• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengenalan Gerakan Tanah

Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara lempeng itu, maka terbentuk daerah penunjaman memanjang di sebelah Barat Pulau Sumatera, sebelah Selatan Pulau Jawa hingga ke Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara, sebelah Utara Kepulauan Maluku, dan sebelah Utara Papua. Konsekuensi lain dari tumbukan itu adalah terbentuknya palung samudera, lipatan, punggungan dan patahan di busur kepulauan, sebaran gunung api, dan sebaran sumber gempa bumi. Gunung api yang ada di Indonesia berjumlah 129. Angka itu merupakan 13% dari jumlah gunung api aktif di dunia. Dengan demikian, Indonesia rawan terhadap bencana letusan gunung api dan gempa bumi. Di beberapa pantai, dengan bentuk pantai

sedang hingga curam, jika terjadi gempa bumi dengan sumber berada di

dasar laut atau samudera dapat menimbulkan gelombang Tsunami (Kementrian ESDM, 2008).

Jenis tanah pelapukan yang sering dijumpai di Indonesia adalah hasil letusan gunung api. Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar lempung dengan sedikit pasir dan bersifat subur. Tanah pelapukan yang berada di atas batuan kedap air pada perbukitan/punggungan dengan kemiringan sedang hingga terjal berpotensi mengakibatkan tanah longsor pada musim hujan dengan curah hujan berkuantitas tinggi. Jika perbukitan tersebut tidak ada tanaman keras berakar kuat dan dalam, maka kawasan tersebut rawan bencana tanah longsor

(2)

Gerakan tanah adalah suatu konsekuensi fenomena dinamis alam untuk mencapai kondisi baru akibat gangguan keseimbangan lereng yang terjadi, baik secara alamiah maupun akibat ulah manusia. Gerakan tanah akan terjadi pada suatu lereng, jika ada keadaan ketidaksetimbangan yang menyebabkan terjadinya suatu proses mekanis, mengakibatkan sebagian lereng tersebut bergerak mengikuti gaya gravitasi, dan selanjutnya setelah terjadi longsor, lereng akan seimbang atau stabil kembali (Khadiyanto, 2008).

Pengertian Tanah Longsor

Longsoran (slides) merupakan gerakan material pembentuk lereng yang diakibatkan oleh terjadinya kegagalan geser, di sepanjang satu atau lebih bidang longsor. Massa tanah yang bergerak bisa menyatu atau terpecah-pecah. Perpindahan material total sebelum longsoran bergantung pada besarnya regangan untuk mencapai kuat geser puncaknya dan pada tebal zona longsornya (Hardiyatmo, 2006).

Menurut Kementrian ESDM (2008), jenis tanah longsor dibedakan atas 6 jenis, yaitu longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan. Berikut ini akan dijelaskan jenis-jenis longsoran tersebut yaitu:

1. Longsoran Translasi

Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Menurut Hardiyatmo (2006), longsoran translasi merupakan gerakan di sepanjang diskontinuitas atau

(3)

bidang lemah yang secara pendekatan sejajar dengan permukaan lereng, sehingga gerakan tanah secara translasi. Dalam tanah lempung, translasi terjadi di sepanjang lapisan tipis pasir atau lanau, khususnya bila bidang lemah tersebut sejajar dengan lereng yang ada. Longsoran translasi lempung yang mengandung lapisan pasir atau lanau, dapat disebabkan oleh tekanan air pori yang tinggi dalam pasir atau lanau tersebut (Gambar 1a).

2. Longsoran Rotasi

Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung (Gambar 1b). Menurut Hardiyatmo (2006), longsoran rotasi mempunyai bidang longsor melengkung ke atas, dan sering terjadi pada massa tanah yang bergerak dalam satu kesatuan. Longsoran rotasi murni (slump) terjadi pada material yang relatif homogen seperti timbunan buatan (tanggul). 3. Pergerakan Blok

Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata (Gambar 1c). Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu. Menurut Hardiyatmo (2006), longsoran blok translasi terjadi pada material keras (batu) di sepanjang kekar (joint), bidang dasar (bedding plane) atau patahan (faults) yang posisinya miring tajam. Longsoran ini banyak terjadi pada lapisan batuan, dengan bidang longsor yang bisa diprediksi sebelumnya. Longsoran semacam ini sering dipicu oleh penggalian lereng bagian bawah, dan terjadi jika kemiringan lereng melampaui sudut gesek dalam (φ) massa batuan di sepanjang bidang longsor. Sudut gesek dalam yang bertambah dengan kekasaran bidang dasar terjadinya longsor, nilainya dapat berkurang oleh akibat perubahan iklim akibat pelapukan.

(4)

4. Runtuhan Batu

Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas (Gambar 1d). Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga meng-gantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.

(a) (b)

(

(c) (d)

Gambar 1. Longsoran translasi (a), longsoran rotasi (b), pergerakan blok (c), dan runtuhan batu (d)

5. Rayapan Tanah

Rayapan tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat (Gambar 2a). Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.

(5)

6. Aliran Bahan Rombakan

Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air (Gambar 2b). Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.

(a) (b)

Gambar 2. Jenis tanah longsor rayapan tanah (a) dan aliran bahan rombakan (b)

Penyebab Longsoran

Banyak faktor semacam kondisi-kondisi geologi dan hidrologi, topografi, iklim, dan perubahan cuaca dapat mempengaruhi stabilitas lereng yang mengakibatkan terjadinya longsoran. Longsoran jarana terjadi oleh satu sebab saja. Menurut Hardiyatmo (2006), adapun sebab-sebab longsoran lereng alam yang sering terjadi antara lain:

1. Penambahan Beban, Penggalian atau Erosi pada Kaki Lereng

Banyak kejadian longsoran diakibatkan atau dipicu oleh penggalian lereng untuk jalan raya, jalan rel, dan perumahan. Longsoran juga sering terjadi pada galian tempat pengambilan tanah (quarry) dan tambang. Bangunan berat yang didirikan di puncak lereng juga memacu longsoran.

(6)

Longsoran dalam tanah lempung cair sering dipicu erosi tanah oleh aliran sungai di bagian kaki lereng. Pada kondisi tertentu, penggalian tanah berakibat longsornya lereng galian. Longsoran tersebut disebabkan oleh pekerjaan galian yang mengurangi tekanan overburden, sehingga tanah atau batuan mengembang dan kuat gesernya turun.

2. Pembekuan dan Pencairan Es

Dalam tanah berlanau, pembekuan air atau cairnya salju dapat mengakibatkan kenaikan tekanan air pori dan gerakan permukaan tanah. Pengembangan air saat membeku dalam retakan dapat menyebabkan runtuhnya batuan. Longsoran sering terjadi selama musim semi dan musim rontok, ketika temperatur berfluktuasi di sekitar titik beku.

3. Hujan dan Kenaikan Tekanan Air Pori

Kebanyakan longsoran lereng terjadi sesudah hujan lebat atau hujan yang berkepanjangan. Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan. Ketika hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah dengan cepat mengembang kembali. Pada awal musim hujan, intensitas hujan yang tinggi biasanya sering terjadi, sehingga kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat. Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor, karena melalui tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Bila ada pepohonan di permukaannya, tanah longsor dapat

(7)

dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan berfungsi mengikat tanah.

Kementrian ESDM (2008) juga menjelaskan penyebab terjadinya longsor yaitu antara lain:

1. Lereng Terjal

Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 1800 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar.

2. Tanah yang Kurang Padat dan Tebal

Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.

3. Batuan yang Kurang Kuat

Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal. 4. Jenis Tata Lahan

Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah

(8)

menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 3. Lereng terjal (a), tanah yang kurang padat dan tebal (b), batuan yang kurang kuat (c), jenis tata lahan (d)

5. Getaran

Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan, getaran mesin, dan getaran lalu lintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah menjadi retak.

6. Adanya Material Timbunan pada Tebing

Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman, umumnya dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah. Hal ini ditunjukkan seperti pada Gambar 4.

(9)

(a) (b)

Gambar 4. Getaran yang biasanya diakibatkan oleh gempa bumi (a) dan adanya material timbunan pada tebing (b)

7. Susut Muka Air Danau atau Bendungan

Akibat susutnya muka air yang cepat di danau, maka gaya penahan lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 2200 mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.

8. Bekas Longsoran Lama

Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit bumi. Bekas longsoran lama memiliki ciri: adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal kuda, umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena tanahnya gembur dan subur, daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai, adanya longsoran kecil terutama pada tebing lembah, adanya tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil pada longsoran lama, alur lembah dan pada tebingnya memiliki retakan dan longsoran kecil.

9. Adanya Bidang Diskontinuitas (Bidang tidak sinambung) Bidang tidak sinambung ini memiliki ciri:

- Bidang perlapisan batuan

(10)

- Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan yang tidak melewatkan air (kedap air)

- Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat.

Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi sebagai bidang luncuran tanah longsor.

10. Penggundulan Hutan

Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana pengikatan air tanah sangat kurang.

11. Daerah Pembuangan Sampah

Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan guyuran hujan, seperti yang terjadi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Leuwigajah di Cimahi. Bencana ini menyebabkan sekitar 120 orang lebih meninggal.

Aplikasi SIG untuk Pemetaan Daerah Rawan Longsor

Menurut Prahasta (2005), SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan dalam menangani data yang bereferensi geografis yaitu masukan, keluaran, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), analisis dan manipulasi data. Dengan keempat kemampuannya tersebut, maka SIG dapat digunakan untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang rawan terhadap adanya bencana.

Penggunaan SIG dalam rentang manajemen resiko bencana dari pembuatan basis data, inventori, overlay SIG yang paling sederhana hingga tingkat lanjut, analisis resiko, analisis untung rugi, proses geologi, statistik

(11)

spasial, matriks keputusan, analisis sensitivitas, proses geologi, korelasi, auto korelasi dan banyak peralatan dan algoritma untuk pembuatan keputusan spasial yang komplek lainnya. Sekali lagi dapat dikenali, bahwa area dimana resiko dengan potensi bahayanya, proses mitigasi dapat dimulai. SIG dapat digunakan dalam penentuan wilayah yang menjadi prioritas utama untuk penanggulangan bencana berikut penerapan standar bangunan yang sesuai, untuk mengidentifikasi struktur, retrofitting, menentukan besarnya jaminan keselamatan terhadap masyarakat dan bangunan sipil, mengidentifikasi sumber bencana, pelatihan dan kemampuan yang dimiliki secara spesifik terhadap bahaya yang dijumpai dan untuk mengidentifikasi area yang terkena banjir serta relokasi korban ke tempat yang aman. Daerah yang paling rentan terhadap bencana menjadi priorita utama dalam melakukan tindakan mitigasi (Haifani, 2008).

Menurut ESRI (1990), teknik tumpang tindih (overlay) merupakan hal yang terpenting dalam aplikasi SIG untuk memperoleh tematik data spasial (peta) baru beserta data atributnya. Terdapat empat jenis metode overlay yang paling penting yaitu: intersect, union, clip, dan merge. Metode intersect adalah metode yang paling luas penggunaannya untuk analisa data spasial dimana teknik akan mengkombinasikan secara silang data spasial dan non spasial dalam satu tema informasi yang baru. Metode union digunakan ketika dua atau lebih digabungkan sehingga menghasilkan data yang dikehendaki hanya tergabung secara spasial tanpa memperhatikan aspek databasenya. Metode clip adalah tumpang tindih dua data spasial yang akan menghasilkan potongan sesuai poligon yang dikehendaki (area of interest). Metode merge adalah penggabungan dua atau lebih data secara

(12)

spasial dan non-spasial dengan syarat adanya field kunci yang sama dalam data atribut.

Pengidentifikasian bahaya longsor menggunakan beberapa parameter. Menurut Priyono, dkk. (2006), parameter yang mempengaruhi longsoran terbagi atas beberapa jenis faktor yaitu faktor penyebab (kemiringan lereng), faktor pemicu berupa dinamik (hujan dan penggunaan lahan), dan faktor pemicu berupa statis (kedalaman tanah, struktur perlapisan, dan tekstur. Faktor hujan mempunyai bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan lahan dikarenakan hujan dapat mempengaruhi perubahan besar beban massa batuan dan atau tanah secara relatif lebih cepat/dramatik dibandingkan dengan penggunaan lahan. Faktor batuan diberi bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah karena batuan merupakan alas daripada tanah. Perubahan-perubahan yang terjadi pada batuan secara otomatis mempengaruhi kestabilan tanah yang menumpang di atasnya. Sedangkan perubahan-perubahan yang terjadi di tanah belum tentu berpengaruh terhadap batuan yang ada di bawahnya.

Parameter penentu rawan longsor dalam penelitian ini adalah kemiringan lereng, penggunaan lahan, jenis tanah dan batuan di Kabupaten Karo. Parameter ini mengacu pada tulisan Haifani (2008) yang menggunakan keempat parameter tersebut sebagai parameter yang memperngaruhi longsoran. Parameter yang memiliki bobot paling besar adalah kemiringan lereng karena kejadian longsoran selalu dipicu oleh adanya perubahan gaya/energi akibat perubahan faktor yang bersifat dinamis.

Menurut Priyono, dkk (2006), metode penelitian menggunakan pembobotan terhadap masing-masing paramater penentu terjadinya longsor.

(13)

Dalam pemberian harkat untuk masing-masing parameter diklasifikasikan ke dalam lima kelas. Harkat yang paling tinggi, dalam hal ini 5, adalah yang paling besar pengaruhnya terhadap terjadinya longsoran. Harkat yang paling rendah, dalam hal ini 1, adalah yang paling kecil pengaruhnya terhadap terjadinya longsoran. Pembobotan disusun atas dasar pemahaman faktor penyebab dan faktor pemicu terjadinya longsoran. Faktor yang menyebabkan terjadinya longsoran adalah gaya gravitasi yang bekerja pada suatu massa tanah dan atau batuan. Di lapangan, besarnya pengaruh gaya gravitasi terhadap massa tanah dan atau batuan ditentukan oleh besarnya sudut lereng. Oleh karena itu dalam penilaian tingkat kerawanan longsor, faktor lereng diberikan bobot yang paling tinggi dibandingkan dengan faktor-faktor lain. Metode ini hampir sama dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini.

Jenis tanah diklasifikasikan berdasarkan kriteria tertentu yang mempunyai dasar ilmiah. Kriteria itu selain harus berlaku untuk semua jenus tanah yang ada, juga harus mudah untuk dipahami. Untuk menentukan padanan jenis tanah tersebut, dapat dilihat dari jenis ordo masing-masing tanahnya. Menurut Darmawijaya (1990), jenis ordo dibedakan atas 10 ordo berdasarkan ada tidaknya horizon diagnostik atau ciri-cirinya sebagai hasil proses genetik yang dialaminya. Jenis ordo tersebut adalah:

1. Alfisol, disingkat: Alf, mempunyai karakteristik sebagai hasil translokasi lempung silikat tanpa merusak basa berlebihan.

2. Aridisol, disingkat: Id, tidak mempunyai air “tersedia” (available) dengan tekanan kurang dari 15 bar untuk waktu yang terlama dan suhunya cukup panas (lebih dari 50C atau 410F).

(14)

3. Entisol, disingkat: Ent, dicirikan oleh bahan mineral tanah yang belum membentuk horizon pedogenik yang nyata, karena pelapukan baru diawali.

4. Histosol, disingkat: Ist, mempunyai kadar bahan organic sangat tinggi sampai kedalaman 80 cm.

5. Inceptisol, disingkat: Ept, mempunyai sifat tersedianya air untuk tanaman lebih dari setengah tahun atau lebih dari 3 bulan berturut-turut dalam musim kemarau, tekstur lebih halus dari pasir geluhan (loamy sand), dan kemampuan menahan kation fraksi lempung yang sedang sampai tinggi. 6. Mollisol, disingkat: Oll, mempunyai karakteristik terbentuknya mollic

epipedon sedalam lebih dari 25 cm dengan warna kelam dan kejenuhan basa sangat tinggi.

7. Oxisol, disingkat: Ox, mengandung C organik yang tinggi, kpk rendah, kadar lempung yang menurun, dan tekstur geluh pasiran (sandy loam) atau lebih halus.

8. Spodosol, disingkat: Od, mempunyai sifat tambahan berupa lembab atau basah, textur bergeluh atau berpasir (loamy or sandy), kpk tergantung pH, dan mengandung sedikit basa.

9. Ultisol, disingkat: Ult, mempunyai persediaan basa yang rendah, terutama horizon yang lebih rendah dan suhu tanah tahunan tengah lebih tinggi dari 80C (470F).

10.Vertisol, disingkat: Ert, karakteristiknya adalah berat jenis tinggi bila kering, konduktivitas hidrolik lambat bila lembab, kembang-kerutnya

(15)

tanah jika basah-kering, dan pengeringan mendadak membuat lubang retakan terbuka.

Jenis batuan terbagi atas 3 batuan yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf. Menurut Munir (1996), batuan beku terbagi atas 3 berdasarkan proses pembekuannya yaitu:

1. Batuan Plutonis, yaitu batuan yang terbentuknya berada jauh di dalam bumi (15-50 km), bentuk batuannya besar-besar dan mempunyai kristal yang sempurna dengan bentuk tekstur holokristalin (semua komposisi disusun oleh kristal sempurna), disebut juga batuan beku dalam.

2. Batuan Gang, yaitu batuan yang terbentuknya di antara batuan dalam dan batuan leleran yaitu dalam celah-celah serta rekahan-rekahan dalam kerak bumi.

3. Batuan vulkanis, yaitu batuan yang terbentuk dari magma yang bergerak dari dalam ke permukaan bumi, sebagian besar membeku di dalam sebagai batuan plutonis, dan hanya kurang dari sepersepuluhnya yang membeku di permukaan bumi sehingga batuan ini disebut juga batuan beku atas.

Gambar

Gambar 1. Longsoran translasi (a), longsoran rotasi (b), pergerakan blok (c),    dan runtuhan batu (d)
Gambar 2. Jenis tanah longsor rayapan tanah (a) dan aliran bahan rombakan (b)
Gambar 3. Lereng terjal (a), tanah yang kurang padat dan tebal (b), batuan yang kurang kuat (c),  jenis tata lahan (d)
Gambar 4. Getaran yang biasanya diakibatkan oleh gempa bumi (a) dan adanya material  timbunan pada tebing (b)

Referensi

Dokumen terkait

Ia tidak membuat suatu definisi khusus tentang masyarakat multikultural tetapi menyebutkan beberapa karakteristik yang merupakan sifat-sifat masyarakat multikultural

Penelitian terdiri atas beberapa tahap, yaitu: 1) Penanaman planlet pisang ketan umur 2 bulan kedalam medium MS yang sudah ditambahkan asam salisilat (AS) sesuai konsentrasi,

Total Recordable Incident Frequency Rate (TRIR) merupakan rasio insiden kecelakaan kerja yang dicatat perusahaan. Masih sama dengan LTFR dan TFIR, satuan yang

Berdasarkan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 sebagaimana telah

(1) Unit Laboratorium Keselamatan Transportasi Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) huruf e, mempunyai tugas menyiapkan laboratorium untuk kegiatan akademik,

Penerapan alat bukti petunjuk oleh hakim didasarkan pada Pasal 188 ayat (2) KUHAP yaitu alat bukti petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat dan

Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar keterampilan tata boga materi pembuatan brownis kukus pada anak tunagrahita ringan kelas XII SMALB-C Kembar Karya I

Pada gambar 7.16 adalah pompa ulir (screw) dengan tiga buah ulir, zat cair akan masuk dari sisi isap, kemudian akan ditekan di ulir yang mempunyai bentuk khusus. Dengan bentuk