• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TNJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajak - PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NO. 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH TERHADAP PELANGGARAN PAJAK REKLAME DI KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TNJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajak - PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NO. 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH TERHADAP PELANGGARAN PAJAK REKLAME DI KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TNJAUAN PUSTAKA

A. Pajak

1. Pengertian Pajak

Menurut Edwin R.A. Seligman yaitu : “Tax is a compulsery contribution from the person, to the goverment to defray the expenses

incurred in the common interest of all, without reference to special benefit

conferred” (Edwin R.A. Seligman, 1925: 3).

Banyak terdengar keberatan atas kalimat “without reference” karena bagaimanapun juga uang-uang pajak tersebut digunakan untuk produksi barang dan jasa, jadi benefit diberikan kepada masyarakat, hanya tidak mudah ditunjukkannya, apalagi secara perorangan.

Menurut Adriani, Pajak ialah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan (R. Santoso Brotodiharjo, 2010: 2).

Dari definisi menurut Adriani, pajak dianggap sebagai pengertian yang merupakan spesies dari sebuah genus berupa pungutan. Dengan demikian, ruang lingkup pemungutan lebih luas dari pajak. Didalam definisi tersebut, terlihat bahwa ia menekankan fungsi budgetaire (keuangan) pajak, sekalipun sebenarnya pajak masih memiliki fungsi lain yang juga sangat penting, yakni fungsi mengatur.

“In the United States, for example, the national goverment has an income tax, most states have an income tax or a sales tax, or both and

cities and towns may have a sales tax or a property tax. In some states

such as Ohio, the sales tax is different in each county

(2)

Rochmat Soemitro memberikan definisi pajak bahwa pajak merupakan iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan), dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan dipergunakan untuk membayar pengeluaran umum (Dwiarso Utomo, 2011: 1).

2. Dasar Hukum Pemungutan Pajak

Hukum pajak harus memberikan jaminan hukum dan keadilan yang tegas, baik untuk negara selaku pemungut pajak (fiskus) maupun kepada rakyat selaku wajib pajak. Di negara-negara yang menganut faham hukum, segala sesuatu yang menyangkut pajak harus ditetapkan dalam undang-undang. Dalam Undang-undang Dasar 1945 dicantumkan Pasal 23 ayat (2) sebagai dasar hukum pemungutan pajak oleh negara. Dalam pasal itu ditegaskan bahwa pengenaan dan pemungutan pajak ( termasuk bea dan cukai) untuk keperluan negara hanya boleh terjadi berdasarkan undang-undang.

3. Asas-asas Pemungutan Pajak

Adam Smith mengemukakan 4 (empat) asas pemungutan pajak yang lazim dikenal dengan:

a. Equality (asas persamaan)

Asas ini menekankan bahwa pada warga negara atau wajib pajak tiap negara seharusnya memberikan sumbangannya kepada negara, sebanding dengan kemampuan mereka masing-masing, yaitu sehubungan dengan keuntungan yang mereka terima di bawah perlindungan negara. Yang dimaksud dengan “keuntungan” disini adalah besar kecilnya pendapatan yang diperoleh dibawah perlindungan negara. Dalam asas equality ini tidak diperbolehkan suatu negara mengadakan diskriminasi di antara wajib pajak.

b. Certainty (asas kepastian)

(3)

kepastian hukum sangat dipentingkan terutama mengenai subjek dan objek pajak.

c. Conveniency of payment (asas menyenangkan)

Pajak seharusnya dipungut pada waktu dengan cara yang paling menyenangkan bagi para wajib pajak, misalnya: pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan terhadap para petani, sebaiknya dipungut pada saat mereka memperoleh uang yaitu pada saat panen.

d. Law Cost of Collection (asas efisiensi)

Asas ini menekankan bahwa biaya pemungutan pajak tidak boleh lebih dari hasil pajak yang akan diterima. Pemungutan pajak harus disesuaikan dengan kebutuhan Anggaran Belanja Negara.

Jika Adam Smith mengemukakan 4 (empat) asas dalam pemungutan pajak, maka W. J. De Langen seorang ahli pajak, menyebutkan 7 (tujuh) asas pokok perpajakan tersebut adalah sebagai berikut:

1) Asas Kesamaan, dalam arti bahwa seseorang dalam keadaan yang boleh sama hendaknya dikenakan pajak yang sama. Tidak boleh ada diskriminasi dalam pemungutan pajak.

2) Asas Daya-Pikul, yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa setiap wajib pajak hendaknya terkena beban pajak yang sama. Ini berarti orang yang pendapatannya tinggi dikenakan pajak yang tinggi, yang pendapatannya rendah dikenakan pajak yang rendah dan pendapatannya di bawah basicneed dibebaskan dari pajak.

3) Asas Keuntungan Istimewa, bahwa seseorang yang mendapatkan keuntungan istimewa hendaknya dikenakan pajak istimewa pula. 4) Asas Manfaat, mengatakan bahwa pengenaan pajak oleh pemerintah

didasarkan atas alasan bahwa masyarakat menerima manfaat barang-barang dan jasa yang disediakan oleh pemerintah.

(4)

lain pihak menarik pungutan-pungutan untuk membiayai kegiatan pemerintah tersebut, akan tetapi sebagai keseluruhan adalah mengikatkan kesejahteraan masyarakat.

6) Asas Keringanan Beban, asas ini menyatakan bahwa meskipun pengenaan pungutan merupakan beban masyarakat atau perorangan dan betapapun tingginya kesadaran berwarga negara, akan tetapi hendaknya diusahakan bahwa beban tersebut sekecil-kecilnya. 7) Asas Keseimbangan, asas ini menyatakan bahwa dalam

melaksanakan berbagai asas tersebut yang mungkin saling bertentangan, akan tetapi hendaknya selalu di usahakan sebaik mungkin. Artinya tidak mengganggu perasaan hukum, perasaan keadilan dan kepastian hukum (H. Bohari, 2004: 43).

4. Fungsi Pajak

a. Fungsi Anggaran (Budgetair)

Sebagai sumber pendapatan daerah, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran daerah. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin daerah dan melaksanakan pembangunan, daerah membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan dan lain sebagainya. b. Fungsi Mengatur (Regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.

c. Fungsi Stabilitas

(5)

d. Fungsi Redistribusi Pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

5. Pengertian Wajib Pajak

Pengertian wajib pajak dijabarkan di Pasal 1 huruf a Undang-undang No. 6 Tahun 1983 tentang Kitab Undang-Undang-undang Perpajakan (KUP) yaitu orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau pemotong pajak tertentu. Seseorang atau badan yang memenuhi persyaratan menjadi wajib pajak diharuskan untuk melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan yang harus dihormati oleh fiskus (Mariot Pahala Siahaan, 2010: 1).

Dari ketentuan yang dimuat dalam Kitab Undang-undang Perpajakan terdapat kewajiban dari wajib pajak dan juga hak-haknya seperti:

a. Kewajiban Wajib Pajak

1) Melaksanakan pendaftaran diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai identitas dari wajib pajak. Fungsi Nomor Wajib Pajak tersebut selain dipergunakan untuk mengetahui identitas wajib pajak yang sebenarnya, juga berguna untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam hal pengawasan administrasi perpajakan.

(6)

pembayaran pajak yang telah dilaksanakan sendiri dalam satu tahun pajak, serta laporan tentang pembayaran pajak yang telah dipotong oleh pihak ketiga (Pasal 3 ayat (2) Undang-undang No. 16 Tahun 2006 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan).

3) Wajib pajak wajib untuk mengisi dengan benar dan lengkap dan memandatangani sendiri surat pemberitahuan pajak dan kemudian mengembalikan surat pemberitahuan itu kepada Kantor Inspeksi Pajak.

4) Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan-pencatatan pada dasarnya setiap orang dan badan usaha yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas diharuskan mengadakan pembukuan. b. Hak-hak Wajib Pajak

1) Wajib pajak mempunyai hak untuk menerima tanda buktu pemasukan Surat Pemberitahuan. Surat Pemberitahuan melalui Kantor Pos dan Giro harus dilaksanakan secara tercatat, dan tanggal pengiriman dianggap sebagai tanda bukti penerimaan. 2) Wajib pajak mempunyai hak mengajukan permohonan penundaan

penyampaian Surat Pemberitahuan.

3) Wajib pajak mempunyai hak untuk melakukan pembetulan sendiri Surat Pemberitahuan (SPT) yang telah dimasukkan. Pembetulan atas Surat Pemberitahuan dapat dilakukan oleh wajib pajak apabila terdapat kekeliruan dalam mengisi SPT yang dibuat oleh wajib pajak.

4) Wajib pajak mempunyai hak untuk mengajukan permohonan penundaan dan pengangsuran pembayaran pajak sesuai dengan kemampuannya.

(7)

6) Wajib pajak berhak mengajukan permohonan pembetulan salah tulis atau salah hitung atau kekeliruan yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP) dalam Penerapan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan.

7) Wajib pajak berhak mengajukan keberatan dan berhak atas kepastian terbitnya surat keputusan atas surat permohonan keberatannya.

8) Wajib pajak berhak mengajukan Permohonan Banding atas surat keberatannya yang telah diputuskan oleh Jenderal Pajak.

9) Wajib pajak berhak mengajukan Permohonan Penghapusan atau Pengurangan Pengenaan Sanksi Perpajakan serta Pembetulan Ketetapan Pajak yang salah atau keliru.

10) Wajib pajak berhak memberi kuasa khusus kepada orang lain yang dipercayai untuk melaksanakan kewajiban perpajakan.

B. Penegakan Hukum

1. Pengertian Hukum

Soerjono Soekanto menyebutkan arti yang diberikan masyarakat pada hukum sebagai berikut:

a. Hukum sebagai ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran.

b. Hukum sebagai disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi.

c. Hukum sebagai kaidah, yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan.

d. Hukum sebagai tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat kaidah-kaidah hukum yang berlaku pada suatu waktu.

e. Hukum sebagai petugas, yakni pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum.

(8)

g. Hukum sebagai proses pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal balik antar unsur-unsur pokok sistem kenegaraan.

h. Hukum sebagai sikap tindak ajeg atau perikelakuan yang teratur, yaitu perikelakuan yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.

i. Hukum sebagai jaminan nilai-nilai, yaitu jalinan-jalinan dari konsepsi-konsepsi tentang apa yang siagap baik dan buruk.

2. Pengertian Hukum Pajak

Hukum Pajak, yang dikenal dengan hukum fiskal, adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewnang pemerintah untuk mengambil melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (selanjutnya sering disebutwajib pajak). Tugasnya adalah menelaah keadaan-keadaan dalam masyarakat yang dapat dihubungkan dengan pengenaan pajak, merumuskannya dalam peraturan-peraturan hukum dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum ini dalam pada itu adalah penting sekali bahwa tidak harus diabaikan begitu saja latar ekonomis dari keadaan-keadaan dalam masyarakat tersebut (R. Brotodiharjo Santoso, 2010: 1).

Menurut R. Santoso Brotodiharjo, hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak. Dengan lain lain perkataan hukum pajak menerangkan:

a. Siapa-siapa wajib pajak (subyek pajak);

b. Objek-objek apa yang dikenakan pajak (objek pajak); c. Kewajiban wajib pajak terhadap pemerintah;

d. Timbulnya dan hapusnya hutang pajak; e. Cara penagihan pajak, dan

(9)

3. Pengertian Penegakan Hukum

Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep menjadi kenyataan. Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Berdasarkan itu yang disebut sebagai keinginan hukum disini tidak lain adalah pikiran-pikiran pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum itu. Pembicaraan mengenai proses penegakan hukum ini menjangkau pula sampai kepada pembuatan hukum. Perumusan pikiran pembuat undang-undang (hukum) yang dituangkan dalam peraturan hukum akan turut menentukan bagaimana penegakan hukum itu dijalankan (Satjipto Rahardjo, 1983: 24).

Menurut Soerjono Soekanto, yaitu secara konsepsional maka inti dari arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang dijabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkuman penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Penegakan hukum sebagai suatu proses yang pada hakekatnya merupakan diskresi menyangkut pembuatan keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi dan pada hakekatnya diskresi berada diantara hukum dan moral (Soerjono Soekanto, 1983: 24).

Penegakan hukum merupakan serangkaian aktivitas, upaya dan tindakan melalui organisasi berbagai instrumen untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan oleh penyusun hukum atau undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan hukum (Satjipto Raharjo, 2010: 24).

(10)

4. Pengertian Penegakan Hukum Pajak

Penegakan hukum pajak merupakan suatu aturan yang dibuat agar wajib pajak dapat patuh terhadap kewajiban perpajakannya, serta dapat memberikan rasa adil dalam penegakan hukumnya kepada wajib pajak. Dengan kata lain penegakan pajak sangatlah penting terhadap kepatuhan wajib pajak karena jika salah satu dari unsur tersebut tidak berjalan dengan baik, maka tingkat kepatuhan wajib pajak tidak akan terjadi dengan baik dan tidak akan adil merata (Siti Kurnia Rahayu, 2010: 140).

C. Pemerintahan Daerah

1. Pengertian Daerah

Daerah dalam konteks pembagian administratif di Indonesia, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat (Licoln Arsyad, 1999: 107).

2. Pengertian Pemerintahan Daerah

Definisi Pemerintahan Daerah berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-undang No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat (2) adalah sebagai berikut: “ Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

(11)

3. Penyelenggara Pemerintahan Daerah

Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD Pasal 19 ayat (1) Undang-undang No. 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-undang No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan Pasal 20 ayat (2) Undang-undang No. 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-undang No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah.

Dengan demikian penyelenggaraan pemerintah daerah terdiri dari Pemerintahan Daerah dan DPRD. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Wali Kota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

D. Peraturan Daerah

1. Pengertian Peraturan Daerah

Sesuai dengan ketentuan Undang-undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang dimaksud dengan Peraturan Daerah (Perda) adala peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. Definisi lain tentang Perda berdasarkan ketentuan Undang-undang tentang Pemerentah Daerah 1 adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Kepala Daerah baik di Propvinsi maupun di Kabupaten/ Kota.

(12)

perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.

2. Jenis-jenis Peraturan Daerah

Ada berbagai jenis Peraturan Daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kota dan Propinsi antara lain:

a. Pajak Daerah; b. Retribusi Daerah;

c. Tata Ruang Wilayah Daerah; d. APBD;

e. Rencana Program Jangka Menengah Daerah; f. Pemerintahan Desa;

g. Pengaturan Umum Lainnya.

3. Proses Pembuatan Peraturan Daerah

Proses pembentukan Peraturan Daerah terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu:

a. Proses penyiapan perancangan Perda yang merupakan proses penyusunan dan perancangan di lingkungan DPRD atau lingkungan Pemda (dalam hal ini Raperda usul inisiatif). Proses ini termasuk penyusunan naskah inisiatif (initiatives draft), naskah akademik (academic draft) dan naskah rancangan Perda (legal draft).

b. Proses mendapatkan persetujuan, yang merupakan pembahasan di DPRD.

c. Proses pengesahan oleh Kepala Daerah dan pengundangan oleh Sekretaris Daerah.

4. Asas-asas Materi Muatan

a. Asas Pengayoman, bahwa setiap muatan Perda harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.

(13)

c. Asas Kebangsaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistic (kebinekan) dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

d. Asas Kekeluargaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.

e. Asas Kenusantaraan, bahwa setiap materi muatan Perda senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan Perda merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.

f. Asas Bhineka Tunggal Ika, bahwa setiap materi muatan Perda harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi daerah dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

g. Asas Keadilan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali. h. Asas Kesamaan dalam Hukum dan Pemerintahan, bahwa setiap materi

muatan Perda tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain agama, suku, ras, golongan, gender atau status sosial.

i. Asas Ketertiban dan Kepastian Hukum, bahwa setiap muatan Perda harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.

(14)

E. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan self supporting dalam bidang keuangan. Sehubungan dengan pentingnya

posisi keuangan ini pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembanguna dan keuangan inilah yang merupakan salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri.

Penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari Pos Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos Penerimaan non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam.

1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Identifikasi sumber Pendapatan Asli Daerah adalah: meneliti, menentukan dan menetapkan mana sesungguhnya yang menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah dengan cara meneliti dan mengusahakan serta mengelola sumber pendapatan tersebut dengan benar sehingga memberikan hasil yang maksimal.

Pendapatan Asli Daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu (UU. No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah), pendapatan daerah berasal dari penerimaan dari dana perimbangan pusat dan daerah, juga yang berasal daerah itu sendiri yaitu pendapatan asli daerah serta lain-lain pendapatan yang sah.

(15)

daerah serta besaran penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan (UU.No 32 Tahun 2004).

Pengeritan pendapatan asli daerah menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2009 yaitu sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperopleh daerah dari penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah, dan lain-lain yang sah (Abdul Halim, 2004: 96).

Dari beberapa pendapat di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pendapatan asli daerah adalah semua penerimaan keuangan suatu daerah, dimana penerimaan keuangan itu bersumber dari potensi-potensi yang ada di daerah tersebut misalnya pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain, serta penerimaan keuangan tersebut diatur oleh peraturan daerah.

2. Hukum Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Seluruh kegiatan dalam Pendapatan Asli Daerah diatur dalam

a. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Sistem Pemerintahan Daerah

b. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat-Daerah

c. Undang-undang No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

e. Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah f. Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2000 tentang Retribusi Daerah g. Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang Sistem Pengelolaan Keuangan

Daerah

3. Komposisi Pendapatan Asli Daerah (PAD)

(16)

Diantara keempat sumber tersebut pajak daerah dan retribusi daerah merupakan sumber andalan PAD.

F. Pajak Daerah

1. Pengertian Pajak Daerah

Pajak daerah berdasarkan Pasal 1 angka (10) Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dari definisi diatas dapat dirangkum pengertian pajak daerah adalah iuran wajib yang dikelola oleh pemerintah daerah dan untuk membiayai kebutuhan pemerintah daerah termasuk pembangunan daerah dengan tanpa memperoleh imbalan secara langsung. Sedangkan menurut penulis definisi pajak adalah, iuran wajib oleh orang pribadi atau badan hukum kepada pemerintah daerah tanpa mendapat imbalan secara langsung yang dapat dipaksakan berdasarkan undang-undang yang berlaku kemudian dapat digunakan untuk pembiayaan pembangunan dan kebutuhan daerah.

Rochmad Sumitro merumuskan pajak daerah adalah pajak Negara yang diserahkan kepada Daerah untuk dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dipergunakan guna membiayai pengeluaran Daerah sebagai badan hukum publik.

2. Ciri-ciri Pajak Daerah

a. Pajak Daerah berasal dari Pajak Negara yang diserahkan kepada Daerah sebagai Pajak Daerah;

b. Penyerahan dilakukan berdasarkan undang-undang;

(17)

d. Hasil pungutan Pajak Daerah dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangga Daerah atau untuk membiayai pengeluaran Daerah sebagai badan hukum publik.

3. Landasan Hukum Pemungutan Pajak Daerah

Landasan Hukum Pajak Daerah diatur oleh Pemerintah Daerah dalam Pasal 58 Undang-undang No. 5 Tahun 1974 yang lengkapnya berbunyi sebagai berikut:

a. Dengan undang-undang ditetapkan ketentuan pokok tentang Pajak dan Retribusi Daerah;

b. Dengan Peraturan Daerah ditetapkan pungutan Pajak dan Retribusi Daerah;

c. Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, berlaku sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang, menurut cara yang diatur dalam undang-undang dan tidak boleh berlaku surut;

d. Pengembalian atau pembebasan pajak Daerah dan/ atau Retribusi daerah hanya dapat dilakukan berdasarkan Peraturan Daerah.

4. Prinsip-prinsip Pajak Daerah

Terdapat beberapa prinsip umum dari pajak daerah yang dikemukakan oleh Irwansyah Lubis, yaitu:

a. Prinsip manfaat (benefit principle) suatu sistem pajak dikatakan adil bila kontribusi yang diberikan oleh setiap wajib pajak, sesuai dengan manfaat yang diperolehnya dari jasa-jasa pemerintah;

b. Kemampuan membayar pajak (ability to pay);

c. Kemampuan membayar dengan keadilan vertikal dan struktur tarif pajak;

d. Prinsip menyediakan pendapatan yang cukup naik dan elastis. Artinya dapat mudah naik turun mengikuti naik turunnya kemakmuran masyarakat;

(18)

f. Secara politis dapat diterima oleh masyarakat, sehingga timbul motivasi dan kesadaran untuk memenuhi kepatuhan membayar pajak;

5. Jenis Pajak Daerah

Pajak Daerah dibedakan sesuai yang mengelolanya seperti berikut ini:

a. Pajak Provinsi

Berbagai Pajak Provinsi antara lain:

1) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan diatas air 2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

3) Pajak Air Permukaan 4) Pajak Rokok

b. Pajak Kabupaten/Kota

Berbagai Pajak Kabupaten/Kota antaralain adalah: 1) Pajak Hotel

2) Pajak Restoran 3) Pajak Hiburan 4) Pajak Reklame

5) Pajak Penerangan Jalan

6) Pajak Mineral Bukan Logam Bebatuan 7) Pajak Parkir

8) Pajak Air Bawah Tanah 9) Pajak Sarang Burung Walet

10) Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) 11) Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

6. Karakteristik Pajak Daerah

Karakteristik dari pajak daerah adalah sebagai berikut:

a. Pajak daerah dapat berasal dari pajak asli daerah maupun pajak negara yang diserahkan kepada daerah sebagai Pajak Daerah.

(19)

c. Pajak daerah dipungut oleh daerah terbatas didalam wilayah administratif yang dikuasainya berdasarkan kekuatan undang-undang dan atau peraturan hukum yang lainnya.

d. Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan urusan rumah tangga daerah atau untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik (Angger Sigit Pramusti, 2015: 25).

G. Pajak Reklame

1. Pengertian Pajak Reklame

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (15) Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas No. 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah dijelaskan bahwa Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Pasal 1 angka (16) Reklame adalah benda, alat perbuatan atau media yang menurut bentuk sesuatu barang dan corak ragamnya.

2. Tujuan Reklame

Yaitu untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan mempromosikan atau menarik perhatian umum sesuatu barang, jasa, orang atau yang dapat dilihat, dibaca dan atau didengar dirasakan dan atau dinikmati oleh umum. Pasal 1 angka (17) panggung/ lokasi reklame adalah suatu sarana atau tempat pemasangan satu atau beberapa buah reklame.

3. Obyek Pajak Reklame

Berdasarkan Ketentuan Pasal 22 ayat (1) Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas menjelaskan bahwa, Obyek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan reklame, yaitu meliputi:

a. Reklame papan/billboard/videotron/megatron dan sejenisnya; b. Reklame kain;

c. Reklame melekat, stiker; d. Reklame selebaran;

(20)

f. Reklame udara; g. Reklame apung; h. Reklame suara;

i. Reklame film/slide; dan j. Reklame peragaan.

Adapun yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak Reklame adalah:

a. Penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan dan sejenisnya;

b. Label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya;

c. Nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat usaha atau profesi diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau profesi tersebut; dan

d. Reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Daerah.

4. Subyek Pajak Reklame

Berdasarkan Ketentuan Pasal 23 ayat (1) Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas menjelaskan bahwa:

Subyek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan Reklame.

5. Jenis-jenis Reklame

Berdasarkan Ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas No. 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah, jenis-jenis Reklame Yaitu:

a. Reklame Megatron/Videotron/Lage Elekronik Display (LED)

(21)

b. Reklame Papan/Billboard

Reklame yang terbuat dari papan, kayu, seng, aluminium, fiberglass, kaca, batu, tembok atau beton, logam ataupun barang lain yang sejenis, dipasang tersendiri atau digantungkan atau dipasangkan/atau ditempel pada bangunan, halaman, maupun diatas bangunan, termasuk didalamnya bando yang dibangun melintang/bersebrangan diatas jalan di dalam sarana atau prasarana Kabupaten.

c. Reklame Kain

Reklame yang diselenggarakan berupa gambar, lukisan dan/atau tulisan dengan menggunakan bahan kain, termasuk vinyl, plastik, kertas, karet atau bahan lainnya yang sejenis, dipasang dengan cara digantung atau ditempel horizontal maupun vertikal.

d. Reklame Melekat atau Stiker

Reklame yang diselenggarakan berupa gambar, lukisan dan/atau tulisan berbentuk lembaran lepas, yang dipasang dengan cara diletakan, ditempelkan atau digantungkan dengan melekat pada suatu benda. e. Reklame Wall Painting

Reklame yang diselenggarakan berupa gambar, lukisan dan/tulisan pada dinding , pintu atap atau bagian lain dari bangunan, pagar dan sejenisnya.

f. Reklame Selebaran

Reklame yang berbentuk lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara disebarkan, diberikan atau dapat diminta, yang pemasangannya tidak ditempelkan, dilekatkan atau digantungkan pada suatu benda lain. g. Reklame Berjalan

(22)

h. Reklame Udara

Reklame yang diselenggarakan diudara dengan menggunakan gas, laser pesawat udara atau alat lainnya yang sejenis.

i. Reklame Apung

Reklame yang diselenggarakan berupa gambar, lukisan dan/atau tulisan yang dipasang pada suatu alat/benda yang berada dipermukaan air atau diatas permukaan air.

j. Reklame Suara

Reklame yang diselenggarakan menggunakan kata-kata yang diucapkan dengan menggunakan suatu yang ditimbulkan dari atau oleh alat perantara.

k. Reklame Film/Slide

Reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan klise (celluloide) berupa kaca atau film, atau bahan lain yang sejenis, sebagai alat untuk diproyeksikan dan/atau dipancarkan pada layar atau benda lain di dalam maupun diluar ruangan.

l. Reklame Peragaan

Reklame yang diselenggarakan dengan cara memperagakan suatu barang dengan atau disertai suara.

6. Dasar Pengenaan Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Reklame

Berdasarkan ketentuan Pasal 24 Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas disebutkan bahwa, Dasar Pengenaan Pajak Reklame adalah Nilai Sewa Reklame, yaitu:

a. Dalam hal reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan nilai kontrak reklame.

(23)

c. Dalam hal nilai sewa ssebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diketahui dan/atau dianggap tidak wajar, Nilai Sewa Reklame ditetapkan dengan menggunakan faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

d. Cara perhitungan Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan menghitung berdasarkan penjumlahan Nilai Jual Objek Pajak Reklame dan Nilai Strategis Penyelenggaraan Reklame.

e. Hasil Perhitungan Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dengan peraturan Bupati Banyumas.

7. Nilai Sewa Reklame Menurut Jenis Reklame

A. Reklame papan / billboard / videotron/ megatron dan sejenisnya

1.

Reklame papan/billboard tanpa lampu

LOKASI

PENEMPATAN NJOPR NSPR

NSR=

(NJOPR+NSPR) KET. a. Kawasan Khusus 200.000 150% x NJOPR 500.000 M?/th b, Kawasan Strategis I 200.000 100% x NJOPR 400.000 MP/th c. Kawasan Strategis II 200.000 50% x NJOPR 300.000 M2/th d. Kawasan Strategis III 200.000 0% x NJOPR 200.000 M2/th Sumber: DPPKAD Kabupaten Banyumas: 2016

2.

Reklame papan/ billboard dengan lampu: LOKASI

PENEMPATAN NJOPR NSPR

NSR=

(24)

3.

Reklame Neon Box:

PENEMPATAN NJOPR NSPR

NSR= Sumber: DPPKAD Kabupaten Banyumas: 2016

5.

Videotron/ Megatron: LOKASI

PENEMPATAN NJOPR NSPR

NSR=

(25)

B. Reklame Kain

1.

Reklame kain dari kain biasa atau sejenisnya: LOKASI

PENEMPATAN NJOPR NSPR NSR KET.

a. Kawasan Khusus 12.000 150% x NJOPR 30.000 M2/bln b. Kawasan Strategis I 12.000 100% x NJOPR 24.000 M2/bln c. Kawasan Strategis II 12.000 50% x NJOPR 18.000 M2/bln d. Kawasan Strategis III 12.000 0% x NJOPR 12.000 M2/bln Sumber: DPPKAD Kabupaten Banyumas: 2016

2.

Reklame kain dari MMT, Digital printing, vinil atau sejenisnya: LOKASI

PENEMPATAN NJOPR NSPR NSR KET.

a. Kawasan Khusus 20.000 150% x NJOPR 50.000 M2/bln b. Kawasan Strategis I 20.000 100% x NJOPR 40.000 M2/bln c. Kawasan Strategis II 20.000 50% x NJOPR 30.000 M2/bln d. Kawasan Strategis III 20.000 0% x NJOPR 20.000 M2/bln Sumber: DPPKAD Kabupaten Banyumas: 2016

C. Reklame melekat (stiker) LOKASI

PENEMPATAN NJOPR NSPR NSR KET.

Stiker sarnpai dengan 1 m2

20.000 0 20.000 Per lembar

Kalender

tempel/gantung

10.000 0 10.000 * per eksemplar.

Sumber: DPPKAD Kabupaten Banyumas: 2016

D. Reklame selebaran

1. Selebaran satu muka tidak berwarna: LOKASI

PENEMPATAN NJOPR NSPR NSR KET.

(26)

2. Selebaran dua muka tidak berwarna: LOKASI

PENEMPATAN NJOPR NSPR NSR KET.

300 0 300 Per lembar

Sumber: DPPKAD Kabupaten Banyumas: 2016

3.

Selebaran satu muka berwarna: LOKASI

PENEMPATAN NJOPR NSPR NSR KET.

600 0 600 Per lembar

Sumber: DPPKAD Kabupaten Banyumas

4.

Selebaran dua muka berwarna: LOKASI

PENEMPATAN NJOPR NSPR NSR KET.

1.000 0 1000 Per lembar

Sumber: DPPKAD Kabupaten Banyumas: 2016

5.

Reklame berjalan pada kendaraan LOKASI

PENEMPATAN NJOPR NSPR NSR KET.

0 =NJOPR

NJOPR dihitung berdasarkan biaya produksi/ pemasangan yang diajukan oleh Wajib Pajak

(27)

6.

Reklame Udara

Sumber: DPPKAD Kabupaten Banyumas: 2016

7.

Reklame suara Sumber: DPPKAD Kabupaten Banyumas: 2016

(28)

Wajib Pajak

Sumber: DPPKAD Kabupaten Banyumas: 2016

9.

Reklame peragaan LOKASI

PENEMPATAN NJOPR NSPR

NSR=

Sumber: DPPKAD Kabupaten Banyumas: 2016 8. Tata Cara Pemungutan Pajak Reklame

Pemungutan Pajak Reklame berjalan untuk jenis kendaraan dilakukan berdasarkan domisili dan/atau wilayah operasi kendaraan tersebut didalam wilayah Kabupaten Banyumas serta dihitung berdasarkan luas bidang reklame termasuk paduan warna, ornamen dan lain sebagainya yang mencirikan produk yang dipromosikan. Dalam jangka 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati atau Pejabat dapat menerbitkan: a. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) dalam hal jika

(29)

b. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT) jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang. Apabila SKPDKBT diterbitkan, maka maka dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut. Namun, kenaikan tidak dikenakan jika wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

c. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN) jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

9. Jangka Waktu Pemasangan Reklame

Berdasarkan ketentuan Pasal 28 Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas dinyatakan bahwa:

a. Jangka waktu pemasangan reklame permanen dan reklame terbatas adalah 1 (satu) tahun.

b. Jangka waktu pemasangan reklame insidentil ditetapkan sesuai dengan izin penyelenggara reklame dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Baliho dengan jangka waktu paling singkat 7 (tujuh) hari dan paling lama 30 (tiga puluh) hari;

2) Kain dengan jangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 30 (tiga puluh) hari;

3) Selebaran, melekat diberikan dalam bentuk pengesahan atau porporasi;

4) Film/slide Udara, Suara dan apung dengan jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.

10. Masa Pajak Reklame

Pajak Rekalame juga mempunyai Masa Pajak dan Saat Pajak Terutang, Berdasarkan ketentuan Pasal 82 huruf (c) , yaitu sebagai berikut:

Referensi

Dokumen terkait

Masyarakat setempat menilai pengelola kawasan dan Pemerintah Desa tidak bersikap tegas dan tidak adil terhadap pencurian yang dilakukan oleh masyarakat dari luar kawasan,

Karya sastra yang akan digunakan untuk melihat adanya pengaruh unsur Islam dalam cerita adalah karya sastra Melayu berjudul Hikayat Iskandar Zulkarnain.. Cerita

Dana Alokasi Khusus Bidang Pendidikan untuk Sekolah Dasar/Sekolah Dasar Luar Biasa d an Sekolah Menengah Pertama/Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa di Kabupaten

Sementara itu, dalam studi ini dilakukan di organisasi yang berorientasi nirlaba dan dalam konteks B2C, sehingga permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian

Perat Peraturan Pe uran Pemerin merintah N tah Nomor 2 omor 23 T 3 Tahun 2 ahun 2010 te 010 tentang ntang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Pelaksanaan Kegiatan

kecil, meskipun komunikasi antara pengajar dan pelajar dalam ruang kelas itu termasuk komunikasi kelompok (group communication), sang pengajar sewaktu-waktu bisa mengubahnya

Skor pengalaman kerja bidan di desa adalah skor yang diperoleh dari responden yang memberi jawaban terhadap pertanyaan tentang : Rata ± rata jumlah ibu

Menimbang keterkaitan banyak pihak di dalam rekayasa, mulai dari pemilik ide, perancang sampai dengan pengguna teknologi, maka etika rekayasa dapat didefinisikan pula