• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Penderita Sirosis Hati yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabet Medan Tahun 2012-2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Penderita Sirosis Hati yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabet Medan Tahun 2012-2014"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Pengertian Sirosis hati

Sirosis hati adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan terbentuknya

jaringan parut pada hati sebagai akibat dari kerusakan hati yang terus menerus dan

berkepanjangan. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel

hati yang luas dan usaha regenerasi nodul. Apabila Sirosis hati sudah parah,

sebagian besar struktur hati yang normal mengalami perubahan bentuk atau

menjadi hancur. Hal ini dapat menimbulkan masalah penting misalnya

pendarahan usus, pembekuan darah yang tidak normal, penumpukan cairan dalam

perut dan kaki dan kekacauan pikiran karena hati tidak dapat lagi menyaring zat

racun dalam tubuh (Sievert, 2010).

2.2Anatomi dan Fungsi Hati

Menurut Longo & Fauci (2013), hati (liver) adalah organ vital yang

bertanggung jawab untuk banyak proses yang penting dalam hidup kita. Hati

(liver) merupakan salah satu organ tambahan pada sistem pencernaan dalam tubuh

manusia. Hati melakukan banyak fungsi penting yang berbeda-beda dan

bergantung pada sistem aliran darahnya yang unik dan sel-selnya yang sangat

khusus. Ketika hati mengalami masalah atau kerusakan, maka semua sistem tubuh

akan terpengaruh.

(2)

2.2.1 Anatomi Hati

Hati adalah organ terbesar di tubuh, memiliki berat 1-1,5 Kg. Hati terletak

di kuadran kanan atas abdomen di bawah sangkar iga bawah kanan, bersebelahan

dengan diafragma, dan menonjol dengan tingkat bervariasi ke kuadran kiri atas.

Hati secara luas dilindungi iga-iga.

Sebagian besar sel di hati adalah hepatosit, yang membentuk dua pertiga

dari massa hati. Tipe sel sisanya adalah sel Kupffer atau sel fagositik (anggota dari

sistem retikoloendotel), sel bentuk bintang (ito atau penyimpanan lemak) sel

endotel dan pembuluh darah, sel duktus empedu dan struktur-struktur penunjang.

Dilihat dengan mikroskop cahaya, hati tampak tersusun dalam lobulus-lobulus,

dengan daerah porta perifer dan vena sentral di bagian tengah masing-masing

lobulus (Longo & Fauci, 2013).

Menurut Pearce (2008), hati terbagi dalam dua belahan utama, kanan dan

kiri. Permukaan atas berbentuk cembung dan terletak dibawah diafragma;

permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan, fisura transversus.

Permukaannya dilintasi oleh berbagai pembuluh darah yang masuk-keluar hati.

Fisura longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan bawah,

sedangkan ligamen falsiformis melakukan hal yang sama di permukaan atas hati.

Selanjutnya hati dibagi lagi dalam empat belahan (kanan, kiri ,kaudata dan

kuadrata). Setiap belahan atau lobus terdiri atsa lobulus. Lobulus ini berbentuk

polihedral (segi banyak) dan terdiri atas sel hati berbentuk kubus, dan

cabang-cabang pembuluh darah diikat bersama oleh jaringan hati. Hati mempunyai dua

jenis persediaan darah, yaitu yang datang melalui arteri hepatika dan yang melalui

(3)

Pembuluh darah pada hati ialah : arteri hepatika, yang keluar dari aorta dan

memberikan seperlima darahnya kepada hati; darah ini mempunyai kejenuhan

oksigen 95-100%. Vena porta yang terbentuk dari vena lienalis dan vena

mesenterika superior, mengantarkan empat perlima darahnya ke hati; darah ini

mempunyai kejenuhan oksigen hanya 70% sebab beberapa O2 telah diambil oleh

limpa dan usus. Darah vena porta ini membawa kepada hati zat makanan yang

telah diabsorbsi oleh mukosa usus halus. Vena hepatika mengembalikan darah

dari hati ke vena kava inferior. Di dalam vena hepatika tidak terdapat

katup.Saluran empedu terbentuk dari penyatuan kapiler-kapiler empedu yang

mengumpulkan empedu dari sel hati, maka terdapat empat pembuluh utama yang

menjelajahi seluruh hati dua yang masuk yaitu arteri hepatika dan vena porta, dan

dua yang keluar yaitu vena hepatika dan saluran empedu (Pearce, 2008).

2.2.2 Fungsi hati

Fungsi hati bersangkutan dengan metabolisme tubuh, khususnya mengenai

pengaruhnya atas makanan dan darah. Hati merupakan pabrik kimia terbesar

dalam tubuh dalam hal bahwa hati menjadi pengantara metabolisme, yang artinya

hati mengubah zat makanan yang diabsorpsi dari usus dan yang disimpan di suatu

tempat di dalam tubuh, dan nantinya zat-zat tersebut akan dipakai oleh

jaringan-jaringan tubuh (Pearce, 2008).

Menurut Setiadi (2007), ada pun fungsi hati yang bersangkutan dalam hal

metabolisme yaitu hati berperan serta dalam mempertahankan homeostatik gula

darah. Hati berperan mengubah glikogen menjadi glukosa jika diperlukan oleh

tubuh. Hati memiliki peran dalam penguraian protein dari sel-sel tubuh dan sel

(4)

amino berlebih dan sisa nitrogen. Hati menerima asam amino dan mengubahnya

menjadi ureum yang akan dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urin.

Sebagai tempat penyimpanan dan penyebaran berbagai zat, seperti glikogen,

lemak, vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E, dan K) dan zat besi dalam

bentuk feritin, yaitu suatu protein yang mengandung zat besi dan dapat dilepaskan

bila zat besi diperlukan oleh tubuh. Dalam hal detoksifikasi, hati melakukan

inaktivasi hormon dan detoksifikasi toksin dan obat-obatan, serta memfagositosis

zat asing yang tersintegrasi dalam darah. Hati juga mengubah zat buangan dan

bahan racun untuk dibuat mudah untuk ekskresi ke dalam empedu dan urin. Hati

juga berperan dalam membentuk dan menghancurkan sel-sel darah merah selama

6 bulan masa kehidupan janin yang kemudian diambil alih oleh sumsum tulang

belakang.

2.3Klasifikasi Sirosis hati

2.3.1 Berdasarkan Morfologi Sirosis hati

Menurut Nurdjanah (2009), berdasarkan morfologinya Sirosis hati dapat

dibagi menjadi :

1. Sirosis Makronodular, ditandai dengan menebalnya septa dan ketebalan

bervariasi dengan ketebalan nodulnya > 3mm, irreguler dan multilobuler.

2. Sirosis Mikronodular, ditandai dengan terbentuknya septa tebal, teratur,

mengandung nodul halus, kecil dan merata di seluruh lobus serta besar

nodulnya < 3 mm, reguler dan monolobuler.

(5)

2.3.2 Berdasarkan Etiologis Sirosis hati

Menurut Setiadi (2007), Berdasarkan etiologisnya Sirosis hati dapat sibagi

menjadi :

1. Sirosis hati karena infeksi Virus Hepatitis. Hepatitis B ,C, dan D dapat

berkembang menjadi Sirosis hati. Bertahannya virus adalah penyebab utama

berkembangnya Sirosis hati. Untuk berkembang dari Hepatitis menjadi

Sirosis hati, mungkin hanya membutuhkan beberapa bulan hingga 20-30

tahun.

2. Sirosis Alkoholik, pasien terkena Sirosis hati diakibatkan karena

mengkonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan dalam jangka waktu

yang lama.

3. Sirosis hati akibat perlemakan hati non alkoholik, dengan epidemi obesitas

yang berlanjut di negara-negara barat, semakin banyak pasien yang

teridentifikasi mengidap penyakit perlemakan hati non alkoholik. Dari

pasien-pasien tersebut,sebagian mengidap steatohepatitis non-alkoholik yang

dapat berkembang kearah fibrosis dan Sirosis hati.

4. Sirosis hati akibat Hepatitis autoimun, pada keadaan ini ditandai dengan

adanya antibodi antinukleus (antinuclear antibody) atau antibodi anti-otot

polos (anti-smooth-muscle antibody) pada tubuh pasien. Karena adanya

antibodi-antibodi itu dalam tubuh pasien akan mengakibatkan terjadinya

radang hati dan akhirnya dapat berkembang menjadi Sirosis hati.

5. Sirosis hati karena toksik dan obat. Mengkonsumsi obat-obatan dalam jangka

(6)

karbon tetraklorida dan lainnya, dapat menimbulkan peradangan hati karena

racun sehingga akhirnya berkembang menjadi Sirosis hati.

6. Sirosis Kriptogenik. Sirosis Kriptogenik bukanlah jenis Sirosis hati yang

spesifik melainkan karena riwayat penyakit yang tidak jelas, gejala penyakit

yang tidak spesifik sehingga sulit untuk didiagnosa. Sirosis hati yang tidak

bisa diketahui penyebabnya mencapai 5-10% dari kasus yang ada.

Kemungkinan penyebab lainnya adalah malnutrisi, Schistosomiasis,

granoluma hepatik, infeksi dan lainnya. Penderita Sirosis hati kemungkinan

akan menderita Kanker hati. Penderita seharusnya melakukan pemeriksaan

sejak awal. Melakukan deteksi dini dan pengobatan dini, sehingga tidak

berkembang menjadi Sirosis hati atau Kanker Hati.

2.3.3 Berdasarkan Gejala klinis Sirosis hati

Menurut Setiadi (2007), Berdasarkan gejala klinis Sirosis hati dapat dibagi

menjadi :

1. Sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata.

Sirosis hati ini sering ditemukan terjadi pada pemeriksaan test rutin atau

ketika terjadi pemeriksaan karena masalah lain atau ketika pembedahan.

2. Sirosis hati dekompensata yang ditandai dengan gejala-gejala dan tanda klinis

terutama pasien mengeluh karena adanya asites.

2.4Gejala Klinis dan Diagnosis Sirosis hati 2.4.1 Gejala klinis

Stadium awal Sirosis hati sering tanpa gejala, sehingga terkadang penyakit

Sirosis hati ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin

(7)

perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perut kembung, mual,

berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil buah

dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (Sirosis

dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi

kegagalan hati dan hipertensi porta, diantaranya hilangnya rambut badan,

gangguan tidur, dan demam yang tidak begitu tinggi. Ada juga gangguan

pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus

dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan melena, serta

perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi

sampai koma (Nurdjanah, 2009).

2.4.2 Diagnosis Sirosis hati

Menurut Nurdjanah (2009), pada stadium kompensasi sempurna

kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagnosis Sirosis hati. Pada proses lanjutan dari

kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan

pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan

penunjang lainnya. Pada saat ini penegakan diagnosis Sirosis hati terdiri atas

pemeriksaan fisis, laboratorium dan Ultrasonografi (USG). Pada kasus tertentu

diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan

Hepatitis kronik aktif yang berat dengan Sirosis hati dini. Pada stadium

dekompensata diagnosis kadangkala tidak sulit karena gejala dan tanda-tanda

(8)

2.5 Komplikasi Sirosis hati

Morbiditas dan mortalitas Sirosis hati tinggi akibat komplikasinya.

Kualitas hidup pasien Sirosis hati diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan

komplikasinya. Menurut Longo &Fauci (2013), komplikasi yang sering dijumpai

antara lain:

1) Peritonitis bakterial spontan

Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi yang umum dan berat

pada asites (penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum) dan

ditandai oleh infeksi spontan cairan asites tanpa sumber intra-abdomen. Biasanya

pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri.

2) Sindrom hepatorenal

Sindrom hepatorenala dalah satu bentuk gagal ginjal fungsional tanpa

patolologi ginjal yang terjadi sekitar 10% pasien Sirosis hati tahap lanjut atau

gagal hati akut. Pada kondisi ini akan terjadi peningkatan ureum, kreatinin tanpa

adanya kelainan organik ginjal.

3) Ensefalopati hepatik

Ensefalopati hepatik yaitu perubahan status mental dan fungsi kognitif

yang terjadi pada pasien akibat Sirosis hati. Mula-mula ada gangguan tidur

(insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang

berlanjut sampai koma.

4) Varises esofagus

Sekitar sepertiga pasien dengan Sirosis hati telah dipastikan mengidap

varises Esofagus. Sekitar 5-15% pasien Sirosis hati akan mengalami varises per

(9)

mengalami varises selama hidup mereka. Sekitar 20%-40% pasien Sirosis hati

dengan varises esofagus akan mengalami pendarahan. Angka kematiannya sangat

tinggi, sebanyak dua per tiga nya akan meninggal dalam waktu satu tahun

walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa

cara.

5) Malnutrisi pada Sirosis hati

Karena hati terutama berperan dalam mengatur metabolisme protein dan

energi di tubuh maka tidaklah mengejutkan bahwa pasien dengan penyakit hati

stadium lanjut sering mengalami malnutrisi. Jika pasien telah mengalami Sirosis

hati maka metabolisme mereka menjadi lebih katabolik dan protein otot

mengalami metabolisasi. Terdapat banyak faktor yang berperan menyebabkan

malnutrisi pada Sirosis hati, termasuk asupan diet yang kurang, perubahan dalam

penyerapan nutrien si usus, dan perubahan dalam metabolisme protein.

6) Kanker hati

Menurut Tambunan (1994), ada 3 penyebab Kanker hati yaitu Sirosis hati,

infeksi Virus Hepatitis B dan makanan yang mengandung bahan

hepatokarsinogenik. Sirosis hati merupakan penyebab utama Kanker hati, sekitar

70% penderita karsinoma sudah didahului dengan Sirosis hati. Makanan yang

mengandung hepatokarsinogenik aflatoksin terdapat pada aspergillus flavus. Di

Afrika dan Asia Tenggaradijumpai jamur yang tumbuh pada kacang-kacangan dan

mengandung aflatoksin. Di Indonesia terkenal oncom yang juga diduga

(10)

7) Asites

Asites adalah penimbunan cairan serosa dalam rongga peritoneum. Asites

adalah manifestasi kardinal Sirosis hati dan bentuk berat lain dari penyakit hati.

Beberapa faktor yang terlibat dalam patogenesis Asites pada Sirosis hati adalah

Hopertensi porta, Hipoalbuminemia, meningkatnya pembentukan dan aliran limfe

hati, retensi natrium, dan gangguan ekskresi air. Mekanisme primer penginduksi

Hipertensi porta adalah resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Hal ini

menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dalam jaringan pembuluh darah

intestinal. Hipoalbiminemia terjadi karena menurunnya sintesis yang dihasilkan

oleh sel-sel hati yang terganggu. Hipoalbuminemia menyebabkan menurunnya

tekanan osmotik koloid. Kombinasi antara tekanan hidrostatik yang meningkat

dengan tekanan osmotik yang menurun dalam jaringan pembuluh darah intestinal

menyebabkan terjadinya transudasi cairan dari ruang intravaskular ke ruang

interstial sesuai dengan hukum gaya Starling (ruang peritoneum dalam kasus

Asites). Hipertensi porta kemudian meningkatkan pembentukan limfe hepatik,

yang menyeka dari hati ke dalam rongga peritoneum. Mekanisme ini dapat

menyebabkan tingginya kandungan protein dalam cairan Asites, sehingga

meningkatkan tekanan osmotik koloid dalam cairan peritoneum dan memicu

terjadinya transudasi cairan dari rongga intravaskular ke ruang peritoneum.

Kemudian, retensi natrium dan gangguan ekskresi air merupakan faktor penting

dalam berlanjutnya Asites retensi air dan natrium disebabkan oleh Hipertensi

aldosteronisme sekunder (penurunan volume efektif dalam sirkulasi mengaktifkan

mekanisme renin-angiotensi-aldosteron). Penurunan inaktivasi aldosteron

(11)

Asites adalah meningkatnya lingkar abdomen. Penimbunan cairan tersebut dapat

menyebabkan napas pendek karena diafragma meningkat. Dengan semakin

banyaknya penimbunan cairan peritoneum, dapat dijumpai cairan lebih dari 500

mL pada saat pemeriksaan fisik. Beberapa penderita Asites juga mengalami efusi

pleura, terutama dalam hemitoraks kanan. Cairan ini memasuki toraks melalui air

mata dalam pars tendinosa diafragma karena tekanan abdomen yang meningkat

(Longo & Fauci, 2013).

2.6Epidemiologi Sirosis hati

2.6.1 Frekuensi dan Distribusi Sirosis hati 1). Berdasarkan Orang

Penderita Sirosis hati lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada

perempuan. Umur rata-rata penderita Sirosis hati adalah 30-60 tahun, dengan

puncaknya terdapat pada umur 40-49 tahun. Di Amerika, Sirosis hati merupakan

penyebab kematian ke-4 pada laki-laki di tahun 2013 dengan prevalensi 44,8%

dan pada perempuan merupakan penyebab kematian ke-7 dengan prevalensi

17,0% (National Center for Health Statistics, 2014).

Di RSU Adam Malik Medan pada tahun 2012, diketahui dari 102

penderita Sirosis hati ditemukan diantaranya 69 orang penderita laki-laki dengan

proporsi 67,6% dan 33 orang penderita perempuan dengan proporsi 32,4%.

Penderita terbanyak pada kelompok umur 42-48 tahun yaitu sebanyak 23 orang

(12)

2). Berdasarkan Tempat

Sirosis hati dapat dijumpai di seluruh negara termasuk Indonesia. Data

epidemiologis Sirosis hati pada tiap-tiap negara berbeda-beda. Prevalensi Sirosis

hati di Amerika Serikat 2-4%, di China, Srilanka dan India berkisar 4-7%, di

Afrika Timur 6,7% dan Chili 8,5% (Hadi, 2002).

Di Indonesia sendiri prevalensi Sirosis hati belum ada, hanya ada laporan

dari beberapa pusat pendidikan saja. Secara umum diperkirakan angka proporsi

Sirosis hati di rumah sakit seluruh Indonesia berkisar antara 0,6-14,5%

(Nurdjanah, 2009).

3). Berdasarkan Waktu

Prevalensi penyakit ini sangat meningkat sejak Perang Dunia II, sehingga

Sirosis hati menjadi penyebab kematian yang paling menonjol. Angka kematian

karena Sirosis hati berbeda tiap tahunnya, di Amerika Serikat, pada tahun 1998

Sirosis hati akibat alkohol merupakan penyebab kematian nomor sembilan dengan

jumlah kematian sebanyak 28.000 jiwa (Price & Wilson, 2005).

Menurut National Center for Health Statistics, pada tahun 1980 di

Amerika, Sirosis hati merupakan penyebab kematian ke-5 dengan jumlah

kematian sebanyak 16,089 pada golongan umur 45-64 tahun dan pada tahun 2013,

Sirosis hati merupakan penyebab kematian ke-4 dengan jumlah kematian

sebanyak 20,736 pada golongan umur 45-64 tahun. Pada tahun 2011, Sirosis hati

merupakan penyebab kematian ke-6 dengan Age Spesific Death Rate (ASDR)

pada golongan umur 55-64 tahun adalah 28,2%, pada tahun 2012 ASDR nya

(13)

2.6.2 Determinan Sirosis hati

Ada beberapa penyebab yang berhubungan dengan terjadinya Sirosis hati,

yaitu :

1. Hepatitis Virus

Menurut Longo & Fauci (2013), dari pasien yang terpajan oleh Virus

Hepatitis C (HCV), sekitar 80% akan mengalami Hepatitis C kronik dan dari

mereka, sekitar 20-30% akan menderita Sirosis hati dalam 20-30 tahun. Di

Amerika Serikat, sekitar 5 juta orang telah terpajan oleh Virus Hepatitis C, dan

3,5-4 juta mengalami viremia kronik. Di dunia, sekitar 170 juta orang mengidap

Hepatitis C, dengan sebagian daerah di dunia (misalnya di Mesir) memiliki hingga

15% dari populasinya terinfeksi Hepatitis C. Hepatitis C Virus (HCV) adalah

suatu virus nonsitopatik dan kerusakan hati mungkin diperantarai oleh proses

imunologik. Perkembangan penyakit hati akibat Hepatitis C kronik ditandai oleh

fibrosis porta disertai bridging fibrosis dan pembentukan nodus-nodus yang

akhirnya memuncak berupa terjadinya Sirosis hati. Pada Sirosis hati akibat

Hepatitis C kronik, hati kecil dan menciut dengan gambaran khas pada biopsi hati

berupa Sirosis hati campuran makro dan mikronodular.

Temuan serupa dijumpai juga pada pasien dengan Sirosis hati akibat

Hepatitis B kronik. Dari pasien-pasien yang terpajan oleh Hepatitis B, sekitar 5%

mengalami Hepatitis B kronik dan sekitar 20% dari pasien ini akan berlanjut

menjadi Sirosis hati. Di Amerika Serikat, terdapat sekitar 1,25 juta orang

menderita Hepatitis B, sementara di bagian lain dunia seperti Asia Tenggara dan

Afrika sub-Sahara Hepatitis B adalah penyakit endemik, dan sekitar 15%

(14)

Karena itu, lebih dari 300-400 juta orang diperkirakan mengidap Hepatitis B di

dunia, dan sekitar 25% dari jumlah ini akhirnya akan mengalami Sirosis hati

(Longo & Fauci, 2013).

2. Alkohol

Alkohol adalah obat yang paling sering digunakan di Amerika Serikat, dan

lebih dari dua pertiga orang dewasa minum alkohol setiap tahunnya. 30% pernah

mabuk dalam bulan terakhir dan lebih dari 7% orang dewasa secara teratur

mengkonsumsi lebih dari 2 gelas alkohol per hari. Lebih dari 14 juta orang

dewasa di Amerika Serikat memenuhi kriteria diagnostik penyalahgunaan atau

kecanduan alkohol. Minum alkohol berlebihan dalam jangka waktu yang panjang

dapat menyebabkan berbagai penyakit hati kronik, termasuk perlemakan hati

alkoholik, Hepatitis alkoholik dan Sirosis alkoholik. Selain itu, pemakaian alkohol

yang berlebihan ikut menimbulkan kerusakan hati pada pasien yang sudah

mengidap penyakit hati lain misalnya Hepatitis C, hemakromatosis dan pasien

dengan perlemakan hati akibat obesitas. Konsumsi alkohol kronik dapat

menimbulkan fibrosis tanpa disertai peradangan dan nekrosis. Fibrosis dapat

terletak sentrilobulus, periselular, atau periporta (Longo dan Fauci, 2013).

Menurut WHO (2014), resiko seseorang yang sering mengkonsumsi

alkohol terkena Sirosis hati adalah 20-50%. Diduga sedikitnya 15% dari pecandu

alkohol akan mengidap Sirosis hati.

3. Zat Hepatotoksik

Menurut Bateson (1996), beberapa obat-obatan dan bahan-bahan kimia

dapat menyebabkan terjadinya kerusakan sel pada hati, salah satunya dapat

(15)

karbon tetraklorida, parasetamol, obat bius, obat penenang, hormon seksual dan

jamu. Karbon tetraklorida biasanya digunakan sebagai bahan pembersih dan bila

terminum dapat merusak jaringan hati. Parasetamol adalah obat penekan rasa sakit

dan dapat dibeli bebas di apotik. Bila digunakan dengan dosis yang tepat, hasilnya

akan sesuai dengan yang diharapkan dan cukup aman. Tetapi jika parasetamol

diminum dengan dosis yang besar dan terus-menerus, dapat berbahaya karena hati

tidak mampu mengolahnya, akibatnya akan terjadi kerusakan pada sel-sel hati.

Obat bius (contohnya halotan) yang sering digunakan pada saat operasi juga dapat

menyebabkan peradangan hati jika sering digunakan.

Beberapa obat penenang seperti klorpromazin, dapat menyebabkan

kerusakan hati. Obat ini juga mengganggu aliran empedu sehingga membuat kulit

berwarna kuning dan timbul gatal-gatal. Menggunakan jamu sebagai obat sering

dianggap aman, hal ini tidak selalu benar. Contoh jamu yang berbahaya adalah

bush tea, jamu ini dapat menimbulkan kerusakan hebat pada hati dan

menyebabkan darah membeku dalam pembuluh darah di hati (Bateson, 1996).

4. Hemokromatosis

Hemokromatosis adalah suatu penyakit herediter metabolisme besi yang

menyebabkan peningkatan progresif pengendapan besi di hati, limpa, dan kulit,

yang seiring waktu dapat menyebabkan fibrosis porta yang berlanjut menjadi

Sirosis hati, Gagal hati dan Kanker hepatoseluler (Dan L. Longo, 2013).

Normalnya hanya sekitar 10% dari zat besi dalam makanan yang diserap oleh

usus, sekedar cukup saja untuk mengganti kehilangan zat besi dalam jumlah

(16)

mengandung jumlah zat besi sekitar 50-80 gram, yang harusnya hanya 5-6 gram

saja (Sievert, 2010).

Frekuensi hemokromatosis relatif sering, dengan kerentanan genetik pada

1 dari 250 orang, frekuensi manifestasi stadium akhir akibat penyakit ini relatif

rendah dan kurang dari 5% dari mereka yang secara genotipe rentan akan

mengalami penyakit hati berat akibat hemokromatosis (Longo & Fauci 2013).

Gejala hemokromatosis meliputi kelelahan, kulit lebih gelap, hati membesar,

kurang minat terhadap hubungan seks dan rambut rontok (Sievert, 2010).

Penyakit Wilson

Penyakit Wilson adalah suatu penyakit herediter homeostatis tembaga

dengan kegagalan mengekskresikan kelebihan tembaga yang menyebabkan

penumpukan di hati. Penyakit ini relatif jarang,dapat terjadi pada 1 dari 30.000

orang. Penyakit Wilson biasanya terjadi pada remaja dan dewasa muda (Longo&

Fauci, 2013). Biasanya hanya sekitar 4 miligram zat tembaga dari makanan yang

kita komsumsi setiap harinya, dan sekitar setengahnya akan dikeluarkan dan

sisanya akan dipakai untuk menjalankan fungsi tubuh secara normal. Namun,

pada penyakit wilson hanya 0,2-0,4 mg zat tembaga yang dikeluarkan sehingga

terlalu banyak zat tembaga yang terakumulasi dalam tubuh dan akhirnya meracuni

(17)

2.7 Pencegahan Sirosis hati 2.7.1 Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk mencegah

timbulnya suatu penyakit dengan menghilangkan atau melindungi diri dari

berbagai faktor resiko. Menurut Hadi (2002) dan Price & Wilson (2005), upaya

yang dilakukan untuk mencegah terjadinya Sirosis hati adalah :

a. Tidak mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol secara

berlebihan karena konsumsi.

b. Melakukan vaksinasi Hepatitis B dapat diberikan pada kelompok yang

beresiko tinggi seperti pada bayi dari ibu yang mengidap Virus Hepatitis

B, petugas pelayanan kesehatan yang sering berhubungan dengan darah

dan cairan tubuh, anggota keluarga pengidap Hepatitis B, kaum

homoseksual, orang yang sering berganti pasangan seksual, pemakai obat

bius suntik dan orang yang sering mendapatkan transfusi darah.

c. Hindari kontak dengan darah atau cairan tubuh yang berasal dari penderita

Hepatitis B.

d. Pada pasien yang menderita Sirosis hati non-alkoholik, dapat dilakukan

penurunan berat badan.

e. Tidak gonta-ganti pasangan seksual.

f. Menghindari penggunaan narkoba suntik dan pemakaian suntik yang

secara berganti-gantian.

(18)

2.7.2 Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk

mendeteksi secara dini suatu penyakit yang dilakukan pada masa sakit yang

berupa screening, pemberian terapi bukan obat dan terapi obat. Terapi bukan obat

dilakukan dengan mengurangi faktor penyebab terjadinya Sirosis hati. Contohnya

apabila penyebab Sirosis hati adalah alkohol maka pasien harus berhenti minum

alkohol. Penderita Sirosis hati harus mengkonsumsi makanan yang bergizi,

istirahat yang cukup dan minum vitamin (Oswari, 2009).

2.7.3 Pencegahan Tertier

Pencegahan tertier adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah

terjadinya komplikasi yang lebih berat, kecacatan dan kematian pada penderita

Sirosis hati. Pencegahan yang dapat dilakukan biasanya dapat berupa rehabilitasi

fisik, mental dan sosial. Jika kerusakan hati sangat parah dan mengancam nyawa

maka satu-satunya cara adalah dengan transplantasi hati. Untuk itu perlu seorang

donor yang sesuai. Lalu agar tubuh tidak menolak jaringan hati yang baru, juga

harus diberikan obat yang menekan sistem kekebalan tubuh dan harus diminum

seumur hidup. Hasil dari tindakan transplatasi cukup baik. Walaupun 20-30% dari

penderita yang melakukan transplantasi hati meninggal dalam kurun waktu 1

tahun setelah operasi (karena keadaanya memang sangat parah sebelum dioperasi)

dan sisanya dapat tetap hidup seperti orang normal (Bateson, 1996).

2.8 Pengobatan Sirosis hati

Menurut Nurdjanah (2009), etiologi Sirosis hati mempengaruhi

penanganannya. Terapi ditujukan mengurangi progresi penyakit, menghindarkan

(19)

komplikasi. Jika tidak terjadi koma hepatik, pasien diberikan diet yang

mengandung protein 1 g/Kg BB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.

Pada pasien Sirosis hati yang masih kompensata ditujukan untuk

mengurangi progresi kerusakan hati. Pasien kompensata segera menghentikan

konsumsi alkohol dan penggunaan bahan-bahan lain yang bersifat toksik serta

pasien diberikan asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal yang akan menghambat

kolagenik.

Pada Hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Pada

Hepatitis B, dapat diberikan terapi interferonalfa dan lamivudin (analog

nukleosida). Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral

setiap hari selama satu tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan

menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat.

Hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi

standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga

kali seminggu dan dikombinasi dengan ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6

bulan.

Pengobatan Sirosis hati dekompensata, pasien dengan komplikasi Asites

diberikan diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90

mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasikan dengan obat-obatan diuretik.

Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali

sehari. Respon diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari

tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki.

Pada pasien dengan komplikasi Ensefalopati hepatik, laktulosa membantu

(20)

bakteri usus penghasil amonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat

badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang

Pada pasien dengan Varises esofagus, sebelum berdarah dan sesudah

berdarah bisa diberikan obat penyekat beta ( propranolol). Waktu perdarahan akut,

bisa diberikan preparat somastostatin atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan

skleroterapi atau ligasi endoskopi.

Pada pasien dengan Peritonitis bakterial spontan diberikan antibiotika seperti

sefotaksim intravena, amoksilin, atau aminoglikosida. Pada pasien dengan

Sindrom hepatorenal ; untuk mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati,

mengatur keseimbangan garam dan air.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

[r]

Berdasarkan kesepakatan tersebut di atas, tidak terdapat keuntungan atau kerugian dan piutang atau kewajiban yang harus dicatat oleh Perusahaan dalam laporan

pengembalian periodik yang konstan atas investasi bersih Perusahaan dan Anak perusahaan sebagai lessor dalam sewa pembiayaan. Lease payment receivable is treated as

Di awal tahun 2014, untuk meningkatkan kinerja perusahaan, PT Dahana (Persero) menggelar rapat yang biasa dilakukan setiap tahun, yaitu Rapat kerja (Raker) Penjabaran

Siswo Pudjiatmoko, Sekretaris Lembaga SESKOAU yang ikut serta dalam kunjungan ini mengatakan bahwa para siswa yang telah dibina sejak 9 Januari 2014 ini, tengah

[r]