• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Penetrasi Ketoprofen Melalui Kulit Kelinci Menggunakan Basis Gel Alginat Secara In Vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Penetrasi Ketoprofen Melalui Kulit Kelinci Menggunakan Basis Gel Alginat Secara In Vitro"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Penghantaran Obat Transdermal

Saat ini, penghantaran obat transdermal menjadi metodepenggunaan obat yang paling menjanjikan untuk meningkatkan jumlah obat yang disampaikan ke sirkulasi sistemik melalui kulit. Penyampaian obat transdermal melalui kulit ke sirkulasi sistemik menyediakan rute yang nyaman dan menawarkan banyak manfaat, seperti penghilangan first pass metabolism, peningkatan efisiensi terapi dan memelihara kestabilan obat dalam plasma, mengurangi frekuensi penggunaan obat, mengurangi efek samping dan meningkatkan kepatuhan pasien (Jadhav dan Sreenivas, 2012). Parameter obat yang ideal dipilih sebagai sediaan transdermal yakni memiliki berat molekul < 500 Daltons, pH 5-9, titik lebur < 2000C, kelarutan dalam air > 1 mg/mL dan lipofilisitas 10<Ko/w<1000 (Patel, et al., 2011). Menurut Ansari, et al., (2011) kandidat obat yang cocok untuk pelepasan obat transdermal yaitu: reaksi terhadap kulit tidak mengiritasi, indeks terapi rendah, bioavabilitas oral obat rendah, waktu paruh obat 10 jam atau kurang, dosis obat rendah. Contoh formulasi obat transdermal seperti gel, krim, salep, patch dan sebagainya. Gel transdermal lebih populer karena kemudahan penggunaan dan penyerapan yang lebih baik (Saroha, et al., 2013).

(2)

untuk penetrasi obat. Pemahaman yang benar mengenai struktur dan fungsi kulit dan bagaimana mengubahnya akan memudahkan dalam pengembangan pelepasan obat secara transdermal (Yadav, et al., 2012).

2.2 Kulit

Kulit merupakan organ yang sangat luas hingga 15% dari total berat badan (Richardson dan Certed, 2003). Kulit sebagai lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap pengaruh luar, baik pengaruh fisik maupun pengaruh kimia. Meskipun kulit relatif permeabel terhadap senyawa-senyawa kimia, namun dalam keadaaan tertentu kulit dapat ditembus oleh senyawa obat atau bahan berbahaya yang dapat menimbulkan efek terapetik atau efek toksik. Pada penelitian efek sistemik, zat aktif harus masuk ke peredaran darah yang selanjutnya dibawa ke jaringan yang kadang-kadang terletak jauh dari tempat pemakaian dan pada konsentrasi tertentu dapat menimbulkan efek farmakologi (Aiache, dkk., 1993).

(3)

Gambar 2.1 Struktur kulit (Ramteke, et al., 2012)

2.2.1 Epidermis

Ketebalan epidermis yaitu 0,1-1 mm. Keratinosit menjadi komponen utama (>90%) dan bertanggung jawab sebagai fungsi penghalang. Sel-sel lain yang terdapat pada epidermis yaitu melanosit dan sel Langerhans (Ramteke, et al., 2012).

(4)

Gambar 2.2 Epidermis (Graham, dkk., 2005)

1. Stratum korneum

Merupakan sel-sel gepeng yang mengalami keratinisasi, tanpa inti sel dan sitoplasma. Sel-sel yang berdekatan saling tumpang-tindih dan bersama-sama dengan lemak interselular membentuk pertahanan yang sangat efektif. Ketebalan stratum korneum bervariasi yang paling tebal terletak pada telapak tangan dan telapak kaki (Graham, dkk., 2005). Stratum korneum terdiri atas sel yang pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air (Tranggono dan Latifah, 2007).

(5)

2. Stratum granulosum

Merupakan lapisan yang berada di atas stratum spinosum yang terdiri dari sel-sel pipih dan banyak mengandung partikel gelap yang disebut granula keratohialin (Graham, dkk., 2005). Stratum granulosum tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk poligonal, berbutir kasar, berinti mengkerut (Tranggono dan Latifah, 2007).

3. Stratum spinosum

Lapisan sel runcing seperi paku dengan sel Langerhans yang tersebar diantaranya. Sel-sel ini merupakan pertahanan imunologis dalam melawan antigen dari luar (Graham, dkk., 2005).Lapisan stratum spinosum memiliki sel yang berbentuk kubus dan seperti berduri. Inti dari lapisan ini besar dan berbentuk oval dan setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein (Tranggono dan Latifah, 2007).

4. Stratum basale

Terdiri dari sel kolumnar yang melekat pada membran basale. Berselang-selang dari sel basale terdapat melanosit yang berperan dalam produksi melanin (Graham, dkk., 2005).

2.2.2 Dermis

(6)

membentuk matriks jaringan ikat pada dermis yang biasanya berdekatan dengan serat kolagen dan elastin. Sel mast berisi granula yang kandungannya mencakup mediator-mediator seperti histamin, prostaglandin, leukotrien dan faktor-faktor kemotaksis eusinofil dan neutrofil. Makrofag merupakan sel fagositik yang berasal dari sumsum tulang. Dermis juga mengandung pembuluh darah, limfe, saraf dan reseptor sensoris. Di bawah dermis terdapat sebuah lapisan lemak subkutan yang memisahkan kulit dengan otot yang ada di bawahnya (Graham, dkk., 2005).

Dermis merupakan lapisan paling tebal atau jaringan ikat yang mengandung darah, lapisan getah bening, kelenjar keringat dan saraf kulit (Bavaskar, et al., 2015). Peranan utama dermis adalah sebagai pemberi nutrisi pada epidermis dan merupakan jaringan penyangga berserat dengan ketebalan rata-rata 3-5 mm, (Aiache, dkk., 1993).

2.2.3 Penetrasi obat melalui kulit

Obat dapat mempenetrasi kulit yang utuh setelah pemakaian topikal melalui dinding folikel rambut, kelenjar keringat atau kelenjar lemak atau antara sel-sel dari selaput tanduk. Sebenarnya bahan obat yang dipakai mudah memasuki kulit yang rusak atau pecah-pecah, akan tetapi penetrasi semacam itu bukan absorbsi perkutan yang benar. Apabila kulit utuh, maka cara utama untuk penetrasi obat umumnya melalui lapisan epidermis, lebih baik daripada melalui folikel rambut atau kelenjar keringat (Ansel, 2008).

(7)

first pass effect, menghindari resiko ketidaknyamanan terapi intravena, perubahan

pH, dan waktu pengosongan lambung. Dalam segala keanekaragamannya formulasi semi-solid mendominasi sediaan sistem pelepasan topikal (Sharma, et al., 2012).Untuk mengurangi resistensi stratum corneum dan variabilitas biologinya, peningkat penetrasi (promotor untuk mempercepat absorpsi) digabungkan ke dalam sediaan kulit (Jadhav dan Sreenivas, 2012).

Ada dua jalur utama obat berpenetrasi menembus stratum korneum, yaitu: jalur transepidermal dan jalur pori.

Gambar 2.3 Jalur penetrasi obat melalui stratum korneum (Trommer dan Neubert, 2006)

Jalur transepidermal dibagi lagi menjadi jalur transselular dan jalur interselular. Pada jalur transelular, obat melewati kulit dengan menembus secara langsung lapisan lipid stratum korneum dan sitoplasma dari keratinosit yang mati. Jalur ini merupakan jalur terpendek, tetapi obat mengalami resistensi yang signifikan karena harus menembus struktur lipofilik dan hidrofilik. Jalur yang lebih umum bagi obat untuk berpenetrasi melalui kulit adalah jalur interselular. Pada jalur ini, obat berpenetrasi melalui ruang antar korneosit (Trommer dan Neubert, 2006).

(8)

transglandular. Kelenjar dan folikel rambut hanya menempati sekitar 0,1% dari total luas tubuh manusia, oleh karena itu kontribusi rute ini terhadap penetrasi dianggap kecil. Tetapi, jalur transfolikular dapat menjadi jalur yang penting bagi penetrasi obat yang diberikan secara topikal. Hal ini karena folikel rambut menyediakan suatu reservoir yang efisien bagi zat yang berpenetrasi melalui kulit. Pada jalur transfolikular, zat hanya dapat berpenetrasi melalui folikel rambut yang terbuka. Untuk membuka folikel rambut yang tertutup dapat dilakukan pemijatan ringan (Lademann, et al., 2004).

2.2.4 Difusi melalui membran

Difusi merupakan suatu proses ketika obat melewati membran agar molekul-molekul menurunkan gradien konsentrasinya. Penembusan terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi tanpa memerlukan energi, sehingga mencapai kesetimbangan dikedua membran. Kebanyakan zat aktif merupakan basa atau asam organik, maka dalam keadaan terlarut sebagian molekul berada dalam bentuk terionkan dan sebagian dalam bentuk tak terionkan. Hanya fraksi zat aktif yang tak terionkan dan larut dalam lemak yang dapat melalui membran dengan cara difusi pasif (Aiache, dkk., 1993).

(9)

Ketika obat digunakan secara topikal maka obat akan mengalami difusi pasif menuju permukaan jaringan kulit selanjutnya. Perpindahan massa melewati stratum corneum menuju ke bagian lapisan epidermis selanjutnya dan kemudian ke dalam lapisan dermis hingga ke sirkulasi darah.

2.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyampaian obat melalui kulit

2.2.5.1 Faktor biologis

Hal-hal yang termasuk ke dalam faktor biologis yang mempengaruhipenyampaian obat melalui kulit, yaitu meliputi (Barry, 1983):

a. Kondisi dan umur kulit

Kulit utuh merupakan suatu sawar (barrier) difusi yang efektif dan efektivitasnya berkurang bila terjadi perubahan dan kerusakan pada sel-sel lapisan tanduk. Difusi obat melalui kulit juga tergantung pada umur subyek, di mana kulit bayi dan anak anak lebih permeabel dibandingkan kulit orang dewasa.

b. Aliran darah

Secara teoritis, perubahan sirkulasi pada daerah perifer, atau perubahan aliran darah pada kulit (jaringan dermis), dapat mempengaruhi absorbsi perkutan. Di mana dengan meningkatnya aliran darah, maka waktu yang dimiliki zat aktif untuk berada pada jaringan dermis akan berkurang, dengan demikian gradien konsentrasi zat aktif yang berpenetrasi melalui kulit akan meningkat.

c. Tempat pemakaian

(10)

d. Perbedaan spesies

Kulit mamalia dari spesies yang berbeda akan menunjukkan beberapa perbedaan karakteristik dari segi anatomi.

2.2.5.2Faktor fisikokimia

Hal-hal yang termasuk ke dalam faktor fisikokimia yang mempengaruhi penyampaian obat melalui kulit, yaitu:

a. Hidrasi kulit

Peningkatan hidrasi kulit bisa membuka struktur stratum korneum sehingga penetrasi meningkat (Benson, 2005).

b. Temperatur

Secara klinis, temperatur kulit akan meningkat dengan digunakannya suatu pembawa yang bersifat oklusif, seperti vaselin. Pada penggunaan suatu pembawa yang bersifat oklusif, kelenjar keringat tidak dapat mengeluarkan air maupun panas sehingga menyebabkan meningkatnya suhu sekitar kulit. Jika suhu meningkat, maka kelembaban (hidrasi) pun akan meningkat. Dalam keadaan terhidrasi permeabilitas kulit akan meningkat, sehingga memudahkan absorbsi zat aktif melalui kulit (Barry, 1983).

c. Bobot molekul dan polaritas senyawa

Dipandang dari segi bobot molekulnya, senyawa dengan bobot molekul yangrendah akan berdifusi lebih cepat dibandingkan dengan senyawa denganbobot molekul tinggi (Barry, 1983).

d. Konsentrasi zat aktif

(11)

dalam media pembawa (Barry, 1983). e. Koefisien partisi

Koefisien partisi didefenisikan sebagai pembagian konsentrasi dalam lemakdengan konsentrasi dalam fase air. Bila molekul semakin larut lemak, maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi transmembran terjadi lebih mudah. Tidak boleh dilupakan bahwa organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal tersebut merupakan hambatan pada proses difusi zat aktif (Aiache, dkk., 1993).

f. Lipofilisitas

Peningkatan lipofilisitas obat menyebabkan berkurangnya permeasi. Sebuah studi serupa dengan nalbuphine dan prodrugnya yang menunjukkan bahwa peningkatan lipofilisitas menyebabkan rasio peningkat penetrasi menurun (Sung, et al., 2003).

g. Formulasi

Faktor lain yang mempengaruhi penetrasi senyawa bioaktif melalui kulit adalah jenis formulasi yang dirancang untuk masuknya obat. Konsentrasi obat mempengaruhi penghantaran topikal. Selanjutnya, peningkatan viskositas pada formulasi menurunkan penetrasi obat ke dalam kulit yang mungkin disebabkan oleh penurunan difusi (Regnier, et al., 1998).

h. Tempat pengolesan

(12)

2.3 Peningkat Penetrasi Obat

Peningkat penetrasi dapat digunakan dalam formulasi obat transdermal untuk memperbaiki fluks obat yang melewati membran. Fluks obat yang melewati membran dipengaruhi oleh koefisien difusi obat melewati stratum corneum, konsentrasi efektif obat yang terlarut dalam pembawa, koefisien partisi antara obat dengan stratum corneum dan dengan tebal lapisan membran. Peningkat penetrasi yang efektif dapat meningkatkan penghalangan dari stratum corneum (Williams dan Barry, 2004). Peningkatan penetrasi obat dapat dilakukan menggunakan peningkat penetrasi kimia (Sharma, et al., 2012).

2.3.1 Kriteria peningkat penetrasi

Menurut Saroha, et al., (2013) peningkat penetrasi yang ideal, diantaranya: 1. Efeknya ke dalam kulit bersifat reversible dan tidak menyebabkan kerusakan

pada sel.

2. Secara farmakologi inert

3. Tidak toksik, tidak mengiritasi, dan tidak menimbulkan alergi. 4. Mudah bercampur dengan obat dan bahan tambahan lainnya. 5. Efek cepat

6. Saat penetrasi berlangsung mencegah hilangnya bahan endogen tubuh seperti cairan tubuh, elektrolit.

7. Penetrasi berlangsung searah saja, hanya memungkinkan molekul obat yang melewati kulit sedangkan bahan endogen tubuh tidak hilang.

2.3.2 Mekanisme enhancer

(13)

1. Gangguan lipid: enhancer mengubah struktur organisasi lipid stratum korneum dan membuatnya permeabel terhadap obat. Banyak enhancer bekerja dengan cara ini misalnya: Azone, terpen, asam lemak, dimetil sulfoxide (DMSO) dan alkohol.

2. Mengubah protein: Ionik surfaktan, dan desil metil sulfoksida berinteraksi dengan keratin di korneosit dan mengubah struktur protein yang padat sehingga membuatnya lebih permeabel.

3. Promotor partisi: Banyak pelarut mengubah sifat kelarutan dari lapisan tanduk dengan demikian meningkatkan partisi obat. Etanol meningkatkan penetrasi nitro gliserin dan estradiol melalui stratum corneum (Jadhav dan Sreenivas, 2012).

2.3.3 Jenis-jenis enhancer

Beberapa senyawa telah diketahui berperan senagai enhancer kimia antara lain (Trommer dan Neubert, 2006):

a. Sulfoksida dan senyawa yang mirip b. Azone

c. Pirolidon d. Asam lemak e. Ester

f. Minyak atsiri, terpen, dan terpenoid g. Surfaktan

(14)

2.4 Uraian Bahan

2.4.1 Ketoprofen

Gambar 2.5 Struktur kimia ketoprofen

Ketoprofen mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 100,5% C16H14O3, dihitung terhadap zat yang sudah dikeringkan. Pemeriannya yaitu serbuk hablur, putih atau hampir putih, tidak atau hampir tidak berbau.Mudah larut dalam etanol, dalam kloroform dan dalam eter; praktis tidak larut dalam air. Berat molekul ketoprofen yaitu 254,3 (Ditjen, POM., 1995). Nilai pKa ketoprofen 4,07 (Meloun, et al., 2007).

Ketoprofen adalah senyawa obat turunan asam propionat yang menghambat cyclooxygenase secara nonselektif dan lipoxygenase, yang bekerja sebagai antiinflamasi, dan analgetik. Sebagaimana anti-inflamasi non-steroid lainnya, ketoprofen bekerja menghambat sintesa prostaglandin. Ketoprofen banyak digunakan dalam pengobatan atritis reumatoid, osteoartritis dan keadaan nyeri lainnya (Katzung, 2002).

2.4.2 Natrium alginat

Asam alginat adalah polimer glycuronan yang terdiri dari campuran asam

β-(1→4)-D- asam mannosyluronic dan α-(1→4)-L- asam gulosyluronic, formula

(15)

Asam alginat tidak larut dalam air, karena itu yang digunakan dalam industri dalam bentuk garam natrium dan garam kalium. Salah satu sifat dari natrium alginat yakni mempunyai kemampuan membentuk gel dengan penambahan larutan garam-garam kalsium seperti kalsium glukonat, kalsium tartat dan kalsium sitrat. Pembentukan gel ini disebabkan oleh terjadinya kelat antara rantai L-guluronat dengan ion kalsium (Thom, dkk., 1982).

Natrium alginat adalah produk pemurnian karbohidrat yang diekstraksi dari alga coklat (Phaeophyceae) dengan menggunakan basa lemah. Natrium alginat larut dengan lambat di dalam air, membentuk larutan kental, tidak larut dalam etanol dan ester. Alginat diperoleh dari spesies Macrocrystis pyrifera, Laminaria, Ascophylum dan Sargassum (Belitz dan Grosch, 1987).

2.4.3 Etanol

Gambar 2.6 Struktur etanol

(16)

2.4.4 Gliserin

Gliserin digunakan diberbagai jenis formulasi farmasetik, termasuk sediaan oral, mata, topikal dan sediaan parenteral. Pada formulasi sediaan topikal dan kosmetik, gliserin digunakan sebagai humektan dan emolien. Gliserin digunakan juga sebagai pelarut dan cosolvent. Gliserin digunakan juga sebagai plasticizer dalam pembuatan kapsul lunak gelatin dan supositoria gelatin (Rowe,

et al., 2009).

Gambar

Gambar 2.1  Struktur kulit (Ramteke, et al., 2012)
Gambar 2.2 Epidermis (Graham, dkk., 2005)
Gambar 2.3 Jalur penetrasi obat melalui stratum korneum (Trommer dan Neubert, 2006)
Gambar 2.4 Multilayer kulit yang memperlihatkan permeasi obat transdermal untuk pelepasan sistemik (Jadhav dan Sreenivas, 2012)
+2

Referensi

Dokumen terkait

54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah beserta perubahan dan aturan turunannya (untuk selanjutnya dalam Pengumuman ini ditulis dengan “Perpres”) beserta

Rail &amp; dokumen Kep&#34;da yth pokja ulp nahan penjel;;SGnuntuk rab pad&#34; item peL&#34;1jQ:anpengecatan.. mohen penjelaSGn atas volume pek$n tersebut dikarenikan volume

Studi pustaka berguna untuk mencari data guna menunjang dalam pembuatan aplikasi yang digunakan, misalnya buku yang berkaitan dengan PHP dan MySQL dan juga data data lainnya

Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP) Jasa Konsultansi dan Jasa Lainnya pada Biro-Biro dan Pusat-Pusat di Sekretariat Jenderal Kecuali Pusat K3,

Promosi Buku Serial Remaja, merupakan suatu Website yang berisi daftar â daftar buku serial remaja keluaran terbaru, sinopsis singkat, nama pengarang, nama toko buku yang

[r]

ISPRS Annals of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume II-5, 2014 ISPRS Technical Commission V Symposium, 23 – 25 June 2014, Riva del

Setelah penulisan lambang atom unsur dan penemuan partikel penyusun atom, ternyata ditemukan adanya unsur-unsur yang memiliki jumlah proton yang sama tetapi