• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ilham Imaman Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala. Andri Kurniawan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ilham Imaman Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala. Andri Kurniawan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

MEKANISME PEMAKZULAN (IMPEACHMENT) PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN OLEH MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

Ilham Imaman

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111

Andri Kurniawan

Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111

Abstrak - Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari dan meneliti alasan dilakukannya amandemen terhadap UUD NRI 1945 mengenai pasal pemakzulan, serta mencari dan meneliti sifat putusan MK terkait dengan pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD NRI 1945. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan data-data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier kemudian disajikan menggunakan pendekatan perundang-undangandimana data-data tersebut dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ditemukan bahwa yang menjadi alas an dimasukkannya pasal mengenai pemakzulan pada amandemen ketiga UUD NRI 1945 adalah untuk member kepastian hukum mengenai impeachment, karena sebelum amandemen tidak ada aturan terperinci yang mengatur tentang impeachment. Ditemukan pula bahwa sifat putusan MK terkait impeachment adalah hanya sebagai pertimbangan bagi MPR. Tidak ada aturan mengikat yang mengharuskan MPR untuk mengikuti putusan MK. Jadi bias saja putusan MK dianulir oleh MPR melalui siding paripurna MPR. Disarankan agar putusan akhir mengenai impeachment yang diusulkan oleh DPR berada di Mahkamah Konstitusi (MK) saja, sedangkan MPR hanya menjalankan putusan MK. Adapun cara untuk merealisasikan saran tersebut adalah dengan melakukan amandemen kelima terhadap UUD NRI 1945. Kata Kunci : Mekanisme, Pemakzulan, Presiden, UUD NRI 1945

Abstract - The purpose of this study was to find and examine the reason for the amendment of the Indonesia Constitution concerning impeachment article, as well as locate and investigate the quality of the Constitutional Court verdict related to the impeachment of the President and/or Vice President by the Indonesia Constitution.This study is using a normative legal research using secondary data in the form of primary legal materials, secondary, and tertiary then presented using the approach of law where the data is analyzed qualitatively.The research found that the reason for inclusion of a chapter on the impeachment of the third amendment to the Indonesia Constitution is to provide legal conviction regarding the impeachment, because before amendment no detailed rules governing the impeachment. It was also found that the quality of the Constitutional Court verdict related to impeachment is only for consideration by the Supreme Court. There are no written rules that require the Supreme Court to follow the verdict of the Court. So the decision of the Court could disallowed by the Supreme Court through the Supreme Court plenary session. Recommended that a final verdict on the proposed impeachment by People Council were in the Constitutional Court only, while the Supreme Court only execute decision of the Court. As for how to realize these recommendations is to perform the fifth amendment of the Indonesia Constitution.

Keywords: Mechanism, Impeachment, President, Indonesia Constitution.

PENDAHULUAN

Impeachment merupakan hal yang penting dalam suatu Negara. Impeachment ini menjadi suatu yang penting adanya karena berfungsi untuk mengawasi perilaku kepala Negara agar tidak bertindak sewenang-wenang dalam menjalankan fungsinya. Secara historis, impeachment bermula pada abad ke-14 di Inggris. Parlemen menggunakan lembaga

impeachment untuk memproses pejabat-pejabat tinggi dan individu-individu yang amat kuat (berpengaruh).

(2)

Indonesia adalah Negara hukum. Secara sederhana yang dimaksud dengan Negara hukum adalah Negara yang penyelenggaraannya didasarkan atas hukum. Dengan demikian Negara wajib menempatkan hukum sebagai pedoman bernegara sebagai wujud supremasi hukum (supremacy of law). Negara hukum menghendaki suatu kekuasaan peradilan yang merdeka, yang tidak dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan lain yang akan menyimpangkan hakim dari kewajiban menegakkan hukum, keadilan, dan kebenaran1.

Sebelum amandemen tidak ada pengaturan yang jelas mengenai pemakzulan, pada perubahan ketiga di tahun 2001 barulah dimasukkan pengaturan yang pasti mengenai

impeachment, tepatnya pada pasal 7A-7B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

tahun 1945. Perubahan ini berdampak yuridis yang sangat luas dalam proses ketatanegaraan Indonesia. Presiden tidak lagi tunduk dan bertanggungjawab kepada MPR dan tidak lagi menjadi mandataris MPR untuk melaksanakan UUD 1945 untuk melaksanakan Garis-Garis Besar Haluan Negara, sebagaimana diatur dalam UUD 1945 sebelum perubahan. Presiden tidak lagi dapat dimakzulkan oleh MPR karena alasan presiden telah melanggar haluan negara sebagaimana yang terjadi dalam praktik ketatanegaraan Indonesia selama ini. Presiden hanya dapat dimakzulkan apabila terbukti telah melakukan perbuatan hukum berupa; pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya dan perbuatan tercela.2

Tentang mekanisme pemakzulan presiden setelah amandemen diatur dalam pasal 7B UUD 1945. Mekanisme tersebut diawali dengan usul pemakzulan yang diajukan oleh DPR dengan lebih dahulu menentukan bahwa presiden telah melakukan perbuatan hukum yang melanggar ketentuan pasal 7A UUD 1945 (pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela) kepada MPR.

Pasal 7B UUD NRI 1945:

(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau

1Ni’matul Huda,

Hukum Tata Negara Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2005, hlm. 240. 2

(3)

pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama Sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi. (5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden

terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti telah bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.

Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(4)

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yaitu suatu penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dari sisi normatif3. Data yang digunakan dalam penelitian normatif adalah data-data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode studi kepustakaan dan menggunakan pendekatan perbandingan (comparative approach), pendekatan kepustakaan (library approach), pendekatan sejarah (historical approach), dan pendekatan perundang-undangan

(statute approach).

a. Metode Pendekatan Perbandingan (comparative approach), yaitu pendekatan yang dilakukan dengan membandingkan undang-undang dari satu atau lebih negara lain mengenai hal yang sama.4 membandingkan Hukum Tata Negara suatu negara dengan negara lain. Dari perbandingan tersebut akan ditemukan unsur-unsur perbedaan dan persamaan.5

b. Metode pendekatan sejarah (historical approach), adalah pendekatan yang digunakan untuk memahami hukum secara mendalam tentang suatu sistem hukum tertentu atau pengaturan hukum sehingga dapat memperkecil kekeliruan, baik dalam pemahaman maupun penerepan suatu lembaga atau ketentuan hukum tertentu.6

c. Metode pendekatan kepustakaan (library approach), metode pendekatan dengan teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.7

Metode pendekatan perundang-undangan (statute approach), metode ini menggunakan perundang-undangan dan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.8

3

Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media, Surabaya, 2005. hlm. 47.

4

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2006, hlm. 95. 5

Johnny Ibrahim, Teoridan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media, Surabaya, 2005 ,hlm. 259.

6

Ibid, hlm. 265. 7

Moh. Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2011, hlm. 111. 8

(5)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Sebagai negara hukum seperti yang diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, setiap sikap, kebijakan, dan perilaku alat negara dan penduduk harus berdasar dan sesuai dengan hukum.9 Hal ini untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan kekuasaan baik yang dilakukan oleh alat negara maupun rakyat.

Salah satu asas penting dari negara hukum juga adalah asas legalitas. Substansi dari asas legalitas ini adalah menghendaki agar setiap tindakan badan/pejabat harus berdasarkan undang-undang.10 Tanpa dasar undang-undang, badan/pejabat negara tidak berwenang melakukan suatu tindakan yang dapat mengubah atau memengaruhi keadaan hukum masyarakat. Berkaitan dengan impeachment, maka harus ada aturan terperinci yang mengatur tentang impeachment, baik alasan, lembaga yang berwenang, dan mekanismenya.

Perubahan ketiga UUD 1945 merupakan salah satu instrumen untuk mewujudkan pemerintahan yang stabil. Melalui perubahan ketiga prinsip negara hukum yang dianut Indonesia yang menghendaki suatu kekuasan peradilan yang merdeka, yang tidak dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan lain yang akan menyampingkan hukum11 tercermin dengan dilibatkannya Mahkamah Konstitusi (MK) dalam mekanisme pemakzulan presiden. Sebelum amandemen, mekanime pemakzulan presiden murni adalah putusan politik, dengan tidak dilibatkannya satupun lembaga hukum dalam proses pemakzulan presiden.

Mekanisme pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden (impeahcment) sebagaimana diterapkan saat ini ditujukan untuk memperkuat sistem pemerintahan presidensil yang dianut oleh Indonesia. Karena melalui impeachment Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak dapat dengan mudah diturunkan dari jabatannya oleh Parlemen tanpa dasar/alasan yang konstitusional yakni hanya dapat diberhentikan dengan alasan-alasan hukum.

Terdapat empat (4) kewenangan ditambah satu (1) kewajiban Mahkamah Konstitusi yang diatur dalam Pasal 24 C ayat (1) perubahan ketiga UUD NRI 194512, antara lain:

1. Menguji (judicial review) undang-undang terhadap UUD NRI 1945

2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD NRI 1945 9Ni’matul Huda, Op Cit, hlm. 80 10 I b I d, hlm. 78 11

Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, FH-UII PRESS, Yogyakarta, 2004,hlm. 240 12

TaufiqurrohmanSyahuri, Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum, Kencana, Jakarta, 2011, hlm.111

(6)

3. Memutuskan pembubaran partai politik

4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum (pemilu)

5. Mahkamah Konstitusi juga memiliki kewajiban memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran hukum oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD NRI 1945

Putusan Mahkamah Konstitusi tidak mengikat bagi MPR. Keputusan MK hanya bersifat pertimbangan bagi MPR apakah Presiden dapat dimakzulkan atau tidak. MPR dapat mengikuti keputusan MK atau tidak mengikutinya. Adapun putusan akhirnya tetap berada di MPR melalui proses rapat paripurna MPR.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian serta penjelasan sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan pokok pembahasan serta sekaligus merupakan jawaban dari permasalahan yang dibuat, yaitu:

1. Alasan dimasukkan pasal mengenai pemakzulan pada amandemen ketiga UUD NRI 1945 adalah untuk member kepastian hukum mengenai pemakzulan. Karena sebelum amandemen ketiga, tidak ada aturan yang jelas/terperinci mengenai pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden baik alasan maupun mekanismenya.

2. Sifat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) hanya sebagai pertimbangan bagi MPR untuk memutuskan dapat tidaknya Presiden dan/atau Wakil Presiden dimakzulkan. Tidak ada aturan mengikat yang mengharuskan MPR mengikuti putusan MK. Jadi bisa saja putusan MK dianulir oleh MPR melalui proses rapat paripurna yang merupakan penentu dari proses pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, FH-UII PRESS, Yogyakarta, 2004 Hamdan Zoelva, Impeachment Presiden, KONpress, Jakarta, 2005.

Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media, Surabaya, 2005.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana. Jakarta. 2006.

Referensi

Dokumen terkait

Terpeliharanya kondisi Tramtibum yang kondusif di Jawa Tengah 360 orang Terpeliharanya kondisi Tramtibum yang kondusif di Jawa Tengah 1.350 kader. Kelompok Sasaran Kegiatan : Aparat

Berdasar- kan hasil rangkuman sidik ragam pada Tabel 1, perlakuan rasio tanaman induk jantan dan betina (r), serta interaksi antara rasio tanaman dengan pupuk boron

Pasal tersebut bermakna bahwa dalam menjalankan ekspresi dan kebebasan sebuah organisasi kemasyarakatan harus berada pada jalur yang konstitusional berdasarkan

Selanjutnya berkas pemecahan dicatatkan dalam buku tanah yang telah ada di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN), yang selanjutnya dilakukan pencetakan

Dengan tanggung jawab juga orang akan lebih memiliki simpati yang besar untuk kita, dengan sendirinya derajat dan kualitas kita dimata orang lain akan tinggi karena memiliki

Seiring dengan kemajuan teknologi saat ini, berbagai permasalahan yang ada dapat diselesaikan dengan memanfaatkan teknologi salah satunya dengan membangun aplikasi

Berdasarkan analisi variabel dependent, Keputusan Pembelian pada Tunas Daihatsu memperoleh nilai sebesar 76,06%, nilai tersebut masuk kedalam kategori “tinggi”

Restoran cepat saji McDonald’s Slamet Riyadi, Surakar ta mengoperasikan 2 buah server (kasir) dengan model antrian FCFS ( First Come First Served ) dengan parameter rata