• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian literatur rasionalitas peresepan antibiotika berdasarkan kriteria gyssens pada pasien pediatri rawat inap Puskesmas Mlati II Kabupaten Sleman periode Januari-Juni 2013 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Kajian literatur rasionalitas peresepan antibiotika berdasarkan kriteria gyssens pada pasien pediatri rawat inap Puskesmas Mlati II Kabupaten Sleman periode Januari-Juni 2013 - USD Repository"

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

i

KAJIAN LITERATUR RASIONALITAS PERESEPAN ANTIBIOTIKA

BERDASARKAN KRITERIA

GYSSENS

PADA PASIEN PEDIATRI

RAWAT INAP PUSKESMAS MLATI II KABUPATEN SLEMAN

PERIODE JANUARI

JUNI 2013

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh :

Ni Made Putri Laksmi Dewi

NIM : 108114062

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii

Pengesahan Skripsi Berjudul

KAJIAN LITERATUR RASIONALITAS PERESEPAN ANTIBIOTIKA

BERDASARKAN KRITERIA

GYSSENS

PADA PASIEN PEDIATRI

RAWAT INAP PUSKESMAS MLATI II KABUPATEN SLEMAN

PERIODE JANUARI

JUNI 2013

Oleh :

Ni Made Putri Laksmi Dewi

NIM : 108114062

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi

Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma

pada tanggal : 17 Juni 2014

Mengetahui

Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma

Dekan

(Aris Widayati, M.Si.,Ph.D.,Apt.)

Panitia Penguji

Tanda tangan

1.

Aris Widayati,M.Si., Apt., Ph.D

...

2.

dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK

...

(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Sebuah karya kecil ini kupersembahkan untuk :

Tuhan yang aku sembah “Ida Sang Hyang Widhi Wasa”

Karena karunia dan berkat-Nya aku bisa belajar tentang arti

sebuah kehidupan yang penuh dengan perjuangan

Ibu-Bapakku tercinta atas semangat, kasih sayang, dan doa

untuk kesuksesanku

Dosen Pembimbing yang selalu setia dan sabar untuk

membimbing

(Ibu Aris Widayati)

Teman-teman seperjuangan yang tidak bisa aku sebutkan

satu persatu

Serta, untuk almamaterku Fakultas Farmasi Sanata Dharma

(5)
(6)

vi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

segala kemuliaanNya yang telah Beliau berikan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Literatur Rasionalitas Peresepan

Antibiotika Berdasarkan Kriteria

Gyssens

Pada Pasien Pediatri Rawat Inap

Puskesmas Mlati II Kabupaten Sleman Periode Januari -

Juni 2013” ini dengan

baik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

dalam fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak dibantu dan

didukung oleh berbagai pihak sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini dengan

baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya

kepada:

1.

Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah

membantu memberikan ijin pada peneliti untuk melakukan penelitian

di luar kampus.

2.

Ibu Aris Widayati,M.Si., Apt., Ph.D selaku dosen pembimbing yang

telah memberikan bimbingan, saran, dan dukungan dalam proses

penyusunan skripsi.

3.

Ibu dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK sebagai dosen penguji yang telah

memberikan kritik dan saran yang membangun selama proses

(7)

vii

4.

Ibu Dita Maria Virginia, M.Si., Apt. sebagai dosen penguji yang telah

memberikan kritik dan saran yang membangun selama proses

pembuatan skripsi.

5.

Seluruh staff pengajar dan karyawan di Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu

karena telah membantu penulis selama menempuh pendidikan di

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

6.

Keluargaku tercinta, Ibu, Bapak dan kakak atas semua dukungan,

kasih sayang, perhatian, dorongan, semangat, dan doa yang tiada

hentinya.

7.

Partnerku Nyoman Oka Wahyudhi atas semua dukungan, dorongan,

dan semangat dalam proses menyelesaikan skripsi ini.

8.

Teman-teman satu kelompok skripsi A.A. Sagung Intan, Realita

Rosada, Gede Wiwid Santika, Defilia Anogra, dan Maria carolina

serta teman-teman FKK A 2010 dan FSM 2010 yang selalu memberi

dukungan dalam menyelesai skripsi ini.

9.

Teman-teman kos Gracia atas dukungannya selama kuliah S1 di

Universitas Sanata Dharma.

(8)

viii

Akhirnya penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini.

Segala keterbatasan baik tenaga, pikiran dan waktu yang membuat penulis skripsi

ini menjadi kurang sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan

saran yang membanggun sehingga penulisan skripsi ini menjadi lebih baik lagi.

Semoga skripsi ini berguna dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 5 Agustus 2014

(9)
(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... ... v

PRAKATA ... ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... ... ix

DAFTAR ISI ... ... x

1.

Definisi antibiotika ... 8

2.

Penggolongan antibiotika ... 8

a)

Struktur kimia ... 8

(11)

xi

c)

Toksisitas selektif ... 11

d)

Spektrum kerja... 11

e)

Pola farmakokinetika antibiotika ... 12

B.

Peresepan Antibiotika ... 13

1.

Terapi empiris ... 13

2.

Terapi definitif ... 13

3.

Terapi profilaksis ... 14

4.

Peresepan antibiotika lebih dari satu ... 14

C.

Peresepan Antibiotika Pada Pasien Anak ... 15

1.

Farmakokinetika ... 15

a.

Absorbsi ... 15

b.

Distribusi ... 15

c.

Metabolisme ... 16

d.

Ekskresi ... 16

2.

Pertimbangan efek terapi dan efek toksik ... 17

3.

Perhitungan dosis obat ... 17

D.

Penggunaan Antibiotika yang Rasional ... 19

E.

Evaluasi Peresepan Antibiotika Secara Kualitatif Menggunakan

Kriteria

Gyssens ...

21

F.

Keterangan Empiris ... 24

BAB III. METODE PENELITIAN ... 25

A.

Jenis dan Rancangan Penelitian ... 25

B.

Variabel ... 25

C.

Definisi Operasional... 26

D.

Bahan Penelitian... 29

E.

Alat Penelitian ... 30

F.

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

G.

Tata Cara Penelitian ... 30

1.

Tahap orientasi dan studi pendahuluan ... 31

2.

Tahap pengambilan data ... 32

(12)

xii

H.

Tata Cara Analisis Hasil... 33

I.

Keterbatasan dan Kesulitan Penelitian ... 33

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

A.

Karakteristik Demografi Pasien ... 34

1.

Jenis kelamin ... 34

2.

Kelompok usia... 35

3.

Profil diagnosis ... 36

B.

Pola Peresepan Antibiotika ... 38

1.

Jumlah antibiotika yang diresepkan ... 38

2.

Golongan antibiotika ... 39

3.

Jenis antibiotika ... 41

4.

Rute pemberian antibiotika ... 42

5.

Lama penggunaan ... 43

C.

Evaluasi Peresepan Antibiotika Berdasarkan Kriteria

Gyssens ...

45

1.

Peresepan rasional (kategori 0) ... 47

2.

Peresepan tidak tepat waktu (kategori I) ... 48

3.

Peresepan tidak tepat dosis (kategori IIA) ... 48

4.

Peresepan tidak tepat interval (kategori IIB) ... 49

5.

Peresepan tidak tepat rute (kategori IIC) ... 50

6.

Peresepan terlalu lama/terlalu singkat (kategori III) ... 50

7.

Ada antibiotika yang lebih efektif (kategori IVA) ... 51

8.

Ada antibiotika yang lebih aman (kategori IVB) ... 53

9.

Ada antibiotika yang lebih murah (kategori IVC) ... 54

10.

Ada antibiotika dengan spektrum lebih sempit (kategori IVD) ... 54

11.

Peresepan tanpa indikasi (kategori V)... 54

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

A.

KESIMPULAN ... 56

B.

SARAN ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

LAMPIRAN ... 61

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I.

Daftar contoh antibiotika yang tidak dianjurkan untuk

anak-anak...

19

Tabel II.

Distribusi penyakit dan gejala yang diderita pasien

pediatri rawat inap Puskesmas Mlati II periode Januari

-Juni 2013...

37

Tabel III.

Distribusi lama penggunaan antibiotika pada pasien

pediatri rawat inap Puskesmas Mlati II periode Januari -

Juni 2013...

44

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.

Diagram alir penilaian kualitas peresepan antibiotika

berdasarkan kritera

Gyssens

...

23

Gambar 2.

Distribusi jenis kelamin pasien pediatri rawat inap

Puskesmas Mlati II periode Januari - Juni 2013 ...

35

Gambar 3.

Distribusi pengelompokkan usia pasien pediatri rawat

inap dengan terapi antibiotika di Puskesmas Mlati II

periode Januari - Juni 2013...

36

Gambar 4.

Distribusi jumlah antibiotika yang diresepkan

per-pasien pediatri rawat inap Puskesmas Mlati II

periode Januari - Juni 2013...

39

Gambar 5.

Distribusi peresepan antibiotika berdasarkan

golongan antibiotika yang diresepkan pada pasien

pediatri rawat inap Puskesmas Mlati II periode

Januari - Juni 2013...

40

Gambar 6

Distribusi peresepan antibiotika berdasarkan jenis

antibiotika yang diresepkan pada pasien pediatri

rawat inap Puskesmas Mlati II periode Januari - Juni

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.

Kajian Literatur Peresepan Antibiotika Berdasarkan

Kriteria

Gyssens

pada Pasien Pediatri Rawat Inap

Puskesmas Mlati II Periode Januari

Juni 2013 ...

61

Lampiran 2.

Surat permohonan ijin penelitian dan pengambilan data

dari Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta...

159

Lampiran 3.

Surat keterangan ijin penelitian dan pengambilan data

dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah...

160

Lampiran 4.

Hasil wawancara peneliti dengan dokter di Puskesmas

Mlati II mengenai pemilihan antibiotika untuk pasien

pediatri rawat inap...

161

(16)

xvi

DAFTAR SINGKATAN

1 AMRIN

Antimicrobial Resistence in Indonesia (Prevalence

and Prevention)

2 DCA

Diare Cair Akut

3 DF

Dengue Fever

4 DHF

Dengue Haemorrhagic Fever

5 DNA

Deoxyribo Nucleic Acid

6 GEA

Gastroenteritis Acut

7 GNA

Glomeluronefritis Akut

8 IDAI

Ikatan Dokter Anak Indonesia

9 ISK

Infeksi Saluran Kemih

10 ISPA

Infeksi Saluran Pernafasan Akut

11 PF

Paratyphoid fever

12 PNA

Pielonefritis Akut

13 RNA

Ribonucleic Acid

14 TF

Typhoid fever

15 WHO

Wolrd Health Organization

16 TMP

Trimethoprim

17 SMX

Sulfamethoxazole

18 DRP

Drug Related Problems

19 DDD

Defined Dialy Doses

(17)

xvii

INTISARI

Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup

dominan terjadi khususnya di negara berkembang, termasuk infeksi pada

kelompok pediatri. Konsekuensinya, antibiotika banyak diresepkan dan berpotensi

terjadi peresepan antibiotika yang tidak rasional. Ketidakrasionalan peresepan

antibiotika dapat berakibat pada ketidakefektivan terapi dan resistensi antibiotika.

Penelitian ini bertujuan melakukan kajian literatur terhadap kualitas kerasionalan

peresepan antibiotika pada pasien anak rawat inap di Puskesmas Mlati II

Kabupaten Sleman periode Januari - Juni 2013 berdasarkan kriteria

Gyssens

.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif evaluatif

dengan desain

cross-sectional

yang bersifat retrospektif. Data rekam medik yang

diambil meliputi jenis kelamin, umur, berat badan, diagnosis keluar dan peresepan

antibiotika yang diterima pasien. Kriteria inklusi dalam penelitian ialah pasien

pediatri rawat inap periode Januari - Juni 2013

yang berusia ≤ 12 tahun

dan

menerima peresepan antibiotika sampai diijinkan pulang oleh dokter yang

merawat. Hasil kemudian diolah secara deskriptif dan dievaluasi peresepan

antibiotika tersebut menggunakan kriteria

Gyssens

.

Terdapat 35 rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil

penelitian ini menunjukkan penyakit infeksi yang paling banyak menyerang

pediatri ialah

typhoid fever

sebesar 11,4% dengan antibiotika yang paling banyak

digunakan adalah kotrimoksazol sebesar 72%. Berdasarkan hasil evaluasi kriteria

Gyssens

sebanyak 23 kasus (63,9%) peresepan antibiotika telah rasional

(kategori 0) dan sisanya sebesar 12 kasus (36,1%) masih ditemukan peresepan

antibiotika yang tidak rasional (kategori I-VI).

Kata kunci :

Rasionalitas peresepan antibiotika, pediatri rawat inap, kriteria

(18)

xviii

ABSTRACT

Infectious disease is a common health problem, especially in developing

countries, including infection in pediatric patients. The high incident of

infectionsleads to the high prescriptionof antibiotics, which can be irrational. The

irrational prescription of antibiotics can cause ineffectiveness of treatment and

antibiotic resistance.The aim of this research is to study quality of antibiotic

prescriptionsin pediatric patients hospitalised at primary health care Mlati II

Kabupaten Sleman using the Gyssens criteria.

This research is descriptive study using cross-sectional desain with

retrospective approach. The data were collected from 35 medical records who met

the inclusion criteria,i.e.: padiatric in-patient

12 years with antibiotic prescription

and discharged after completion of their therapy. The data included gender, age,

patient

s weight, diagnosis and the antibiotics prescribed. Data were analysed

using descriptive method. Data of antibiotics were evaluated by a qualitative

approach using Gyssens criteria.

Results from 35 medical records show that the most frequent diagnose is

typhoid (11,4%). Cotrimoxazol is the most frequent antibiotic prescribed (72%).

Study on antibiotic prescriptions using

Gyssens

method show that as many as

63,9% antibiotic prescriptions are in the category of rational (category 0), while

36,1% is categorised as irrational prescription.

(19)

1

BAB I

PENGANTAR

A.

Latar Belakang

Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup

dominan terjadi khususnya di negara berkembang. Penyakit infeksi dapat

disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme seperti jamur, protozoa, virus

dan bakteri. Untuk penanganan kasus infeksi harus disesuaikan dengan agen

penyebab infeksi. Salah satu obat andalan yang digunakan untuk mengatasi

masalah tersebut adalah antimikroba seperti antibiotika, antijamur, antivirus dan

antiprotozoa (Hadi,

et al.,

2008).

Antibiotika merupakan salah satu jenis antimikroba yang digunakan

untuk penanganan kasus infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Beberapa hasil

studi menemukan sekitar 40

62% antibiotika digunakan secara tidak tepat untuk

penanganan penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotika. Hasil

laporan Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta (2011) menyatakan

anak-anak merupakan kelompok usia yang paling banyak terserang infeksi. Pernyataan

tersebut dibuktikan dengan tingginya angka kejadian anak yang menjalani rawat

inap akibat terserang infeksi. Tingginya angka kejadian infeksi pada anak-anak

menyebabkan peningkatan penggunaan antibiotika yang tidak rasional (Dinkes

Daerah Istimewa Yogyakarta 2012; Hadi,

et al.,

2008).

Ketidakrasionalan penggunaan dapat terjadi apabila antibiotika tidak

tepat indikasi, tidak tepat penderita, tidak tepat dosis dan tidak waspada terhadap

efek samping yang ditimbulkan. Ketidakrasionalan penggunaan antibiotika pada

(20)

penyebabnya ialah sulit membedakan penyebab infeksi yang ditandai dengan

gejala berupa demam. Hampir semua anak mengalami gejala demam apabila

terserang infeksi, namun susah untuk membedakan infeksi yang disebabkan oleh

virus

atau

bakteri

(Darmansjah,

2008;

WHO,

2001).

Penggunaan antibiotika yang tidak rasional dapat menimbulkan dampak

negatif, salah satunya memicu timbulnya resistensi pada beberapa bakteri

tertentu. Resistensi antibiotika dapat memperpanjang masa infeksi, memperburuk

kondisi klinis pasien, dan beresiko pada penggunaan antibiotika tingkat lanjut

yang lebih mahal dengan tingkat toksisitas lebih besar. Penggunaan antibiotika

yang tidak rasional harus diminimalisir agar tercapai efek terapi yang optimal.

Beberapa metode atau pendekatan yang sering digunakan untuk mengevaluasi

penggunaan antibiotika di antaranya

Drug Related Problems

(DRP) (Cipole

et al.,

2004), pendekatan kuantitatif dengan metode

Defined Dialy Doses

(DDD)

(Kemenkes, 2011a), dan pendekatan kualitatif dengan kriteria

Gyssens

(

Kemenkes, 2011a).

Proses evaluasi kualitas penggunaan antibiotika yang dikembangkan

Gyssens et al.,

(2001) dibuat dalam bentuk diagram alir dengan tujuan untuk

memudahkan penilaian ketepatan penggunaan antibiotika seperti: ketepatan

indikasi, ketepatan pemilihan berdasarkan efektifitas, toksisitas, harga, spektrum,

lama peresepan, dosis, interval, rute dan waktu penggunaan.

Berdasarkan uraian di atas perlu untuk dilakukan evaluasi kualitas

peresepan antibiotika pada pasien pediatri dengan menggunakan kriteria

Gyssens.

(21)

Puskesmas rawat inap kelas III yang berlokasi di Kecamatan Mlati, Kabupaten

Sleman, D.I. Yogyakarta. Pemilihan Puskesmas Rawat Inap Mlati II sebagai

lokasi penelitian dengan alasan standar pelayanannya telah memenuhi kualitas

pelayanan

International Organization for Standardization

(ISO) dan jumlah

pasien anak rawat inap cukup tinggi dibandingkan puskesmas rawat inap lain

yang berlokasi di Kabupaten Sleman. Walaupun sistem pelayanan di Puskesmas

Mlati II telah mengacu pada standar pelayanan ISO, biaya pengobatan yang

ditawarkan tetap lebih murah dibandingkan dengan pusat kesehatan lain seperti

rumah sakit dan klinik kesehatan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kualitas

penggunaan antibiotika yang diterima pasien anak rawat inap Puskesmas Mlati II.

Informasi tersebut dapat digunakan khususnya oleh dokter, apoteker dan perawat

dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan terkait penggunaan antibiotika.

1.

Permasalahan

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, terkait penggunaan

antibiotika pada pasien pediatri rawat inap Puskesmas Mlati II periode

Januari-Juni 2013, maka dapat dirumuskan tiga permasalahan penelitian yaitu :

a.

Seperti

apakah

karakteristik

pasien

pediatri

rawat

inap

Puskesmas Mlati II selama periode Januari

Juni 2013?

b.

Seperti apakah profil diagnosis pada pasien pediatri rawat inap

Puskesmas Mlati II berdasarkan diagnosis keluar yang tercantum pada

(22)

c.

Seperti apakah gambaran pola peresepan antibiotika pada pasien

pediatri rawat inap Puskesmas Mlati II selama periode Januari

Juni

2013?

d.

Seperti apakah kerasionalan penggunaan antibiotika yang dievaluasi

dengan kriteria

Gyssens

pada pasien pediatri rawat inap di Puskesmas

Mlati II selama periode Januari

Juni 2013?

2.

Keaslian penelitian

Penelitian mengenai “Kajian Literatur Rasionalitas Peresepan Antibiotika

Berdasarkan Kriteria

Gyssens

pada Pasien Pediatri Rawat Inap Puskesmas

Mlati II Kabupaten Sleman Periode Januari-Juni

2013” belum pernah

dilakukan. Sejauh hasil penelusuran literatur yang dilakukan, ditemukan

beberapa penelitian serupa terkait evaluasi kualitas penggunaan antibiotika

dengan kriteria

Gyssen

s, antara lain:

a.

Penelitian yang dilakukan oleh Febiana (2012) dengan judul “Kajian

Rasionalitas Penggunaan Antibiotika di Bangsal Anak RSUP Dr. Kariadi

Semarang Periode Agustus -

Desember 2011.”

Jenis penelitian ini adalah

non-eksperimental dengan desain observasional deskriptif dan pendekatan

retrospektif. Metode yang digunakan untuk mengukur kuantitas antibiotika

adalah metode DDD sementara untuk pengukuran kualitas antibiotika

digunakan metode

Gyssens

. Hasil penelitian berdasarkan penilaian dengan

kategori Gyssens didapatkan Hasil sebesar 55,1% peresepan rasional

(kategori 0) dan 45 % irasional (kategori I-VI). Persentase tertinggi

(23)

dengan indikasi yaitu sebanyak 16,2% (kategori V). Perbedaan penelitian ini

dengan penelitian yang dilakukan Febiana (2012) terletak pada jumlah dan

jenis metode yang dipakai. Pada penelitian ini terdapat 2 metode pendekatan

yang digunakan yakni, pendekatan dengan metode kuantitatif DDD dan

metode kualitatif

Gyssens

sementara pada penelitian penulis metode yang

digunakan hanya metode kualitatif

Gyssens

. Selain perbedaan metode yang

digunakan, terdapat pula perbedaan lokasi penelitian yang pastinya berbeda

pula pola peresepan yang akan diterima pasien. Selain karena perbedaan

metode dan lokasi penelitian, perbedaan waktu penelitian juga membedakan

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Seiring berjalannya waktu

kemungkinan terjadi perbedaan kebijakan dalam penanganan penyakit

infeksi karena disesuaikan dengan perkembangan pola kuman yang

menginfeksi dimasyarakat.

b.

Penelitian serupa yang dilakukan oleh Pamela (2011) yang berjudul

“Evaluasi Kualitatif Penggunaan Antibiotika

dengan Metode

Gyssens

di

Ruang Kelas 3 Infeksi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM secara

Prospektif.” Penelitian ini dilakukan seca

ra prospektif dengan pendekatan

deskriptif-korelatif dengan periode penelitian Januari - April 2011.

Berdasarkan Hasil evaluasi kualitatif dengan metode

Gyssens

ditemukan

sebanyak 60,4% telah menggunakan antibiotika secara rasional dan sisanya

sebesar 39,6% masih ditemukan penggunaan antibiotika yang tidak rasional.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Pamela

(24)

Jika dilihat dari sifat pengambilan data yang dilakukan oleh Pamela yang

bersifat prospektif, sedangkan dalam penelitian ini sifat data yang

digunakan bersifat retrospektif dengan keterbatasan waktu penelitian.

3.

Manfaat penelitian

a.

Manfaat teoretis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi untuk bahan

pembelajaran mengenai rasionalitas penggunaan antibiotika berdasarkan

kajian literatur menggunakan kriteria

Gyssens

.

b.

Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat seperti berikut :

1)

Sumber informasi bagi pihak Puskesmas Mlati II untuk meningkatkan

rasionalitas penggunaan antibiotika pada pasien anak.

2)

Bahan referensi para profesional kesehatan baik dokter, perawat dan

apoteker dalam pemilihan antibiotika yang tepat dan rasional pada

pasien pediatri.

B.

Tujuan Penelitian

1.

Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji rasionalitas penggunaan

antibiotika pasien pediatri rawat inap di Puskesmas Mlati II Kabupaten

Sleman periode Januari

Juni 2013 dengan pendekatan kualitatif kriteria

(25)

2.

Tujuan khusus

Penelitian ini secara khusus bertujuan:

a.

Menggambarkan karakterisitik pasien pediatri rawat inap di

Puskesmas Mlati II periode Januari

Juni 2013.

b.

Menggambarkan profil diagnosis pasien pediatri rawat inap

Puskesmas Mlati II berdasarkan diagnosis keluar data rekam medik.

c.

Mengidentifikasi pola peresepan antibiotika pada pasien pediatri rawat

inap di Puskesmas Mlati II.

d.

Mengkaji rasionalitas penggunaan antibiotika pada pasien pediatri

rawat inap di Puskesmas Mlati II berdasarkan literatur menggunakan

(26)

8

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A.

Antibiotika

1.

Definisi antibiotika

Antibiotika adalah suatu senyawa yang diproduksi oleh mikroorganisme

(jamur dan bakteri) ataupun yang diproduksi sendiri secara sintesis yang bersifat

dapat menghambat dan atau menghentikan suatu proses biokimia mikroorganisme

lain. Antibiotika harus bersifat sangat toksik untuk mikroba lain tetapi relatif tidak

toksik untuk hospesnya (Mitrea,2008; Setiabudi, 2007).

2.

Penggolongan antibiotika

a.

Struktur kimia

Antibiotika berdasarkan struktur kimianya dapat dikelompokkan seperti

berikut ini (Kasper

et al

., 2005):

1)

Golongan

β

-laktam, antara lain karbapenem (imipenem dan meropenem),

sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim),

beta-laktam monosiklik, dan golongan penisilin (penisilin dan

amoksillin).

2)

Golongan aminoglikosida, antara lain amikasin, gentamisin, kanamisin,

neomisin, netilmisin, paromomisin, streptomisin, dan tobramisin.

3)

Golongan glikopeptida, antara lain vankomisin, teikoplanin, ramoplanin

dan dekaplanin.

4)

Golongan poliketida, antara lain makrolida (eritromicin, azitromisin,

klaritromisin, roksitromisin), ketolida (telitromisin), tetrasiklin

(27)

5)

Golongan polimiksin, antara lain polimiksin dan kolistin.

6)

Golongan kuinolon (fluorokinolon), antara lain asam nalidiksat,

siprofloksasin,

ofloksasin,

norfloksasin,

levofloksasin,

dan

trovafloksasin.

7)

Golongan streptogramin, antara lain pristinamicin, virginiamicin,

mikamicin, dan kinupristin-dalfopristin.

8)

Golongan oksazolidinon, anatara lain linezolid.

9)

Golongan sulfonamida, antara lain sulfamethoxazole-trimethoprim dan

trimetoprim.

10)

Golongan antibiotika lain yang penting, seperti kloramfenikol,

klindamisin dan asam fusidat.

b.

Mekanisme kerja

Antibiotika berdasarkan mekanisme kerjanya dikelompokkan menjadi

lima yaitu :

1)

Inhibitor sintesis dinding sel bakteri

Dinding sel bakteri terdiri dari polipeptidoglikan yaitu suatu

kompleks polimer mukopeptida. Pada proses ini antibiotika bekerja

dengan cara melibatkan proses otolisis bakteri dengan bantuan enzim

yang dapat mendaur ulang dinding sel, dimana proses ini ikut berperan

terhadap lisis sel. Terdapat beberapa contoh antibiotik yang termasuk

golongan ini seperti penisilin, sefalosporin, basitrasin dan vankomisin

(28)

2)

Inhibisi sintesis protein bakteri

Sel bakteri mensintesis berbagai senyawa protein yang berlangsung

di ribosom dengan bantuan mRNA dan tRNA. Penghambatan sistesis

protein dapat mengakibatkan terganggunya proses translasi atau

penterjemahan kode genetik pada bakteri. Beberapa jenis antibiotika

bekerja pada ribosom 30S (aminoglikosida, tektrasiklin) dan ada pula

yang bekerja pada ribososm 50S (klindamisin, linkomisin, kloramfenikol,

klaritromisin) (Gordon, 2009).

3)

Inhibisi metabolisme bakteri

Bakteri membutuhkan asam folat yang digunakan sebagai kofaktor

enzim untuk proses sintesis DNA dan RNA. Asam folat yang digunakan

oleh bakteri diperoleh dengan mensintesis sendiri dari asam para amino

benzoat (PABA), pteridin dan glutamat. Pada manusia, asam folat

merupakan vitamin dan manusia tidak mensitesis asam folat, adanya

perbedaan ini akan memudahkan dalam pentargetan untuk

senyawa-senyawa antimikroba. Antibiotika yang bekerja dengan mekanisme ini

adalah golongan sulfonamida dan trimetoprim (Gordon,2009).

4)

Inhibisi sintesis atau aktivitas asam nukleat bakteri

Antibiotika yang masuk dalam golongan ini seperti rifampin dan

golongan kuinolon. Rimfampin berikatan dengan RNA polimerase

(29)

berikatan dengan DNA girase yang berfungsi untuk memotong untai DNA

sehingga mencegah terjadinya superkoil, menguraikan DNA dan

menghentikan tahap replikasi DNA (Graumlich,2003).

c.

Toksisitas selektif

Antibiotika berdasarkan toksisitas selektifnya antibiotika dibagi menjadi

dua kelompok yaitu antibiotika yang menghambat pertumbuhan mikroba

yang biasa dikenal dengan aktivitas bakteriostatik dan antibiotika yang

bersifat membunuh mikroba yang biasa dikenal dengan aktivitas bakterisid

(Gunawan

et al.

, 2007). Pembagian bakteriostatik dan bakteriosid ini

tergantung pada konsentrasi obat, spesies bakteri dan fase perkembangannya.

Pembagian ini berguna untuk pemilihan antibiotika pada pasien dengan

status imunologi yang rendah (misalnya : penderita HIV) (Utami, 2012).

Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat dan atau membunuh

pertumbuhan mikroba biasanya disebut kadar hambat minimal (KHM) dan

kadar bunuh minimal (KBM). Pada antibiotika tertentu aktivitasnya dapat

meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid apabila kadar antibiotika

tersebut ditingkatkan melebihi KHMnya (Gunawan

et al.

, 2007).

d.

Spektrum kerja

Berdasarkan spektrum kerjanya, antibiotik dibagi menjadi dua yaitu

berspektrum luas dan sempit (Tjan dan Rahardja, 2008) :

1)

Antibiotika spektrum luas (

broad spectrum)

Antibiotika berspektrum luas efektif untuk infeksi yang ditimbulkan

(30)

agen penyebab infeksinya. Contohnya tetrasiklin dan sefalosporin yang

efektif terhadap organisme baik gram positif maupun gram negatif.

2)

Antibiotikaspektrum sempit (

narrow spectrum)

Antibiotika berspektrum sempit umumnya sangat efektif untuk

melawan beberapa jenis bakteri saja, misalnya penisilin dan eritromisin

yang digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri

gram positif. Streptomisin dan gentamisin aktif untuk melawan bakteri

gram negatif.

e.

Pola farmakokinetika antibiotika

Antibiotika berdasarkan farmakokinetika antibiotika terhadap bakteri

maka dapat kelompokkan menjadi dua yaitu :

1)

Time-dependent killing

Pada pola

time-dependent killing

antibiotika akan menghasilkan daya

bunuh maksimal jika kadarnya dipertahankan cukup lama di atas kadar

hambat minimal kuman. Beberapa contoh antibiotika yang masuk dalam

pola ini diantaranya dari golongan sefalosporin, penisilin, linezoid dan

eritromisin (Gunawan

et al.

, 2007).

2)

Concentration-dependent killing

Pada

pola

concentration-dependent

killing

antibiotika

akan

menghasilkan daya bunuh maksimal terhadap kuman apabila kadarnya

dipertahankan tetap tinggi, tetapi dengan catatan kadar yang tinggi ini

(31)

dalam

pola

ini

adalah

antibiotika

golongan

aminoglikosida,

flourokuinolon, dan ketolid (Gunawan

et al.

, 2007).

B.

Prinsip Peresepan Antibiotika

1.

Terapi empiris

Peresepan antibiotika secara empiris banyak dilakukan untuk penanganan

kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penginfeksinya sampai diperoleh

hasil pemeriksaan mikrobiologi. Pada dasarnya, pemilihan antibiotika secara

empiris disesuikan dengan pola resistensi bakteri yang ada di komunitas atau di

rumah sakit setempat, kondisi klinis pasien, ketersediaan antibiotik dan

kemampuan antibiotika untuk mencapai organ atau jaringan yang terinfeksi

(Kemenkes, 2011a).

Peresepan antibiotika empiris dilakukan dalam jangka waktu 48

72 jam

dengan rute pemberian awal harus secara oral. Dalam jangka waktu 48

72 jam,

dilakukan evaluasi peresepan antibiotika empiris berdasarkan data mikrobiologi

dan kondisi klinis pasien, serta data penunjang lainnya untuk menentukan apakah

antibiotika

pilihan

tersebut

dilanjutkan

peresepannya

atau

tidak

(Cunha, 2010; Kemenkes, 2011a).

2.

Terapi definitif

Terapi secara definitif merupakan suatu terapi penggunaan antibiotika

pada kasus infeksi yang telah diketahui jenis bakteri penyebabnya. Beberapa

pengujian yang dapat dilakukan diantaranya: kultur bakteri, uji sensitivitas, tes

serologi, dan beberapa tes lainnya. Lama pemberian antibiotika pada peresepan

(32)

dengan diagnosis awal yang telah ditunjang dengan data mikrobiologi dan kondisi

klinis pasien serta data penunjang lainnya (Kakkilaya, 2008).

3.

Terapi profilaksis

Terapi profilaksis adalah antibiotika yang diberikan pada pada pasien

yang rentan terserang infeksi, namun diduga mempunyai peluang besar untuk

terserang infeksi yang dapat berakibat buruk pada pasien. Jenis antibiotika yang

digunakan pada jenis terapi ini umumnya berspektrum sempit dan spesifik

(Kemenkes, 2011a).

4.

Peresepan antibiotika lebih dari satu (kombinasi)

Antibiotika kombinasi merupakan suatu pemberian antibiotika lebih dari

satu jenis untuk penanganan karena infeksi yang disebabkan oleh lebih dari satu

jenis bakteri. Pemilihan peresepan antibiotika secara kombinasi memiliki tujuan

untuk meningkatkan aktivitas antibiotika pada infeksi yang spesifik dan

memperlambat atau mengurangi resiko timbulnya resistensi. Peresepan antibiotika

kombinasi

sangat

perlu

memperhatikan

hal-hal

berikut

ini

yaitu

(Kemenkes, 2011a):

a.

Antibiotika penyusun kombinasi memiliki target aksi yang berbeda,

sehingga dapat mengganggu keseluruhan aktivitas antibiotika yang

digunakan.

b.

Peresepan antibiotika kombinasi dapat memiliki toksisitas yang bersifat

aditif atau superaditif sehingga sangat dihindari untuk peresepan terapi

(33)

c.

Untuk mendapatkan hasil yang efektif diperlukan pengetahuan tentang jenis

infeksi, data mikrobiologi dan pilihan antibiotika kombinasi yang rasional.

d.

Harus mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan oleh pasien.

C.

Peresepan Antibiotika Pada Pasien Anak (Pediatri)

Menurut Michael

et al.,

(2008) anak-anak bukanlah orang dewasa dalam

ukuran mini dalam hal pengobatan. Terdapat beberapa faktor yang harus

diperhatikan dalam proses pemilihan obat khususnya antibiotika pada anak

diantaranya seperti yang disebutkan berikut ini.

1.

Farmakokinetika

a.

Absorpsi

Absorpsi merupakan proses perpindahan obat atau molekul obat dari

tempat aplikasinya untuk menuju ke sirkulasi sistemik. Kecepatan absorpsi

obat ke dalam sirkulasi sistemik tergantung pada cara pemberian dan sifat

fisikokimiawi obat. Pada neonatus jumlah obat-obatan yang diabsorpsi di

usus sulit untuk diprediksi karena terjadi perubahan biokimiawi dan

fisiologis di saluran gastrointestinal berupa peningkatan asam lambung

yang diikuti dengan penurunan kecepatan pengosongan lambung dan gerak

peristaltik.

b.

Distribusi

Distribusi adalah proses penyebaran obat ke seluruh tubuh melalui

sirkulasi sistemik darah. Proses distribusi obat dalam tubuh sangat

dipengaruhi oleh massa jaringan, kandungan lemak, aliran darah,

(34)

berbeda dengan orang dewasa karena cairan tubuh anak secara persentase

berat badan lebih besar. Pada neonatus, sawar darah otak relatif lebih

permeabel sehingga memungkinkan distribusi obat ke otak lebih mudah dan

konsentrasi albumin lebih rendah yang akan memperkecil ikatan protein

plasma obat. Umumnya ikatan protein pada neonatus lebih rendah daripada

kelompok usia diatasnya. Penurunan ikatan protein nantinya akan

meningkatkan volume distribusi obat yang secara tidak langsung akan

mempengaruhi waktu paruh dan konsentrasi obat di dalam sirkulasi

sistemik.

c.

Metabolisme

Metabolisme adalah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi

dalam tubuh dan dikatalisasi oleh enzim. Hati merupakan organ terpenting

dalam proses metabolisme obat di dalam tubuh. Perbandingan relatif

volume hati terhadap berat badan menurun seiring dengan bertambahnya

usia. Kecepatan metabolisme obat paling besar terjadi pada masa bayi

hingga awal masa kanak-kanak kemudian akan menurun mulai pada usia

anak sampai dewasa. Selain karena faktor umur, kematangan ginjal yang

bervariasi, perbedaan volume cairan ekstrasel dan belum matangnya sistem

enzim juga berpengaruh penting pada metabolisme obat.

d.

Ekskresi

Pada neonatus, kecepatan filtrasi glomerulus dan fungsi tubulus pada

proses ekskresi di ginjal kurang efisien dibandingkan kelompok usia anak

(35)

organ. Umumnya kecepatan filtrasi glomerulus pada anak sekitar 30-40%

orang dewasa sehingga obat dan metabolit aktif yang terekskresi melalui

urin cenderung terakumulasi (Gunawan, 2007).

2.

Pertimbangan efek terapi dan toksik

Penilaian efek terapetik dan efek toksik suatu obat sangat perlu dilakukan

sebelum memutuskan jenis obat yang akan digunakan, karena terdapat

kemungkinan timbulnya respon tubuh anak yang bervariasi setelah terpapar

obat. Hal lain yang juga memerlukan perhatian khusus adalah peresepan

obat-obatan dengan indeks terapi yang sempit. Konsentrasi obat di dalam darah

harus selalu dijaga agar selalu konstan pada dosis terapetik, apabila konsentrasi

obat di dalam darah melebihi dosis terapetik obat dapat menimbulkan efek

toksik, sedangkan jika konsentrasi obat di dalam darah lebih rendah daripada

dosis terapetik obat tidak dapat menghasilkan efek terapetik yang sesuai.

(Joenos, 2001).

3.

Perhitungan dosis obat

Penentuan dosis obat yang adekuat pada anak dianjurkan mengacu pada

buku-buku standar pengobatan anak dan buku pedoman terapi anak, agar

didapatkan hasil terapetik yang lebih dominan dan mengurangi efek toksisitas

yang mungkin muncul. Didalam praktek kefarmasian sehari-hari, terdapat

banyak rumus yang digunakan untuk penentuan dosis terapi pada anak. Berikut

ini beberapa cara perhitungan dosis anak yang lazim digunakan

(36)

a.

Berdasarkan usia (Formula Young)

Rumus ini biasanya digunakan pada pasien yang berumur ≤ 8 tahun,

berikut rumusnya:

b.

Berdasarkan berat badan (Formula Clark)

Rumus ini menghasilkan dosis yang lebih seksama dan sering

digunakan dalam praktek kefarmasian.

Selain perumusan yang di atas, terdapat perumusan lain untuk peresepan

beberapa obat yaitu :

( Tjay, 2007).

c.

Berdasarkan luas permukaan tubuh (Formula Haycock)

Perumusan ini merupakan perumusan yang paling tepat jika dilihat dari

hubungan langsung antar luas permukaan tubuh dengan kecepatan

metabolisme obat, namun dalam praktek kefarmasian sehari-hari perumusan

ini sangat jarang digunakan karena agak rumit dibandingkan perumusan

lainnya. Menurut Tjay (2007) luas permukaan tubuh anak relatif lebih besar

daripada berat badannya dan seiring bertambahnya usia anak, perbandingan

luas permukaan badan dan berat badan anak akan menjadi lebih kecil.

Berikut rumus perhitungan dosis anak yang digunakan:

Dosis anak = umur pasien (tahun) x dosis dewasa

Dosis anak =

berat badan kg

70 kg

x dosis dewasa

(37)

Tabel I.Daftar contoh antibiotika yang tidak dianjurkan untuk anak-anak

(Kemenkes, 2011a)

Nama Obat

Kelompok Usia

Alasan

Azitromisin

Neonatus

Tidak ada data keamanan

Klorampenikol

Neonatus

Menyebabkan Grey baby syndrome.

Sulfamethoxazole-trimethoprim

< 2 bulan

Tidak ada data efektivitas dan

keamanan

Linkomisin HCl

Neonatus

Fatal toxic syndrome

Norfloksasin

< 12 tahun

Merusak tulang rawan (cartillage

disgenesis)

Piperasilin-Tazobaktam

Neonates

Tidak ada data efektivitas dan

keamanan

Siprofloksasin

< 12 tahun

Merusak tulang rawan (cartillage

disgenesis)

Spiramisin

neonatus dan bayi

Tidak ada data keamanan

Tetrasiklin

< 4 tahun atau pada

dosis tinggi

diskolorisasi gigi, gangguan

pertumbuhan tulang

Tiamfenikol

Neonatus

Menyebabkan Grey baby syndrome

Tigesiklin

< 18 Tahun

Tidak ada data keamanan

D.

Penggunaan Antibiotika yang Rasional

Peresepan obat yang rasional termasuk peresepan antibiotika yang baik

dan bijak harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya yaitu (Munaf dkk., 2004;

WHO, 2001):

1.

Indikasi yang tepat, kriteria ini memerlukan penentuan diagnosis penyakit yang

tegak sehingga dapat diketahui efek klinik yang paling berperan terhadap

manfaat terapi. Dalam kriteria ini juga diperlukan pengobatan yang didasarkan

atas keluhan individual serta hasil pemeriksaan fisik yang akurat.

2.

Pemilihan jenis obat yang tepat, terdapat beberapa pertimbangan yang harus

(38)

a. Segi manfaat mencangkup efektivitas atau mutu obat yang telah terbukti

secara pasti.

b. Resiko pengobatan yang dimaksudkan adalah pemilihan antibiotika yang

memberikan manfaat lebih besar dibandingkan risiko negatif yang

ditimbulkan atau antara resiko dan manfaat yang diperoleh bernilai

imbang.

c. Harga dan biaya obat dimaksudkan agar pasien tetap memilih obat yang

yang paling sesuai dengan kemampuan penderita tanpa mengesampingan

faktor keamanan dan keefektifan obat yang dipilih.

d. Jenis obat yang dipilih tersedia dipasaran dan mudah didapat.

e. Penggunaan obat tunggal dan atau penggunaan obat kombinasi yang

seminimal mungkin.

3.

Dosis dan cara pemakaian yang tepat. Cara pemberian obat memerlukan

pertimbangan farmakokinetik, yaitu dari segi (rute) pemberian, besar dosis,

frekuensi pemberian, dan lama pemberian sampai ke pemilihan cara pemakaian

yang paling mudah diikuti pasien, aman, dan efektif untuk pasien.

4.

Tepat pasien, kriteria ini mencakup pertimbangan apakah ada kontraindikasi,

atauada kondisi-kondisi khusus yang memerlukan penyesuaian dosis (misalnya

adanya kegagalan ginjal atau gangguan fungsi hati) yang memerlukan

penyesuian dosis secara individual.

5.

Meminimalkan efek samping danalergi obat, dalam kriteria ini perlu dilakukan

pertimbangan sebelum memberikan obat pada pasien, apakah ada faktor lain

(39)

tidak. Dalam penggunaan obat, harus selalu dipertimbangkan manfaat dan

resiko pemberian suatu obat.

Menurut Kemenkes (2011a) proses pemilihan jenis antibiotika yang akan

digunakan dalam suatu terapi harus mempertimbangkan beberapa hal berikut ini,

yaitu :

a.

Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab infeksi.

b.

Spektrum kuman penyebab infeksi dan pola kepekaan kuman terhadap

antibiotika pilihan yang disesuaikan dengan keamanan, ketersediaan obat

dan

cost effective

.

c.

Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotika di dalam tubuh

yang disesuaikan dengan umur dan kondisi patologis pasien.

E.

Evaluasi Peresepan Antibiotika Secara Kualitatif Menggunakan

Kriteria

Gyssens

Audit peresepan antibiotika merupakan suatu metode lengkap yang

digunakan untuk menganalisis kesesuaian peresepan yang diterima pasien per

individu yang dilanjutkan dengan proses penilaian terhadap keseluruhan aspek

terapi yang diterima. Proses evaluasi dapat dilakukan dengan alat evaluasi yang di

rancang langsung oleh peneliti (Arnold, 2004) maupun alat evaluasi yang sudah

baku seperti kriteria

Gyssens

(Utomo, 2008).

Kriteria

Gysssens

merupakan suatu kriteria yang proses penilaiannya

berbentuk diagram alir berdasarkan hasil adaptasi dari metode Kunir

et

al.,

(Tunger, 2009). Kriteria ini mengevaluasi seluruh aspek peresepan antibiotika

(40)

murah, spektrum lebih sempit. Selain itu juga dievaluasi lama pengobatan,dosis,

interval, rute pemberian serta waktu pemberiannya.

Diagram alir

Gyssens

merupakan alat yang penting dalam proses

penilaian kualitas peresepan antibiotika. Diagram alir

Gyssens

dapat digunakan

untuk menilai kualitas penggunaan antibiotika baik secara terapi empiris maupun

terapi definitif yang telah melalui pemeriksaan mikrobiologi. Proses penilaian

yang dilakukan dengan alur

Gyssens

akan terbagi dalam beberapa kategori dan

disajikan dalam bentuk persentase. Kategori pengkajian kualitas peresepan

antibiotika menurut kriteria

Gyssens

yaitu :

1)

Kategori 0

: peresepan tepat atau rasional

2)

Kategori I

: peresepan antibiotika tidak tepat waktu

3)

Kategori IIA

: peresepan antibiotika tidak tepat dosis

4)

Kategori IIB

: peresepan antibiotika tidak tepat interval

5)

Kategori IIC

: peresepan antibiotika tidak tepat rute pemberian

6)

Kategori IIIA : peresepan antibiotika terlalu lama

7)

Kategori IIIB : peresepan antibiotika terlalu singkat

8)

Kategori IVA : ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif

9)

Kategori IVB : ada pilihan antibiotik lain yang lebih aman

10)

Kategori IVC : ada pilihan antibiotik lain yang lebih murah

11)

Kategori IVD : ada pilihan antibiotik lain dengan spektrum yang lebih

sempit

12)

Kategori V

: peresepan antibiotik tanpa ada indikasi

(41)

Proses evaluasi selanjutnya dapat dilihat dari diagram alir kriteria

Gyssens

dibawah ini.

Gambar 1. Diagram alir penilaian kualitas peresepan antibiotika berdasarkan kriteria

(42)

F.

Keterangan Empiris

Penelitian ini diharapkan dapat mengidentifikasi penggunaan antibiotika

yang tidak rasional pada pasien pediatri rawat inap di Puskesmas Mlati II

Kabupaten Sleman D.I. Yogyakarta periode Januari

Juni 2013 yang dikaji

(43)

25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Jenis Dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif

evaluatif menggunakan

desain

cross sectional

yang bersifat retrospektif. Digolongkan penelitian

deskriptif - evaluatif karena bertujuan untuk mengumpulkan informasi aktual

secara rinci yang dapat menggambarkan fakta, mengidentifikasi, dan dilanjutkan

dengan proses evaluasi atau penilaian dari data yang telah dikumpulkan

(Murti, 2003;Imron, 2010).

Pengambilan data dilakukan secara retrospektif melalui pengumpulan

data dari lembar data rekam medik pasien pediatri rawat inap yang menerima

antibiotika di Puskesmas Mlati II, selama periode Januari

Juni 2013

(Hasan, 2002).

B.

Variabel

Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.

Karakteristik demografi pasien pediatri rawat inap

2.

Profil diagnosis keluar

3.

Pola peresepan antibiotika

(44)

C.

Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.

Karakterisitik demografi pasien pediatri

Karakteristik demografi dalam penelitian ini adalah gambaran umum

pasien pediatri rawat inap yang menerima peresepan antibiotika yang meliputi

jenis kelamin dan usia pediatri.

2.

Profil diagnosis keluar

Profil diagnosis keluar yang dimaksud adalah jenis penyakit beserta

gejala atau gejala penyakit yang tercatat dalam diagnosis keluar rekam medik

pasien pediatri. Misalnya: pasien pediatri dengan diagnosis keluar

vomitus

suspect

infeksi saluran kemih

bacterial

.

3.

Pola peresepan antibiotika

Pola atau karakteristik peresepan antibotika dalam penelitian ini adalah

gambaran peresepan antibiotika yang diterima pasien pediatri rawat inap

meliputi jumlah antibiotika yang diresepkan dalam satu lembar resep, golongan

antibiotika, jenis antibiotika, rute pemberian dan lama peresepan antibiotika.

a.

Jumlah antibiotika yang diresepkan dalam satu lembar resep, yaitu satu jenis

antibiotika atau lebih dari satu.

b.

Golongan antibiotika, penggolongan antibiotika pada penelitian ini

digolongkan berdasarkan pustaka dari Kasper,

et, al.,

(2005) contohnya:

golongan penisilin, golongan sulfonamid.

(45)

d.

Rute pemberian antibiotika, misalnya rute parenteral (amoksisilin injeksi)

dan rute peroral (amoksisilin tablet).

e.

Lama peresepan antibiotika, misalnya 1 hari, 2 hari, dan seterusnya.

4.

Rasionalitas peresepan antibiotika

Rasionalitas peresepan antibiotika pada penelitian ini dievaluasi dengan

bantuan diagram alir kriteria

Gyssens.

Evaluasi berdasarkan pada beberapa

literatur yang relevan seperti:

a.

Drug Information Handbook with International Trade Names Index

edisi

21 (AphA, 2012)

b.

WHO

Model Formulary for Children

(WHO, 2010)

c.

Clinical Medicine

edisi 8 (Kumar and Clark, 2012)

d.

Infectious Diseases (

Michael

et al.,

2008)

e.

Pedoman Umum Penggunaan Antibiotika (Kemenkes, 2011a)

f.

Pedoman

Pelayanan

Kefarmasian

Untuk

Terapi

Antibiotik

(Kemenkes, 2011b).

Proses evaluasi penggunaan antibiotika dengan menggunakan kriteria

Gyssens

seperti berikut ini (Gambar 1.Halaman: 23):

1)

Bila data tidak lengkap berhenti di kategori VI

Data tidak lengkap misalnya data rekam medik tanpa diagnosis, atau ada

halaman rekam medik yang hilang sehingga tidak dapat dievaluasi. Pada

kasus ini dilanjutkan dengan pertanyaan dibawahnya, yaitu:

“Apakah ada

(46)

2)

Bila tidak ada indikasi pemberian antibiotika, berhenti di kategori V

Bila antibiotika memang diindikasikan, lanjutkan dengan pertanyaan di

bawahnya, yaitu:

“Apakah

ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif

?”

3)

Bila ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif, berhenti di kategori IVa.

Bila tidak, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, yaitu:

”Apakah ada

alternatif lain yang kurang toksik?”

4)

Bila ada pilihan antibiotika lain yang kurang toksik, berhenti di kategori

IVb.Bila tidak, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya,

“Apakah ada

alternatif lebih murah?”

5)

Bila ada pilihan antibiotika lain yang lebih murah, berhenti di kategori IVc.

Bila tidak, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya,yaitu:

”Apakah ada

alternatif lain yang spektrumnya lebih

sempit?”

6)

Bila ada pilihan antibiotika lain dengan spektrum yang lebih sempit,

berhenti di kategori IVd. Jika tidak ada alternatif lain yang lebih sempit,

lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya,yaitu:

”Apakah durasi antibiotika

yang diberikan terlalu panja

ng?”

7)

Bila durasi pemberian antibiotika terlalu panjang, berhenti di kategori IIIa.

Bila tidak, diteruskan dengan pertanyaan di bawahnya, yaitu:

“Apakah

durasi antibiotika yang diberikan terlalu singkat?”

8)

Bila durasi pemberian antibiotika terlalu singkat, berhenti di kategori IIIb

Bila tidak, diteruskan dengan pertanyaan di bawahnya, yaitu:

“Apakah dosis

(47)

9)

Bila dosis pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIa.

Bila dosisnya tepat,lanjutkan dengan pertanyaan berikutnya, yaitu:

“Apakah

interval antibiotika yang diberikan sudah tepat?”

10)

Bila interval pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIb.

Bila intervalnya tepat, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, yaitu:

“Apakah rute pem

berian antibiotika sudah tepat?

11)

Bila rute pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIc.

Bila rute tepat, lanjutkan ke kotak berikutnya, dengan pertanyaan yaitu:

“Apakah waktu pemberian antibiotika sudah tepat?”

12)

Bila waktu pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori I

13)

Bila antibiotika tidak termasuk kategori I sampai dengan VI, antibiotika

tersebut merupakan kategori 0.

D.

Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah seluruh data rekam medik

pasien pediatri yang menjalani rawat inap di Puskesmas Mlati II periode Januari

Juni 2013 dan telah memenuhi kriteria inklusi yang sudah ditentukan.

Kriteria inklusi yang ditetapkan adalah:

1.

Rekam medik pasien pediatri dengan kategori umur

12 tahun baik

laki-laki maupun perempuan yang dirawat inap di Puskesmas Mlati II,

Kabupaten Sleman periode Januari

Juni 2013.

2.

Terdapat peresepan antibiotika.

3.

Rekam medik lengkap (anamnesis pasien, berat badan pasien, hasil

(48)

Kriteria eksklusi yang ditetapkan adalah:

Semua catatan rekam medik pasien yang menunjukkan pasien

melanjutkan pengobatan ditempat lain atau menolak untuk melanjutkan

perawatan, pulang paksa, dan meninggal sebelum program perawatan pada pasien

selesai.

E.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah lembar pencatatan data yang terdiri

atas :

1.

Lembar data dasar pasien yang memuat data dasar pasien seperti: nomor

rekam medik pasien, nama pasien, umur, jenis kelamin, tanggal masuk dan

keluar perawatan, diagnosis beserta keterangan keluar dari unit rawat inap.

2.

Lembar data peresepan antibiotika yang memuat data: anamnesis, hasil

pemeriksaan fisik, diagnosis utama, hasil laboratorium, nama obat dan

frekuensi pemberian beserta diagnosis keluar.

F.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Mlati II, Kecamatan Mlati,

Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Tempat pengambilan data dilakukan di

instalasi catatan medik Puskesmas Mlati II, Kecamatan Mlati, Kabupaten

Sleman, D.I. Yogyakarta. Pengambilan data dilakukan dari bulan Juli sampai

Agustus 2013.

G.

Tata Cara Penelitian

Jalannya penelitian meliputi 3 tahapan yaitu tahap persiapan atau studi

(49)

1.

Tahap orientasi dan studi pendahuluan

Tahapan ini diawali dengan pencarian informasi ke Dinas Kesehatan

Kabupaten Sleman terkait penentuan lokasi puskesmas yang akan diteliti.

Kemudian melakukan survei ke puskesmas yang direkomendasikan

dilanjutkan penyusunan proposal penelitian dan pengurusan ijin.

Proses perijinan penelitian dilakukan sebagai berikut:

1.

Mengurus surat permohonan ijin penelitian dan pengambilan data

dari Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta, Far/058/V/2013/SP/D (Lampiran 2).

2.

Mengurus perijinan ke Badan Perijinan Daerah (BAPPEDA)

Kabupaten Sleman, D.I Yogyakarta dan mendapatkan surat ijin no

070/Bappeda/2103/2013 (Lampiran 3).

3.

Mengurus perijinan ke Puskesmas Mlati II dengan membawa

proposal penelitian, surat rekomendasi dari Badan Perijinan Daerah

dan Surat permohonan dari Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

Setelah semua perjinan terpenuhi, proses penelitian dilanjutkan dengan

studi pendahuluan. Studi pendahuluan bertujuan untuk memperoleh informasi

jumlah pasien anak rawat ina

p berumur ≤ 12 tahun yang tercatat pada buku

pendaftaran pasien rawat inap Puskesmas Mlati II periode Januari

Juni

2013. Pada studi ini diperoleh data dasar pasien (identitas, diagnosis masuk,

diagnosis keluar dan tanggal keluar - masuk puskesmas), nomor rekam medik

Gambar

Tabel I.  Daftar contoh antibiotika yang tidak dianjurkan untuk
Diagram alir penilaian kualitas peresepan antibiotika Gambar 1. berdasarkan kritera Gyssens.....................................
Tabel I.Daftar contoh antibiotika yang tidak dianjurkan untuk anak-anak
Gambar 1. Diagram alir penilaian kualitas peresepan antibiotika berdasarkan kriteria Gyssens (Kemenkes, 2011a)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kandungan ammonia terendah terdapat pada perlakuan C yaitu pupuk sapi sebagai media kultur sedangkan yang terbesar terdapat pada perlakuan B yang merupakan pupuk

(4) Narasumber dalam pelaksanaan Forum SKPD adalah Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau unit kerja Kabupaten, Kepala dan para Pejabat Bappeda, Anggota DPRD

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa para responden telah melakukan prosedur auditing yang wajar dan memenuhi kriteria yang telah

Dari hasil pengisian angket siswa tersebut, dapat diketahui bahwa setelah belajar menggunakan pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) siklus II,

Penelitian tentang anggaran di pemerintah daerah telah banyak dilakukan seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Puspitarini (2014) yang meneliti tentang

Data yang tidak lengkap dan akurat dapat berpengaruh pada proses pengambilan keputusan, seperti yang dikatakan oleh Bagja (2010) dalam penelitiannya tentang

13 Dan oleh sebab kamu telah tahan uji dalam pelayanan itu, mereka memuliakan Allah karena ketaatan kamu dalam pengakuan akan Injil Kristus dan karena kemurahan hatimu

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan di atas, maka rumusan masalah yang akan diungkap pada penelitian ini adalah “Bagaimana bentuk tes piktorialyang digunakan