• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH RENANG INTENSITAS RENDAH (LOW INTENSITY SWIMMING) TERHADAP KAPASITAS VITAL PARU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH RENANG INTENSITAS RENDAH (LOW INTENSITY SWIMMING) TERHADAP KAPASITAS VITAL PARU"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH RENANG INTENSITAS RENDAH

(LOW INTENSITY

SWIMMING)

TERHADAP KAPASITAS VITAL PARU

Maharani P1, Suharno2, Kusuma MNH3 1 Sarjana Kedokteran Alumi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto 2 Bagian Penyakit Dalam, Rumah Sakit Margono Soekarjo, Purwokerto

3 Laboratorium Fisiologi, Jurusan Kedokteran, FKIK, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

ABSTRACT

Pulmonary disease was ranked on the third place of the most common disease with the prevalence of 17%. Pulmonary disease can lead to a decrease in vital capacity of the lungs. Vital capacity of the lungs are also affected by other factors such as body mass index, gender, age, as well as physical activity. Several previous studies have shown that swimming activity can increase lung capacity and the ability of respiration as well.

Based on these results, the aim of this study was to determine the effect of swimming on lung vital capacity changes at male medical students.

This study using pre-experimental with pre and post test design and twenty male of medical students (mean age 19.5±1.5 yr;bmi 21.9±3.4kg/m²) were selected by consecutive sampling technique and adjusted to inclusion and exclusion criteria. Spirometry inspection, chest radiographs through X-ray and ECG was also done interpreted by medical specialists to ensure that the samples did not have a history of cardiac as well as pulmonary disease.

Swimming was conducted for 2 weeks with a frequency of 1 time a week for 30 minutes. The method of training using repetition interval extensive by dividing the volume of exercises into 5 series. Each series of exercises performed for 6 minutes easy swimming in training zone of 70%-85% of MEHR (Maximum Exercises Heart Rate) with rest periods between series for 15 minutes. Measurements of lung vital capacity was done twice, ie prior and post of intervention and the data would be statistically analyzed by paired t-test method.

The result showed that there is a significant difference of lung vital capacity pre and post intervention. The means of lung vital capacity pre and post was increased by 3.6 ± 0.5 liters to 3.9 ± 0.6 liters, test paired t-test indicates a mean value of 3.7 ± 0.3 liters (p = 0.000, p <0.05), by the confidence intervals of 95%. This value indicates that there is positive effect of swimming activity to changes in lung vital capacity of males medical students of Jenderal Soedirman University.

Key Words: lung vital capacity, swimming, respiration

PENDAHULUAN

Kapasitas vital paru adalah jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru

secara maksimal dan kemudian

mengeluarkan udara sebanyak-banyaknya. Kapasitas vital paru merupakan sebuah ukuran yang penting untuk penilaian fungsi

paru yang dapat meningkat atau menurun

(Madina, 2007). Penurunan kapasitas vital paru dapat terjadi karena kelumpuhan otot

pernapasan dan berkurangnya daya

pengembangan paru. Kelumpuhan otot pernapasan dapat disebabkan oleh penyakit poliomyelitis dan cedera saraf spinal. Penurunan kemampuan pengembangan paru 536

(2)

dapat terjadi karena penyakit asma bronkial, tuberkulosa, bronchitis kronik, kanker paru,

dan pleuritis fibrosa (Hall, 2010).

Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 menunjukkan penyakit paru memiliki tingkat kejadian ke-3 tertinggi setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit diabetes melitus. Tingkat

prevalensi kejadian mencapai 17% (Dinas

Kesehatan Jawa Tengah, 2011). Penyakit paru obstruktif juga menempati peringkat ke-3 penyebab utama kematian di dunia

setelah stroke dan kanker (WHO, 2002).

Olahraga dapat menyebabkan

perubahan-perubahan pada jantung,

pembuluh darah, paru, dan otot menurut jenis, lama, dan intensitas latihan yang dilakukan. Dengan melakukan olahraga yang teratur akan meningkatkan elastisitas paru dan meningkatkan jumlah alveoli yang

aktif. Kedua hal tersebut dapat

meningkatkan kapasitas penampungan dan penyaluran oksigen ke aliran darah. Otot juga akan mengalami perubahan dengan melakukan olahraga teratur. Ukuran serabut otot akan bertambah besar dan sistem penyediaan energi di otot akan meningkat. Hal ini akan menyebabkan bertambahnya kekuatan, kelenturan, dan daya tahan otot

(Kushartanti, 2007). Melakukan olahraga renang secara teratur, secara tidak langsung telah berulang kali melatih otot-otot pernapasan, sehingga akan meningkatkan kemampuan dan daya tahan otot-otot

pernapasan (Rosetya, 2011).

Renang diketahui sebagai salah satu

bentuk olahraga aerobik yang memberikan pengaruh positif terhadap fungsi paru dan efek perlindungan terhadap paru karena tingginya jumlah kelembaban pada udara yang dihirup pada air, sehingga terjadi

pengurangan kehilangan cairan pada

pernapasan dan osmolaritas dari mukosa

saluran pernapasan (Ellis, 2011). Selain itu,

posisi tubuh horizontal ketika berenang juga mempunyai peran untuk meluruskan saluran pernapasan sehingga dapat menghasilkan lebih sedikit resistensi saluran pernapasan

dibandingkan dengan olahraga lain

(Bernard, 2010).

Pada kegiatan renang, terjadi

peningkatan kemampuan konsumsi oksigen melalui pemanfaatan volume cadangan inspirasi dan ekspirasi serta alveoli yang sebelumnya tidak terlibat dalam proses

respirasi normal, diaktifkan kembali.

Perubahan pada sistem respirasi akan terjadi dalam jangka lama sebagai bentuk adaptasi terhadap proses latihan yang dilakukan

secara teratur. Otot-otot pernapasan

mengalami perubahan kemampuan untuk melakukan konsumsi oksigen, sehingga kapasitas paru dapat bertambah secara berkesinambungan. Peningkatan kapasitas total paru dan kapasitas vital paru akan terjadi melalui peningkatan kemampuan otot pernapasan dan pengaktifan alveoli pada orang yang terlatih (Afriwardi, 2009).

Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui pengaruh aktivitas renang

terhadap kapasitas vital paru pada

mahasiswa kedokteran pada rentang usia 17 537

(3)

– 22 tahun dengan jenis kelamin laki-laki. METODE PENELITIAN

Rancangan penelitian adalah pre dan

post test design dengan teknik pengambilan

sample consecutive sampling. Sampel

penelitian ini adalah 20 mahasiswa laki-laki jurusan kedokteran, bisa berenang, umur 19-22 tahun, IMT 18,5-24,9 kg/m², tidak memiliki riwayat penyakit jantung, penyakit

paru dibuktikan dengan pemeriksaan

spirometri, foto thorax melalui X-Ray, EKG dan diinterpretasikan oleh dokter spesialis. Kapasitas vital paru diukur sebelum dan sesudah intervensi di laboratorium dengan ventilasi cukup dengan suhu ruang antara

17-27°C. Intervensi latihan renang

diberikan selama 2 minggu dengan

frekuensi 1 kali per minggu selama 30

menit dengan menggunakan metode

repetition interval extensive dengan membagi volume latihan menjadi 5 seri latihan, dimana setiap seri adalah 6 menit melakukan renang santai dengan lama istirahat antar seri selama 15 menit dan dengan intensitas latihan sedang dengan zona latihan 70%-85% DNM.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rerata kapasitas vital paru

mengalami kenaikan untuk pre test 3.6±0.5

liter dan untuk post-test naik menjadi

3.9±0.6 liter. Hasil uji paired t-test untuk

membandingkan nilai rerata sebelum dan sesudah didapatkan nilai rerata 3.7±0.3 liter

(p=0.000;p<0.05) dengan confidence

interval 95%. Nilai tersebut menunjukkan

terdapat perbedaan bermakna antara

kapasitas vital paru sebelum dan sesudah latihan renang. Hasil ini memperkuat penelitian lain yang menyatakan bahwa atlet renang diketahui memiliki nilai rerata kapasitas vital paru yang paling tinggi dibandingkan dengan 22 cabang olahraga yang lain, yaitu 4,326 liter. Karakteristik gerakan renang yang menggunakan kinerja dominan otot-otot pernapasan, pengaruh kelembaban air yang tinggi, terbukti dapat memberikan efek positif pada epitel saluran pernapasan dan faktor sensorineural juga efek protektif lingkungan air yang lembab

terhadap mukosa saluran pernapasan,

konsumsi oksigen sebagai sumber energi

menjadi tinggi, sehingga dapat

meningkatkan kemampuan respirasi secara

umum (Madina, 2007). Bagi penderita

asma, renang dengan frekuensi 1 kali per

minggu memberikan perubahan yang

signifikan pada parameter spirometri,

terjadinya penurunan tingkat serangan asma, dan peningkatan kualitas hidup dari

pasien penderita asma, disebabkan

terjadinya peningkatan kemampuan

pengembangan paru dikarenakan posisi tubuh yang lurus dan sejajar ketika melaksanakan renang dan peningkatan kerja

otot-otot pernapasan (Wardell, 2000).

Disisi lain, renang juga terbukti membantu melatih paru untuk melakukan pemanfaatan volume cadangan inspirasi dan volume cadangan ekspirasi dengan lebih baik, merangsang aktivasi dari alveoli yang 538

(4)

sebelumnya belum digunakan pada pernapasan normal, sehingga ikut bekerja

dalam proses pernapasan (Baquet, 2003).

Kapasitas vital paru diketahui dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor lain seperti usia, berat badan, tinggi badan dan jenis kelamin. Penurunan fungsi fisiologis dapat terjadi pada usia 30 tahun keatas dapat

mempengaruhi dari kekuatan otot

pernapasan dan daya pengembangan paru, yang akan mempengaruhi dari kapasitas vital paru. Selain itu, IMT juga diketahui sebagai sebuah gambaran terhadap status gizi seseorang, yang akan mempengaruhi kapasitas vital paru juga. Orang dengan postur kurus dan tinggi biasanya memiliki

kapasitas vital paru lebih besar

dibandingkan dengan orang yang memiliki

postur gemuk dan pendek (Supriasa, 2011).

Dengan kata lain, IMT tinggi memiliki pengaruh negatif terhadap kapasitas vital

paru (Bottai, 2002). Jenis kelamin juga

terbukti memberikan pengaruh terhadap

kapasitas vital paru. Pria memiliki

kecenderungan mengalami penumpukan lemak di bagian sentral, sedangkan wanita cenderung mengalami penumpukan lemak di bagian perifer. Hal ini menyebabkan pria

dengan obesitas sentral memiliki

kecenderungan untuk mengalami penurunan

kapasitas vital paru dikarenakan

penumpukan lemak yang menghambat dari

pergerakan diafragma dalam proses

pernapasan (Bottai, 2002). Meskipun

renang terbukti mampu memberikan efek positif terhadap peningkatan kapasitas vital

paru, namun program latihan renang yang

akan diberikan harus benar-benar

memperhatikan faktor tingkat volume, intensitas, frekuensi dan istirahat dan harus selalu disesuaikan dengan zona latihan masing-masing berdasarkan kategori umur, kriteria IMT, dan jenis kelamin

KESIMPULAN

Renang terbukti mampu memberikan beberapa efek positif seperti meningkatkan

kapasitas vital paru, meningkatkan

kemampuan respirasi, mengurangi

terjadinya serangan asma sehingga baik untuk direkomendasikan sebagai salah satu bentuk aktivitas fisik baik bagi para remaja, orang tua bahkan pada penderita asma sekalipun. Namun, renang juga bisa memberikan pengaruh neagtif apabila pada

saat pelaksanaan tidak menggunakan

prinsip program latihan yang benar. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam memberikan beban latihan renang yaitu harus selalu menggunakan pedoman zona latihan sesuai dengan target dan kemampuan masing-masing individu dan karakteristiknya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Afriwardi. 2009. Ilmu Kedokteran

Olahraga. Jakarta : EGC. Hal : 3-5, 33-34, 111.

2. Baquet, G., Van Praagh, E., Berthoin,

S. 2003. Endurance Training and Aerobic Fitness in Young People.

Sports Medicine Journal. 33 : 1127-1143.

3. Bernard, A. 2010. Asthma and

swimming: weighing the benefits and

(5)

the risks. Journal de Pediatria. 86 : 171-82.

4. Bottai, M., Pistelli, F. 2002.

Longitudinal changes of body mass inex, spirometry and diffusion in a

general population. American College

of Chest Physicians. 20 : 665-673.

5. Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2011.

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011. Semarang : Dinkes Jawa Tengah. Hal : 31, 41-42.

6. Ellis, R. 2001. Asthma and the

competitive swimmer. British

Swimming Asciation. 10 : 17-3.

7. Hall, J. E. 2010. Guyton & Hall Buku

Saku Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta : EGC. Hal : 149-166, 202-204.

8. Kushartanti, W. 2007. Fisiologi dan

Kesehatan Olahraga. Yogayakarta : FIK UNY.

9. Madina, Deasy Silviasari. 2007. Nilai

Kapasitas Vital Paru dan Hubungannya Dengan Karakteristik Fisik Pada Atlet Berbagai Cabang Olahraga. Bandung : Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Hal : 1-2, 8-11.

10. Supriasa, I.D.N. 2001. Penentuan

Status Gizi. Jakarta : EGC.

11. Wardell, C.P., Isbister C. 2000. A

swimming program for chilfren with asthma. Does it improve their quality

of life?. Medical Journal of Australia.

173 : 647-8.

12. Wicher, I.B., Ribeiro, Maria, Marmo,

D., Santos, Camila Isabel, Toro,

Adyleia, et al. 2010 Effects of

swimming on spirometric parameters and bronchial hyperresponsiveness in children and adolescents with moderate

persistent asthma. Journal de

Pediatria. 86 : 394-390.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diperoleh adalah batas kendali grafik digunakan untuk menentukan batas spesifikasi produk, kemampuan proses dan DPMO digunakan untuk mengukur kebaikan proses

Benih kedelai berumur 2 tahun, menunjukan bahwa faktor kuat medan magnet solenoida dan faktor lama perendaman air magnetisasi memberikan pengaruh sangat nyata pada

pengalaman masa kecil anak (kebutuhan yang tidak terpenuhi) atau pengalaman traumatis lainnya. ✓ Kita perlu mengatasinya dengan belajar mengidentifikasi, komunitas, berjaga-jaga

Pornografi diartikan sebagai: tulisan, gambar/rekaman tentang seksualitas yang tidak bermoral, bahan/materi yang menonjolkan seksualitas secara eksplisit

Selanjutnya faktor masyarakat juga dirasakan menjadi kendala dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana penipuan berbasis e-commerce dimana Masih banyak masyarakat yang

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: (1) mengungkapkan perencanaan pelaksanaan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa,

1) Indera peraba yang merupakan mata-mata pertama bagi jiwa. Ia tersebar di seluruh kulit, daging keringat dan syarat badan, yang memiliki kualitas panas, dingin, lembab,

Pengecualian dari instrumen ekuitas AFS, jika, pada periode berikutnya, jumlah penurunan nilai berkurang dan penurunan dapat dikaitkan secara obyektif dengan sebuah peristiwa