i
SKRIPSI
ANALISIS FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM FISIOLOGIS DI RUANG
CENDRAWASIH RSUD DR. SOETOMO TAHUN 2013
Oleh :
Kartika Rini
011311223030
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016
ANALISIS FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM FISIOLOGIS DI RUANG
CENDRAWASIH RSUD DR. SOETOMO TAHUN 2013
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kebidanan Dalam Program Studi
Pendidikan Bidan Pada Fakultas Kedokteran UNAIR
Oleh :
Kartika Rini
011311223030
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNVERSITAS AIRLANGGA
iii
v
PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI
Usulan Penelitian dengan judul “Analisis Faktor Resiko Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Ikterus Neonatorum Di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr.
Soetomo tahun 2013”
Telah diuji pada tanggal : 27 Juli 2016
Panitia Penguji Usulan Penelitian
Ketua
: 1. Dr. Juniastuti, dr, M.Kes
NIP. 19710624 199802 2 001
Anggota Penguji : 1. Dwiyanti Puspitasari, dr., DTM&H,MCTM., Sp.A(K)
NIP : 19741016 200801 2 014
2. Budi Wicaksono, dr., SpOG
NIP : 19780509 201410 1 001
vii
MOTTO
Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya
{QS. Al-Baqarah : 286}
Untuk mencari ilmu tidak mengenal usia dan waktu
tapi Puncak ilmu adalah ketika kita bisa memberi
manfaat kepada sesama.
Jangan pernah malu dan menyerah untuk maju karena jika kita malu dan menyerah maka
rencana Allah yang indah tidak akan pernah kita rasakan
Kartika Rini
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta kesehatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini yang berjudul “Analiss Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ikterus Neonatorum Di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo Tahun 2013”
Penulis membuat proposal ini dengan sumber yang relevan yang penulis peroleh dari buku-buku pustaka, jurnal, hasil penelitian dan internet
Dalam penulisan proposal ini penulis banyak mendapatkan kendala dan hambatan baik dalam memperoleh sumber yang relevan maupun dari segi penulisan. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan proposal ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Agung Pranoto, dr, Mkes, Sp.PD, K-EMD, FINASIM SELAKU Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan Program Studi Pendidikan Bidan.
2. Baksono Winardi, dr, SpOG (K) selaku ketua Program Studi Pendidikan Bidan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga yang telah memberi kesempatan dan dorongan kepada kami untuk menyelesaikan program pendidikan bidan. 3. Budi Wicaksono, dr, SpOG selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
arahan serta bimbingan yang bermanfaat bagi penulis.
ix
5. Atika, S,Si, M.Kes selaku dosen Metodologi Penelitian yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang bermanfaat bagi penulis.
6. Bapak dan ibu dosen Pendidikan Bidan yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi kami.
7. Teristimewa bagi keluarga tercinta, putra dan putri yang telah memberikan semangat dan dorongan serta doa yang tulus.
8. Rekan – rekan PSPB angkatan 6 yang selalu memberikan semangat dan dorongan.
9. Serta semua pihak yang ikut membantu dalam pembuatan proposal ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam proposal ini banyak terdapat kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kemajuan dimasa mendatang.
Penulis berharap agar proposal ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber bacaan dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan bermanfaat bagi kita semua. Amin
Surabaya, Juli 2016
Penulis
RINGKASAN
Ikterus neonatorum adalah suatu gejala yang sering ditemukan pada bayi baru lahir yang terbagi menjadi ikterus fisiologis dan patologis. (Hidayat, 2008). Pada janin menjelang persalinan terdapat kombinasi antara darah janin dan darah dewasa yang mampu menarik O2 dari udara dan mengeluarkan CO2 dari paru-paru. penghancuran darah janin inilah yang menyebabkan terjadinya ikterus fisiologis. (Manuaba, 2010).
Masalah dari penelitian ini adalah masih tingginya prevalensi ikterus neonatorum yaitu 25%-50% terjadi pada minggu pertama. Studi pendahuluan di Ruang Cendrawasih RSUD Dr. Soetomo menunjukkan 75,8% bayi baru lahir mengalami ikterus neonatorum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian ikterus neonatorum di Ruang Cendrawasih RSUD Dr. Soetomo.
Metode penelitian ini, analitik dengan case control dengan sampel pasien bayi yang
dirawat di Ruang Cendrawasih RSUD Dr. Soetomo. Pengambilan sampel dengan random sampling yang memenuhi kriteria inklusi. Dilaksanakan juni 2016. Variabel independen adalah jenis persalinan, trauma lahir dan infeksi, prematuritas, asupan ASI. Variabel dependen adalah kejadian ikterus neonatorum. Instrumen penelitian menggunakan lembar pengumpul data. Analisa data menggunakan analisa univariat.
Hasil penelitian dari 124 responden yang persalinan dengan operasi terdapat 65,3% yang mengalami ikterus neonatorum. Setelah dilakukan uji statistik chi square didapatkan
nilai signifikansi (P=<0,001) yang berarti ada hubungan antara jenis persalinan dengan kejadian ikterus neonatorum, dari 24 responden dengan trauma lahir dan infeksi, 18 responden terdapat 75% mengalami ikterus neonatorum, setelah dilakukan uji chi square
didapatkan nilai signifikansi (P=0,011) yang berarti ada hubungan antara trauma lahir dan infeksi dengan kejadian ikterus neonatorum. Dari 63 responden dengan usia kehamilan kurang bulan terdapat 63,5% mengalami ikterus neonatorum, setelah dilakukan uji chi square
didapatkan nilai signifikansi (P=0,017) yang berarti ada hubungan antara prematuritas dengan kejadian ikterus neonatorum. Dari 169 responden yang minum ASI+PASI terdapat 57,4% mengalami ikterus neonatorum setelah dilakukan uji chi square didapatkan nilai signifikansi
xi
ABSTRACT
analysis of risk factors associated with the incidence of neonatal jaundice in Cendrawasih Lounge Dr. Soetomo Hospital 2013
-Kartika
Rini-Neonatal jaundice is a symptom that is often found in newborns were divided into physiological and pathological jaundice. In the fetus during labor are a combination of fetal blood and adult blood that is able to attract O2 from air and remove CO2 from the lungs. destruction of fetal blood is what causes physiological jaundice.
The problem of this study is the high prevalence of neonatal jaundice which is 25%-50% occur in the first week. Preliminary study on Paradise Lounge Hospital Dr. Soetomo showed 75,8% of newborns experiencing neonatal jaundice. The purpose of this study was to analyze the risk factors associated with the incidence of neonatal jaundice in Cendrawasih Lounge Hospital Dr. Soetomo.
This research method, analytical case control with patient samples treated infants at Cendrawasih Lounge Hospital Dr. Soetomo. Sampling with random sampling that met the inclusion criteria. Implemented June 2016. The independent variable was the type of delivery, birth trauma and infection, prematurity, breast milk intake. The dependent variable was the incidence of neonatal jaundice. The research instrument used sheet data collectors. Data were analyzed using univariate analysis.
The results of the 124 respondents who labor with surgery there are 65,3% who experienced neonatal jaundice. Having performed statistical tests chi square obtained significance value (P= <0,001), which means that there is a correlation between the type of delivery with the incidence of neonatal jaundice, from 24 respondents with birth trauma and infection, 18 respondents are 75% had neonatal jaundice, after the chi square test obtained the value of significance (P= 0,011), which means there is a relationship between birth trauma and infection with the incidence of neonatal jaundice. Of the 63 respondents with a gestational age preterm contained 63,5% had neonatal jaundice, after the value obtained chi square test of significance (P= 0,017), which means there is a relationship between the incidence of prematurity, neonatal jaundice. Of the 169 respondents who drank the ASI+PASI 57,4% are experiencing neonatal jaundice after the chi square test values obtained significance (P= 0,006), which means there is a relationship between the intake of milk with the incidence of neonatal jaundice. The conclusion of this study, there is a relationship between the type of delivery, birth trauma and infection, prematurity, and intake of milk in Cendrawasih Lounge Hospitals Dr. Soetomo.
Keywords: Type of Delivery, birth trauma and infection, prematurity, intake of milk, neonatal jaundice.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM...ii
LEMBAR PERSETUJUAN...iii
SURAT PERNYATAAN...iv
PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI...v
MOTTO...vii
DAFTAR SINGKATAN...xvii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...1
1.2 Rumusan Masalah...3
1.3 Tujuan Penelitian...3
1.3.1 Tujuan Umum...5
1.3.2 Tujuan Khusus...4
1.4 Manfaat Penulisan ...4
1.4.1 Manfaat Teoritis...4
1.4.2 Manfaat Praktis...4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Abortus...6
2.1.1 Definisi Ikterus Neonatorum...6
2.1.2 Insiden Ikterus Neonatorum...7
2.1.3 Klasifikasi Ikterus Neonatorum...8
2.1.4 Etiologi dan Faktor Risiko Ikterus Neonatorum...9
2.1.5 Tanda dan Gejala Ikterus Neonatorum...12
2.1.6 Penilaian Ikterus Neonatorum...14
2.1.7 Kern – Ikterus...14
2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik...14
2.1.9 Penatalaksaan Ikterus Neonatorum...15
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual...21
3.2 Hipotesis Penelitian...22
xiii
4.2 Populasi dan Sampel...23
4.2.1 Populasi Penelitian...23
4.2.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel...24
4.2.3 Kriteria Sampel...24
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian...25
4.4 Variabel dan Definisi Operasional Variabel...25
4.4.1 Variabel Independent...25
4.4.2 Variabel Dependent...25
4.4.3 Definisi Operasional...25
4.5 Instrumen Penelitian...27
4.6 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data...27
4.7 Cara Pengolahan dan Analisa Data...28
4.7.1 Pengolahan Data...28
4.7.2 Analisa Data...29
4.8 Kerangka Operasional...34
4.9 Etik penelitian...36
4.10 Keterbatasan...37
BAB 5 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN 5.1 Hasil Penelitian...39
5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian...39
5.2 Analisis Hasil Penelitian...40
5.2.1 Karateristik Responden Berdasarkan Faktor Risiko...40
5.2.2 Analisis Faktor Risiko Yang Berhubungan Kejadian Ikterus Neonatorum...43
5.2.3 Analisi Faktor Risiko Yang Paling Berhubungan Dengan Kejadian Ikterus Neonatorum...48
BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Analisis Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ikterus Neonatorum..52
6.2 Analisis Faktor Yang Paling Berhubungan Dengan Kejadian Ikterus Neonatorum..60
BAB 7 PENUTUP 7.1 Kesimpulan...62
7.2 Saran...63
DAFTAR PUSTAKA...64 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian...26 Tabel 4.2 Dasar Perhitungan Studi Kasus Kontrol...31 Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Resiko Jenis Persalinan Terhadap Kejadian
Ikterus Neonatorum Di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo Tahun 2013...44 Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Resiko
Trauma Lahir Dan Infeksi Terhadap Kejadian Ikterus Neonatorum Di Ruang
Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo Tahun 2013...45 Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Resiko Prematuritas Terhadap Kejadian
Ikterus Neonatorum Di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo Tahun
2013...46 Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Resiko Asupan ASI Terhadap Kejadian
Ikterus Neonatorum Di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo Tahun
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 3.1 Kerangka Konseptual...21 Gambar 4.1 Rancang Bangun Penelitian...23 Gambar 4.2 Kerangka Operasional...35 Gambar 5.1 Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Faktor
Resiko di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo...40 Gambar 5.2 Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Resiko
Trauma Lahir dan Infeksi di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo...41 Gambar 5,3 Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Resiko
prematuritas di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo...42 Gambar 5.4 Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Resiko
Asupan ASI di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo.../...42
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Jadwal Kegiatan Penelitian...66
Lampiran 2 Surat Permohonan Penelitian...67
Lampiran 3 Keterangan Kelaikan Etik...68
Lampiran 4 Lembar Konsultasi...69
Lampiran 5 Lembar Pengumpul Data...70
Lampiran 6 Hasil Pengolahan Data ...,71
Lampiran 7 Hasil Akhir Regresi Logistik ...72
Lampiran 8 Lembar Konsultasi ...73
xvii
DAFTAR SINGKATAN
AKBA : Angka Kematian Balita AKB : Angka Kematian Bayi AKN : Angka Kematian Neonatal
APGAR : Appearance Pulse Grimace Activity Respiration
ASI : Air Susu Ibu
DM : Diabetes Melitus
G6PD : Glucose 6 Phosphate Dehydrogenase
IRNA : Instalasi Rawat Inap
M.DGs : Millenium Development Goals
Rh : Rhesus
SDKI : Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia SPOG (K) : Spesialis Obstetri dan Ginekologi (Konsultan) WHO : World Healthy Organitation
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Amerika Serikat dari 4 juta neonatus yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Ikterus masih merupakan masalah pada bayi baru lahir yang sering dihadapi. Sekitar 25% - 50% bayi baru lahir menderita ikterus pada minggu pertama. Ikterus sendiri merupakan masalah yang sering muncul pada neonatus yang terjadi akibat akumulasi bilirubin yang berlebihan dalam darah dan jaringan (Departemen kesehatan Indonesia, 2012).
seperti kejang-kejang bisa dihindarkan dengan pengawasan yang ketat pada masa neonatal.
Ikterus merupakan masalah yang sering muncul pada masa neonatus terjadi akibat akumulasi bilirubin yang berlebihan dalam darah dan jaringan. Bilirubin itu sendiri merupakan hasil pemecahan sel darah merah (hemoglobin) Dalam kadar tinggi bilirubin bebas ini bersifat racun, sulit larut dalam air dan sulit dibuang. Untuk menetralisirnya, organ hati akan mengubah bilirubin indirek (bebas) menjadi direk yang larut dalam air. Masalahnya, organ hati sebagian bayi baru lahir belum dapat berfungsi optimal dalam mengeluarkan bilirubin bebas tersebut.
Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya ikterus neonatorum. Secara garis besar faktor yang diduga yaitu faktor maternal antara lain disebabkan oleh komplikasi kehamilan, penggunaan infus oksitosin dan ASI,faktor perinatal antara lain jenis persalinan, faktor trauma lahir dan infeksi, dan faktor neonatus yaitu faktor genetik. prematuritas ,ABO, G6PD, BMK, dan asupan ASI (A, Aziz Alimul, 2008).
Di RSUD Dr. Soetomo Berdasarkan data yang didapatkan,terjadi peningkatan kasus ikterus neonatorum, pada tahun 2013 yaitu sebanyak 392 kasus. Pada tahun 2012 sebanyak 380 kasus, sedangkan pada tahun 2011 sebanyak 223 kasus( Laporan IRNA OBGYN 2013).
Berdasarkan uraian latar belakang diatas peneliti ingin meneliti tentang hubungan antara beberapa faktor risikoyakni jenis persalinan, infeksi dan trauma lahir, prematuritas dan frekuensi pemberian ASI
dengan kejadian ikterus neonatorum di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo tahun 2013.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara jenis persalinan, infeksi dan trauma lahir, prematuritas dan asupan ASI dengan kejadian ikterus neonatorum di Ruang Cendrawasih tahun 2013.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk :
Menganalisis hubungan antara faktor risiko ikterus neonatorum dengan kejadian ikterus neonatorum di Ruang Cendrawasih tahun 2013.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mengidentifikasi karakteristik faktor resiko (jenis persalinan, trauma lahir dan infeksi, prematuritas dan asupan ASI) responden ikterus neonatorum di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo.
3. Menganalisis hubungan antara faktor resiko trauma lahir dan infeksidengan kejadian ikterus neonatorum di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo.
4. Menganalisis hubungan antara faktor resiko prematuritas dengan kejadian ikterus neonatorum di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. soetomo.
5. Menganalisi hubungan faktor resiko asupan ASI dengan kejadian ikterus neonatorumdiRuang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo.
6. Menganalisis faktor resiko yang paling berhubungan dengan kejadian ikterus neonatorum di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Segi Teoritis
Dapat menambah pengetahuan mengenai faktorrisikoyang berhubungan dengan kejadian ikterus neonatorum, menambah pengalaman dalam penelitian dan strategi ilmu khususnya mata kuliah metode penelitian.
1.4.2 Segi Praktis
1.4.2.1 Bagi Tenaga Kesehatan
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi tambahan pengetahuan bagi praktisi/ klinisi tentang kejadian ikterus neonatorum dan dapat memberikan penyuluhan atau konseling kepada masyarakat tentang faktor resiko apa saja yang berhubungan dengan kejadian ikterus neonatorum.
1.4.2.2 Bagi Rumah Sakit
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi rumah sakit sebagai bahan pustaka tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ikterus neonatorum.
1.4.2.3 Bagi Institusi Pendidikan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Ikterus Neonatorum
2.1.1 Definisi Ikterus Neonatorum
Ikterus neonatorum adalah menguningnya sklera, kulit, atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan ini merupakan tanda penting penyakit hati atau kelainan fungsi hati, saluran empedu dan penyakit darah. Bila kadar bilirubin darah melebihi 2 mg%, maka ikterus akan terlihat. Namun pada neonatus ikterus masih belum terlihat meskipun kadar bilirubin darah sudah melampaui 5 mg%. Ikterus terjadi karena peninggian kadar bilirubin indirect (unconjugated) dan kadar bilirubin direk. Bilirubin indirek akan mudah melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah, hipoksia dan hipoglikemia (Markum H, 2005).
Ikterus neonatorum ialah suatu gejala yang sering ditemukan pada bayi baru lahir yang terbagi menjadi ikterus fisiologi dan ikterus patologi. (Hidayat, 2008)
Ikterus disebabkan hemolisis darah janin dan selanjutnya diganti menjadi darah dewasa. Pada janin menjelang persalinan terdapat kombinasi antara darah janin dan darah dewasa yang mampu menarik O2 dari udara dan mengeluarkan CO2 melalui paru-paru. Pengahncuran darah janin inilah yang menyebabkan terjadi ikterus yang sifatnya fisiologis. Sebagai
gambaran dapat dikemukakan bahwa kadar bilirubin indirek bayi cukup bulan sekitar 15 mg % sedangkan bayi cukup bulan 10 mg %. Di atas angka tersebut dianggap hiperbilirubinemia. (Manuaba, 2010)
2.1.2 Insiden Ikterus Neonatorum
Ikterus biasanya akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Kejadian ikterus 50% terdapat pada bayi cukup bulan (aterm) dan sekitar 75% - 80% terdapat pada bayi kurang bulan (preterm) (Winkjosastro, 2007).
Pada neonatus ikterus dapat bersifat fisiologis ataupun patologis.Ikterus fisiologis tampak kira-kira 48 jam setelah kelahiran dan biasanyamenetap dalam 10 – 12 hari. Ikterus yang tampak lebih awal bersifat menetapatau berkaitan dengan kadar bilirubin yang tinggi. Ikterus ini memilikisejumlah penyebab patologis, meliputi peningkatan hemolisis, gangguanmetabolik, endokrin, infeksi, serta ensefalopati bilirubin. Ensefalopatibilirubin terjadi akibat terikatnya asam bilirubin bebas dengan lipid dindingsel neuron di ganglia basal, batang otak dan serebulum yang dapatmenyebabkan kematian sel, dimana bila tidak segera ditangani dapatmengakibatkan kematian (Franser, 2009: 836).
2.1.3 Klasifikasi
2.1.3.1 Ikterus Fisiologi
Ikterus ini biasanya menghilang pada akhir minggu pertama atau selambat-lambatnya 10 hari pertama.
Ikterus dikatakan Fisiologis bila :
1. Timbul pada hari kedua sampai ketiga.
2. Kadar bilirubin indirek sesudah 2 - 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada neonatus kurang bulan.
3. Kecepatan peninakatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari.
4. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
5. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik (kern – ikterus)
6. Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. (Ngastiyah, 2005)
2.1.3.2 Ikterus Patologis
Ikterus Patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologik atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Dasar patologis ini misalnya, jenis bilirubin, saat timbulnya dan menghilangnya ikterus dan penyebabnya.
Menurut Ngastiyah (2005) Ikterus dikatakan patologis bila :
1. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama
2. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
3. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari. 4. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama. 5. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
6. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik. 2.1.4 Etiologi dan Faktor Resiko
2.1.4.1 Etiologi
Etiologi ikterus pada neonatus dapat berdiri sendiri atau disebabkan oleh beberapa faktor menurut (Ngastiyah, 2005) :
1. Produksi yang berlebihan
ibu - bayi tidak sesuai
2. Gangguan konjugasi hepar
3. Gangguan transportasi
4. Gangguan ekresi
2.1.4.2 Faktor Resiko Ikterus
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebih (ikterus nonfisiologis) menurut Moeslichan (2004) dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dibawah ini :
1. Faktor Maternal
1)Ras atau kelompok etnik tertentu.
2) Komplikasi dalam kehamilan (DM, inkompabilitas ABO, Rh)
3) Penggunakan oksitosin dalam larutan hipotonik.
4) ASI
5) Mengonsumsi jamu-jamuan
2. Faktor perinatal
1) Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis) dan Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
Pada bayi yang mengalami trauma lahir atau infeksi bisa menyebabkan hipoksia, hipoglikemi, dan kelainan susunan syaraf pusat sehingga bilirubin mudah masuk ke dalam sawar
darah otak yang akan menyebabkan peningkatan kadar bilirubin indirek.
3. Faktor neonatus
1) Prematuritas
Pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan yang kurang bulan bisa menyebabkan bayi mengalami hipoksia, hipoglikemi, dan kelainan susunan syaraf pusat sehingga bilirubin mudah masuk ke dalam sawar darah otak yang akan menyebabkan peningkatan kadar bilirubin indirek.
2) Faktor genetik
3) Obat (Streptomisin, kloramfenikol, benzylalkohol, sulfisoxazol)
4) Rendahnya asupan ASI (dalam sehari min. 8 kali sehari)
Berikan kolostru karena dapat membantu untuk membersihkan mekonium dengan segera. Mekonium yang mengandung bilirubin tinggi bila tidak segera dikeluarkan, bilirubinnya dapat diabsorbsi kembali sehingga meningkatkan kadar bilirubin dalam darah. Bayi disusukan sesuai kemauannya tetapi paling kurang 8 kali
dalam sehari
Jangan diberikan air putih, air gula atau apapun lainnya sebelum ASI keluar karena akan mengurangi asupan susu.
Monitor kecukupan produksi ASI dengan melihat BAK bayi dan BAB bayi.
5) Hipoglikemia
6) Hiperbilirubinemia
Faktor yang berhubungan dengan ikterus menurut Prawihardjo (2005) :
1. Usia Ibu
2. Tingkat pendidikan
3. Tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan bayi ikterus
4. Riwayat kesehatan Ibu
5. Masa gestasi
6. Jenis persalinan
Dalam persalinan dengan operasi kejadian asfiksia, trauma, dan aspirasi mekonium bisa berkurang dengan persalinan operasi, resiko
distress pernafasan sekunder sampai takipneu transien, defisiensi surfaktan, dan hipertensi pulmonal dapat meningkat. Hal tersebut bisa berakibat terjadinya hipoperfusi hepar dan menyebabkan proses konjugasi bilirubin terhambat. Bayi yang lahir dengan operasi juga tidak memperoleh bakteri – bakteri menguntungkan yang terdapat pada jalan lahir ibu yang berpengaruh pada pematangan sistem daya tahan tubuh. Sehingga bayi lebih mudah terinfeksi. Ibu yang melahirkan dengan operasi jarang menyusui langsung bayinya karena ketidaknyamanan pasca operasi, dimana diketahui ASI ikut berperan untuk menghambat terjadinya sirkulasi enterohepatik bilirubin pada neonatus.
7. Inkomtabilitas Rhesus
8. Inkompabilitas ABO
9. Berat badan lahir
10. Asfiksia
11. Prematur
12. APGAR score
13. Asupan ASI
2.1.5 Tanda dan gejala
2.1.5.1 Tanda
Tanda yang timbul dari ikterus menurut Surasmi (2003) yaitu :
a. Letargis (lemas)
b. Kejang
c. Tidak mau menghisap
d. Pembesaran pada hati
e. Tampak ikterus: sclera, kuku, kulit dan membrane mukosa.
f. Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap, warna tinja gelap.
2.1.5.2 Gejala
Gejala menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi
1. Gejala akut :
gejala yang dianggap sebagai fase pertama kern ikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2. Gejala kronik :
tangisan yang melenking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan
opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa
paralysis serebral dengan atetosis, gangguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis).
Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
a. Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi pada saat kelahiran.
b. Bila ibu mempunyai golongan darah O dianjurkan untuk menyimpan darah tali pusat pada setiap persalinan untuk pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan.
c. Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada 24 jam pertama kelahiran.
2.1.6 Penilaian
Penilaian ikterus secara klinis dengan menggunakan rumus KRAMER (Sri agung Lestari, 2009) :
No Luas Ikterus Kadar Billirubin
(mg%)
1 Kepala dan leher 5
2 Daerah 1 dan bagian atas 9
3 Daerah 1,2 - badan bagian bawah serta tungkai
11
2.1.7 Pemeriksaan diagnostik 1 Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi yang cukup bulan billirubin mencapai puncak kira-kira 6 mg/dl, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 10 mg/dl, tidak fisiologis. Pada bayi dengan prematur kadar billirubin mencapai puncaknya 10-12 mg/dl antara 5-7 hari kehidupan. Kadar bilirubin yang lebih dari 14 mg/dl adalah tidak fisiologis. Dari brown AK dalam text books of pediatric 1996 : ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan, bilirubin indirek munculnya ikterus 2-3 hari dan hilang 4-5 hari dengan kadar bilibirum yang mencapai puncak 10-12 mg/dl. Sedangkan pada bayi dengan premature, bilirubin indirek muncul 3-4 hari dan hilang 7-9 hari dengan bilirubin mencapai puncak 15 mg/dl/ hari. Pada ikterus patologis meningkatnya bilirubin lebih dari 5 mg/dl/hari dan kadar bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl. Maisetes 1994 dalam Whaley dan wong 1999 : Meningkatnya kadar serum total lebih dari 12-13 mg/dl.
2. Ultrasound untuk mengevalusi anatomi cabang kantong empedu.
3. Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan hepatitis dari atresia billary.
2.1.8 Penatalaksanaan Ikterus
Pengobatan yang diberikan sesuai dengan analisa penyebab yang meungkin dan memastikan kondisi ikterus pada bayi kita masih dalam batas normal (fisiologis) ataukah sudah patologis. Tujuan pengobatan
adalah mencegah agar konsentrasi bilirubin indirect dalam darah tidak mencapai kadar yang menimbulkan neurotoksisitas, dianjurkan dilakukan transfusi tukar dan atau fisioterapi. Resiko cidera susunan saraf pusat akibat bilirubin harus diimbangi dengan resiko pengobatan masing-masing bayi. Kriteria yang harus dipergunakan untuk memulai fototerapi. Oleh karena fototerapi membutuhkan waktu 12-24 jam, sebelum memperlihatkan panjang yang dapat diukur, maka tindakan ini harus dimulai pada kadar bilirubin, kurang dari kadar yang diberikan. Penggunaan fototerapi sesuai dengan anjuran dokter biasanya diberikan pada neonatus dengan kadar bilirubin tidak lebih dari 10 mg%.
1. Penatalaksanaan umum
Penatalaksanaan ikterus secara umum menurut Surasmi (2003) antara lain yaitu :
a. Memeriksa golongan darah Ibu (Rh, ABO) dan lain-lain pada waktu hamil
b. Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir, yang dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi.
c. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
d. Pengobatan terhadap faktor penyebab bila diketahui.
Ikterus neonatorum dapat dicegah berdasarkan waktu timbulnya gejala dan diatasi dengan penatalaksanaan di bawah ini
a. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama pemeriksaan yang dilakukan
1) Kadar bilirubin serum berkala
2) Darah tepi lengkap
3) Golongan darah ibu dan bayi diperiksa
4) Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G6PD biakan darah atau biopsi hepar bila perlu.
b. Ikterus yang timbul 24-72 jam setelah lahir. Pemeriksaan yang perlu diperhatikan.
1) Bila keadaan bayi baik dan peningkatan tidak cepat dapat dilakukan pemeriksaan darah tepi .
2) Periksa kadar bilirubin berkala.
3) Pemeriksaan penyaring enzim G6PD dan pemeriksaan lainnya.
c. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya.
Pemeriksaan yang dilakukan :
1) Pemeriksaan bilirubin direk dan indirek berkala
2) Pemeriksaan darah tepi
3) Pemeriksaan penyaring G6PD
4) Biarkan darah, biopsy hepar bila ada indikasi
3. Ragam Terapi
Jika setelah tiga-empat hari kelebihan bilirubin masih terjadi, maka bayi harus segera mendapatkan terapi. Bentuk terapi ini macam-macam, disesuaikan dengan kadar kelebihan yang ada.
a) Terapi Sinar (fototerapi)
Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi, bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah laurt dalam air tanpa harus diubah dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tidak terus meningkat sehingga menimbulkan risiko yang lebih fatal. Sinar yang digunakan pada fototerapi berasal dari sejenis lampu neon dengan panjang gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12 buah dan disusun secara parallel. Dibagian bawah lampu ada sebuah kaca yang disebut flexy glass yang
berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga intensitasnya lebih efektif.
retinanya, begitu pula alat kelaminnya, agar kelak tak terjadi risiko terhadap organ reproduksi itu, seperti kemandulan.
b) Terapi transfusi
Jika setelah menjalani fototerapi tidak ada perbaikan dan kadar bilirubin terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan terapi transfuse darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat menimbulkan kerusakan sel saraf otak (kern ikterus). Efek inilah yang harus diwaspadai karena anak bisa mengalami beberapa gangguan perkembangan. Misalnya keterbelakangan mental, cerebral palsy, gangguan motoric dan bicara, serta gangguan penglihatan dan pendengaran. Untuk itu, darah bayi sudah teracuni akan dibuang dan ditukar dengan darah lain. Proses tukar darah akan dilakukan bertahap. Bila dengan sekali tukar darah, kadar bilirubin sudah menunjukkan angka yang menggembirakan, maka terapi transfuse bisa berhenti. Tapi bila masih tinggi maka perlu dilakukan proses transfusi kembali. Efek samping yang bisa muncul adalah masuknya kuman penyakit yang bersumber dari darah yang dimasukkan ke dalam tubuh bayi. Meski begitu, terapi ini terbilang efektif untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.
c) Terapi obat-obatan
Terapi lainya adalah dengan obat-obatan. Misalnya, obat Phenobarbital atau luminal untuk meningkatkan pengikatan bilirubin di sel-sel hati sehingga bilirubin yang sifatnya indirect berubah jadi direct. Ada juga obat-obatan yang mengandung plasma atau albumin yang berguna untuk
mengurangi timbunan bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hati. Biasanya terapi ini dilakukan bersamaan dengan terapi lain, seperti fototerapi. Jika sudah tampak perbaikan maka terapi obat-obatan ini dikurangi bahkan dihenntikan. Efek sampingnya adalah mengantuk. Akibatnya bayi jadi banyak tidur dan kurang minum ASI sehingga dikhawatirkan terjadi kekurangan kadar gula dalam darah yang justru memicu peningkatan bilirubin. Oleh karena itu, terapi obat-obatan bukan menjadi pilihan utama untuk menangani hiperbilirubin karena biasanya dengan fototerapi si kecil bisa ditangani.
d) Menyusui Bayi dengan ASI
Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urin. Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui, ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar buang air besar dan kecilnya.
e) Terapi Sinar Matahari
merusak kulit. Hindari posisi yang membuat bayi melihat langsung ke matahari karena dapat merusak matanya. Perhatikan pula situasi disekeliling, keadaan udara harus bersih.
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Kerangka konsep suatu penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu dengan konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2005).
Gambar 3.1 Faktor Risiko Terjadinya Abortus Spontan : Diteliti
3. Penggunaan infus oxytocin
4. ASI
NEONATAL
1. Genetika
2. Prematuritas
3. Frekuensi Asupan ASI
PERINATAL
Dapat dijelaskan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi atau berhubungan dengan terjadinya ikterus neonatorum. Secara garis besar faktor yang diduga yaitu faktor maternal antara lain disebabkan oleh RAS, komplikasi kehamilan, penggunaan infus oksitosin dan ASI, faktor perinatal antara lain jenis persalinan, faktor trauma lahir dan infeksi, dan faktor neonatus yaitu faktor genetik. Prematuritas , obat dan asupan ASI (A, Aziz Alimul, 2008).
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul. (Arikunto, 2006). Menurut Notoatmodjo, 2005 hipotesis merupakan sebuah pernyataan atau jawaban sementara dari suatu penelitian, patokan duga atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibutikan dalam penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Ada hubungan antara jenis persalinan dengan kejadian ikterus neonatorum
2. Ada hubungan antara trauma lahir dan infeksi dengan kejadian ikterus neonatorum
3. Ada hubungan antara prematuritas dengan kejadian ikterus neonatorum
4. Ada hubungan antara asupan ASI dengan kejadian ikterus neonatorum
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian analisisdan berdasarkan waktunya, penelitian ini merupakan penelitian case control(retrospective)
(Notoatmodjo, 2005).
2.1 Populasi Pene
Gambar 4.1 Rancang Bangun Penelitian
4.2 Sampel Dan Teknik Pengambilan Sampel 4.2.1 Populasi Penelitian
Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh pasien bayi yang dirawat di Ruang Cendrawasih RSUD Dr. Soetomo tahun 2013, yang berjumlah 696 bayi.
4.2.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Sample merupakan sebagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti (Arikunto,2006). Dalam penelitian ini
Faktor Resiko +
Faktor Resiko -
Faktor Resiko +
Ikterus Neonatorum +
Faktor Resiko -
sampel yang digunakan berjumlah 396orang yaitu 198 dari kelompok kontrol dan 198 dari kelompok kasus.
Teknik pengambilan sampel pada kelompok kasus ikterus neonatorummenggunakan rumus penentuan besar sample ( Nursalam, 2003 ) yaitu
n = N 1 + N(d)²
n = 392 1 + 392(0,05)²
n = 392
1 + 392(0,0025)
n = 392 1 + 0,98 n = 392 1,98 n = 198
Jadi besar samplenya adalah 198 responden
Keterangan : N : Besar Populasi
n : Besar Sample
d : tingkat kesepakatan yang diinginkan (0,05)
Pada kelompok kontrol pengambilan sample menggunakan teknik simple random sampling.
Perbandingan antara kelompok kontrol dan kelompok kasus adalah 1:1, sehingga kelompok kontrol yang dijadikan sampel juga berjumlah 196 orang. Yang menjadi kontrol pada penelitian ini adalah pasien yang tidak mengalami ikterus neonatorumyang dirawat di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soettomo pada tahun 2013.
4.2.3 Kriteria Sampel
Dalam penelitian ini terdapat kriteria inklusi dan eksklusi, kriteria inklusi sampel kasus dalam penelitian ini adalah memiliki rekam medis yang lengkap, sesuai dengan data yang dibutuhkan.
Kriteria eksklusi sampel kasus dalam penelitian ini adalah:
1. Ikterus Neonatorum yang terjadi pada 24 jam pertama.
2. Bila terjadi peningkatan kadar billirubin 5 mg% per hari
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo tanggal 1-31 Juni 2015.
4.4 Variabel, Cara Pengukuran dan Definisi Operasional
Klasifikasi variabel dalam penelitian ini adalah :
4.4.1 Variabel Independent
Variabel independen dalam penelitian ini adalah jenis persalinan, trauma lahir dan infeksi, prematuritas dan asupan ASI
4.4.2 Variabel Dependen
Pada penelitian ini variabel dependennya adalah kejadian ikterus neonatorum.
4.4.3 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena. Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian. Sedangkan cara pengukuran
merupakan cara dimana variabel dapat diukur dan ditentukan karakteristiknya. (Hidayat,2009)
Asupan
4.5Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar pengumpulan data.
4.6 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian adalah sumber data sekunder meliputi jenis persalinan, trauma dan infeksi, prematuritas dan asupan ASI dan data jumlah pasien melalui rekam medis dan Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSUD. Dr. Soetomo.
4.7 Cara Pengolahan dan Analisa Data
4.7.1 Pengolahan Data
4.7.1.1Editing
Merupakan upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh untuk dikumpulkan. Editting dapat pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
4.7.1.2 Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri dari beberapa katagori.
Pada penelitian ini peneliti memberikan kode berupa angka pada: 1. Jenis persalinan
Berisiko diberi kode 1
Tidak berisiko diberi kode 2
2. Trauma persalinan dan infeksi
Berisiko diberi kode 1
Tidak Berisiko diberi kode 2
3. Prematuritas
Berisiko diberi kode 1
4. Asupan ASI
ASI eksklusif diberi kode 1
Tidak eksklusif diberi kode 2
4.7.1.3Entry
Kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekwensi sederhana.
4.7.1.4Tabulating
Tabulating dilakukan berdasarkan kode yang ditujukan untuk mempermudah dalam penyajian data dalam bentuk distribusi frekwensi dan persentase (Hidayat,2009)
4.7.2. Analisa Data
4.7.2.1.Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian.Analisa ini menghasilkan distribusi frekwensi dan persentase dari setiapvariabel.Analisi univariat dilakukan terhadap jenis persalinan, trauma persalinan dan infeksi, prematuritas dan asupan ASIdengan perhitungan rumus penentuan besar presentase sebagai berikut:
X = 𝑓𝑛 𝑥 100%
Ket : X = Hasil Persentase f = Frekwensi Hasil n = Total Seluruh Observasi
hasil presentaseyang diperoleh dideskripsikan menggunakan skala presentase sebagai berikut ::
100% : Seluruhnya
76-99% : Hampir seluruhnya 51-75% : Sebagian besar. 50% : Setengahnya
26-49% : Hampir setengahnya 1-25$ : Sebagian kecil 0% : Tidak ada satupun
(Notoatmojo, 2010)
4.7.2.2 Analisis Bivariat
perhitungan statistik bermakna yang berarti ada hubungan yang signifikan antara satu variabel dengan variabel lainnya.
Selain itu juga dilakukan perhitungan Odd Rasio (OR) untuk melihat estimasi risiko terjadinya outcome, sebagai pengaruh
adanya variabel independen. Yang dimaksud dengan OR adalah suatu perbandingan pajanan diantara kelompok kasus terhadap pajanan pada kelompok kontrol. Estimasi Confidence Interval (CI) untuk OR ditetapkan pada tingkat kepercayaan 95%. Interpretasinya sebagai berikut.
Bila OR > 1 berarti sebagai faktor risiko menyebabkan terjadinya outcome BilaOR = 1 berarti bukan sebagai faktor risiko dengan kejadian.Bila OR < 1 berarti sebagai faktor proteksi atau pelindung
Tabel 4.3 Dasar Perhitungan Studi Kasus Kontrol
No Faktor Risiko Kasus Kontrol
1 Faktor Risiko (+) A B
2 Faktor Risiko (-) C D
(Sastroasmoro, 2010)
Rasio Odd =𝐴/𝐶
𝐵/𝐷 = ad/bc 4.7.2.3 Analisis Multivariat
Analisis ini merupakan kelanjutan dari analisis bivariat, dimana variabel yang pada analisis bivariat mempunyai nilai p lebih kecil dari pada 0,25 dimasukkan kedalam analisis multivariat. Analisis multivariat adalah analisis yang digunakan
untuk menganalisis hubungan beberapa variabel bebas dengan variabel terikat. Analisis multivariat yang digunakan pada penelitian ini adalah adalah analisis multivariat regresi logistik. Analisis ini digunakan untuk variabel terikat dengan skala pengukuran variabel kategorik.
Langkah-langkah analisis multivariat kategorik (regresi logistik):
1. Menyeleksi variabel yang akan dimasukkan kedalam analisis multivariat. Variabel yang dimasukkan dalam analisis multivariat adalah variabel yang pada analisis bivariat mempunyai nilai p < 0,25
2. Melakukan analisis multivariat, dengan menggunakan metode backward.
3. Melakukan interpretasi hasil. Variabel yang berpengaruh terhadap variabel terikat diketahui dari nilai p masing-masing variabel. Urutan kekuatan hubungan dari variabel –variabel yang berpengaruh terhadap variabel terikat. Pada regresi logistik, urutan korelasi diketahui dari besarnya nilai OR.
4. Menilai kualitas dari rumus yang diperoleh dari analisis multivariat. Pada regresi logistik kualitas rumus diperoleh dari kemampuan diskriminasi dan kalibrasi. Diskriminasi dinilai dengan melihat nilai Area Under Curve dengan metode Receiver Operating Curve (ROC).Diskriminasi baik jika nilai AUC semakin
and Lameshow. Kalibrasi baik jika mempunyai nilai p > 0,05. (Dahlan, 2013 ).
4.8 Kerangka Operasional
Kerangka kerja atau kerangka operasional penelitian merupakan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian yang berbentuk kerangka atau alur penelitian. Penulisan kerangka disajikan dalam bentuk alur penelitian mulai dari desain hingga analisis datanya (Hidayat, 2007).
Gambar 4.2 Kerangka operasional Analisis Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Abortus Spontan di RSUD Pariaman Tahun 2013.
Populasi
Seluruh Pasien Bayi Yang Dirawat di Rawat di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo Tahun 2013 Yaitu 696 Responden
Sampel 396 responden yaitu 198 orang kelompok kasus dan 198 orang kelompok kontrol
Sampel kasus dengan cara Simple Random Sampling Sampel Kontrol dengan Cara
Simple Random Sampling
Pengumpulan data dengan lembar pengumpul data
Kejadian Ikterus
Neonatorum Faktor Resiko: jenis persalinan, trauma lahir dan infeksi, prematuritas dan asupan ASI
Pengolahan Data 1. Memeriksa Ulang
(Editing)
2. Mengkode data (Coding) 3. Memasukkan Data (Entry) 4. Tabulasi Data
(Tabulating)
5. Tabulasi Data
Analisis Data Uji Chi Square+regresi logistik
4.9 Etik Penelitian
Pada penelitian ini penulis hanya mengambil data dari rekam medik. Terlebih dahulu peneliti mengajukan surat permohonan izin penelitian ke Direktur Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo, kemudian diteruskan ke instalasi rawat inap kebidanan dan Instalasi Rekam medik.
Penelitian apapun, khususnya yang menggunakan manusia sebagai subjek tidak boleh bertentangan dengan etika. Oleh karena itu setiap peneliti harus mendapatkan persetujuan dari institusi tempat penelitian dengan menekankan pada masalah etik yang meliputi:
1. Anonimity atau tanpa nama
Untuk menjaga identitas kerahasiaan responden maka peneliti tidak mencantumkan nama subjek penelitian dari data rekam medis pada lembar pengumpulan data. Peneliti cukup memberi kode tertentu.
1. Confidentiality atau Kerahasiaan
Kerahasiaan informasi dari data rekam medis akan dijamin oleh peneliti. Hanya kelompok data tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai kepentingan untuk penelitian ini. (Hidayat, 2009)
4.10 Keterbatasan
BAB 5
HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr, Soetomo RSUD. Dr. Soetomo dibawah Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Jenis pelayanan yang telah dimiliki adalah Pelayanan kesehatan dasar, Kebidanan, Obgin, Anak
Di ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo terdiri dari kamar bersalin dengan 2 tempat tidur dan ruang rawat kebidanan. Ruang rawat kebidanan terdiri dari kelas 2 dengan 2 tempat tidur dan kelas 3 dengan 18 tempat tidur.
Pada tahun 2013, setiap bulan rata-rata terdapat 90 pasien bayi dengan berbagai macam diagnosis, sedangkan khusus pasien ikterus neonatorum terdapat rata-rata 33 pasien. Kasus ikterus neonatorum ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2011 sampai tahun 2013 terjadi peningkatan kasus ikterus neonatorum sebesar 75, 8%, yaitu dari 223 kasus pada tahun 2011 menjadi 392 kasus pada tahun 2013.
Pada penelitian ini dari 198 responden yang diteliti ada 32 responden yang dieksklusi dikarenakan terjadi peningkatan kadar bilirubin > dari 5 mg% per hari dan ada yang dipindah ke Ruang bayi
5.2. Analisis Hasil Penelitian
5.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Risiko
Pada gambar 5.1 berikut dapat dilihat karakteristik responden berdasarkan faktor jenis persalinan yang dibagi menjadi jenis persalinan berisiko terhadap kejadian ikterus neonatorum yaitu persalinan dengan operasi dan jenis persalinan tidak berisiko yaitu persalinan spontan.
Gambar 5.1 Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Risiko Jenis Persalinan di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo .
Berdasarkan gambar 5.1 diatas dapat diketahui hampir setengah responden pada kelompok kasus (48,8%) berada pada persalinan dengan operasi, sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar responden (74,1%) berada pada persalinan tidak berisiko (persalinan normal).
0 20 40 60 80 100 120 140
48,8% 51,2%
25,9%)
74,1%
beresiko cara persalinan tidak beresiko cara dengan operasi persalinan spontan
Pada gambar 5.2 dapat dilihat karakteristik responden berdasarkan faktor risiko trauma lahir dan infeksi. Distribusi responden ini menunjukkan jumlah trauma lahir dan infeksi yang merupakan salah satu faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian ikterus neonatorum. Faktor risiko trauma lahir dan infeksi ini dibagi menjadi dua kategori yaitu berisiko yang meliputi adanya cephal hematom atau infeksi pada proses persalinan dan yang tidak berisiko adalah yang tidak ada cephal hematom atau infeksi pada proses persalinan.
Gambar 5.2 Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Risiko Trauma Lahir dan Infeksi di Ruang Cendrawasih
RSUD. Dr. Soetomo
Berdasarkan gambar 5.2 dapat diketahui sebagian besar responden pada kelompok kasus (89,2%) tidak ada trauma lahir dan infeksi begitu juga dengan kelompok kontrol hampir seluruhnya (96,4%) tidak ada trauma lahir dan infeksi.
0
Pada gambar 5.3 dapat dilihat karakteristik responden berdasarkan faktor risiko prematuritas di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo. Distribusi responden berdasarkan faktor risiko prematuritas ini dibedakan menjadi 2 kategori yaitu berisiko jika usia kehamilan kurang bulan dan yang tidak berisiko yaitu usia kehamilan yang cukup bulan.
Gambar 5.3 Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Risiko Prematuritas Di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo.
Berdasarkan gambar 5.3 diatas dapat diketahui sebagian besar responden pada kelompok kasus (75,9%) merupakan responden dengan usia kehamilan cukup bulan, begitu juga pada kelompok kontrol hampir seluruh responden (86,1%) adalah usia kehamilan cukup bulan.
Pada gambar 5.4 dapat dilihat karakteristik responden berdasarkan faktor risiko asupan ASI. Distribusi responden berdasarkan faktor risiko
0 20 40 60 80 100 120 140 160
24,1%
75,9%
13,9%
86,1%
Kasus
Kontrol
asupan ASIini dibagi menjadi 2 kategori yaitu ya jika bayi dapat ASI eksklusif dan tidak, dapat ASI tidak eksklusif .
Gambar 5.4 Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Risiko Asupan ASI Di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo.
Berdasarkan gambar 5.4 dapat diketahui sebagian besar responden pada kelompok kasus (58,4%) merupakan pada kelompok kasus (58,4%) dengan ASI eksklusif, sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar (56,6%) merupakan responden dengan ASI tidak eksklusif.
5.2.2 Analisis Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian
Ikterus Neonatorum
Analisis ini merupakan tabulasi silang antara dua variabel, yaitu variabel bebas yaitu faktor risiko (jenis persalinan, trauma lahir dan infeksi, prematuritas dan asupan ASI) dengan variabel terikat yaitu kejadian ikterus neonatorum.
5.2.2.1 Hubungan antara faktor risiko jenis persalinan dengan kejadian ikterus neonatorum di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo. Untuk mengetahui hubungan antara faktor risiko jenis persalinan dengan kejadian ikterus neonatorum dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut.
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Risiko Jenis Persalinan Terhadap Kejadian Ikterus Neonatorum Di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo
Jenis Persalinan
Kasus Kontrol Jumlah P
Value
N % N % N %
Berisiko 81 65,3 43 34,7 124 100 0,000 Tidak Berisiko 85 40,9 123 59,1 208 100
Jumlah 166 50 166 50 332 100
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui dari 124 responden yang persalinan dengan operasi, terdapat 65,3% yang mengalami ikterus neonatorum, sedangkan dari 208 responden dengan persalinan spontan, 40,9% mengalami ikterus neonatorum.Setelah dilakukan uji statistik Chi Square didapatkan nilai signifikansi (p) = 0,000 yang berarti ada
5.2.2.2 Hubungan antara faktor risiko trauma lahir dan infeksi dengan kejadian kejadian ikterus neonatorum di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo.
Untuk mengetahui hubungan antara faktor risiko trauma lahir dan infeksi dengan kejadian ikterus neonatorum dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut.
Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Risiko Trauma Lahir dan Infeksi Terhadap Kejadian Ikterus Neonatorum di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo
Trauma lahir dan infeksi
Kasus Kontrol Jumlah P
Value
N % N % N %
Berisiko 18 75 6 25 24 100 0,011 Tidak Berisiko 148 48,1 160 51,9 308 100
Jumlah 166 50 166 50 332 100
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa dari 24 responden dengan trauma lahir dan infeksi, 18 responden (75%) diantaranya mengalami ikterus neonatorum, sedangkan dari 308 responden yang tidak mengalami trauma lahir 48,1% mengalami ikterus neonatorum.
Setelah dilakukan uji Chi Square didapatkan nilai signifikansi (p) =
0,011,artinya ada hubungan antara trauma lahir dan infeksi dengan kejadian ikterus neonatorum. Untuk nilai OR didapatkan 3,243. Artinya responden dengan trauma lahir dan infeksi meningkatkan risiko terjadinya ikterus neonatorum 3,243 kali dibandingkan responden yang tidak mengalami trauma lahir dan infeksi.
.
5.2.2.3 Hubungan antara faktor risiko prematuritas dengan kejadian ikterus neonatorum di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo Untuk mengetahui hubungan antara faktor risiko prematuritas dengan kejadian ikterus neonatum dapat dilihat pada tabel 5.3 Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Risiko
prematuritasTerhadap Kejadian Ikterus Neonatorum di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo
Prematuritas Kasus Kontrol Jumlah P
Value
N % N % N %
Berisiko 40 63,5 23 36,5 63 100 0,017 Tidak Berisiko 126 46,8 143 53,2 269 100
Jumlah 166 50 166 50 332 100
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui dari 63 responden dengan usia kehamilan kurang bulan , sebagian besar (63,5%) mengalami ikterus neonatorum, sedangkan dari 269 responden usia kehamilan cukup bulan, 46,8% mengalami ikterus neonatorum.
Setelah dilakukan uji Chi Squaredidapatkan nilai signifikansi (p) =
5.2.2.4 Hubungan antara faktor risiko asupan ASI dengan kejadian ikterus neonatorum di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo .
Untuk mengetahui hubungan faktor risiko asupan ASI dengan kejadian ikterus neonatorum dapat dilihat pada tabel 5.4
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Risiko Asupan ASI Terhadap Kejadian Ikterus Neonatorum di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo
ASUPAN ASI Kasus Kontrol Jumlah Value P
N % N % N %
Ya 97 57,4 72 42,6 169 100 0,006 Tidak 69 42,3 94 57,7 163 100
Jumlah 166 50 166 50 332 100
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui dari 169 responden yang minum ASI tidak eksklusif 97 (57,4%) mengalami ikterus neonatorum, sedangkan dari 163 responden yang minum ASI eksklusif, 42,3% mengalami ikterus neonatorum.
Setelah dilakukan uji Chi Square didapatkan nilai signifikansi (p) =
0,006, artinya ada hubungan antara asupan ASI dengan kejadian ikterus neonatorum. Untuk nilai OR didapatkan 1,835. Artinya responden yang diberi ASI tidak eksklusif meningkatkan risiko terjadinya ikterus neonatorum 1,974 kali dibandingkan responden yang minum ASI eksklusif.
5.2.3 Analisis Faktor Risiko Yang Paling Berhubungan Dengan Kejadian Ikterus Neonatorum
Analisis multivariat yang digunakan adalah regresi logistik yang dilakukan dengan syarat nilai p pada analisis bivariat kurang dari 0,25.
Langkah-langkah regresi logistik:
1. Menyeleksi variabel yang akan dimasukkan kedalam analisis multivariat. Variabel yang dimasukkan dalam analisis multivariat adalah variabel yang pada analisis bivariat mempunyai nilai p < 0,25. Berdasarkan hasil analisis bivariat, maka yang diikutkan kedalam analisis multivariat adalah variabel dengan nilai p < 0,25 yaitu variabel jenis persalinan (p = 0,000), trauma lahir dan infeksi (p = 0,011), prematuritas (p = 0,017) dan asupan ASI (p = 0,006). 2. Melakukan analisis multivariat, dengan menggunakan metode
backward. Variabel yang sudah terpilih sebagai kandidat
selanjutnya dilakukan analisis secara bersama-sama dengan menggunakan regresi logistik dengan metode Backward LR. Persamaan model terbaik dipertimbangkan dengan nilai signifikansi p < 0,05. Hasil analisis secara multivariat pada penelitian ini menunjukkan dari 4 variabel bebas yang dianalisis secara bersama - sama 2 variabel terbukti berpengaruh terhadap kejadian ikterus neonatorum yaitu variabel jenis persalinan (OR Exp B 2,102, 95% confidence interval 1,282-3,447), prematuritas
Tabel 5.5 Model Akhir Regresi Logistik Faktor Risiko Kejadian ikterus neonatorum
No Variabel B Wald P OR
Exp B
95% CI
Lower Upper 1 Jenis
persalian ,743 8,664 0,003 2,102 1,282 3,447 2 Trauma lahir
dan infeksi ,422 3,103 0,078 1,525 ,954 2,439 3 Prematuritas ,610 4,043 0,044 1,841 1,016 3,337 4 Asupan ASI ,984 3,810 0,051 2,674 ,996 7,180
Dari tabel 5.5 dapat diketahui bahwa variabel yang paling dominan mempengaruhi kejadian ikterus neonatorum adalah jenis persalinan dengan nilai statistik Wald 8,664 dengan nilai signifikansi 0,003 dan variabel prematuritas dengan nilai Wald 4,043 dengan nilai signifikansi 0,044. Sedangkan trauma lahir dan infeksi dan asupan ASI tidak termasuk variabel yang mempengaruhi kejadian ikterus neonatorum karena nilai signifikansi (p) > 0,05. Nilai Statistik Wald ini berfungsi sebagai uji individu pada variabel. Dapat disimpulkan bahwa variabel jenis persalinan, prematuritas mempengaruhi kejadian ikterus neonatorum.
Berdasarkan analisis dengan menggunakan metode regresi logistik didapatkan probabilitas individu mengalami kejadian ikterus neonatorum.
1. Apabila responden memiliki kedua faktor risiko yaitu persalinan dengan operasi dan usia kehamilan kurang bulan
secara bersamaan maka responden memiliki peluang untuk mengalami ikterus neonatorum sebesar 66,5%.
2. Apabila responden memiliki faktor risiko jenis persalinan yang berisiko saja maka peluang responden untuk mengalami kejadian ikterus neonatorum adalah sebesar 51,9%.
3. Apabila responden memiliki faktor risiko prematuritas saja maka peluang responden untuk mengalami kejadian ikterus neonatorum adalah 48,6%.
4. Apabila responden tidak memiliki kedua faktor risiko tersebut maka peluang responden untuk mengalami kejadian ikterus neonatorum adalah 33,9%.
3. Menilai kualitas dari rumus yang diperoleh dari analisis multivariat. Pada regresi logistik kualitas rumus diperoleh dari kemampuan diskriminasi dan kalibrasi. Kalibrasi dengan metode Hosmer and Lameshow. Kalibrasi baik jika mempunyai nilai p > 0,05. Pada hasil analisis regresi logistik didapatkan nilai Hosmer dan Lameshow dengan nilai signifikansi 0,169 yang artinya p > 0,05, sehingga dapat disimpulkan Ho diterima yang berarti model hasil estimasi adalah signifikan fit (model layak digunakan) (Dahlan, 2013), (Yamin, 2014). Selain itu dari hasil Nagelkerke R square diperoleh nilai 0,112 yang berarti bahwa kedua variabel
% dan 88,8% sisanya disebabkan oleh faktor lain yang belum diteliti.
BAB 6 PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 1 juni sampai dengan 30 juni 2016 di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo . Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan lembar pengumpul data, dengan melihat rekam medis pasien. Jumlah responden pada penelitian ini adalah 396 responden yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 198 responden kelompok kasus dan 198 responden kelompok kontrol. Adapun responden pada kelompok kasus adalah responden yang mengalami ikterus neonatorum di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo Tahun 2013, sedangkan pada kelompok kontrol adalah responden yang tidak mengalami ikterus neonatorum.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara faktor risiko (jenis persalinan, trauma lahir dan infeksi, prematuritas dan asupan ASI) dengan kejadian ikterus neonatorum di Ruang Cendrawasih RSUD. Dr. Soetomo.
6.1 Analisis Faktor Risiko yang Berhubungan Dengan Kejadian
ikterus neonatorum
6.1.1 Hubungan Antara Faktor Risiko Jenis Persalinan Dengan Kejadian Ikterus Neonatorum
Hasil uji statistik dengan menggunakan chi square untuk analisis
hasil yang bermakna secara statistik. Berdasarkan uji dengan menggunakan chi square pada analisis bivariat untuk faktor risiko jenis
persalinan dengan operasi menunjukkan nilai p= 0,000 <α (0,05), sedangkan untuk nilai Odd Rasionya didapatkan nilai 2,726 yang berarti persalinan dengan operasi, 2,726 kali berisiko untuk mengalami ikterus neonatorum dibandingkan dengan persalinan spontan
Begitu juga dengan hasil analisis secara multivariat yang diuji secara bersama-sama pada uji regresi logistik menunjukkan faktor resiko jenis persalinan dengan operasi terbukti berhubungan dengan kejadian ikterus neonatorum dengan nilai p=0,003 < α (0,05). Berdasarkan analisis multivariat tersebut didapatkan OR 2,102 yang artinya persalinan dengan operasi memiliki risiko 2,102 kali lebih besar dibanding persalinan spontan untuk mengalami kejadian ikterus neonatorum (95% CI: 1,282-3,447).
Pada penelitian ini didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara faktor risiko jenis persalinan dengan kejadian ikterus neonatorum baik secara bivariat maupun secara multivariat. Hal ini terjadi karena sebagian besar responden dengan persalinan dengan operasi mengalami ikterus neonatorum. Dari gambar 5.1dapat diketahui bahwa hampir separuh responden yang mengalami ikterus neonatorum (48,8%) merupakan kelompok pesalinan dengan operasi. Pada tabel 5.1 juga dapat diketahui dari 124 responden dengan jenis persalinan berisiko, sebagian besarnya (65,3%) mengalami ikterus neonatorum, sementara hanya 34,7% yang tidak mengalami ikterus neonatorum pada kelompok jenis persalinan berisiko ini.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syajaratuddur Faiqah (2013) tentang jenis persalinan dengan kejadian ikterus neonatorum di Propinsi NTB yaitu 57,9% bayi yang dilahirkan dengan tindakan mengalami ikterus neonatorum.
Jenis persalinan merupakan salah satu faktor risiko yang mempengaruhi kejadian ikterus neonatorum. Kejadian ikterus neonatorum semakin meningkat pada bayi yang lahir dengan operasi.
6.1.2 Hubungan Antara Faktor Risiko Asupan ASI Dengan Kejadian Ikterus Neonatorum Spontan
Hasil uji statistik dengan menggunakan chi square untuk analisis
bivariat untuk faktor risiko asupan ASI dengan kejadian ikterus neonatorum didapatkan hasil yang bermakna secara statistik dengan nilai p= 0,006 <α (0,05), sedangkan untuk nilai Odd Rasionya didapatkan nilai 1,835 yang berarti bayi yang minum ASI tidak eksklusif 1,835 kali berisiko untuk mengalami ikterus neonatorum dibandingkan dengan bayi yang minum ASI eksklusif. Sementara itu pada analisis secara multivariat yang diuji secara bersama-sama pada uji regresi logistik menunjukkan faktor risiko asupan ASI tidak berhubungan dengan kejadian ikterus neonatorum dengan nilai p=0,078 < α (0,05).