BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan Directly Observed Treatment, Short-course (DOTS) telah diterapkan di berbagai negara sejak tahun 1995 (Kemenkes, 2014). World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa sepertiga penduduk dunia telah terinfefksi tuberkulosis. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi TB. Berdasarkan global tuberkulosis tahun 2011 angka prevalensi semua tipe TB adalah sebesar 289 per 100.000 penduduk atau sekitar 690.000 kasus. Insidensi kasus baru TB dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif sebesar 189 per 100.000 penduduk atau sekitar 450.000 kasus. Kematian akibat TB diluar Human Immuno Deficiency Virus (HIV) sebesar 27 per 100.000 atau 182 orang perhari (WHO, 2013)
Kasus TB naik 58% dari tahun 1990 hingga 2009, 90% diantaranya terjadi di negara berkembang. Di asia tenggara selama 10 tahun, peningkatan kasus TB paru mencapai 35,1 juta, 8% diantaranya (2,8 juta) disertai dengan infeksi HIV. Menurut WHO, Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam kasus TB paru yang mencapai 0,4 juta kasus baru, setelah india yang menduduki 2,1 juta kasus dan cina 1,1 juta kasus (Karsasmita, 2009).
berdasarkan diagnostik tenaga kesehatan dan keluhan responden adalah 6, 7 %. Di Sumatera Utara terjadi peningkatan prevalensi TB paru pada tahun 2013 dimana prevalensi TB paru 0, 2 % yang didiagnosa oleh tenaga kesehatan dan 3,8 % dengan gejala batuk >2 minggu dan 2,7% dengan gejala batuk darah (Kemenkes, 2013).
Penyakit tuberkulosis dapat menimbulkan berbagai dampak yang dapat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan penderita. Dampak fisik yang dialami oleh pasien paru seperti batuk yang tidak kunjung sembuh, batuk berdarah, nyeri dada, demam, berkeringat pada malam hari, nafas pendek(wheezing) serta kelelahan yang kronik (Alsagaf & Mukty, 2005). Kondisi kesehatan fisik yang menurun akibat menderita TB paru juga dapat menimbulkan masalah lain yakni kondisi psikologis pasien (Abdad, 2013).
Cemas, malu, depresi, dan mengisolasikan diri adalah gangguan mental yang dihadapi oleh pasien yang mengalami tuberkulosis paru. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rajeswari, dkk, 2005 dalam Rizqiana, 2011 mengatakan 50 % responden merasa takut setelah mereka didiagnosis menderita tuberkulosis paru dan 9% dari mereka berpikir untuk bunuh diri. Ketika orang lain menduga seseorang mengalami penyakit tuberkulosis paru, muncul sikap berhati-hati secara berlebihan, misalnya mengasingkan penderita, enggan mengajak berbicara, kalau dekat dengan penderita akan segera menutup hidung dan sebagainya. Hal tersebut akan sangat menyinggung perasaan pasien (Ratnasari, 2012).
menjadi perbedaan penyakit tuberkulosis paru dari penyakit kronis lainnya. Penyakit tuberkulosis paru dan pengobatannya dapat mengganggu seluruh aspek dari diri seseorang. (Sitohang, 2015).
Masalah ekonomi pasien tuberkulosis paru juga mengalami gangguan. Sebagian pasien tuberkulosis paru yang berusia produktif harus merelakan waktu kerjanya sekitar 3-4 bulan untuk masa pengobatan. Hal tersebut akan kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika pasien meninggal karena tuberkulosis paru maka akan kehilangan pendapatan sekitar 15 tahun, ini akan menjadi beban psikologis tersendiri oleh pasien (Kemenkes, 2014)
Masalah-masalah yang dihadapi pasien tuberkulosis inilah perlu adanya penyesuaian adaptasi. Stres dapat menimbulkan tuntutan seseorang, dan jika seseorang tersebut tidak dapat beradaptasi, maka dapat menjadikan bahaya untuk pasien misalnya menimbulkan suatu penyakit. Adaptasi adalah proses dimana dimensi yang meliputi fisilogis dan psikologis berubah dalam berespon terhadap stress. Seseorang harus mampu berespons terhadap stress dan beradaptasi terhadap tuntutan atau perubahan yang dibutuhkan (Potter & Perry, 2005)
Berdasarkan Survey Awal di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi medan, peneliti mendapatkan data rekam medik pasien tuberkulosis paru sebanyak 662 periode Januari – Oktober 2015.
Berdasarkan uraian diatas karna belum adanya peneliti adaptasi psikologis pasien tuberkulosis, maka Peneliti tertarik ingin meneliti bagaimana adaptasi psikologis Pasien tuberkulosis Paru di Rumah Sakit Umum Daerah. Dr. Pirngadi Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana adaptasi psikologis tuberkulosis paru di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pringadi Medan?
1.3 Tujuan Peneliti
Mengetahui gambaran adaptasi psikologis pasien tuberkulosis paru di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi pendidikan keperawatan
Sebagai pemberi informasi kepada Pendidikan keperawatan sehingga penididikan keperawatan yang bisa menjadi lebih baik dalam hal pemberi layanan TB paru.
2. Bagi Pelayanan Keperawatan
3. Bagi Peneliti Keperawatan