Masing-masing bank dapat memilih jasa (usaha) yang
ingin dikembangkannya (core business sebagai retail banking atau corporate
banking), dengan syarat tetap harus memenuhi peraturan yang berlaku sesuai dengan jenis kegiatan pemberian jasa yang dipilihnya. Dengan cara demikian,
kebutuhan masyarakat terhadap berbagai jenis jasa bank dapat dipenuhi oleh
dunia perbankan tanpa mengabaikan prinsip kesehatan dan efisiensi. Hal-hal yang
diuraikan di atas merupakan jasa-jasa yang dapat diberikan oleh bank umum,
namun bagi bank umum juga ada larangan untuk melakukan kegiatan usaha
tertentu.5
Di luar jenis-jenis usaha yang dilarang, maka bank umum dapat menerapkan
konsep universal banking yang memungkinkan bank tersebut tidak hanya
menawarkan produk dan jasa tradisional perbankan, tetapi lebih luas lagi, seperti
3
Muhammad Djumhana, Op.Cit., hlm. 26.
4
Julius R. Latumerissa, Op.Cit., hlm. 146.
5
produk investasi. Dengan adanya universal banking ini, bank-bank akan menjadi
supermarket banking yang menyediakan segala kebutuhan finansial nasabahnya dalam satu atap. Hanya yang perlu diperhatikan dalam menerapkan konsep
universal banking, yaitu unsur permodalan dan kemampuan bank untuk
mengelola risikonya. Bagi bank yang mampu menjadi supermarket banking
tersebut tentunya harus memiliki cadangan atau bufffer modal yang lebih kuat
daripada bank-bank yang melakukan kegiatan usaha tradisional6
Kesehatan bank akan mempunyai makna untuk keamanan dan perlindungan
secara keseluruhan untuk industri perbankan itu sendiri. Salah satu cara untuk
mencapai tingkat kesehatan industri perbankan melalui sarana hukum, yaitu
dengan cara mengatur hal-hal yang berkaitan dengan aktiva, pasiva, dan kegiatan
usaha bank, pagu tingkat bunga (cellings) yang dijamin oleh Lembaga Penjamin
Simpanan, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan operasional perbankan.
Filosofi yang melatarbelakangi semua pengaturan tersebut, yaitu perlindungan dan
keamanan untuk stakeholders industri perbankan, namun tetap dapat mendorong
terciptanya kondisi industri perbankan yang efisien.7
Kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait,
baik pemilik, pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun Bank
Indonesia selaku pembina dan pengawas bank. Misi Bank Indonesia di sektor
perbankan adalah untuk mewujudkan sistem perbankan yang sehat dalam rangka
mendorong pembangunan nasional. Sistem perbankan yang sehat ditandai oleh
keberadaan lembaga-lembaga perbankan yang mampu berfungsi secara efisien,
sehat dan berkembang secara wajar, mampu menghadapi persaingan yang
6
Ibid.
7
semakin bersifat global, mampu melindungi secara baik dana yang dititipkan
masyarakat kepadanya, serta mampu menyalurkan dana masyarakat di
bidang-bidang usaha produktif dalam rangka pencapaian sarana pembangunan nasional.8
Salah satu sarana pengawasan bagi Bank Indonesia terhadap bank-bank
adalah berupa hasil penilaian kesehatan bank. Penilaian ini sebenarnya bukan
untuk kepentingan Bank Indonesia saja akan tetapi untuk kepentingan semua
pihak yang terkait, bagi pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa
bank. Oleh karena itu penilaian kesehatan ini dipandang penting sebagai petunjuk
kinerja manajemen bank yang bersangkutan selama kurun waktu tertentu.9
Penilaian tentang tingkat kesehatan bank tidak hanya dilakukan di
Indonesia, tetapi juga di pelbagai negara lain. Tentu saja, meskipun prinsip-prinsip
yang digunakan oleh Bank sentral atau lembaga pengawas dan pembina
perbankan (monetary authority) pada pokoknya sama, cara-cara dan teknik
penilaian yang dipergunakan dapat saja berbeda di tiap negara.10
Bank Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum yang
selanjutnya disebut PBI No. 13/1/PBI/2011, membuat Bank wajib melakukan
penilaian tingkat kesehatan bank secara individual dengan menggunakan
pendekatan berdasarkan Risiko (risk based bank rating) dan melakukan penilaian
sendiri (self assessment) atas Tingkat Kesehatan Bank. Penilaian tingkat
kesehatan bank dilakukan terhadap bank secara individual maupun konsolidasi.
8
Yuyus Yustian, “Pengaruh Krisis Ekonomi Terhadap Tingkat Kesehatan Bank Konvensional Dan Bank Syariah,” (Tesis, Kajian Timur Tengah Dan Islam, Pascasarjana,
Universitas Indonesia, 2004), hlm. 27.
9Robertus Darryanto, “Analisis Rekapitalisasi Seba
gai Program Penyehatan Perbankan di
Indonesia (Studi Kasus Bank BPD Jawa Tengah),” (Tesis, Magister Manajemen, Pascasarjana,
Universitas Diponegoro, 2000), hlm. 80.
10
Mekanisme penilaian tingkat kesehatan bank secara individual dilakukan
dengan menggunakan pendekatan risiko (risk based Bank Rating) dengan cakupan
penilaian terhadap empat faktor yaitu: Profil risiko (risk profile); Good Corporate
Governance (GCG); Rentabilitas (earnings); dan Permodalan (capital).
Lemahnya struktur permodalan bank yang ada sekarang menjadi salah satu
faktor penghambat adalah belum optimalnya peran perbankan dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi maupun kegiatan usahanya disebabkan karena masih
lemahnya struktur permodalan bank yang ada sekarang. Sementara itu, dengan
jenis dan kompleksitas kegiatan usaha bank yang semakin meningkat berpotensi
menyebabkan tingginya risiko yang dihadapi oleh bank. Peningkatan risiko dari
jenis dan kegiatan usaha bank perlu diikuti oleh peningkatan modal bank guna
menanggung kemungkinan kerugian yang timbul akibat aktivitas bank tersebut.
Besar kecilnya modal yang dimiliki sebuah bank sangat berpengaruh
terhadap kemampuan bank untuk melaksanakan kegiatan operasinya. Selain itu
modal juga berfungsi untuk menjaga kepercayaan terhadap aktivitas perbankan
dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi atas dana yang
diterima nasabah.
Faktor modal merupakan faktor yang penting bagi bank dalam rangka
mengembangkan usaha serta menampung resiko kerugian yang di derita, bila
memang bank harus menderita kerugian. Juga mengingat bahwa perbankan di
Indonesia akhir-akhir ini secara bertahap telah mengikuti globalisasi perbankan,
maka masalah penyediaan modal minimum bank perlu disesuaikan dengan ukuran
For International Settlements (atau bisa disingkat BIS11) dengan salah satu pertimbangan agar perbankan Indonesia dapat berkembang secara sehat dan
mampu bersaing dalam perbankan Internasional.12
Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/12/PBI/2013
telah menetapkan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank yang selanjutnya
disebut PBI No. 15/12/PBI/2013 (atau yang dikenal sebagai Capital Adequacy
Ratio, disingkat CAR) bagi semua bank di Indonesia, yakni mengenai pengaturan
penyediaan modal minimum. Keputusan ini mengacu pada keputusan Bank For
International Settlement, sebuah lembaga yang diakui sebagai Bank Sentral Global yang keputusannya harus diikuti oleh bank di seluruh dunia.
Kewajiban penyediaan modal minimum bagi bank didasarkan pada risiko
aktiva dalam arti luas, baik aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva
yang bersifat administratif sebagaimana tercermin pada kewajiban yang masih
bersifat kontingen dan atau komitmen yang disediakan oleh bank bagi pihak
ketiga. Risiko terhadap aktiva dalam arti luas dapat timbul baik dalam bentuk
risiko kredit maupun risiko yang terjadi karena fluktuasi harga surat-surat
berharga, tingkat suku bunga, serta nilai tukar valuta asing.13
Adapun pertimbangannya adalah agar bank di Indonesia tetap memperoleh
kepercayaan masyarakat sesuai dengan fungsi modal itu sendiri, dan dengan
demikian bank di Indonesia dapat bersaing di pasar global. Perbankan
internasional dalam hubungannya dengan perbankan di Indonesia, pertama-tama
11
BIS adalah organisasi internasional yang didirikan pada tahun 1930 di Basel, Swiss, bertujuan menjalin hubungan kerja sama antara bank sentral di seluruh dunia dalam mengembangkan aktivitas keuangan pemerintah, melayani transaksi pembayaran, dan bertindak sebagai penjamin IMF yang memberikan pinjaman kepada negara berkembang (Ralona M, Kamus Istilah Ekonomi Populer (Jakarta: Gorga Media, 2006), hal. 32).
12
Widjanarto, Op. Cit., hlm. 133. 13
tentu akan memperhatikan Capital Adequacy Ratio (CAR) atau kalau tidak
terpaksa harus meminta jaminan dari Bank Indonesia atau pemerintah Indonesia
terlebih dahulu.14
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan penyediaan modal bank umum?
2. Bagaimanakah ketentuan penilaian kesehatan bank umum?
3. Bagaimanakah kewajiban penyediaan modal minimum pada bank umum
sebagai salah satu langkah penyehatan perbankan?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Penulisan ini bertujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui penyediaan modal pada bank umum ataupun permodalan
bank umum dalam prakteknya.
2. Untuk mengetahui ketentuan tentang penilaian kesehatan bank umum.
3. Untuk mengetahui kewajiban bank umum untuk menyediakan modal minimum
sebagai salah satu langkah penyehatan perbankan.
Selain itu, penulisan skripsi ini juga ditujukan sebagai pemenuhan tugas
akhir dalam memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
14
Adapun manfaat penulisan yang diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut :
1. Secara teoritis
Secara teoritis, pembahasan mengenai kewajiban penyediaan modal
minimum bank umum memberikan pengetahuan bagi pembaca pentingnya
kecukupan modal minimum bagi bank untuk mengetahui suatu bank tersebut
sehat atau tidak sehat.
2. Secara praktis
Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi praktisi dan
masyarakat umum yang ingin mengetahui lebih jauh tentang permodalan bank
umum dan penilaian kesehatannya, dan yang terutama kewajiban bank untuk
menyediakan modal minimum.
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan Untuk
terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara. Pusat dokumentasi dan informasi hukum/perpustakaan
Universitas cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara melalui surat
tertanggal 05 Maret 2015 yang menyatakan bahwa “tidak ada judul yang sama”
dan tidak terlihat adanya keterkaitan. Surat tersebut dijadikan dasar bagi Ramli
Siregar (Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara) untuk menerima judul yang diajukan oleh penulis, karena
skripsi lain yang terdapat di lingkungan perpustakaan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
Apabila dikemudian hari terdapat judul yang sama atau telah tertulis orang lain
dalam berbagai tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini dibuat, maka hal tersebut
dapat diminta pertanggungjawaban.
E. Tinjauan Kepustakaan
Pengertian bank menurut menurut Pasal 1 angka 2 UU Perbankan adalah
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.15
Sedangkan Pengertian Bank Umum menurut menurut Pasal 1 angka 3 UU
Perbankan adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran.16
Penyehatan Perbankan nasional menjadi tanggung jawab bersama antara
Pemerintah, bank-bank itu sendiri dan masyarakat pengguna jasa bank. Adanya
tanggung jawab bersama tersebut dapat membantu memelihara tingkat kesehatan
Perbankan nasional sehingga dapat berperan secara maksimal dalam
perekonomian nasional.17 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian
15
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Bab I, Pasal 1 angka 2.
16
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Bab I, Pasal 1 angka 3.
17
penyehatan adalah proses, cara, atau perbuatan menyehatkan sesuatu.18 Sedangkan
pengertian perbankan menurut Pasal 1 angka 1 UU Perbankan adalah segala
sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha,
serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.19 Maka secara
harfiah pengertian dari penyehatan perbankan adalah proses, cara atau perbuatan
menyehatkan segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.
Untuk mengetahui kondisi bank tersebut sehat atau tidak sehat otoritas
moneter menggunakan Penilaian Tingkat Kesehatan Bank. Sigit Triandaru dan
Totok Budisantoso mengemukakan Kesehatan bank merupakan kemampuan suatu
bank untuk melakukan kegaiatan operasi perbankan secara normal dan mampu
memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara–cara yang sesuai
dengan peraturan perbankan yang berlaku.20 Pengertian Tingkat Kesehatan Bank
menurut Pasal 1 ayat (4) PBI No. 13/1/PBI/2011 adalah hasil penilaian kondisi
Bank yang dilakukan terhadap dan kinerja bank.21 Peringkat akhir hasil penilaian
Kondisi Bank yang dilakukan terhadap risiko dan kinerja bank. Selanjutnya Pasal
1 angka 5 PBI No. 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Umum mengutarakan Peringkat Komposit adalah peringkat akhir hasil penilaian
Tingkat Kesehatan Bank.22
18
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php (diakses tanggal 29 Oktober 2015)
19
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Bab I, Pasal 1 angka 1.
20
Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Yogyakarta: Salemba Empat, 2006), hlm. 51.
21
Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Kesehatan Bank Umum, Bab I, Pasal 1 angka 4.
22
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum (Capital Adequacy
Ratio) CAR merupakan salah satu langkah penyehatan perbankan. Fery N. Indroes dan Sugiarto mengutarakan modal bank adalah dana yang ditempatkan
pihak pemegang saham, pihak pertama pada Bank memiliki peranan yang sangat
penting sebagai penyerap jika timbul kerugian (risk loss).23 Pengertian modal
bank yang lebih sederhana dikemukakan oleh Thamrin Abdullah dan Francis
Tantri adalah manifestasi dari keinginan para pemegang saham untuk berperan
dalam bisnis perbankan.
Pada Pasal 2 ayat (2) PBI No. 15/12/PBI/2013 dihitung dengan
menggunakan rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum. Rasio CAR
diperoleh dengan menggunakan rumus : (Modal : ATMR) x 100%. Pengertian
CAR menurut Lukman Dendawijaya adalah adalah rasio yang memperlihatkan
seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit,
penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dan modal
sendiri bank disamping memperoleh dana-dana dari sumber di luar bank, seperti
dana masyarakat, pinajaman, dan sebagainya.24 Sedangkan pengertian CAR
menurut Kuncoro dan Suhardjono adalah kecukupan modal yang menunjukkan
kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan
kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi,
dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap
besarnya modal bank.25 Dari kedua pengertian CAR diatas dapat dilihat CAR
23
Fery N. Indroes dan Sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan dalam Konteks Kesepakatan Basel dan Peraturan Bank Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), hlm. 17.
24
Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 121.
25
memiliki makna adalah rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh
aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan
pada bank lain) yang menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan
modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam
mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang
timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank.
F. Metode Penulisan
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis
dan kontruksi yang dilakukan secara metodologi, sistematis dan konsisten.
Metodologi berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah
berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten adalah tidak adanya hal-hal yang
bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.26
Adapun penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Spesifikasi penelitian
Pendekatan penelitian dalam menyusun skripsi ini adalah pendekatan
yuridis normatif, yaitu pendekatan dengan melakukan pengkajian dan analisa
terhadap kewajiban penyediaan modal minimum bank umum yang ditinjau dari
PBI No. 15/12/PBI.
Sifat dari penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif
adalah penelitian yang bertujuan untuk melukiskan tentang suatu hal tertentu dan
pada saat tertentu27, sehingga pada skripsi ini menggambarkan dan menguraikan
26
Waluyo Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Edisi 1, Cet ke-3 (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), mengutip pendapat Soerjono Soekanto, hlm. 2.
27
keadaan ataupun fakta yang ada tentang hukum mengenai kewajiban penyediaan
modal minimum bank umum.
2. Data penelitian
Materi dalam penelitian ini diambil dari data sekunder. Adapun
data-data sekunder yang dimaksud adalah :
a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang terkait,
antara lain:
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1992
3) Peraturaan Bank Indonesia Nomor 15/12/PBI/2013 Tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank Umum
4) Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank
5) Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/13/PBI/2006 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 Tentang Batas
Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum
6) Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 tentang Perubahan atas
Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan
Manajemen Risiko Bagi Bank Umum
b. Bahan hukum sekunder, berupa buku-buku yang berkaitan dengan judul
sebagainya yang diperoleh melalui media-media cetak maupun media
elektronik
c. Bahan hukum tersier, yaitu semua dokumen yang memberi
petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, seperti : jurnal ilmiah, kamus hukum, dan bahan-bahan lain yang
relevan dan dapat digunakan untuk melengkapi data yang dibutuhkan dalam
menyusun skripsi ini.
3. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dari skripsi ini dilakukan melalui teknik studi pustaka,
yaitu mengumpulkan, mempelajari, menganalisa, dan membandingkan
buku-buku yang berhubungan dengan judul skripsi ini. Selain itu, pengumpulan data
dilakukan juga melalui media elektronik/internet.
4. Analisis data
Pada penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder, maka
biasanya penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisisnya, metode analisis
data yang dipergunakan penulis adalah metode kualitatif, yaitu dengan:
a. Mengumpulakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang relevan
dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini.
b. Melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum yang relevan tersebut
agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas.
c. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari
d. Memaparkan kesimpulan dan saran yang dalam hal ini adalah kesimpulan
kualitatif, yakni kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan
tulisan.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar
memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makna dan
memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan kesatuan yang
saling berhubungan satu dengan yang lain. Adapun sistematika dalam penulisan
skripsi ini adalah :
BAB I PENDAHULUAN
Berisikan pendahuluan yang pada pokoknya menguraikan tentang
latar belakang pengangkatan judul skripsi, perumusan masalah yang
menjadi pokok pembahasan dalam bab pembahasan, tujuan dan
manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode
penelitian, dan diakhiri dengan sistematika penulisan.
BAB II PENYEDIAAN MODAL BANK UMUM
Berisikan tentang pengaturan bank umum menurut Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998,
permodalan bank umum dalam prakteknya, dan juga penguatan modal
bank umum melalui pembatasan pemberian kredit.
Berisikan tentang hubungan keterkaitan antara modal dan kesehatan
bank umum, penilaian tingkat kesehatan bank umum, dan sanksi atas
penurunan tingkat kesehatan bank.
BAB IV KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM
SEBAGAI SALAH SATU LANGKAH PENYEHATAN.
Berisikan tentang kemampuan bank menyerap risiko terkait
peningkatan kualitas dan kuantitas permodalan bank menurut
peraturan Bank Indonesia nomor 15/12/PBI/2013, yang pada
pokoknya menjelaskan tentang kewajiban penyediaan modal
minimum bank umum sebagai salah satu langkah penyehatan
perbankan, dan juga sanksi pelanggaran atas kewajiban penyediaan
modal minimum bank umum.
BAB V PENUTUP
Berisikan bagian penutup yang sekaligus merupakan bab terakhir
dalam penulisan skripsi ini, dimana dikemukakan mengenai
kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan pembahasan yang