• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES REKONSILIASI DALAM NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI SEBUAH TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PROSES REKONSILIASI DALAM NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI SEBUAH TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh Agus Purnomo

024114034

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SATRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v   

tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkn dalam kutipan dan

daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Tanggal,30 September 2008

Penulis

(6)

vi   

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Agus Purnomo

Nomor Mahasiswa : 024114034

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PROSES REKONSILIASI DALAM NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI

SEBUAH TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal :28 Oktober 2008

Yang menyatakan

( Agus Purnomo)

(7)

vii   

kasih, cinta, berkat, dan rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis sadar skripsi ini tidak akan selesai tanpa kekuatan Tuhan. Skripsi ini

berjudul “Proses Rekonsiliasi Dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari Sebuah

Tinjauan Sosiologi Sastra”. Skripsi ini di tulis guna memenuhi salah satu

persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra Indonesia pada Program

Studi Sastra Indonesia di Universitas Sanata Dharma.

Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya kebaikan, dukungan, bantuan,

dan dukungan baik secara material maupun spiritual dari berbagai pihak.

Kebaikan, bantuan, dan dukungan tersebut senantiasa hadir dalam kehidupan

penulis terutama saat menjalani perkuliahan di Universitas Sanata Dharma.

Sehubungan dengan tersusunya skripsi ini, maka penulis ingin

mengucapkan rasa terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan

memperlancar proses penulisan skripsi ini:

1. Dra. F. Tjandrasih, M. Hum, selaku dosen pembimbing I atas bimbingan,

masukan, kesabaran, serta semangat yang selama ini telah diberikan

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Drs. B. Rahmanto, M. Hum, selaku dosen pembimbing II atas bimbingan

dan masukan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan

(8)

viii   

telah diberikan pada penulis selama menempuh perkuliahan di Universitas

Sanata Dharma.

4. Kedua orang tuaku, bapak Juwari dan ibu terima kasih atas segala yang

telah memberiku tempat bernaung, serta dorongan semangat yang tiada

henti

5. Istriku, Rohma Nur Istiati terima kasih atas hari yang indah serta

pengorbanan selama dan dorongan semangat sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini.

6. Putri kecilku, Azzahra Aurelia Akbar Purnama yang telah menjadi

motivasi dalam menjalani segala rintanagn hidup.

7. Adikku, Riyanto terima kasih telah banyak membantu dalam proses

penulisan skripsi, serta segala bantuan selama ini.

8. Teman kerja istriku di Bethesda terima kasih atas segala kebaikan dan rasa

kekeluargaan yang terbina selama ini.

9. Sindo 02, terima kasih atas hari hari yang indah yang telah kita lewati

selam memjalani perkuliahan di universitas Sanata Dharna.

10.Rekan-rekan ALTIS (Alumni SMK Jetis) terima kasih yang masih selalu

mengingatkanku untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

11.Teman teman kerja di Roemah Mirota terima kasih atas hubungan

(9)

ix   

tidak dapat saya sebutkan satu persatu terima kasih atas persahabatan

selama ini.

Penulis sadar, bahwa masih banyak kesalahan serta kekurangan dalam

penulisan skripsi ini oleh karena kritik dan saran masih di terima demi hasil

tulisan yang lebih baik. Semoga dalam hasil penulisan selanjutnya dapat lebih

baik.

Penulis

(10)

x   

Penelitian ini mengkaji proses rekonsiliasi yang terjadi dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologis, yang bertolak dari asumsi bahwa sastra merupakan cerminan kehidupan masyrakat.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskripsif, sedangkan data dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif. Dengan metode tersebut, penelitian terdiri atas dua tahap; pertama, analisis novel Kubah untuk mengetahui unsur instrinsiknya; kedua, mengunakan hasil analisis pada tahap pertama untuk memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang ada diluar sastra.

Analisis struktur dalam skripsi ini meliputi alur, tokoh ,latar, dan tema. Alur dalam novel kubah merupakan alur yang tidak urut yang mengandung unsur sorot balik. Tokoh meliputi tokoh utama dan tokoh bawahan. Latar meliputi latar waktu, latar tempat, dan latar sosial. Tema dalam novel kubah yaitu bertemalakan tragedy 1965.

Tragedi 1965 dipaparkan dalam skripsi ini untuk memberi gambaran yang jelas bagi pembaca. Peristiwa yang terjadi dalam novel merupakan tragedi yang menajadi sejarah bangsa Indonesia. Sejarah tragedi 1965 tidak dipaparkan secara urut seperti halnya dalam sejarah.

Dari hasil kajian ditemukan proses rekonsiliasi yang terjadi dalam novel Kubah yaitu proses rekonsiliasi dalam keluarga, proses rekonsiliasi dalam masyarakat, proses rekonsiliasi umat beragama, proses rekonsiliasi mantan tahanan politik.

Proses rekonsiliasi dalam keluarga dialami oleh tokoh Karman yang baru saja keluar dari pengasingan. Karman kembali dipertemukan dengan keluarganya. Ketakutan yang menghantui Karman telah sirna, ketakutan bahwa keluarga tidak menerima kembali bekas tahanan politik yang dianggap hina. Proses rekonsiliasi dalam masyarakat, dialami oleh tokoh Karman, dia dapat di terima kembali dalam masyarakat.

(11)

xi   

Program, Letter Department, Sanata Dharma University

This research studied about the process of reconciliation which is happened in Ahmad Tohari’s novel Kubah.

The approach used in this research was sociological research, which is initiated from the assumption that the letter is a reflection of social life.

Method used in this research was method of descriptive analysis, whereas data was analyzed by using qualitative method. By such method, this research comprises of two steps: first, analysis of novel Kubah to know its intrinsic elements; second, used the result of first step analysis to understand furthermore on social phenomena which exists outside the letter scope.

Fro the result of this recearh it founded that the process of reconciliation which happened in novel Kubah, i.e. process of recontiliation in religious community, process of reconciliation of former poitical prisoners.

Process of reconlitiation in family was faced by figure of Karman which currently out from isolation. Karman was returned to his family. Karman’s family openly could receive Karman as family member. The afraid which was hunting Karman has had disappeared, the afraid that his family wouldn’t receive him as the former of political prisoner which was perceived as low-esteem. Process of reconciliation in society was faced by figure of Karman, where he could be accepted anymore in society.

(12)

xii   

HALAMAN PENGESAHAN ... .... ii

MOTTO ……….. ... .... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... .... iv

KATA PENGANTAR ... .... v

ABSTRAK ... ... viii

ABSTRACT ... .... ix

DAFTAR ISI ... .... x

BAB I.PENDAHULUAN ... .... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... .... 1

1.2Rumusan Masalah ... .... 3

1.3Tujuan Penelitian ... .... 4

1.4Manfaat Penelitian ... .... 4

1.5Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori ... .... 4

1.5.1 Tinjauan Pustaka ... .... 4

1.5.2 Landasan Teori ... .... 6

1.5.2.1Struktur Karya Sastra ... .... 6

1.5.2.2Alur ... .... 7

1.5.2.3Tokoh dan Penokohan ... .... 8

1.5.2.4Latar ... .... 9

1.5.2.4.1 Latar Tempat ... .... 10

1.5.2.4.2 Latar Waktu ... .... 10

(13)

xiii   

1.6 Metodologi Penelitian ... .... 16

1.6.1 Pendekatan ... .... 16

1.6.2 Metode ... .... 16

1.6.3 Teknis Analisis Data ... .... 17

1.7Sumber Data ... .... 18

1.8Sistematika Penyajian ... .... 18

BAB II STRUKTUR PENCERITAAN DALAM NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI ... .... 20

2.1 Alur ... .... 20

2.1.1 Bagian Awal ... .... 20

2.1.1.2 Paparan ... .... 20

2.1.1.3 Rangsangan ... .... 21

2.1.1.4 Paparan. ... .... 22

2.1.1.5 Gawatan ... .... 23

2.1.2 Bagian Tengah ... .... 24

2.1.2.1 Tikaian ... .... 24

2.1.2.2 Rumitan ... .... 25

2.1.2.3 Klimaks ... .... 28

2.1.3 Akhir ... .... 29

2.1.3.1 Leraian ... .... 29

2.1.3.2 Selesaian ... .... 30

(14)

xiv   

2.2.4 Tokoh Bawahan 3: Rifah ... .... 36

2.2.5 Tokoh Bawahan 4: Rudio ... .... 37

2.2.6 Tokoh Bawahan 5: Tini ... .... 37

2.2.7 Tokoh Bawahan 6: Margo ... .... 38

2.3 Latar ... .... 39

2.3.1 Latar Tempat... .... 39

2.3.2 Latar Waktu ... .... 42

2.3.3 Latar Sosial ... .... 44

2.4 Tema ... .... 44

BAB III TRAGEDI 1965 DAN PROSES REKONSILIASI DALAM NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI ... .... 47

3.1 Tragedi 1965 dalam Sejarah ... .... 47

3.2 Rekonsiliasi di Luar Novel Kubah ... .... 50

3.3 Tragedi 1965 dalam Novel Kubah ... ....52

3.3.1 Masa Sebelum Tragedi 1965 di Pegaten ... .... 52

3.3.2 Masa Setelah Tragedi 1965, Pembuangan Karman ke Pulau B dalam novel Kubah ... ....56

3.3.2.1 Pelarian Karman ... .... 56

3.3.2.2 Karman Tertangkap ... .... 57

3.3.2.3 Karman Dibuang ke Pulau B ... .... 57

3.4 Proses Rekonsiliasi dalam Novel Kubah ... .... 58

3.4.1 Proses Rekonsiliasi dalam Keluarga ... .... 58

(15)

xv   

4.1 Rangkuman ... .... 67 4.2 Saran ... .... 72 DAFTAR PUSTAKA ... .... 73

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan institusi sosial yang menyajikan kehidupan. Kehidupan yang disajikan sangatlah kompleks karena sebagian besar terdiri atas berbagai “dunia” dalam karya sastra antara lain dunia cinta dan perkawinan, dunia bisnis, dunia kerohanian, dan dunia profesi. Pendapat ini erat hubungannya dengan manusia dan permasalahan kehidupannya (Damono,1979:1)

Oleh karena itu, sastra menampilkan sebuah gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dengan seseorang, antar manusia, dan antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang yang sering menjadi bahan sastra adalah pantulan hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat ( Damono, 1979:1 )

(17)

dan kekejaman PKI, akan tetapi Ahmad Tohari mengangkat sisi lain yaitu bagaimana para anggota PKI tertindas oleh rezim Orde Baru.

Partai Komunis Indonesia (PKI) telah menjadi bagian dari sejarah bangsa Indonesia. Pertama kali, kaum PKI berontak tahun 1926. Kemudian tahun 1948, tiga tahun setelah Indonesia merdeka, PKI melancarkan pemberontakan Madiun bulan Desember 1948. Selang tujuh tahun kemudian PKI berhasil tampil sebagai “empat besar” dalam Pemilihan Umum pertama kali tahun 1955. PKI hanya menerima Pancasila dasar negara pada saat-saat terakhir memasuki Pemilu. Membangun kekuatan selama sepuluh tahun, PKI merasa cukup tangguh untuk merebut kekuasaan dengan memanfaatkan sakitnya Bung Karno dan situasi konflik yang tajam. Ujungnya tragedi G-30-S yang menelan banyak korban karena balas dendam ( Tabah, 2000:85 ).

Novel Kubah karya Ahmad Tohari menarik untuk diteliti karena tiga alasan penting. Pertama, novel ini memaparkan sebuah kisah perjuangan anak manusia yang penuh lika-liku mengharukan. Perjuangan Karman melewati masa sulit dalam hidupnya, yang harus meninggalkan isteri dan ketiga anaknya selama 12 tahun di pulau B. Perasaan rindu dan tersingkir dari masyarakat selalu menghantui pikirannya, terlebih isterinya telah menikah lagi dengan orang lain. Ahmad Tohari dengan lugas menggambarkan perjuangan hidup Karman, sehingga pembaca seakan terhanyut di dalamnya.

Kedua, dewasa ini banyak dibicarakan mengenai upaya rekonsiliasi. Novel Kubah karya Ahmad Tohari sesungguhnya mendramatisasikan gagasan pengarang

(18)

diulas. Novel ini, mencoba menggambarkan proses rekonsiliasi yang dialami tokoh Karman, dengan berbagi konflik batin yang harus dialaminya. Kubah merupakan simbolisasi bagaimana Karman telah kembali kepada agama, sahabat, maupun keluarganya.

Ketiga, novel Kubah karya Ahmad Tohari merupakan karya sastra yang sekaligus menceritakan sejarah. Dengan membaca novel ini, ingatan pembaca akan sejarah tergugah kembali. Novel ini menyinggung sejarah yang terjadi pada tahun 1965, saat PKI melebarkan sayapnya untuk mencari anggota baru. Dalam novelnya Ahmad Tohari menggambarkan tokoh Karman yang termakan oleh rayuan anggota PKI, sehingga Karman masuk ke dalam partai tersebut.

Kajian terhadap aspek rekonsiliasi semacam ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi upaya rekonsiliasi yang sedang dilaksanakan di Indonesia, paling kurang dari segi rekonsilias kultural.

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah di atas, masalah-masalah yang akan diteliti mencakup dua hal, yaitu:

1.2.1 Bagaimanakah struktur penceritaan novel Kubah karya Ahmad Tohari 1.2.2 Bagaimanakah proses rekonsiliasi yang digambarkan dalam novel Kubah

(19)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1.3.1 Mendeskripsikan struktur penceritaan novel Kubah karya Ahmad Tohari 1.3.2 Mendeskripsikan proses rekonsiliasi yang digambarkan dalam novel Kubah

karya Ahmad Tohari

1. 4 Manfaat Penelitian

Ada dua manfaat dari penelitian ini yaitu:

a). Manfaat teoritis, yaitu menambah pengetahuan pembaca tentang struktur penceritaan dan proses rekonsiliasi, sekaligus membantu memahami struktur penceritaan dan proses rekonsiliasi yang terdapat dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari.

b).Manfaat praktik, yaitu membantu memberikan gambaran upaya rekonsiliasi menyangkut isu-isu kebenaran G30 S/PKI.

1.5 Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori

1.5.1 Tinjauan Pustaka

(20)

Cibadak, maupun cerpen yang terangkum dalam kumpulan cerpen Senyum

Karyamin, yang berjumlah 13 cerpen.

Utomo (1989:4) dalam artikelnya di Suara Karya tanggal 14 Agustus 1989 mengatakan bahwa ciri khas Ahmad Tohari dalam menciptakan teks satra cenderung berobsesi pada orang yang tersingkir dari kelayakan kehidupan masyarakat, berlatar pedesaan, kental deskripsi alam dengan bahasa yang jernih dan lugas. Lebih lanjut dia nyatakan bahwa dalam kejernihan dan kelugasan bahasa Ahmad Tohari sering kali terkandung ironi yang meledak, menggelitik dan menyadarkan kita pada kegetiran hidup.

Sedang Aswadi (1989:6) dalam artikelnya pada majalah Editor tanggal 18 November 1989 menyatakan bahwa semua karangan Ahmad Tohari bercerita tentang soal suka duka masyarakat wong cilik. Bercerita tentang beragam problem yang dihadapi masyarakat golongan bawah yang tentunya tidak bisa lepas dari problem yang bersumber dari ketidakberdayaan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi sehari-hari dan keterbatasan wawasan mereka, sehingga pola pikir mereka cenderung sederhana yang benar-benar menggambarkan pola pikir orang pedesaan.

(21)

seorang pemuda yang taat beragama menjadi lelaki yang atheis atau komunis. Setelah pecah tragedi 1965 Karman diasingkan ke pulau B selama 12 tahun, dengan seiring waktu akhirnya Karman menyadari akan kesalahannya. Sekeluarnya dari pulau B akhirnya Karman dapat diterima di lingkungan keluarga, masyarakat, maupun agama.

Karya tulis yang terkait dengan penelitian ini adalah tulisan Yudiono. Yudiono dalam tulisannya menyatakan bahwa dalam novel Kubah dikisahkan penderitaan lahir batin yang dialami oleh tokoh Karman, yang telah berpihak kepada PKI. Tokoh Karman mengalami akhir yang menyenangkan, karena ia telah diterima kembali dalam masyarakat sekembalinya dari pengasingan. Penelelitian ini mempunyai keterkaitan, karena sama-sama mengangkat tokoh Karman untuk dianalisis, akan tetapi penelitian Yudiono hanya sampai pada konflik batin tokoh Karman. Skripsi ini mengkaji lebih dalam lagi, tidak hanya terbatas pada konflik batin tokoh Karman, dalam penelitian ini dikaji lebih dalam mengenai proses rekonsiliasi yang terjadi dalam novel Kubah.

1.5.2 Landasan Teori

1.5.2.1 Struktur Karya Sastra

(22)

kesemuanya itu membangun novel Kubah menjadi karya sastra yang menggambarkan kehidupan dengan begitu nyata..

1.5.2.2 Alur

Dalam sebuah cerita rekaan berbagai peristiwa disajikan dalam urutan tertentu. Peristiwa yang diurutkan itu membangun tulang punggung cerita yaitu alur. Kiasan ini berasal dari Marjorie Boulton (via Sudjiman, 1988:29). Ia mengibaratkan alur sebagai rangka dalam tubuh manusia. Tanpa rangka, tubuh tidak dapat berdiri. Sudjiman (1988:30) menggambarkan struktural umum alur sebagai berikut:

1.paparan (exposition)

1. Awal 2.rangsangan (meiting moment) 3.gawatan (rising actiaon)

4. tikaian (conflict) 2. Tengah 5. rumitan (complication)

6. klimaks

(23)

1.5.2.3 Tokoh dan Penokohan

Tokoh adalah orang, pelaku cerita. Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap tokoh, kualitas pribadi tokoh. Penokohan dan karakterisasi menunjuk pada pelukisan/penggambaran yang jelas tentang tokoh dan wataknya dalam cerita (Taum, 2002 : 4). Sudjiman (1988:16) mengemukakan bahwa tokoh ialah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan. Menurut Nurgiyantoro (1995:165) istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku cerita.

Berdasarkan fungsinya, tokoh dalam cerita dibedakan menjadi dua yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan dalam menunjang atau mendukung tokoh utama. Tokoh bawahan masih dapat dibagi menjadi 2, yakni (a) tokoh andalan dan (b) tokoh tambahan atau lataran. Tokoh andalan adalah tokoh tidak sentral kedudukannya dalam cerita tetapi kehadirannya berfungsi untuk memperjelas tokoh utama. Sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita dan kehadirannya hanya berfungsi untuk menambah suasana, mempertegas setting atau latar cerita. (http//agepe leasson bloogspot.com/2008/memahami cerita rekaan)

(24)

menunjuk pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 1995:166).

Jones (Via Nurgiyantoro, 1995:165) mengemukakan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Penokohan dapat juga diartikan penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh (Sudjiman, 1988:23).

1.5.2.4 Latar

(25)

1.5.2.5 Latar Tempat

Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, dan lokasi tertentu tanpa nama jelas. Tempat-tempat yang bernama adalah tempat yang dijumpai dalam dunia nyata, misalnya Solo , Yogyakarta. Tempat dengan inisial tertentu, biasanya berupa huruf awal (kapital) nama suatu tempat, juga menunjuk pada tempat tertentu, tetapi pembaca harus memperkirakan sendiri, misalnya desa, sungai, jalan, hutan, kota, dan kota kecamatan (Nurgiyantoro, 1995:227).

Latar tempat berfungsi untuk menjelaskan tempat terjadinya cerita dalam novel Kubah, dengan demikian memudahkan penelitian. Latar tempat memberikan gambaran mengenai keadaan suatu tempat, wilayah dan keadaan masyarakat. Setelah mengetahui dengan jelas latar tempat, maka akan membantu dalam menganalisis proses rekonsiliasi yang terjadi dalam novel Kubah.

1.5.2.6 Latar Waktu

(26)

dan di pihak lain menunujuk pada waktu dan urutan waktu yang terjadi dan di kisahkan dalam cerita.

Latar waktu berfungsi untuk memperjelas kapan terjadinya cerita dalam novel Kubah, sehingga peneliti dapat dengan mudah menganalisis. Dalam menentukan proses rekonsiliasi latar waktu memang sangat dibutuhkan, mengingat rekonsiliasi berhubungan dengan peristiwa yang lampau. Latar waktu dapat membantu memberikan gambaran waktu terjadinya cerita, karena waktu terjadinya peristiwa sangat membantu dalam menentukan proses rekonsiliasi.

1.5.2.7 Latar Sosial

Latar sosial menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, adat-istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, dan bersikap (Nurgiyantoro, 1995:233-234).

Latar sosial berfungsi untuk memberikan gambaran sosial yang terjadi dalam novel Kubah. Hal ini sangat dibutuhkan dalam penelitian, dan dengan adanya latar sosial peneliti dapat lebih mudah dalam menemukan proses rekonsiliasi yang terjadi dalam novel Kubah.

1.5.2.8 Tema

(27)

yang berkaitan dengan masalah kemanusiaan serta masalah lain yang bersifat universal. Dengan demikian , untuk menemukan tema sebuah karya fiksi, ia haruslah disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita. Tema, walau sulit ditentukan secara pasti, ia bukanlah makna yang “disembunyikan”, walau belum tentu juga dilukiskan secara eksplisit. Tema sebagai makna pokok sebuah karya fiksi tidak (secara sengaja) disembunyikan karena justru hal inilah yang ditawarkan kepada pembaca. Namun, tema merupakan makna keseluruhan yang didukung cerita. Dengan sendirinya ia akan “tersembunyi” dibalik cerita yang mendukungnya (Nurgiyantoro, 1995:68).

Sudjiman (1988:51) mengemukakan bahwa tema adalah gagasan yang mendasari karya sastra. Tema kadang-kadang didukung oleh pelukisan latar, dalam karya sastra yang lain tersirat dalam lakuan tokoh atau dalam penokohan. Tema, bahkan dapat menjadi faktor yang mengikat peristiwa-peristiwa dalam satu alur. Ada kalanya gagasan itu dominan sehingga menjadi kekuatan yang mempersatukan pelbagai unsur yang bersama-sama membangun karya sastra dan menjadi motif tindakan tokoh. Sumardjo (1984:57) mengemukakan bahwa tema adalah pokok pembicaraan dalam sebuah cerita. Cerita bukan hanya sekedar berisi rentetan kejadian yang disusun dalam sebuah bagan, tetapi susunan bagan itu sendiri harus mempunyai maksud tertentu.

1.6 Sosiologi Sastra

(28)

Pendekatan sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan ini oleh beberapa ahli disebut sosiologi sastra. Istilah itu pada dasarnya tidak berbeda pengertiannya dengan sosiosastra, pendekatan sosiologis atau pendekatan sosiokultural terhadap sastra (Damono, 1979:2).

Ritzer (dalam Faruk, 1994:2) menganggap sosiologi sebagai sesuatu ilmu pengetahuan yang multiparadigma. Maksudnya di dalam ilmu tersebut dijumpai beberapa paradigma yang saling bersaing satu sama lain dalam usaha merebut hemegoni dalam lapangan sosiologi secara keseluruhan. Ada tiga paradigma yang Ritzer temukan ialah paradigma fakta-fakta sosial, paradigma definisi sosial, dan paradigma perilaku sosial.

Pendekatan sosiologi sastra yang banyak dilakukan saat ini menaruh perhatian yang besar terhadap aspek dokumenter sosial, landasannya adalah gagasan bahwa karya sastra merupakan cermin jamannya. Pandangan ini beranggapan bahwa sastra merupakan cermin langsung dari pelbagai segi struktur sosial, hubungan kekeluargaan, pertentangan kelas dan lain-lain. Dalam hal ini tugas ahli sosiologi sastra adalah menghubungkan pengalaman tokoh-tokoh khayali dan situasi-situasi ciptaan pengarang itu dengan keadaan sejarah yang merupakan asal-usulnya. Tema dan gaya yang ada dalam karya sastra yang bersifat pribadi itu, harus diubah menjadi hal-hal yang sosial sifatnya (Saraswati, 2003:4).

(29)

masalah yang sama. Dengan demikian novel, genre utama sastra dalam jaman industri ini dapat dianggap sebagai usaha untuk menciptakan kembali dunia sosial ini. Hubungan manusia dengan keluarganya, lingkungannya, politik, negara dan sebagainya. Dalam pengartian dokumenter murni, jelas tampak bahwa novel berurusan dengan tekstur sosial, ekonomi dan politik, yang juga menjadi urusan sosiologi (Damono, 1978:7).

Menurut Damono, ada dua kecenderungan utama dalam telaah sosiologis terhadap sastra. Pertama, pendekatan yang berdasarkan pada anggapan bahwa sastra merupakan cermin proses sosial ekonomis belaka. Pendekatan ini bergerak dari faktor-faktor di luar sastra untuk membicarakan sastra, sastra hanya berharga dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar sastra itu sendiri. Jelas bahwa dalam pendekatan ini teks sastra tidak dianggap utama, hanya merupakan ephinomenon (gejala kedua). Kedua, pendekatan yang mengutamakan teks sastra

sebagai bahan penelaahan. Metode yang digunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks untuk mengetahui strukturnya, kemudian dipergunakan untuk memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang ada di luar sastra(Damono, 1979:2-3) Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sosiologi sastra menurut pengertian kedua.

1.6.1 Rekonsiliasi

(30)

yang terjadi di Indonesia yang terjadi 41 tahun silam yaitu saat tragedi G30S / PKI, menimbulkan asumsi yang kacau pula. Kebenaran akan hal tersebut sampai saat ini masih menjadi tanda tanya besar bagi bangsa Indonesia.

Lebih lanjut Fahrenholz mengatakan, rekonsiliasi mencakup perdamaian, keselarasan, dan relasi yang baik dengan sesama, namun ia cenderung diucapkan begitu saja perihal proses berlangkah ke suatu tempat tertentu tanpa menunjukan suatu langkah. Langkah-langkah yang semuanya itu dapat diwujudkan. Proses rekonsiliasi berhubungan dengan kejadia yang telah terjadi pada masa lampau sehingga sulit untuk mengusut, berbeda dengan pelanggaran hukum yang terjadi dalam satu masa. Langkah-langkah yang diambil pun harus berdasarkan fakta yang telah terkubur beberapa tahun bahkan beberapa puluh tahun. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) merupakan komisi yang dapat mewujudkan keadilan bagi pelanggaran pada masa lampau.

Sebenarnya, makna rekonsiliasi yang lebih umum acap bersifat historis, yang memasuki lorong waktu ke belakang. Dalam hal ini tidak bersifat temporer, tetapi lebih permanen karena sumber konfliknya berasal dari perbedaan nilai. Jika perbedaan historis itu dipakai sebagai sarana untuk menganalisis, harus merunut akar persoalannya dalam kurun waktu lama. Mungkin bangsa Indonesia akan mengaduk-aduk kesadaran sejak peristiwa 1965 (Susanto, 2002).

(31)

memaafkan atau melupakan sejarah pahit demi penciptaan tatanan politik yang lebih baik di masa depan. Singkatnya, rekonsiliasi lebih menekankan pencapaian tujuan akhir itu daripada penuntutan pidana (http//www.Tempointeraktif.com).

Penelitian ini memakai teori Fahrenholz yang menyatakan rekonsiliasi sebagai pengampunan,proses meluruskan situasi yang tidak adil dan situasi yang kacau, akan tetapi beberapa tulisan tersebut di atas juga mendukung dalam menemukan proses rekonsilasi.

1.6.2 Metodologi Penelitian

Metode penelitian dalam penelitian ini meliputi pendekatan, metode, dan teknik penelitian. Di bawah ini akan dikemukakan pendekatan metode dan teknik penelitian.

1.6.2.1 Pendekatan

(32)

1.6.2.2 Metode

Ada dua metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: a) Metode deskriptif, metode deskriptif adalah prosedur pematahan/

pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan faktor-faktor yang tampak sebagaimana adanya. Untuk memberikan bobot yang lebih tinggi pada metode ini, maka data atau fakta yang ditemukan harus diberi arti. Fakta atau data yang terkumpul harus diolah atau ditafsirkan. Melalui metode ini, peneliti menggambarkan fakta-fakta yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, kemudian mengolah dan menafsirkan. Langkah-langkah yang ditempuh peneliti adalah sebagai berikut :

Pertama, menganalisis novel kubah secara struktural, yang meliputi analisis alur, tokoh dan penokohan, latar dan tema. Kedua, menggunakan analisis pertama untuk memahami lebih dalam lagi mengenai rekonsiliasi, yang dialami oleh tokoh Karman. Ketiga, mememberikan kesimpulan terhadap hasil pemaparan permasalahan yang diteliti.

(33)

1.6.2.3 Teknik Analisis Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik catat dan teknik kartu. Teknik catat digunakan untuk mengumpulkan data yang terdapat dalam novel Kubah dan buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. Teknik kartu dipergunakan untuk mengklasifikasi data.

1.7 Sumber Data

Judul Buku : KUBAH Pengarang :Ahmad Tohari Penerbit : Pustaka Jaya

Tahun Terbit :1980 ( Cetakan Pertama ) Tebal Buku :183

1.8 Sistematika Penyajian

(34)

Kubah dengan mendeskripsikan proses rekonsiliasi yang tergambar dalam novel

tersebut.Bab IV merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

(35)

BAB II

STRUKTUR PENCERITAAN DALAM NOVEL KUBAH

KARYA AHMAD TOHARI

Karya sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks, untuk dapat memahami struktur karya sastra yang kompleks, kita harus menganalisisnya. Dalam menganalisis sebuah karya sastra tersebut harus diuraikan unsur-unsur pembentuknya. Unsur-unsur pembentuk karya sastra yang akan dipakai untuk menganalisis novel Kubah dalam penelitian ini meliputi alur, tokoh, latar, tema. Dengan menganalisis keempat unsur tersebut diharapkan makna keseluruhan novel Kubah dapat dipahami.

Berikut ini akan dipaparkan hasil analisis keempat unsur pembentuk karya sastra tersebut dalam novel Kubah sebagai objek kajian penelitian ini.

2.1 Alur

2.1.1 Bagian Awal

2.1.1.2 Paparan

Alur cerita dalam novel Kubah diawali dengan perkenalan tokoh Karman, yang baru saja keluar dari pengasingan. Karman merasa asing dan hina setelah menjalani tahanan di pulau B, hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut:

(36)

Karman beristerikan seorang perempuan bernama Marni, dari pernikahannya Karman telah memiliki tiga orang anak. Sebenarnya Marni tidak ingin mengkhianati suaminya, dengan menerima pinangan Parta. Sanak saudaranya menghendakinya berumah tangga kembali, namun tidak dihiraukannya. Setelah didesak terus-menerus oleh sanak saudaranya, akhirnya ia mengubah pendiriannya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut :

Tahun 1971 Marni merubah pendiriannya. Ia mengikuti kehendak sanak familinya. Sehelai surat ditulis untuk suaminya. Dengan surat itu ia meminta keikhlasan dan pengertian, karena ia telah memutuskan hendak kawin lagi (hlm13)

2.1.1.3 Rangsangan

Peristiwa selanjutnya, kepulangan Karman ke rumah Gono adik iparnya. Karman memutuskan pulang ke sana setelah sempat bingung ke mana dia harus pulang. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke rumah Gono adik iparnya. Di sana ia bertemu dengan anak bungsunya, Rudio. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut :

Terpaksa Karman memasuki halaman dan mendekati jendela. “Oh, pasti dia Rudio, anakku sendiri!” Jantung Karman seperti dipacu. Ingin ia memanggil anaknya yang dulu baru berusia 7 tahun ketika ditinggalkan. Dengan gentar Karman melangkah ke pintu dan mengetuk. Terdengar langkah mendekat. Daun pintu terbuka. Rudio menatap laki-laki berewokan yang berdiri di depan. (hlm 27)

(37)

Geger Oktober 1965 sudah dilupakan orang, juga orang Pegaten. Orang-orang yang mempunyai sangkut paut dengan peristiwa itu, baik yang pernah ditahan atau tidak, telah menjadi warga masyarakat yang taat. Kecuali mereka yang telah meninggal. Tampaknya mereka ingin sebagai orang yang sungguh-sungguh bertobat. Bila ada perintah kerja bakti, mereka yang pertama kali muncul. Sikap mereka yang demikian itu cepat mendatangkan rasa persahabatan di antara sesama warga desa Pegaten. (hlm 31)

Peristiwa selanjutnya percakapan Tini dengan ibunya, Marni. Setelah mendapat berita tentang kebebasan Karman, timbul konflik batin di hati Marni. Tini juga menyadari perasaan ibunya yang telah mengkhianati kesetiaan Karman dengan menikahi laki-laki lain. Hal ini terlihat pada kutipan berikut :

Tini menunggu jawaban ibunya. Tapi Marni bahkan tertunduk. Rasa getir menyapu hati perempuan itu. Tangan Tini digenggamnya erat-erat. Kelenjar air mata Marni bekerja, meskipun ia berusaha menahannya. Kini Marni tidak menyembunyikan tangisnya.

Peristiwa selanjutnya merupakan peristiwa sorot balik, usia perkawinan Marni dengan Karman baru empat bulan. Karman berusaha untuk menjadi seorang suami yang baik. Ia ingin selalu membahagiakan isterinya, apalagi saat isterinya hamil muda. Karman selalu menuruti kemauan Marni, hingga pada suatu malam karena Marni ingin makan buah kedondong. Ia harus menebang pohon kedondong tersebut karena tidak bisa memanjatnya. (hlm 44-47).

(38)

itu. Pada zaman Jepang orang-orang Pegaten makan ubi rebus sebagai ganti nasi, priyayi tersebut berkeyakinan bahwa ia tidak pantas untuk makan ubi rebus dan lebih pantas makan nasi kelas satu. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Pada zaman Jepang orang-orang Pegaten terpaksa makan ubi rebus sebagai pengganti nasi. Tidak terkecuali keluarga Pak Mantri. Priyayi itu amat tersiksa, bukan karena ia harus makan ubi rebus. Menurut keyakinannya, seorang priyayi harus selalu makan nasi jenis kelas satu. Ubi rebus tak pantas buat Pak Mantri, baik pada jaman jepang atau jaman Belanda (hlm 48-49).

Peristiwa selanjutnya kisah persahabatan Karman dengan Rifah anak Haji Bakir, ia bahkan sering mendapat sarapan nasi dari Rifah. Setelah Karman berteman dengan Rifah cukup lama, Haji Bakir berbaik hati untuk memperkerjakan Karman di rumahnya. Haji Bakir merupakan orang yang baik, Karman dianggap seperti anaknya sendiri. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Ternyata keluarga Haji Bakir tidak pernah memperlakukan Karman sebagai pembantu rumah tangga yang sebenarnya. Anak itu diberi kesempatan untuk menamatkan pendidikannya di sekolah rakyat yang sudah dua tahun ditinggalkannya. Pekerjaan yang diberikan kepada Karman adalah pekerjaan sederhana yang bisa diselesaikan oleh seorang anak seusianya; mengantarkan makanan bagi orang yang bekerja di sawah, menyapu rumah dan halaman, memelihara ikan di kolam dan melayani si manja Rifah (hlm 55).

2.1.1.5 Gawatan

(39)

Peristiwa selanjutnya adalah sorot balik, peristiwa di Madiun pada bulan September 1948 yang merupakan usaha makar. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

Di Madiun pada bulan September 1948 terjadi makar. Usaha itu gagal. Para pelaku yang tertangkap di hukum. Tampaknya, urusan dengan Muso sudah selesai (hlm 70).

Ada beberapa dari mereka yang meloloskan diri, salah satu di antaranya adalah bekas Tentara Pelajar yang menjadi guru sekolah di Pegaten, Margo namanya. Margo masih aktif menyebarkan pengaruhnya, dicarinya para pemuda yang cerdas dan berpotensi untuk menjadi pemikir. Anggota Margo telah mencium keberadaan Karman yang baru saja lulus SMP, Karman kebingungan mencari kerja. Margo merupakan orang yang cerdik, dilaporkannya penemuannya kepada atasannya, strategi telah dipersiapkan untuk menarik Karman menjadi anggota. Karman dicarikan kerja di Kecamatan Kokosan, bekerja di Kecamatan benar-benar di luar dugaannya. Dengan demikian Karman merasa berhutang budi, sehingga mudah bagi Margo untuk mempengaruhinya. Secara tidak sadar Karman telah dijauhkan dari keluarga Haji Bakir, yang memberikan ajaran keagamaan kepadanya (hlm 70-83).

2.1.2 Bagian Tengah

2.1.2.1 Tikaian

(40)

Rifah adalah Abdul Rahman, anak pedagang kaya keturunan Pakistan. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut:

Terlambat, itu memang nyata. Tetapi Karman curiga apakah itu satu-satunya alasan. Kecurigaan itu terus berkembang karena Karman sendiri yang mengembangkannya. “Seandainya aku yang melamar Rifah lebih dahulu dan diterima, baru kemudian datang Abdul Rahman. Kurasa lamaranku akan dibatalkan oleh Haji Bakir.” (hlm 87)

2.1.2.2 Rumitan

Rasa dendam Karman terhadap Haji Bakir kian hari semakin bertambah, Karman mulai meninggalkan masjid Haji Bakir dan memilih untuk sembahyang di tempat lain. Dimulai dari menghindari masjid Haji Bakir lama-lama Karman mulai meninggalkan sembahyangnya. Melihat keadaan yang seperti itu Hasyim, paman Karman mencoba menasihatinya untuk kembali bersembahyang dan menjalin silaturahmi dengan keluarga Haji Bakir. Akan tetapi Karman tidak mempan dengan nasihat yang diberikan oleh pamannya, sehingga terjadi perdebatan yang sangat sengit. Hasyim tidak mampu lagi mengubah pendirian Karman yang memang sudah sangat berbeda dengan Karman yang dulu ia kenal. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Hasyim menutup muka dengan kedua tangannya. Tiga kali beristigfar, belum cukup menenangkan kemarahannya.

“Luar biasa,” pikirnya. “ Hati kemenakanku telah penuh dengan ingkar, hati nurani serta akal budinya tertutup. Inilah cikal-bakal kesetanan Karman.” (hlm 96)

(41)

menjadi seorang janda, suaminya mengalami kecelakaan yang kemudian merenggut nyawanya. Hal itu sangat tidak di sukai oleh partai Margo karena itu bisa menjadikan Karman kembali ke kehidupannya semula, seorang yang taat beragama. Atas perintah atasannya Margo mencarikan wanita lain yang memang lebih cantik dari Rifah. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

Dua orang berada di dalam ruangan itu. Margo sedang memberikan laporan rutin kepada atasannya. Sekali ini laporan yang menyangkut Karman menjadi titik pusat pembicaraan…….( hlm 98)

“Ya, saya sudah merasa yakin. Sudah saatnya Karman disumpah menjadi anggota partai,” kata Margo.

“Tidak terlalu tergesa-gesa?”

“Oh, itu hanya usulan saya. Akhirnya Anda yang akan memutuskan.”

“Nanti dulu. Bung lupa melaporkan kelemahan- kelemahan yang ada dalam diri Karman. Nah, Bung bias menyebutnya sekarang.”( hlm 99 ) “Sekali lagi Anda kurang teliti, dan teledor. Triman mengatakan kepadaku bahwa terlihat gejala cinta Karman kepada Rifah kambuh kembali. Bagaimana pendapat Anda?( hlm 100)

“Oh ya saya lupa Anda bujangan. Barangkali Triman lebih cocok untuk menangani masalah ini. Tetapi dengarlah, seorang yang menginginkan satai kambing keinginannya agak berkurang bila kepadanya kita sodorkan satai daging sapi. Mengerti?” (hlm 101 ).

Peristiwa selanjutnya, Karman diajak berlibur ke Semarang oleh Margo yang tentu saja hal itu hanya merupakan taktik partai saja. Karman dikenalkan dengan orang-orang penting dalam partai dalam sebuah rapat partai.

(42)

kenangan masa kecilnya bersama Karman yang selalu setia menemaninya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Peringatan seratus hari meninggalnya Abdul Rahman sudah lewat. Kandungan Rifah makin besar, makin besar. Ia berharap bulan depan akan melahirkan anaknya yang pertama. “Andaikata anakku lahir laki-laki, tentu ia gagah seperti ayahnya. Hidungnya manis, matanya galak,”demikian harapan calon ibu yang masih sangat muda itu (hlm 115). Peristiwa selanjutnya ada unsur sorot balik , kesengsaraan rakyat Pegaten yang disebabkan pergolakan-pergolakan yang dimulai oleh masuknya tentara Jepang. Di Pegaten sering terjadi perampokan dan juga penjarahan hutan. Hal ini merupakan taktik politik yang dimainkan oleh Margo. Sementara masyarakat Pegaten sengsara, lain halnya dengan Karman hidupnya semakin mantap, apalagi Karman telah menikah dengan Marni. Tahun pertama pernikahannya dengan Marni Rudio lahir. Karman adalah seorang suami yang baik dan bertanggung jawab, akan tetapi kebahagiaan Marni terasa kurang. Marni sangat taat beribadah, sedangkan Karman secara terang-terangan mengaku menjadi seorang ateis. Hal ini terliaht dalam kutipan berikut:

Yang tidak bersesuaian di antara mereka hanya satu hal. Sementara Marni merasa tidak bisa meninggalkan ibadahnya. Karman bahkan terang-terangan mengaku menjadi seorang ateis. Kalau Marni merasa kebahagiaannya kurang utuh, itulah dia. Sering ia memohon kepada Tuhan agar keberuntungannya disempurnakan. Tidak heran kalau Marni sering bermimpi bersembahyang berjamaah dengan suaminya (hlm 126).

(43)

Hama tikus dan walang sangit menggagalkan panen. Penjarahan hutan semakin tidak terkendali karena memang rasa lapar tidak tertahan lagi. Busung lapar berjangkit di Pegaten karena penduduk makan makanan seadanya.

2.1.2.3 Klimaks

Peristiwa selanjutnya, merupakan rumitan menceritakan Karman yang mulai gelisah setelah mendengar kabar orang-orang yang terlibat peristiwa 30 September tertangkap satu persatu. Demi menyelamatkan diri, ia lari meninggalkan keluarga yang dicintainya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Kegelisahan Karman tidak mungkin tertahan lebih lama. Sudah beberapa malam ia tidak bisa tidur. Kalau malam tiba, ia bersembunyi di rumah ibunya atau berkerumun dengan orang lain di masjid Haji Bakir. Pada saat ia merasa sesuatu yang mengerikan bakal tiba, ia menemui isterinya. Pukul delapan malam saat itu. Suaranya serak berbata-bata ketika mengatakan, “Marni, aku mau pergi ke rumah Triman. Bila sesuatu terjadi pada diriku, Marni, jagalah dirimu sendiri bersama anak-anak. Kupercayakan Rudio, Tini dan Tono padamu.” (hlm 136)

Bagian sembilan, dimulai dengan sorot balik diceritakan kisah pelarian Karman. Dalam pelariannya ia bertemu dengan Kastagetek yang hidup di pinggir sungai Sikura. Karman banyak belajar dari Kastagetek tentang kehidupan ini, bagaimana cara mensyukuri nikmat yang telah diberikan Tuhan dan berserah diri kepada-Nya. Mulai saat itu hati Karman mulai tergugah dia teringat akan segala kesalahannya.

Kalau bilik yang di tutupi atap ilalang dan tertopang diatas empat buah tiang bambu itu di sebut rumah, maka Kastagetek pernah memilikinya. Letaknya terpencil di tepi sungai Sikura, didesa Pangkalan. …….( hlm 144 )

(44)

Sedikit atau banyak. Paling tidak Karman mula berpikir, mengapa orang tidak bersembahyang dan mengapa orang bersembahyang. (hlm 148)

Setelah selama hampir dua bulan pelariannya Karman tertangkap disuatu tempat yang dianggap keramat, makam Astana Lopajang. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

Tamat sudah kisah pelariannya, karena seorang gembala kerbau melihat segala gerak-geriknya. Di sioang itu beberapa orang pamong desa datang ke Astana Lopajang. Karman ditangkap dalam keadaan sakit payah. Boleh jadi karena keadaannya itulah orang tidak tega menghabisi nyawanya. (hlm 106)

2.1.3 Akhir

2.1.3.1 Leraian

Bagian kesepuluh, menceritakan kepulangan Karman ke desa Pegaten yang membuat hati Marni semakin tersiksa, rasa bersalah selalu menghantuinya. Semua warga dapat menerima Karman kembali, banyak dari mereka berbondong-bondong ke rumah Karman untuk melihat keadaannya sepualng dari pengasingan. Begitu pun Marni keinginannya untuk melihat Karman sangat kuat, tetapi rasa bersalah yang terus menghantuinya mengurungkan niat Marni. Tini terus mendesak ibunya untuk melihat Karman, semula Marni menolak tapi akhirnya Marni mengalah. Berikut kutipannya:

Marni tegak terpaku. Pandangannya kosong. Ia tetap diam meskipun Tini menggoyang-goyangkan tangannya. Kemudian ia melihat ada genangan di mata ibunya.

“Tini, aku pasti akan menengok ayahmu. Besok atau lusa, sekarang aku belum bisa,” kata Marni kemudian.

“Wah, besok atau lusa, Bu? Tidak pantas. Semua orang sudah kelihatan datang ke rumah Nenek. Bahkan Haji Bakir suami isteri sudah disana. Ibu sebaiknya kesana sekarang.”

(45)

2.1.3.2 Selesaian

Bagian terakhir menceritakan keikutsertaan Karman dalam merenovasi masjid Haji Bakir yang kondisinya sudah memprihatinkan. Karman mengajukan diri untuk membuat kaubah masjid tersebut. Hal itu merupakan upaya Karman untuk memulihkan kepercayaan orang-orang Pegaten. Kubah menjadi simbol bagi Karman, bahwa dia telah menjadi Karman yang dulu lagi, Karman yang taat pada ajaran agama.

Dari paparan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam novel Kubah tidak sesuai dengan teori alur yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu alur yang urut dari bagian awal sampai akhir. Dalam novel Kubah dapat ditemukan alur yang tidak urut, pada setiap bagiannya terdapat urutan alur yang sama. Bagian awal terdapat, paparan, rangsangan, paparan, gawatan. Bagian tengah terdapat, tikaian, rumitan, klimaks. bagian

Dari paparan tersebut di atas, tampak bahwa alur penceritaan novel Kubah karya Ahmad Tohari merupakan alur berbingkai. Hal ini disebabkan novel ini bercerita tentang dua hal sekaligus. Pertama keraguan tokoh Karman yang baru keluar dari penjara untuk kembali ke masyarakat desanya, kedua cerita tentang kisah perjalanan hidupKarman hingga menjadi anggota PKI. Terjadinya keberbingkaian alur pada novel Kubah dikarenakan adanya alur sorot balik oleh Pengarangnya.

(46)

penelitian ini sangat penting, karena rekonsiliasi berhubungan dengan peristiwa masa lampau. Setelah alur dipaparkan secara jelas maka akan memudahkan dalam penelitian.

2.2 Tokoh

Dalam novel Kubah terdapat sejumlah tokoh yang mendukung terjadinya sebuah peristiwa sehingga terbentuk cerita yang memadai. Tokoh-tokoh ini akan dianalisis dari segi fisik dan sifatnya, maupun kehidupan sosialnya. Di dalam novel Kubah ini, tokoh utama diperankan oleh tokoh Karman, karena tokoh ini berperan dari awal sampai cerita ini berakhir.rtghn

Di samping tokoh Karman, di dalam novel Kubah ini ditemukan beberapa tokoh lain, seperti Marni, Haji Bakir, Rifah, Rudio, Tini, Margo. Tokoh-tokoh ini berperan sebagai tokoh bawahan yang mengiringi tokoh utama. Kehadiran tokoh-tokoh bawahan ini sangat mendukung peran tokoh-tokoh utama.

Berikut ini akan dipaparkan analisis terhadap tokoh utama yaitu Karman dan untuk mempermudah anlisis tokoh-tokoh bawahan akan disebutkan dengan angka.Tokoh-tokoh bawahan tersebut antara lain Marni, Haji Bakir Rifah, Rudio, Tini, Margo.

2.2.1 Tokoh Utama: Karman

(47)

Dalam waktu yang singkat itu akal budi Rudio bekerja. Ia sudah mendengar Pemerintah membebaskan seribu tahanan dari Pulau B. Dari Ibu, Rudio pernah memperoleh gambaran tentang ayahnya. Perawakannya gagah, kaya akan rambut serta lubang hidung yang lebar. Dan, laki-laki di depannya itu mirip gambar pada pasfoto tua yang dimilikinya. Kemudian atas nama nalurinya, Rudio berkata ragu-ragu, “Ayah…?” (hlm. 28) Ditinjau dari segi sosiologis Karman mempunyai seorang ayah yang bekerja sebagai mantri pasar yang berpenghasilan cukup untuk menghidupi keluarganya. Pada masa itu seorang mantri pasar menempati status sosial yang lebih tinggi dari masyarakat biasa atau lebih dikenal dengan sebutan Priyayi.Hal ini dapat diketahui dari kutipan berikut :

Karman lahir di Pegaten pada tahun 1935. Ayahnya seorang mantri pasar. Waktu itu gaji seorang mantri pasar dapat diandalkan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga. Ayah Karman sangat membanggakan jabatannya sebagai priyayi kecil itu. Dia tak senang dipanggil dengan namanya. Itulah sebabnya orang Pegaten hampir lupa siapa nama ayah Karman. (hlm. 48)

Pada masa Jepang Karman hidup hanya bersama ibu dan seorang adik perempuan. Ayahnya tidak pernah kembali setelah diculik para pemuda pejuang, Karena ayah Karman tidak ingin menjadi orang republik tetapi memilih bekerja pada recomba saat pecah kemerdekaan terjadi. Semenjak peninggalan ayahnya kehidupan Karman sangat sengsara, untuk makan sehari- hari saja serba kekurangan dan hanya mengandalkan oyek dari singkong. Kehidupan Karman semakin membaik atas kebaikan Haji Bakir yang menganggapnya seperti saudara dan senantiasa membantu Karman. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut;

Karena cintanya terhadap dunia priyayi, pak Mantri tidak ikut menjadi republic.

Ia memilih bekerja pada Recomba, dengan harapan sebutan sebagai pak Mantri menjadi

(48)

Karman hidup hanya bersama ibu dan seorang adik perempuan.sebenarnya ia mempunya dua orang kakak, tetapi keduanya telah meninggal dunia……..(hlm 50)

Pada tahun 1950 Karman menjadi murid SMP di sebuah kabupaten, atas biaya dari pamannya yang bernama Hasyim. Ia menjadi anak Pegaten yang pertama kali menempuh pendidikan di sekolah menengah. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Pada permulaan ajaran baru 1950, Karman sudah menjadi murid SMP di sebuah kabupaten yang terdekat. Ia menjadi anak Pegaten yang pertama kali menempuh pendidikan di sekolah menengah. Sebulan sekali ia pulang. Bersepatu, berkaos kaki dan pakaiannya bersih. Rambutnya berminyak. Karman menjadi anak kota. Anak- anak Pegaten melihatnya dengan kagum. Apa yang ada pada Karman menjadi bahan peniruan bagi anak-anak sekampung (hlm 68).

Setelah tamat sekolah, Karman masuk perangkap Margo yang merupakan anggota PKI. Karman yang bingung mencari kerja setelah lulus, dimanfaatkan oleh Margo untuk menjebaknya. Karman mendapat pekerjaan di kantor kecamatan Kokosan. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Kalau benar Pak Triman dan Pak Margo membantunya, Karman merasa dirinya patut diangkat menjadi juru tulis, kemudian akan naik menjadi kepala tata usaha atau mantri polisi praja. “Pada saat itu umurku masih amat muda. Ijazah SMP akan mengantarku ke jabatan asisten wedana. Dan siapa yang mengganggap aneh bila pada suatu saat aku dipanggil bapak Wedana?.(hlm 80-81)

(49)

di pulau B. Enam bulan kemudian Marni menikah lagi dengan lelaki lain, hal ini membuat Karman sangat terpukul. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Tahun 1971 Marni merubah pendiriannya ia mengikuti kehendak sanak famili. Sehelai surat ditulis untuk suaminya. Dengan surat itu ia meminta keikhlasan dan pengertian, karena ia telah memutuskan hendak kawin lagi. (hlm 13)

Dari segi perwatakannya Karman dilukiskan sebagai tokoh yang pendendam. Karman merasa dendam karena lamarannya untuk meminang Rifah ditolak oleh Haji Bakir. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Rasa kecewa, marah dan malu berbaur di hati Karman. Akibatnya ia mendendam dan membenci.

Karman memulai dengan enggan bertemu, bahkan enggan menginjak halaman rumah orang tua Rifah. Sembahyang wajib ia tunaikan di rumah. Dan memilih tempat lain bila bersembahyang Jumat. (hlm 88) Karman memiliki sifat perasa, juga mudah terpengaruh dan juga pemarah. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Margo tersenyum teringat keteledorannya. Kemudian ia mengusap dahinya yang lebar.

“Karman memiliki sifat terlalu perasa. Juga sedikit gampang terpengaruh, dan sewaktu-waktu bisa marah.” (hlm 99)

2.2.2 Tokoh Bawahan 1: Marni

Secara fisik tokoh Marni digambarkan seorang perempuan berusia 30 tahun yang mempunyai wajah yang cantik. Lekuk sudut bibirnya banyak mengundang kekaguman setiap laki-laki yang memandangnya. Marni merupakan sosok wanita sejati. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(50)

Dalam kehidupan sosial Marni dibesarkan dalam keluarga kebanyakan, dan tidak dapat melanjutkan SKP karena faktor biaya. Kehidupan Marni serba kekurangan dan berlatar pendidikan yang rendah. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Sementara Marni telah mendapat tempat di hati Karman. Pemuda itu tahu sekarang dunia perempuan tidak hanya Rifah. Kalau Rifah dibesarkan dalam kalangan yang memanjakannya, tidak demikian halnya dengan Marni. Ia anak orang kebanyakan, dan tidak bisa menamatkan SKP karena kekurangan biaya….(hlm125)

Dari perwatakannya Marni digambarkan sebagai seorang perempuan yang mudah terpengaruh atau orang yang tidak bisa tegak pada pendiriannya. Hal ini digambarkan pengarang dalam kutipan berikut:

Tahun 1971 Marni merubah pendiriannya. Ia mengikuti kehendak sanak-famili. Sehelai surat ditulis untuk suaminya. Dengan surat itu ia meminta keikhlasan dan pengertian, karena ia telah memutuskan hendak kawin lagi. (hlm 13)

2.2.3 Tokoh Bawahan 2: Haji Bakir

Secara fisik tokoh Haji Bakir digambarkan tidak begitu jelas. Haji Bakir digambarkan sebagai sosok laki-laki yang sudah tua. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(51)

Dalam kehidupan sosial digambarkan seorang Haji yang kaya, kekayaan lebih dari masyarakat Pegaten. Haji Bakir mampu membangun masjid yang dipergunakan oleh masyarakat Pegaten. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Jabir tak malu, malah senang. Biar Tini ditinggal ayahnya ke pengasingan, tetapi siapa lagi yang patut disebut kumbang desa Pegaten? Jabir adalah cucu Haji Bakir yang kaya. Jabir setengah urakan, dan Jabir merasa berhak mendapatkan gadis yang diinginkannya. (hlm 33)

Apa yang diperbuat Karman adalah balas dendam. Ia merasa disakiti, dinista. Dengan meninggalkan masjid Haji bakir ia hendak membalas dendam.(hlm 89)

Dari perwatakannya digambarkan Haji Bakir digambarkan seorang yang bersahaja dan pasrah atas kehendak Tuhan. Haji bakir juga seorang yang taat terhadap semua ajaran agamanya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Bila malam tiba Rifah sudah tidak menangis lagi. Ia sudah dapat menerima ketentuan Tuhan dengan hati yang ikhlas. Ayahnya selalu berkata, “Takdir Tuhan adalah yang yang paling baik bagimu, betapapun getir rasanya, takwa kepada-Nya akan membuat segala penderitaan menjadi ringan.” (hlm 115)

2.2.4 Tokoh Bawahan 3: Rifah

Tokoh Rifah ditinjau fisiknya digambarkan sebagai seorang perempuan yang berkulit bersih, wajahnya cerah dan segar. Rifah memang menonjol jika dibandingkan dengan para perempuan yang ada di Pegaten, karena dia berasal dari keluarga mampu. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

“… Tak ada yang istimewa pada diri remaja itu. Kalau ia tampak menonjol di antara sesama gadis Pegaten, karena kulitnya bersih. Wajahnya cerah, memberi kesan segar. Apa yang dimakannya setiap hari memenuhi kebutuhan pertumbuhan badannya. Jadi kecantikan Rifah adalah kesegarannya.” (hlm68-69)

(52)

“… demikian bila ia berkesempatan bermain bersama Rifah, anak bungsu Haji Bakir. Umurnya empat tahun lebih muda dari umur Karman.”(hlm 51)

Ditinjau dari perwatakannya Rifah dilukiskan sebagai seorang yang manja, karena semenjak sejak kecil Rifah selalu dimanjakan. Apapun keinginan Rifah harus selalu terpenuhi. Hal ini dapat diketahui dalam kutipan berikut:

“…panjang benang yang ditarik akan terkumpar kembali dengan sendirinya. Sengaja Karman berusaha agar Rifah melihat mainan itu. Tak usah dipancing-pancing gadis itu pasti memintanya. Watak yang demikian timbul karena Rifah dimanjakan.”(hlm52)

“Tapi aku ingin mainanmu itu,” sambung Rifah lagi. Khas gaya seorang anak yang biasa memperoleh apa yang disukainya.” (hlm 52)

2.2.5 Tokoh Bawahan 4: Rudio

Secara fisik Rudio tidak digambarkan dengan jelas. Rudio digambarkan sebagai seorang perjaka seusia anak sekolah kelas tiga STM. Saat ditinggal ayahnya Rudio baru berusia tujuh tahun.

Ditinjau dari kehidupan sosial Rudio digambarkan sebagai anak pertama Karman. Rudio mempunyai dua orang adik, Tini dan Tono, akan tetapi Tono telah meninggal sejak masih berusia lima tahun.

Dari perwatakannya tokoh Rudio tidak digambarkan begitu jelas. Pada saat pertemuannya denagn ayahnya yang baru keluar dari pengasingan sempat meneteskan air mata. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

Sehabis berkata demikian Rudio bangkit dan berjalan ke kamarnya. Ia tahu, menangis bukanlah kelakuan seorang lelaki. Jadi setidaknya ia harus merasa malu, sebab air matanya terlanjur menetes. (hlm 30)

2.2.6 Tokoh Bawahan 5: Tini

(53)

yang bagus Tini juga memilki alis yang menawan. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Tini sudah 17 tahun, dan kurang menyadari bahwa ibunya mewariskan bentuk rahang yang menarik. Seandainya Tini ingin naik pentas membawakan tarian klasik, tukang rias tidak perlu merubah bentuk alisnya. Alis itu sudah bagus secara alami. Memang ada bekas cacar disamping cuping hidungnya. Hanya sebuah, dan tak ada yang menganggap noda kecil itu mengurangi kecantikannya. (hlm 33)

…Ditatapnya wajah gadis itu lama-lama. Hidung itu persis hidung Karman, juga bibir Tini. “Anakku, kukira benar kata orang. Kau cantik. Mudah-mudahan kau lebih beruntung dalam hidupmu….(hlm 44)

Ditinjau dari kehidupan sosial Tini digambarkan merupakan anak kedua Karman. Sejak masih kecil ia harus tinggal bersama ayah tiri karena Marni, ibunya kawin lagi setelah ayahnya menjalani hukuman di pulau B. Meskipun ia tinggal bersama ayah tiri ia tetap tumbuh seperti gadis biasa yang selalu riang, dan mulai menyukai lawan jenisnya saat menginjak remaja. Tini sangat rajin beribadah dan mempunyai kemampuan membaca Al-quran yang bagus.

Ditinjau dari fisiknya Tini digambarkan sebagai seorang yang rendah hati dan mawas diri. Ia selalu merasa hina karena ayahnya seorang tahanan politik. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Bagaimana kuatnya rasa rendah diri pada Tini dapat dibaca dalam surat pertamanya pada Jabir. “Apakah engkau tidak malu berkenalan dengan seorang gadis terlantar sebagai aku ini? Ayahku seorang tahanan, sekarang tinggal di tempat yang jauh.” (hlm 33)

2.2.7 Tokoh Bawahan 6: Margo

(54)

….Perawakannya sedang dengan rambutnya agak berombak. Hanya kebetulan, alis matanya tumbuh terlalu dekat di atas matanya; mirip alis Lenin. (hlm 70)

Ditinjau dari kehidupan sosial Margo merupakan seorang bekas anggota Tentara Pelajar yang menjadi guru sekolah di Pegaten. Ia juga menjadi kader partai PKI pilihan karena kecerdikannya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Seorang bekas Tentara Pelajar menjadi guru sekolah di Pegaten, Margo namanya. Bung Margo, demikian dia dipanggil kawan-kawan separtai, adalah seorang kader pilihan. Sabar dan cerdik, dan sangat gemar membaca. (hlm 70)

Dari perwatakannya Margo digambarkan sebagai seorang yang sabar dan cerdik . Dengan segala tipu dayanya Karman dapat terhasut untuk masuk menjadi anggota partainya.

2.3 Latar

Latar yang akan dibicarakan pada bagian ini meliputi latar tempat, latar waktu, latar sosial. Ketiga latar tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

2.3.1 Latar Tempat

2.3.1.1 Latar tempat yang berada di Markas Komando Distrik Militer, tempat pertama kali Karman menginjakkan kaki setelah keluar dari pengasingan. Hal ini dilukiskan pengarang dan ditunjukan dalam kutipan berikut:

Sampai di dekat pintu keluar ia tertegun. Menoleh kekiri dan kekanan seperti ia sedang ditonton oleh seribu mata. Akhirnya dengan gemetar ia menuruni tangga gedung Markas Komando Distrik Militer itu. (hlm 7)

(55)

simpang empat. Ke mana? Oh ke kiri tentu. Dengan demikian ia tidak usah menyeberang. (hlm 8)

2.3.1.2 Latar tempat yang berada di alun-alun Kabupaten. Hal ini ditunjukan pengarang dalam kutipan berikut:

Dan laki-laki 42 tahun itu mendapatkan tempat yang dicarinya, di bawah pohon beringin alun-alun Kabupaten. (hlm 10)

Selanjutnya

Karman duduk di atas tonjolan akar. Disampingnya ada gulungan kertas yang berisi kain sarung. Angin bergerak ke utara menggoyangkan daun-daun tanaman hias di halaman Kabupaten…(hlm 11)

2.3.1.3 Latar tempat yang berada di pulau B. Hal ini ditunjukan pengarang dalam kutipan berikut:

Waktu menerima surat istimewa itu di Pulau B, mula-mula Karman sangat gembira. Surat dari isteri adalah belaian mesra bagi suami yang sedang dalam pengasingan…(hlm 13)

2.3.1.4 Latar yang berada di rumah Gono adik ipar dari Karman. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Rumah yang dituju Karman terletak di tepi kali kecil. Itu petunjuk yang jelas, meski misalnya sudah terjadi banyak perubahan. “Mudah-mudahan Gono belum pindah,” pikir Karman. (hlm 27)

2.3.1.5 Latar tempat di desa Pegaten . hal ini terlihat dalam kutipan berikut: Geger Oktober 1965 sudah dilupakan orang, juga di Pegaten. Orang-orang yang mempunyai sangkut paut dengan peristiwa itu, baik yang pernah ditahan atau tidak, telah menjadi warga masyarakat yang taat. Kecuali mereka yang meninggal…(hlm 31)

(56)

2.3.1.6 Latar tempat yang berada di ruang perpustakaan. Hal ini di lukiskan dan ditunjukan pengarang dalam kutipan berikut:

Kamar itu tidak bisa dikatakan sebagai ruang perpustakaan yang baik. Tidak cukup luas, lemari bukunya terbuat dari kayu murahan. Peliturnya sudah botak di sana-sini. Diatas lemari terpasang potret Yahudi Jerman yang terkenal itu, pada latar belakang berwarna merah…(hlm 98) 2.3.1.7 Latar yang berada dirumah Kastagetek. Rumah yang berada di pinggir kali Sikura desa Pangkalan. Hal ini digambarkan pengarang dalam kutipan berikut:

Kalau bilik yang ditutupi atap ilalang dan bertopang diatas empat buah tiang bamboo itu disebut rumah, maka Kastagetek pernah memilikinya. Letaknya terpencil ditepi sungai Sikura, di desa Pangkalan…(hlm 144)

2.3.1.8 Latar tempat yang berada di Astana Lopajang, makam yang dikeramatkan, dan terletak di atas bukit kecil yang di kelilingi hutan puring. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Astana Lopajang! Itu makam yang dikeramatkan, yang terletak diatas bukit kecil yang di kelilingi hutan puring. Cungkupnya tak pernah di buka orang kecuali setahun sekalipada Maulud. (hlm 157)

2.3.1.9 Latar tempat yang berada di rumah orang tua Karman. Hal ini dilukiskan dan ditunjukan pengarang sebagai berikut:

Di rumah orang tuanya, Karman sedang dirubung oleh para tamu, tetangga-tetangga sudah amat lama ditinggalkan. Ia merasa heran dan terharu, ternyata orang-orang Pegaten tetap pada watak mereka yang dari genteng yang pecah. Serta kubah masjid itu! Bila angin bertiup akan terdengar suara derit seng yang saling bergesekan. Rupanya seng yang melapisi kubah itu telah lepas patrinya, atau aus termakan karat.

(57)

2.3.2 Latar Waktu

Penggambaran latar waktu dalam novel kubah terjadi pada peristiwa pagi, siang, sore, petang, malam hari, pukul berapa, berapa hari, berapa tahu dan ditunjukkan dengan kata-kata yang sama artinya dengan latar waktu, misalnya isya, fajar.

2.3.2.1Latar waktu pagi hari, berikut kutipannya:

(1) Sampai pagi, mulut Marni tak berhenti mengunyah kedondong. kolam masjid atau bunyi terompah kayu Haji Bakir. (hlm58) (4) Demikian, sumur selalu ramai selagi fajar memerah di timur. (hlm

59)

(5) Pagi-pagi sarapan nasi rajalele yang masih hangat, lauknya oseng-oseng jagung muda. (hlm 60)

(6) Hari minggu pagi-pagi Karman dijemput. (hlm 106) 2.3.2.2 Latar waktu siang hari, berikut kutipannya:

(7) Terik matahari menyiramnya begitu ia melangkahkan kaki di halaman. (hlm 7)

(8) Hari masih agak siang ketika Tini mandi di belik itu. (hlm 32) 2.3.2.3 Latar waktu sore hari, berikut kutipannya:

(9) Sore itu pun Marni membersihkan beras sambil menangis. (hlm 36)

(10)Tadi sore ibu telah memberinya bekal. (hlm 42) 2.3.2.4Latar waktu petang hari, kutipannya sebagai berikut:

(11)Sebelum matahari terbenam rombongan itu tiba di Semarang. (hlm107)

2.3.2.5 Latar waktu malam hari, kutipannya sebagai berikut

(58)

(13)“Kemarin Jabir bertamu sampai malam, tidak pantas bukan?”. “ Ah Bu, kan dia kusuruh pulang ketika beduk isya. Ibu percaya dia anak baik-baik, bukan?”. (hlm39)

(14)“Sering, Bu. Pada malam Mauludan yang lalu aku duduk berdampingan dengan…”. (hlm40)

(15)Malam yang menarik bagi Tini. (hlm 42)

(16)Tengah malam perempuan itu masih duduk gelisah. “Apa yang harus kuperbuat bila Karman, bekas suamiku, benar-benar kembali ke kampung ini?”. (hlm 43)

(17)Selesai sembayang malam, ia bersimpuh memohon diberi ketabahan. (hlm 44)

(18)Tengah malam Karman tertidur pulas di sampingnya. (hlm 45) (19)“Karman kau sudah gila? Malam-malam begini menebang

pohon?” seru ibu Karman sambil mengusap matanya. (hlm 46) (20)“Nanti malam?” Hasyim memburu. “Jangan tergesa-gesa. Besok

malam pukul delapan.” (hlm 77)

(21) Malam pertama di kota itu tidak menyenangkan Karman. Pada malam kedua Karman merasa sehat kembali. (hlm 107)

(22)Malam itu bulan muda hanya sebentar memberikan sinar temaram . (hlm 109)

(23) Pasti waktu itu sudah lewat tengah malam, dan Rifah masih duduk berdoa. (hlm112)

2.3.2.6Latar waktu dengan menunjukkan berapa hari, kutipannya sebagai berikut: (1) Terkadang ia berhari-hari mondar-mandir dengan truk buatan

Jepang itu. (hlm 41)

(2) Hanya tiga hari Karman tinggal di rumah ibunya. (hlm 57) (3) Sekali lagi ia meminta permisi barang empat-lima hari, mulai

besok pagi. (hlm 58)

(4) Selama tujuh hari itu ia gelisah, ia berdoa. (hlm 80)

(5) Berhari-hari Karman terombang-ambingoleh pikirannya sendiri. (hlm 103)

2.3.2.7. Latar waktu dengan menunjukkan pukul berapa, kutipannya sebagai berikut:

(1) Pukul tujuh malam Karman keluar dari masjid. (hlm 26) (2) Pukul dua malam Marni bangkit. (hlm 43)

(2) “Jangan tergesa-gesa. Besok malam, saya tunggu pukul delapan.” (hlm 77)

2.3.2.8Latar waktu yang menunjukan tahun, kutipannya sebagai berikut:

(1) Satu tahun penuh Margo mencari calon yang demikian, dan belum diketemukannya. (hlm 71)

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu sebagai Jawara yang mempunyai kedudukan tinggi dalam masyarakat Banten menggunakan atribut yang bisa menopang ciri khas religuitas mereka dengan agama Islam,

Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak; (2) meningkatnya pengendalian penyakit; (3) meningkatnya akses dan mutu

Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2006) yang juga menyatakan bahwa variabel ukuran perusahaan ( size ) tidak berpengaruh signifikan terhadap

[r]

Karyawan dengan self efficacy yang tinggi maka akan memiliki kepuasan. kerja

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi

Untuk memenuhi perencanaan yang lebih baik, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum, mengembangkan konsep perencanaan pembangunan infrastruktur

Nilai kebersamaan budaya pokadulu (kerja sama) berperan memberikan pelayanan dengan membangun suasana memahami dan mengerti akan kebutuhan seluruh warga sekolah, yang