Ap yan
kam car ?
Log HIMA
PBSI UNY
TANPA KATEGORI
Fakt da ks
dala Jurnalism
Diposkan pada 9 Mei 2018
Fakta dan Fiksi dalam Jurnalisme
Oleh Rony K. Pratama
“Terdapat pertanyaan
menggelitik mengenai jagat jurnalisme yang sampai
Cari …
Medi HIMA PBSI
UNY
Kars Cipt
Agenda HIMA Artikel Berita Esai Opini Pro l Pengurus Resensi
sekarang masih dikatakan samar-samar. Pertanyaan itu meliputi sejauh mana jurnalisme mengakodomasi dimensi fakta dan ksi dalam proses kepenulisan hingga teknis tulisan”
(sumber: google.com)
Sebagai genre tulisan yang mewajibkan sendi-sendi
kebenaran faktual, tulisan jurnalistik dikonstruksi sedemikian rupa dalam dan melalui prinsip obyektivitas. Andaikata demikian,
apakah dimensi ksi atau unsur ktif dalam jurnalisme harus dihindari? Bila tidak, pada unsur
P Terbar
Fakta dan Fiksi dalam Jurnalis
Mar Menulix,
Mar
HIMA PBSI
UNY
Himpunan Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia 2018 UNY
Kabinet Karsa Cipta
apa saja aspek ksi dapat diterima?
Sebelum melanjutkan lebih
mendetail, perlu dide nisikan apa itu fakta dan ksi. Tentu pengertian tersebut harus dikontekstualisasikan ke dalam
ranah tulisan jurnalistik. Kita tahu, betapa lingkup de nisi, baik didasarkan atas sumber mana pun, pasti terikat cakupan
partikukar: apa dan bagaimana de nisi itu diturunkan dan diberlakukan.
Agar pembahasan ini
mengerucut, de nisi dinukilkan dari Kamus Besar Bahasa
Kategor
Agenda HIMA
Artikel
Artikel Hari Peringatan
Tanpa kategori
benda) ialah “rekaan; khayalan; tidak berdasarkan kenyataan”.
Jelas terdapat dua pembagian
antara fakta dan ksi bila merujuk KBBI V. Fakta (kenyataan) dan ksi (rekaan) merupakan dua kata yang dikategorikan bertentangan
(antonimi). Jika difokuskan lebih mendalam, fakta dan ksi bisa diposisikan berdasarkan perspektif kualitatif dan
kuantitatif. Yang pertama berpaut erat dengan “kualitas”, sedangkan yang kedua berkaitan dengan “jumlah”.
Membincang jurnalisme maka tak terlepas dari unsur generatif
(model) yang menjadi ciri khasnya. Secara umum ia dikategorikan ke dalam pelbagai macam genre seperti straight news, soft news, dan feature. Kesemuanya itu merupakan
Ikut say d
Tweet oleh
@himapbsiuny
simpli kasi dari bentuk dan fungsi pemberitaan yang beragam— sesuai dengan teori jurnalistik mana yang diacu.
Secara teknis kepenulisan, baik
pramenulis maupun
pascamenulis, tulisan jurnalistik
harus dikonstruksi berdasarkan kebenaran faktual. Nilai-nilai yang mendasari selama proses mesti diarahkan guna mendapatkan
informasi yang benar-benar terjadi (nyata). Seorang jurnalis tak boleh memanipulasi data, baik sengaja maupun tidak.
Pemalsuan data (narasumber, rujukan pustaka, dan distorsi
informasi lisan) tak bisa ditoleransi. Kualitas tulisan jurnalistik dipertaruhkan di sini. Batas-batas “laku” jurnalis
demikian masuk ke dalam etika jurnalistik. Ia serupa aturan yang
4 jam
6 jam Selamat memperingati Kenaikan Isa Al Masih bagi yang memperingati. Semoga Tuhan Selalu
Memberkati.#himapbsiuny20 18#karsacipta
#BERKAT9
Jawaban #BERKAT9
HIMA PBSI FBS U
@himapbsiuny
HIMA PBSI FBS U
mesti dipatuhi. Melanggar ketentuan-ketentuan itu berarti membunuh profesionalisme jurnalis itu sendiri.
Bagaimana dengan kedudukan ksi? Apakah ia dilarang sepenuhnya dalam tulisan
jurnalistik? Menjawab pertanyaan ini dibutuhkan kajian mendalam. Namun, ia bisa dijawab secara singkat, padat, dan kontekstual.
Unsur rekaan bisa berterima, terutama dalam genre feature. Itupun sebatas teknis kepenulisan.
Feature atau jenis tulisan
jurnalistik sastrawi
mengakomodasi uraian imajinatif. Segi rekaan yang dimaksudkan di sini meliputi daya afeksi, deskripsi, dan emosi penulis
mankala menjelaskan suatu peristiwa. Artinya, seorang
Lekatkan Lihat di Twitter
10 jam
Pengunjun
5,674
jurnalis harus menggunakan sentuhan kreatif yang bernilai sastrawi guna mencapai keindahan estetika bahasa.
Sebagai contoh, tatkala jurnalis hendak mengilustrasikan suatu tempat dalam tulisan featurenya,
ia harus bisa menangkap sisi-sisi unik dan partikukar (khusus) agar pembaca seolah-olah bisa menerkanya—membayangkan—
obyek yang dimaksudkan penulis. Semakin imajinatif tulisan itu,
semakin berhasil ia
membentangkan narasi-narasi
sastrawi tulisan feature.
Tentu daya ktif dalam jurnalisme
sastrawi harus berangkat dari obyek yang nyata. Meskipun imajinasi penulis berperan di sini, ia wajib didasarkan atas
kebenaran faktual dan bisa dipertanggungjawabkan. Dengan
kata lain, kedudukan ksi dalam tulisan jurnalistik bisa dimaklumi. Posisi ini dinamakan aspek ktif dalam kerangka kualitatif.
Oleh Rony K. Pratama | Alumnus Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Angkatan 2011
Bagika in :
Iklan
Report this ad
Penulis:
Himpunan Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Negeri
Yogyakarta Kabinet Karsa Cipta
VIEW ALL POSTS
Twitter Facebook Google
Suka
Jadilah yang pertama menyukai ini.
Terkai
Belajar Jurnalistik di Jurusan PBSI
Tribun Jogja Menjadi Alternatif Tempat Belajar Jurnalistik
Derap-derap kisah
dalam "Berita"
dalam "Agenda HIMA"
dalam "Puisi"
Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com. Tema: Scratchpad oleh Automattic.
[CERPEN] Tradisional
Terlupakan, Terkikis, Tergantikan
Pos Sebelumnya
Tinggalkan Balasan
Ketikkan komentar di sini...