• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gaya Komunikasi Orangtua dengan Perilaku Asertif (Studi Deskriptif Kualitatif Gaya Komunikasi Orangtua Dengan Perilaku Asertif Pada Siswa SMPN 2 Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gaya Komunikasi Orangtua dengan Perilaku Asertif (Studi Deskriptif Kualitatif Gaya Komunikasi Orangtua Dengan Perilaku Asertif Pada Siswa SMPN 2 Medan)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Paradigma Kajian

Penelitian pada hakekatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan suatu kebenaran atau untuk lebih mudah membenarkan kebenaran.Usaha untuk mencari kebenaran dilakukan oleh para filsuf, peneliti maupun para praktisi melalui model-model tertentu.Model-model tertentu biasanya disebut dengan paradigma (Moleong, 2010: 49).

Meskipun tidak bisa disetarakan dengan seperangkat teori semata, paradigma memberikan arah tentang bagaimana pengetahuan harus didapat dan teori-teori apa yang seharusnya digunakan dalam sebuah penelitian. Menurut Thomas Khun (dalam Bulaeng, 2004: 2) paradigma didefenisikan sebagai suatu pandangan dunia dan model konseptual yang dimiliki oleh anggota masyarakat ilmiah yang menentukan cara mereka meneliti.

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme (pandangan/pendapat) dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Dalam paradigma konstruktivisme, realitas sosial pada hakekakatnya tidak pasti namun relatif. Karena kerelatifannya, maka pemaknaan setiap orang tergantung bagaimana ia terlibat dalam peristiwa sosial tertentu. Seseorang hanya dapat mengerti dari sisi dalam, bukan dari luar realitas sosial.Dalam konteks ini ilmu sosial bersifat subyektif. Pendekatan ini menolak kedudukan

sebagai “pengamat” sebagaimana dikenal pada pendekatan positivis.

(2)

sehari-hari. Sehingga melalui paradigma interpretatif, peneliti dapat melihat bagaimana gaya komunikasi orangtua dan perilaku asertif anak di SMPN 2 Medan. Maka, untuk melihat hal tersebut, peneliti menggunakan cara pandang atau paradigma interpretatif sebagai bahan untuk melakukan penelitian.

2.2 Kajian Pustaka 2.2.1 Komunikasi

Manusia merupakan makhluk sosial, sehingga komunikasi sangat dibutuhkan untuk membantu manusia dalam melakukan interaksi dengan yang lainnya, karena tentunya disetiap kesempatan ternyata kita sangat membutuhkan komunikasi untuk membantuk kita dalam memahami orang lain seperti apa kebutuhan dan keinginan orang lain lalu digunakan untuk kepentingan bersama. Sebagian besar orang telah menjadikan komunikasi sebagai alat untuk bisa melihat dan dapat memahami orang lain secara menyeluruh untuk menghindari komunikasi yang tidak efektif dimana terjadi ketika adanya ketidaksesuaian dengan apa yang diinginkan dengan apa yang nantinya berjalan sehingga akan menimbulkan hilang arah atau salah arah. Apalagi jika kita berada dalam sebuah lingkungan atau organisasi yang didalamnya terdapat berbagai macam individu dengan karakter atau sifat yang berbeda-beda pula serta tingkat pendidikan dan pemahaman yang juga beda. Oleh karena itu, kemampuan dalam komunikasi menjadi hal yang penting untuk bisa bekerja dengan orang lain.

(3)

Harold Laswell komunikasi adalah “who says what in which channel to whom with what effect.”

Pengertian komunikasi menurut (Effendy,2004) adalah suatu proses dalam menyampaikan pesan dari seseorang kepada orang lain dengan bertujuan untuk memberitahu, mengeluarkan pendapat, mengubah pola sikap atau perilaku baik langsung maupun tidak langsung. Ditambahkan pula oleh (Cangara, Hafied: 2000) menekankan bahwa komunikator atau sumber memberi respon secara timbal balik pada komunikator lainnya. proses komunikasi disini melingkar (sirkular) dengan adanya mekanisme umpan balik yang saling mempengaruhi (interplay) antara sumber dan penerima.

2.2.2 Komunikasi Antarpribadi

Kehidupan manusia ditandai dengan pergaulan di antara manusia dalam keluarga, lingkungan masyarakat, sekolah, tempat kerja, organisasi sosial dan sebagainya. Semuanya ditunjukkan tidak saja pada derajat suatu pergaulan, frekuensi bertemu, jenis relasi, mutu dari interaksi-interaksi di antara mereka tetapi juga terletak pada seberapa jauh keterlibatan di antara mereka satu dengan yang lainnya, saling mempengaruhi.

Komunikasi antarpribadi merupakan satu proses sosial dimana orang-orang yang terlibat didalamnya saling mempengaruhi. Ada 3 pendekatan umum yang dikemukakan De Vito (2007) dalam komunikasi antar pribadi, yaitu:

a. Komunikasi antar pribadi didefenisikan sebagai pengiriman pesan oleh seseorang dan menerima pesan dari orang lain atau sekelompok kecil orang dengan efek langsung.

b. Komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi antara 2 orang yang ada hubungan di antara keduanya.

c. Komunikasi antar pribadi merupakan bentuk perkembangan/peningkatan komunikasi pribadi.

(4)

Secara teoritis komunikasi antarpribadi diklasifikasikan menjadi dua jenis menurut sifatnya (Effendy, 2003) yaitu :

1. Komunikasi diadik (dyadic communication)

Komunikasi diadik adalah komunikasi antar pribadi yang berlangsung antara dua orang yakni seorang adalah komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang lagi komunikan yang menerima pesan. Oleh karena perilaku komunikasinya dua orang, maka dialog yang terjadiberlangsung secara intens. Komunikator memusatkan perhatiannya hanya kepada diri komunikan. Situasi komunikasi seperti itu akan nampak dalam komunikasi triadik atau komunikasi kelompok, baik kelompok dalam bentuk keluarga maupun dalam bentuk kelas atau seminar.

Dalam suatu kelompok terdapat kecenderungan terjadinya pemilihan interaksi seseorang dengan seseorang yang mengacu kepada apa yang disebut primasi diadik (dyadic primacy) (Devito, 1979) yang dimaksudkan dengan primaci diadik ini ialah setiap dua orang dari sekian banyak dalam kelompok itu yang terlihat dalam komunikasi berdasarkan kepentingan masing-masing.

2. Komunikasi triadik (triadic communication)

Komunikasi triadik ini adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan. Jika misalnya A yang menjadi komunikator , maka ia pertama-tama menyampaikan kepada komunikan B, kemudian kalau dijawab atau ditanggapi , beralih kepada komunikan C, juga secara berdialogis. Apabila dibandingkan dengan komunikasi diadik, maka komunikasi diadik lebih efektif, karena komunikator memusatkan perhatiannya kepada seorang komunikan, sehingga ia dapat menguasaiframe of reference komunikan sepenuhnya, juga umpan balik yang berlangsung kedua faktor yang sangat berpengaruh terhadap efektif tidaknya proses komunikasi.

(5)

merupakan komunikasi antarpribadi lebih efektif dalam kegiatan mengubah sikaf, opini, atau prilaku komunikan (Effendy, 2003).

2.2.2.3. TujuanKomunikasi Antarpribadi

Komunikasi antar pribadi memiliki beberapa tujuan. Menurut De Vito (2007) terdapat empat tujuan komunikasi antar pribadi, yaitu :

1. Mengurangi kesepian

Kontak dengan sesama manusia akan mengurangi kesepian. Adakalanya kita mengalami kesepian karena secara fisik kita sendirian. Di lain pihak, kita kesepian karena meskipun mungkin bersama orang lain, kita mempunyai kebutuhan akan kontak dekat. Dalam upaya mengurangi kesepian, orang berusaha memiliki banyak kenalan. Satu hubungan yang dekat biasanya berdampak lebih baik.

2. Mendapatkan rangsangan

Manusia membutuhkan stimuli. Salah satu cara agar manusia mendapatkan stimuli adalah dengan melakukan kontak antar manusia.

3. Mendapatkan pengetahuan diri

Sebagian besar melalui kontak antar manusialah kita dapat mengetahui diri sendiri. Persepsi mengenai diri sendiri sangat dipengaruhi oleh apa yang kita yakini dan pikiran orang lain tentang kita.

2.2.2.4 Karakteristik Komunikasi Antarpribadi

Liliweri (1991) mengemukakan ciri-ciri komunikasi antar pribadi yang lain, yaitu:

1. Komunikasi antar pribadi biasanya terjadi secara spontan dan sambil lalu.

(6)

3. Komunikasi antar pribadi terjadi secara kebetulan di antara peserta yang tidak mempunyai identitas yang jelas

4. Komunikasi antar pribadi mempunyai akibat yang disengaja maupun tidak disengaja

5. Komunikasi antar pribadi seringkali berlangsung berbalas-balasan

6. Komunikasi antar pribadi menghendaki paling sedikit dua orang dengan suasana yang bebas, bervariasi, adanya keterpengaruhan

7. Komunikasi antar pribadi tidak dikatakan tidak sukses jika tidak membuahkan hasil.

8. Komunikasi antar pribadi menggunakan lambang-lambang bermakna. Komunikasi antar pribadi yang baik adalah komunikasi yang memiliki ciri keterbukaan, kepekaan dan bersifat umpan balik. Individu merasa puas berkomunikasi antarpribadi bila ia dapat mengerti orang lain dan merasa bahwa orang lain juga memahami dirinya. Komunikasi antar pribadi antara dua individu, karenanya pemahaman komunikasi dan hubungan antarpribadi menempatkan pemahaman mengenai komunikasi dalam proses psikologis. Percakapan yang sifatnya pribadi, hanya dapat dilaksanakan melalui komunikasi antar pribadi. Hal ini dikarenakan komunikasi antar pribadi melibatkan pribadi dan terjalin melalui interaksi secara langsung di antara pribadi-pribadi yang sudah saling mengenal, sehingga pesan yang disampaikan lebih mudah diterima, dimengerti dan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Ketepatan yang tinggi dapat dicapai apabila antara komunikator dan komunikan mempunyai pengalaman dan latar belakang yang sama, dengan demikian keefektifan komunikasi antar pribadi dapat terjadi. Orang tua dan anak yang hidup dalam suatu keluarga tentunya mempunyai pengalaman dan latar belakang yang sama. Anak belajar dari orang tua sehingga pengalaman dan pengetahuan orang tua banyak diberikan kepada anaknya.

(7)

1. Perspektif Humanistik, meliputi sifat-sifat: a. Keterbukaan (Openness)

Proses komunikasi antar pribadi dapat berlangsung efektif bila pribadi-pribadi yang terlibat dalam proses komunikasi antar pribadi harus saling memiliki keterbukaan, dengan demikian lebih mudah mencapai komunikasi efektif. Sikap keterbukaan paling tidak menunjuk pada dua aspek dalam komunikasi antarpribadi. Pertama, kita harus terbuka pada orang lain yang berinteraksi dengan kita, yang penting adalah adanya kemauan untuk membuka diri pada masalah-masalah yang umum, agar orang lain mampu mengetahui pendapat, gagasan, atau pikiran kita sehingga komunikasi akan mudah dilakukan.

Dari keterbukaan menunjuk pada kemauan kita untuk memberikan tanggapan terhadap orang lain secara jujur dan terus terang terhadap segala sesuatu yang dikatakannya. Keterbukaan atau sikap terbuka sangat berpengaruh dalam menumbuhkan komunikasi antarpribadi yang efektif. Keterbukaan adalah pengungkapan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang dihadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan untuk memberikan tanggapan kita di masa kini tersebut.

Johnson Supratiknya, (1995) mengartikan keterbukaan diri yaitu membagikan kepada orang lain perasaan kita terhadap sesuatu yang telah dikatakan atau dilakukan, atau perasaan kita terhadap kejadiankejadian yang baru saja kita saksikan. Secara psikologis, apabila individu mau membuka diri kepada orang lain, maka orang lain yang diajak bicara akan merasa aman dalam melakukan komunikasi antarpribadi yang akhirnya orang lain tersebut akan turut membuka diri.

Brooks dan Emmert (Rahmat, 2005) mengemukakan bahwa karakteristik orang yang terbuka adalah sebagai berikut:

a. Menilai pesan secara objektif, dengan menggunakan data dan keajegan logika. b. Membedakan dengan mudah, melihat nuansa, dan sebagainya.

c. Mencari informasi dari berbagai sumber

(8)

b. Empati (emphaty)

Empati adalah merasakan apa yang dirasakan orang lain. Adanya empati komunikator dapat merasakan perasaan komunikan sehingga setiap pesan yang disampaikan sesuai dengan keinginan komunikator dan komunikan. Komunikasi antarpribadi dapat berlangsung kondusif apabila komunikator (pengirim pesan) menunjukkan rasa empati pada komunikan (penerima pesan).

Menurut Sugiyo (2005) empati dapat diartikan sebagai menghayati perasaan orang lain atau turut merasakan apa yang dirasakan orang lain. Sementara Surya (Sugiyo, 2005) mendefinisikan bahwa empati adalah sebagai suatu kesediaan untuk memahami orang lain secara paripurna baik yang nampak maupun yang terkandung, khususnya dalam aspek perasaan, pikiran dan keinginan. Individu dapat menempatkan diri dalam suasana perasaan, pikiran dan keinginan orang lain sedekat mungkin apabila individu tersebut dapat berempati. Apabila empati tersebut tumbuh dalam proses komunikasi antarpribadi, maka suasana hubungan komunikasi akan dapat berkembang dan tumbuh sikap saling pengertian dan penerimaan.

c. Perilaku suportif (Supportivness)

Dukungan tercapai bila ada saling pengertian dari mereka yang mempunyai kesamaan melalui komunikasi yang efektif, dukungan dapat diberikan. Dalam komunikasi antarpribadi diperlukan sikap memberi dukungan dari pihak komunikator agar komunikan mau berpartisipasi dalam komunikasi. Hal ini senada dikemukakan Sugiyo (2005) dalam komunikasi antarpribadi perlu adanya suasana yang mendukung atau memotivasi, lebih-lebih dari komunikator. Rahmat (2005) mengemukakan

bahwa “sikap supportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif”. Orang yang

defensif cenderung lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikan dari pada memahami pesan orang lain.

d. Rasa positif (Positivness)

(9)

berlebihan, menerima diri sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain, memiliki keyakinan atas kemampuannya untuk mengatasi persoalan, peka terhadap kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima. Dapat memberi dan menerima pujian tanpa pura-pura memberi dan menerima penghargaan tanpa merasa bersalah.

Sugiyo (2005) mengartikan bahwa rasa positif adalah adanya kecenderungan bertindak pada diri komunikator untuk memberikan penilaian yang positif pada diri komunikan. Dalam komunikasi antarpribadi hedaknya antara komunikator dengan komunikan saling menunjukkan sikap positif, karena dalam hubungan komunikasi tersebut akan muncul suasana menyenangkan, sehingga pemutusan hubungan komunikasi tidak dapat terjadi. Rahmat (2005) menyatakan bahwa sukses komunikasi antarpribadi banyak tergantung pada kualitas pandangan dan perasaan diri; positif atau negatif. Pandangan dan perasaan tentang diri yang positif, akan lahir pola perilaku komunikasi antarpribadi yang positif pula.

e. Kesamaan (Equality)

(10)

2.2.2.5 Elemen Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi terdiri dari beberapa elemen yaitu, “source-receiver, encoding-decoding, messages, channel, noise, context, ethics, dan competence (DeVito, 2007) Elemen yang pertama dalam komunikasi antarpribadi adalah source-receiver. Source adalah pihak yang menyusun dan mengirimkan pesan, sedangkan receiver adalah pihak yang menerima dan mengartikan pesan. Dalam komunikasi antarpribadi, kedua fungsi ini sama-sama dijalankan oleh masing-masing individu. Elemen kedua dari komunikasi antarpribadi adalah encoding-decoding. Encoding merupakan proses menciptakan pesan, sedangkan decoding adalah kegiatan untuk memahami suatu pesan. Dalam komunikasi antarpribadi, kedua proses ini dikombinasikan oleh sumber dan penerima pesan dalam proses komunikasi mereka.

Elemen selanjutnya adalah messages atau pesan. Pesan adalah signal yang menstimuli penerima. Pesan ini dapat berupa pesan verbal maupun pesan nonverbal. Pesan verbal merupakan pesan yang diungkapkan melalui penggunaan bahasa dan kata-kata. Sedangkan pesan nonverbal adalah pesan yang diungkapkan tanpa menggunakan kata-kata, akan tetapi dengan bahasa dengan bahasa tubuh, senyum, atau ekspresi. Dalam pesan sendiri terbagi lagi menjadi dua, yaitu “feedback dan feedforward”.

(11)

Gambar 2.1

Proses Komunikasi Antarpribadi

(12)

Elemen komunikasi lainnya yaitu context atau konteks. Ada beberapa macam konteks yaitu dimensi fisik, dimensi temporal, dimensi sosial-psikologikal, dan konteks budaya. Dimensi fisik yaitu ruangan tempat komunikasi berlangsung. Dimensi temporal yaitu meliputi waktu berlangsungnya komunikasi. dimensi sosial-psikologikal meliputi peran, hubungan dan status sosial antara pelaku komunikasi antarpribadi. Dan konteks budaya adalah nilai budaya yang di anut oleh pelaku komunikasi antar pribadi.

Elemen berikutnya dalam komunikasi antar pribadi adalah ethics atau etika. Etika ini meliputi benar salah. Untuk menciptakan komunikasi yang efektif perlu memperhatikan etika yang ada. Elemen terakhir dari komunikasi antar pribadi adalah competence atau kompetensi. Efektif tidaknya suatu komunikasi antar pribadi tergantung pada kompetensi antar pribadi para pelaku komunikasi tersebut. Yang dimaksud dengan kompetensi adalah ukuran atas kualitas penampilan baik secara intelektual maupun secara physical.

2.2.2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi individu dalam Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi dimulai dari diri individu. Tampilan komunikasi yang muncul dalam setiap kita berkomunikasi mencerminkan kepribadian dari setiap individu yang berkomunikasi. Pemahaman terhadap proses pembentukan keperibadian setiap pihak yang terlibat dalam komunikasi menjadi penting dan mempengaruhi keberhasilan komunikasi. Tampilan komunikasi yang teramati/tampak dipengaruhi oleh berbagai faktor yang tidak terlihat, tapi terasa pengaruhnya, yaitu:

a. Meaning (Makna).

(13)

b. Learning (Belajar)

Interpretasi makna terhadap simbol muncul berdasarkan pola-pola komunikasi yang diasosiasikan pengalaman, interpretasi muncul dari belajar yang diperoleh dari pengalaman. Interpretasi muncul disegala tindakan mengikuti aturan yang diperoleh melalui pengalaman. Pengalaman merupakan rangkaian proses memahami pesan berdasarkan yang kita pelajari. Jadi makna yang kita berikan merupakan hasil belajar. Membaca, menulis, menghitung adalah proses belajar dari lingkungan formal. Jadi, kemampuan kita berkomunikasi merupakan hasil learning (belajar) dari lingkungan.

c. Subjectivity

Pengalaman setiap individu tidak akan pernah benar-benar sama, sehingga individu dalam meng-encode (menyusun atau merancang) dan men-decode (menerima dan mengartikan) pesan tidak ada yang benar-benar sama. Interpretasi dari dua orang yang berbeda akan berbeda terhadap objek yang sama.

d. Negotiation

Komunikasi merupakan pertukaran symbol. Pihak-pihak yang berkomunikasi masing-masing mempunyai tujuan untuk mempengaruhi orang lain. Dalam upaya itu terjadi negosiasi dalam pemilihan simbol dan makna sehingga tercapai saling pengertian. Pertukaran simbol sama dengan proses pertukaran makna. Dan masing-masing pihak harus menyesuaikan makna satu sama lain.

e. Culture

Setiap individu adalah hasil belajar dari dan dengan orang lain. Individu adalah partisipan dari kelompok, organisasi dan anggota masyarakat Melalui partisipasi berbagi simbol dengan orang lain, kelompok, organisasi dan masyarakat. Simbol dan makna adalah bagian dari lingkungan budaya yang kita terima dan kita adaptasi. Melalui komunikasi budaya diciptakan, dipertahankan dan dirubah. Budaya menciptakan cara pandang (point of view).

f. Interacting levels and context.

(14)

g. Self Reference.

Perilaku dan simbol-simbol yang digunakan individu mencerminkan pengalaman yang dimilikinya, artinya sesuatu yang kita katakan dan lakukan dan cara kita menginterpretasikan kata dan tindakan orang adalah refleksi makna, pengalaman, kebutuhan dan harapan-harapan kita.

h. Self Reflexivity.

Kesadaran diri (self-cosciousnes) merupakan keadaan dimana seseorang memandang dirinya sendiri (cermin diri) sebagai bagian dari lingkungan. Inti dari proses komunikasi adalah bagaimana pihak-pihak memandang dirinya sebagai bagian dari lingkungannya dan itu berpengaruh pada komunikasi.

i. Inevitability

Kita tidak mungkin tidak berkomunikasi. Walaupun kita tidak melakukan apapun tetapi diam kita akan tercermin dari nonverbal yang terlihat, dan itu mengungkap suatu makna komunikasi.

2.3 Komunikasi dan Psikologi

Pada zaman sekarang ini, hampir setiap individu sudah mengenal dan mengetahui tentang psikologi. Seperti yang penulis ketahui, psikologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang aktivitas dan pola tingkah laku, dalam hal ini manusia, secara lebih mendalam..

(15)

hanya dipelajari oleh ilmu psikologi saja, melainkan oleh ilmu-ilmu lainnya yang saling berkaitan.

Psikologi merupakan ilmu yang telah mandiri, di mana ilmu psikologi tidak tergabung dengan ilmu-ilmu lainnya. Namun demikian tidak boleh dipandang bahwa psikologi itu sama sekali terlepas dari ilmu-ilmu yang lain. Dengan kata lain psikologi masih mempunyai hubungan dengan ilmu-ilmu tersebut.

Psikologi merupakan ilmu yang sangat erat kaitannya dengan ilmu- ilmu lain. Hubungan psikologi dengan ilmu lain dapat dikatakan seperti simbiosis mutualisme, yaitu saling membantu, saling mengisi satu sama lain. Apa hubungan psikologi dengan ilmu komunikasi? Hubungan psikologi dengan ilmu komunikasi mungkin hampir sama dengan psikologi sosial, karena dalam hal ini komunikasi mempelajari peristiwa sosial yang terjadi ketika manusia melakukan interaksi pada lingkungannya. Sehingga disini terlihat jelas bahwa erat hubungan antara psikologi dan ilmu komunikasi, yaitu pada intinya mempelajari interaksi manusia kepada lingkungannya.

Psikologi memiliki tiga fungsi sebagai ilmu yaitu:

 Menjelaskan, yaitu mampu menjelaskan apa, bagaimana, dan mengapa tingkah laku itu terjadi. Hasilnya penjelasan berupa deskripsi atau bahasan yang bersifat deskriptif

 Memprediksikan, Yaitu mampu meramalkan atau memprediksikan apa, bagaimana, dan mengapa tingkah laku itu terjadi. Hasil prediksi berupa prognosa, prediksi atau estimasi

(16)

2.4. Gaya Komunikasi

Manusia mengucapkan atau menuliskan kata-kata untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan yang memotivasi, menyatakan belas kasihan, menyatakan kemarahan, menyatakan pesan agar suatu perintah cepat dikerjakan. Semua kombinasi ini adalah gaya komunikasi, gaya yang berperan untuk menentukan batas-batas tentang kenyataan dunia yang sedang dihadapi, tentang relasi dengan sesama tentang hubungan dengan suatu konsep tertentu. Keterampilan berkomunikasi melalui gaya komunikasi, mengisyaratkan kesadaran diri pada level yang tinggi. Setiap orang mempunyai gaya komunikasi yang bersifat personal, itu gaya khas seseorang waktu berkomunikasi.

Norton (1983), Kirtley dan Weaver (1999) (dalam Liliweri 2011: 309) mendefenisikan gaya komunikasi sebagai proses kognitif yang mengakumulasikan bentuk suatu konten agar dapat dinilai secara makro. Setiap gaya selalu merefleksikan bagaimana setiap orang menerima dirinya ketika dia berinteraksi dengan orang lain). Selain itu, Raynes (2011) (dalam Liliweri 2011: 309) juga memandang gaya komunikasi sebagai campuran unsur-unsur komunikasi lisan dan ilustratif. Pesan-pesan verbal individu yang digunakan untuk berkomunikasi diungkapkan dalam kata-kata tertentu yang mencirikan gaya komunikasi. Ini termasuk nada, volume atas semua pesan yang diucapkan

(17)

berekspresi dalam berkomunikasi dan tanggapan yang diberikan atau ditunjukkan pada saat berkomunikasi.

Ditambahkan oleh (Widjaja, 2000) Gaya komunikasi merupakan cara penyampaian dan gaya bahasa yang baik. Gaya yang dimaksud sendiri dapat bertipe verbal yang berupa kata-kata atau nonverbal berupa vokalik, bahasa badan, penggunaan waktu, dan penggunaan ruang dan jarak. Pengalaman membuktikan bahwa gaya komunikasi sangat penting dan bermanfaat karena akan memperlancar proses komunikasi dan menciptakan hubungan yang harmonis. Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan harapan dari penerima (receiver).

Gaya komunikasi dipengaruh situasi, bukan kepada tipe seseorang, gaya komunikasi bukan tergantung pada tipe seseorang melainkan kepada situasi yang dihadapi. Setiap orang akan menggunakan gaya komunikasi yang berbeda-beda ketika mereka sedang gembira, sedih, marah, tertarik, atau bosan. Begitu juga dengan seseorang yang berbicara dengan sahabat baiknya, orang yang baru dikenal dan dengan anak-anak akan berbicara dengan gaya yang berbeda. Selain itu gaya yang digunakan dipengaruhi oleh banyak faktor, gaya komunikasi adalah sesuatu yang dinamis dan sangat sulit untuk ditebak. Sebagaimana budaya, gaya komunikasi adalah sesuatu yang relatif.

2.4.1 Jenis-Jenis Gaya Komunikasi

Para ahli komunikasi telah mengelompokkan beberapa tipe atau kategori gaya komunikasi (Norton, 1983, dalam Liliweri, 2011:309), ke dalam sepuluh jenis:

(18)

b. Gaya dramatis (dramatic style), gaya seorang individu yang selalu “hidup” ketika dia bercakap-cakap

c. Gaya kontroversial (controversial style), gaya seseorang yang selalu berkomunikasi secara argumentatif atau cepat untuk menantang orang.

d. Gaya animasi (animated style), gaya seseorang yang berkomunikasi secara aktif dengan memakai bahasa nonverbal

e. Gaya berkesan (impression style), gaya berkomunikasi yang merangsang orang lain sehingga mudah diingat, gaya yang sangat mengesankan

f. Gaya santai (relaxed style), gaya seseorang yang berkomunikasi dengan tenang dan senang, penuh senyum dan tawa

g. Gaya atentif (attentive style), gaya seseorang yang berkomunikasi dengan memberikan perhatian penuh kepada orang lain, bersikap simpati dan bahkan empati, mendengarkan orang lain dengan sungguh-sungguh.

h. Gaya terbuka (open style), gaya seseorang yang berkomunikasi secara terbuka yang ditunjukkan dalam tampilan jujur dan mungkin saja blakblakan.

i. Gaya bersahabat (friendly style), gaya komunikasi yang ditampilkan seseorang secara ramah, merasa dekat, selalu memberikan respon positif, dan mendukung. j. Gaya yang tepat (precise style), gaya yang tepat dimana komunikator meminta

untuk membicarakan suatu konten yang tepat dan akurat dalam komunikasi lisan. 2.5. Komunikasi Orang tua dengan Anak

Menurut (Jamarah, Syaiful Bahri,2004) “Komunikasi berlangsung bila orang -orang yang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai suatu yang dikomunikasikan. Komunikasi melibatkan sejumlah orang dimana seseorang menyatakan sesuatu kepada orang lain. Menurut Miami dalam Zaldy Munir (2010) dikemukan bahwa

“Orang tua adalah pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan dan siap sedia

untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang

(19)

Perlindungan, dan Pengadilan Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk janin yang masih didalam kandungan.

Berkomunikasi itu tidak mudah, terkadang seseorang dapat berkomunikasi dengan baik kepada orang lain karena berkomunikasi dengan manusia dari segala perbedaannya. Setiap orang mempunyai ciri-ciri khas tersendiri dalam bersikap, bertingkah laku, dalam melihat dunia ini, dalam memandang diri sendiri dan orang lain. Komunikasi orang tua dan anak sangat penting bagi perkembangan kepribadian seorang anak. Jika komunikasi orang tua memberi pengaruh yang baik kepada anak, maka hal itu dapat menyebabkan anak berkembang dengan baik pula. Suasana komunikasi orang tua di rumah mempunyai peranan penting dalam menentukan kehidupan anak di sekolah. Cara orang tua mendidik anaknya akan memberi pengaruh terhadap kegiatan belajar anaknya di sekolah. Orang tua yang kurang memperhatikan kemajuan anaknya dan pendidikan anaknya dapat menyebabkan anaknya kurang berhasil dalam belajarnya. Cara orang tua berbicara dan mendengarkan anak sangat mempengaruhi bagaimana mereka berkomunikasi dengan orang lain. Orang tua anak-anak yang menjadi baik biasanya berkomunikasi dengan baik dengan anak-anak mereka.

Peran orang tua bagi pendidikan anak adalah memberikan dasar pendidikan, sikap, dan keterampilan dasar, seperti pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun, estetika, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar untuk memenuhi peraturan, dan menanamkan kebiasaan- kebiasaan (Hasan, Maimun: 2010). Ditambahkan pula oleh Alex Sobur bahwa komunikasi dengan cara berdialog akan menumbuhkan kewibawaan orang tua, karena menurutnya ketika anak mau melakukan apa yang telah disampaikan oleh orang tua tanpa paksaan, karena sudah memahami apa yang dikehendaki orang tua, ia akan menghormati orang tuanya (Sobur Alex, 2000)

2.5.1 Aspek Komunikasi Orangtua dan Anak

(20)

1. Keterbukaan

Keterbukaan yang ada memberikan ruang bagi anak untuk menyampaikan isi dari pikiran dan perasaan yang dirasakan sehingga komunikasi bisa dilakukan secara jujur dan bertanggung jawab. Keterbukaan anak akan membuat ibu lebih memahami anak terutama ketika anak mula remaja.

2. Empati

Kemampuan dalam merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Dalam hal ini adalah ibu yang mencoba memahami apa yang dirasakan oleh anaknya. Begitu pula pada anak yang memahami apa yang dirasakan oleh ibunya. Tanpa anak maupun ibu menghilangkan perannya masing-masing.Sehingga tumbuh perasaan nyaman dan peduli dalam diri ibu dan anak. Rasa nyaman dan peduli yang dirasakan oleh anak akan membuat anak mampu menghadapi tekanan dalam perkembangannya. Empati yang mampu dirasakan oleh ibu terhadap anak dan begitu pula sebaliknya akan mengakrabkan hubungan ibu dan anak juga menumbuhkan anak yang memiliki sifat peduli.

3. Dukungan

Komunikasi ibu dan anak bersifat deskriptif daripada evaluatif hingga dalam mengemukakan pemikirannya dan perasaanya anak tidak perlu merasa takut. Ibu yang melakukan komunikasi dengan evaluative akan lebih menyalahkan segala yang menjadi pikirannya dan perasaan anak apabila tidak sesuai dengan keinginan ibu maka anak akan merasa tidak dihargai dan tidak mendaptkan toleransi. Keadaan seperti ini yang membuat anak enggan untuk mencurahkan segala perasaan dan pikirannya (Widuri, 2011).

4. Sifat Positif

(21)

anak dan membuat anak lebih menghargai dirinya, dan anak akan merasa hidupnya lebih bermakna.

2.6. Perilaku Asertif

Alberti, R & Emmons, M. (2002). memberikan pengertian bahwa perilaku yang asertif mempromosikan kesetaraan dalam hubungan manusia, yang memungkinkankita untuk bertindak menurut kepentingan kita sendiri, untuk membela diri sendiri tanpakecemasan yang tidak semestinya, untuk mengekspresikan perasaan dengan jujur dannyaman, untuk menerapkan hak-hak pribadi kita tanpa menyangkali hak-hak orang lain.

Muhammad A, 2003), berpendapat ada beberapa keuntungan yang didapat bila berperilaku asertif, yaitu keinginan kebutuhan dan perasaan individu untuk dimengerti oleh orang lain. Dengan demikian tidak ada pihak yang sakit hati karena kedua belah pihak merasa dihargai dan didengar. Ini sekaligus keuntungan bagi individu sebab akan membuat individu di posisi sebagai pihak yang sering meminimalkan konflik atau perselisihan. Selain itu, individu tersebut merasa mengendalikan hidupnya sendiri, dan akan berdampak pada rasa percaya diri dan keyakinan yang bisa terus meningkat.

Ditambahkan oleh Palmer dan Froener, 2002) yaitu memulai interaksi, bicara jujur, mengekspresikan ketidaksetujuan dan ketidaksenangan, mengekspresikan pendapat dan saran, mampu menerima kecaman dan kritik, memperlakukan orang lain dengan hormat, begitu pula sebaliknya, memberi dan menerima umpan balik, menampilkan diri sendiri dan menyayangi orang lain, dan tenang dalam keseharian dan memperlihatkan selera humor dalam menghadapi situai-situasi yang sulit

Ditambahkan oleh Palmer dan Froener (2002) ciri-ciri individu yang asertif adalah:

(22)

b.Memperlakukan orang lain dengan hormat, begitu pula sebaliknya c.Menampilkan diri sendiri dan menyayangi orang lain

d.Memiliki hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain

e.Tenang dalam keseharian dan memperlihatkan selera humor dalam menghadapi situasi-situasi yang sulit.

Dalam bersikap asertif, seseorang dituntut untuk jujur terhadap dirinya dan jujur pula dalam mengekspresikan perasaan, pendapat dan kebutuhan secara proporsional, tanpa ada maksud untuk memanipulasi, memanfaatkan ataupun merugikan pihak lainnya (Pratanti, 2007:).

Menurut Pratanti (2007) Seorang yang asertif memiliki kriteria: 1. Merasa bebas untuk mengekspresikan perasaan, pikiran dan keinginan.

2. Mengetahui hak mereka.

3. Mampu mengontrol kemarahan. Tidak berarti me-repress perasaan ini, akan tetapi mengontrol dan membicarakannya kembali dengan logis dan tidak dilandasi emosi semata.

Alberti dan Emmons (2002) mengklasifikasikan perilaku asertif dan non asertif sebagai berikut :

Tabel 2.1

Perbedaan Perilaku Asertif dan Perilaku Non Asertif

Sumber : Alberti & Emmons (2002) Perbedaan

Perilaku Asertif Perilaku Non Asertif

Perbaikan/ peningkatan Penyangkalan diri

Ekspresif Kecenderungan menahan

Bisa meraih tujuan-tujuan yang diinginkannya

Tidak meraih tujuan-tujuan yang diinginkannya

Memilih untuk diri sendiri Pilihan dari orang lain

(23)

2.6.1 Komponen Perilaku Asertif

Menurut Eisler, Miller dan Hersen, Johnson dan Pinkton (dalam Martin & Poland, 1980) ada beberapa komponen dari asertivitas, antara lain adalah:

1) Compliance

Berkaitan dengan usaha seseorang untuk menolak atau tidak sependapat dengan orang lain. Yang perlu ditekankan di sini adalah keberanian seseorang untuk

mengatakan “tidak” pada orang lain jika memang itu tidak sesuai dengan

keinginannya. Lioyd (1991) juga mengatakan salah satu karakteristik individu yang berperilaku asertif adalah mampu mengatakan tidak dengan sopan dan tegas, individu tersebut mampu menyatakan tidak ketika ada keinginan dari orang lain ataupun pandangannya.

2) Duration of Reply

Lamanya waktu bagi seseorang untuk mengatakan apa yang dikehendakinya, dengan menerangkannya pada orang lain. Eisler dkk (dalam Martin & Poland, 1980) menemukan bahwa orang yang tingkat asertifnya tinggi memberikan respons yang lebih lama (dalam arti lamanya waktu yang digunakan untuk berbicara) daripada orang yang tingkat asertifnya rendah.

3) Loudness

Berbicara dengan lebih keras biasanya lebih asertif, selama seseorang itu tidak berteriak. Berbicara dengan suara yang jelas merupakan cara yang terbaik

dalam berkomunikasi secara efektif dengan orang lain (Eisler dkk dalam Martin & Poland, 1980).

4) Request for New Behavior

(24)

perasaan atau keinginannya terhadap orang lain. bersikap realistis, individu tersebut tidak melebih-lebihkan, mengecilkan sesuatu hal.

5) Affect

Afek berarti emosi; ketika seseorang berbicara dalam keadaan emosi maka intonasi suaranya akan meninggi. Pesan yang disampaikan akan lebih asertif jika seseorang berbicara dengan fluktuasi yang sedang dan tidak berupa respons yang monoton ataupun respons yang emosional

6) Latency of Response

Adalah jarak waktu antara akhir ucapan seseorang sampai giliran kita untuk mulai berbicara.Kenyataannya bahwa adanya sedikit jeda sesaat sebelum menjawab secara umum lebih asertif daripada yang tidak terdapat jeda.

7) Non Verbal Behavior

Serber (dalam Martin & Poland, 1980) menyatakan bahwa komponen komponen non verbal dari asertivitas antara lain:

a. Kontak Mata

Secara umum, jika kita memandang orang yang kita ajak bicara maka akan membantu dalam penyampaian pesan dan juga meningkatkan efektifitas pesan. Akan tetapi jangan pula sampai terlalu membelalak ataupun juga merunduk kepala.

b. Ekspresi Muka

(25)

c. Jarak Fisik

Sebaiknya berdiri atau duduk dengan jarak sewajarnya. Jika kita terlalu dekat dapat mengganngu orang lain dan terlihat seperti menantang, sementara terlalu jauh akan membuat orang lain susah untuk menangkap apa maksud dari perkataan kita.

d. Sikap Badan

Sikap badan yang tegak ketika berhadapan dengan orang lain akan membuat pesan lebih asertif. Sementara sikap badan yang tidak tegak dan terlihat malas-malasan akan membuat orang lain menilai kita mudah mundur atau melarikan diri dari masalah.

e. Isyarat Tubuh

Pemberian isyarat tubuh dengan gerakan tubuh yang sesuai dapat menambah keterbukaan, rasa percaya diri dan memberikan penekanan pada apa yang kita katakana, misalnya dengan mengarahkan tangan keluar. Sementara yang lain seperti menggaruk leher, dan menggosok-gosok mata.mendapatkan apa yang diinginkannya, jujur, terbuka, dan memberikan penghargaan pada orang.

2.6.2 Ciri-Ciri Perilaku Asertif

Orang asertif adalah orang yang penuh semangat, menyadari siapa dirinya, dan apa yang diinginkannya (Fensterheim & Baer, 1980). Selanjutnya dikatakan bahwa pribadi yang asertif memiliki ciri-ciri:

a) Merasa bebas untuk mengemukakan dirinya, artinya ia bebas menyatakan perasaan, pikiran dan mampu menolak hal-hal yang tidak sesuai dengan dirinya seperti permintaan dan gagasan,

b) Dapat berkomunikasi dengan semua orang, artinya dengan orang yang telah maupun dengan yang belum dikenalnya,

(26)

d) Bertindak dengan cara yang dihormatinya, artinya dengan menerima keterbatasannya sehingga kegagalan tidak membuatnya kehilangan harga diri.

2.6.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Asertivitas

a. Jenis Kelamin

Perilaku asertif dipengaruhi oleh jenis kelamin karena semenjak kanak-kanak, peran dan pendidikan laki-laki dan perempuan telah dibedakan oleh masyarakat, sejak kecil telah dibiasakan bahwa anak laki-laki harus tegas dan kompetitif dan anak perempuan harus pasif menerima perintah dan sensitif. Hal ini berakibat laki-laki akan berperilaku lebih asertif dibandingkan anak perempuan.

b. Harga Diri

Perilaku asertif diasumsikan memiliki konsep diri yang positif. Orang yang memiliki konsep diri positif dengan sifat-sifat penerimaan diri, evaluasi diri yang positif dan harga diri yang tinggi, akan membuat mereka merasa aman dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi dalam ranah sosial.

c. Pola Asuh Orang Tua dan Lingkungan

Kualitas perilaku asertif seseorang sangat dipengaruhi pengalaman masa kanak-kanaknya. Pengalaman tersebut, yang kebanyakan berupa interaksi dengan orangtua maupun anggota keluarga lainnya, sangat menentukan pola respon seseorang dalam menghadapi berbagai masalah setelah ia menjadi dewasa kelak. pola asuh adalah interaksi antara orangtua dengan remaja yang meliputi proses mendidik, membimbing, mendisiplinkan dan melindungi remaja untuk mencapai kedewasaan yang sesuai dengan norma-norma yang ada pada masyarakat. Pola asuh dianggap sebagai pengalaman yang sangat penting yang dapat merubah individu secara emosional, sosial dan intelektual.

(27)

Setiap kebudayaan mempunyai aturan yang berbeda-beda, perbedaan ini dapat mempengaruhi pembentukan pribadi masing-masing individu terutama dalam perilaku asertifnya.

e. Tingkat Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan semakin ada kecenderungan untuk sukses dalam bekerja. Semakin orang berpendidikan akan semakin mengenal dirinya secara lebih baik,termasuk kelebihan dan kekurangannya, sehingga mereka cenderung mempunyai rasa percaya diri. Jika dilihat dari pembahasan mengenai perilaku asertif, memang tidak semua orang mempunyai perilaku asertif. Perilaku asertif adalah individu yang dapat berperilaku sesuai dengan apa yang mereka inginkan tanpa menyakiti perasaan orang lain,dapat menolak apa yang tidak ia sukai, secara jujur, nyaman, dan tanpa mengambil hak orang lain.

Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi individu dapat berperilaku asertif, seperti contohnya jenis kelamin, harga diri, pola asuh orangtua, kebudayaan, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan lama kerja, dan kondisi sosial ekonomi. Dengan adanya faktor-faktor tersebut bisa memungkinkan bahwa perilaku asertif itu sebenarnya bisa di bentuk, misalnya dengan pembiasaan yang dilakukan oleh orangtua dengan cara pola asuh orangtua kepada anak sejak kecil.

Gambar

Gambar 2.1
Tabel 2.1

Referensi

Dokumen terkait

Kemiskinan merupakan potret buram dari realitas sosial yang sampai saat ini masih membelenggu ruang gerak kemajuan rakyat untuk hidup “merdeka”. Memahami

Berdasarkan survey yang sudah dilakukan oleh penulis, dapat disimpulkan bahwa banyak dari remaja yang telah mengenal dan mengetahui tentang khasiat obat herbal,

Bab ini menguraikan hasil dari internship penulis dalam project implementasi Acumatica software ERP Berbasis Cloud Computing pada modul Inventory dan Order

25 masih memiliki peran seperti berikut : 1. Bertindak sebagai fasilitator dan motivator dalam proses pembelajaran. Mengkaji kompetensi mata pelajaran yang perlu dikuasai

Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak terlalu luas dan dapat lebih terfokus, maka penulis membatasi penelitian ini hanya pada analisis variabel lokasi, pelayanan, dan

In this work, we provide a realistic chemical potential of benzene fluid of AUA model using simple calculation from the isotherm data which were priorly obtained

Sentra Pengembangan Agribisnis Terpadu Repoeblik Telo Pasuruan berdiri dengan mengembangkan usaha yang begerak dari hulu hingga hilir, dengan mengambil produk tanaman

Membantu Pengguna Jasa dlm pelaksanaan pengawasan meliputi : Persiapan lapangan, Review Desain bila ada Gb pelaksanaan yang tidak sesuai kondisi lapangan,