BIODIVERSITAS BURUNG-BURUNG YANG TERANCAM DI INDONESIA PENDAHULUAN
Indonesia termasuk kedalam negara megabiodiversity dengan kemelimpahan keanekaragaman hayati yang dimilikinya. Distribusi kemelimpahan hayati di Indonesia secara geografis dipilah menjadi tujuh bagian, yakni wilayah biogeogafi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, serta Papua. Negeri kita ini tercatat memiliki 704 spesies mamalia, 1.598 spesies burung, 600-an spesies reptil dan 300-an spesies amfibi. Namun, untuk ikan dan serangga belum selesai didata dengan lengkap. Satwaliar semakin sedikit dan beberapa jenis bahkan sudah amat sangat jarang ditemukan. Untuk takson Aves (burung), diperkirakan bahwa 22 spesies berpotensi punah pada abad mendatang. Sejumlah 104 spesies burung dikategorikan terancam punah, sementara 152 spesies lain digolongkan mendekati terancam punah (Mardiastuti, 2011).
Berdasarkan data terakhir tahun 2008, sebanyak 372 spesies (23,28 persen) dari total 1958 spesies berstatus endemik hanya ada di Indonesia. Sementara itu, sebanyak 149 spesies (9,32 persen) merupakan burung migran yang masuk kategori jenis burung yang suka bermigrasi jarak jauh. Kategori spesies burung endemik itu tertinggi di Sulawesi, sebanyak 106 spesies burung endemik wilayah (wil) dari 416 spesies burung di pulau itu. Kemudian, disusul Maluku 66 dari 365 spesies di kepulauan ini. Nusa Tenggara 46 (426 spesies), Papua 41 (671 spesies), Jawa 32 (507 spesies), Sumatera 26 (628 spesies), dan Kalimantan 1 (522 spesies). Sementara itu, untuk spesies burung endemik Indonesia (Id), tertinggi Sulawesi 117 spesies, Maluku (94), Nusa Tenggara (68), Jawa (56), Papua (55), Sumatera (44),dan Kalimantan (4) (LIPI, 2008).
Para ahli satwaliar telah memberikan serangkaian daftar karakteristik satwa yang rentan kepunahan. Karakteristik itu antara lain endemisitas tinggi, berada pada trofik level tertinggi (contoh: hewan pemangsa), ukuran tubuh besar (sehingga memerlukan habitat yang luas dan energi yang besar pula), memiliki nilai ekonomi atau komersial yang tinggi, memerlukan habitat dan atau pakan khusus, hidup berkoloni, serta memiliki kemampuan reproduksi yang rendah. Satwa Indonesia ternyata banyak yang memenuhi kriteria ini.
Banyak hal yang dapat menyebabkan suatu organisme khususnya burung tuk mengalami kepunahan. Diistilahkan sebagai “systematic drivers” secara umum karena perubahan seperti perubahan habitat, over eksploitasi, invasi suatu spesies, penyakit, perubahan iklim dan peningkatan disposisi nitrogen. Dalam tulisan ini akan dijelaskan beberapa spesies burung yang termasuk dalam spesies terancam.
N o
1 Tringa guttifer Trinil Nordmann Pantai Timur Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Buton
Endangered
2 Cyornis sanfordi Sikatan Matinan Endemik di pegunungan penisula, Minahasa,
4 Loriculus catamene Serindit Sangihe Endemik di pulau sangihe, Sulawesi Utara
Endangered
5 Tyto nigrobrunnea Serak Taliabu Endemik di kepulauan Sula, Maluku
Endangered
6 Treron psittaceus Punai Timor Endemik di Timor Barat, Pulau satelit, Semau Pulau Roti, NTT
Endangered
7 Leucopsar rothschildi Jalak Bali Endemik di Pulau Bali Critically Endangered 8 Macrocephalon maleo Maleo Senkawor Endemik di Sulawesi dan
Pulau Buton
Endangered
9 Eos histrio Nuri Talaud Endemik di Pulau Talaud dan Karalengkang
Endangered
10 Madanga ruficollis Opior Buru Endemik di Pulau Buru maluku
Endangered
11 Gorsachius goisagi Kowak Jepang Endangered
12 Gymnocrex talaudensis Mandar Talaud Endemik di Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara
Endangered
13 Loriculus flosculus Serindit Flores Endemik di Flores, NTT Endangered 14 Monarcha brehmii Biak Monarch Endemik di Biak, Papua
Barat
Endangered
15 Ciconia stormi Storm's Stork Sumatera dan Borneo Endangered 16 Otus beccarii Biak Scops-owl Endemik di Biak Endangered 17 Sturnus melanopterus Black-winged 19 Lorius garrulus Chattering Lory Endemik di Maluku Utara Vulnerable 20 Aethopyga duyvenbodei Elegant Sunbird Kepulauan Sangihe,
Sulawesi Utara
Endangered
21 Corvus florensis Flores Crow Flores dan Pulau Rinca, NTT
Endanggered
22 Otus alfredi Flores Scops-owl Flores, NTT Endangered
23 Scolopax rochussenii Moluccan Woodcock
Endemik di Pulau Bacan dan Obi, Maluku
Endangered
24 Lophura inornata Sempidan Sumatera Endemik di Sumatera Vulnerable 25 Lophura hoogerwerfi Sempidan Aceh Endemik di Sumatera Vulnerable 26 Pitta schneideri Paok Schneider Bukit barisan, Sumatera Vulnerable 27 Chochoa beccarii Ciung-mungkal
Sumatera
Bukit barisan, Sumatera Vulnerable
29 Spilornis kinabaluensis Elang-Ular
32 Pitta baudii Paok Kepala-Biru Endemik di Kalimantan Vulnerable 33 Pitta nympha Paok Bidadari Endemik di Kalimantan Vulnerable 34 Malacocincla perspicillata Pelanduk
Kalimantan
Endemik di Kalimantan Vulnerable
35 Ptilocichla leucogrammica Brencet Kalimantan Endemik di Kalimantan Vulnerable DESKRIPSI SPESIES BURUNG YANG TERANCAM DI INDONESIA
Trinil Nordmann (Tringa guttifer)
Spesies : Tringa guttifer (Nordmann, 1835 )
Status: pada tahun 1990 sudah masuk vulnerable dan tahun 2000-2008 statusnya Endangered (EN - C1) (IUCN, BirdLife International dan CITES).
Order : Passeriformes Family : Muscicapidae Genus : Cyornis
Spesies : Cyornis sanfordi Stresemann, 1931
Status: Pada tahun 1994 BirdLife International sudah memasukkan kedalam vulnerable (VU-D2) spesies dan pada tahun 2000-2008 dikategorikan kedalam Endangered (EN- B1+2bcde) (IUCN, BirdLife International dan CITES).
Deskripsi dan Distribusi: Spesies ini memiliki rentangan yang sangat kecil akibat dari kerusakan dan degradasi habitat. Adanya program transmigrasi yang marak terjadinya pembukaan lahan untuk pertanian, pembalakan liar atau ilegal logging. Memiliki ukuran tubuh yang kecil rata-rata 14,5 cm, merupakan spesies burung yang endemik di sulawesi utara. Ditemukan di empat lokasi pada pegunungan minahasa penisula. Distribusi populasinya diperkirakan 10,000-19,999 individu. Secara umum ditemukan pada ketinggian 1400 meter pada hutan hujan tropis atau hutan lumut. Usaha konservasi yang telah dilakukan yaitu pada baguan timur provinsi sulawesi utara ada taman nasional Bogani Nani Wartabone, yang luasnya 280 km2 dengan ketinggian antara 100 m sampai 1,970 m.
Sikatan Lompobattang (Ficedula bonthaina) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Passeriformes Family : Muscicapidae Genus : Ficedula
Spesies : Ficedula bonthaina Hartert, 1896
Status: Birdlife international pada tahun 1996 sudah memasukkannya dalam status Endangered (EN-B1+2c) dan pada tahun 2000-2008 sudah berubah menjadi Endangered (EN - A1c+2c, B1+2bce) (IUCN, BirdLife International dan CITES).
Deskripsi dan distribusi: Ukuran tubuhnya kecil 10-11 cm. Merupakan burung pemakan serangga. Populasinya hanya ditemukan di daerah Sulawesi Selatan khususnya Lompobatang. Jumlah populasinya diketahui sekitar 2,500-9,999 individu dewasa. Hidup pada ketinggian 1100 meter diatas permukaan laut, di hutan hujan tropis yang didominasi pandan dan palem. Langkah konservasi yang telah dilakukan adalah dengan memproteksi habitatnya melalui hutan lindung lompobatang.
Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Psittaciformes Family : Psittacidae Genus : Loriculus
Spesies : Loriculus catamene Schlegel, 1873
Status: Pada tahun 1994, BirdLife International sudah memasukkan burung ini kedalam kelompok vulnerabble dan pada tahun 1996 menjadi kategori Endangered (EN - B1+2c, C1+2b) selanjutnya pada tahun 2000-2008 menjadi Endangered (EN - B1+2bcde, C1+2b) dan 2009 sudah dikategorikan Near Threatened (IUCN, BirdLife International dan CITES).
Deskripsi dan distribusi: Ukuran tubuhnya sekitar 12-13,5 cm dengan hijau warna dominan. Merupakan burung endemik di pulau sangihe, Sulawesi Utara. Pada tahun 1998-1999 diketahui populasinya sekitar 10,700-46,200 individu yang tersebar diberberapa pulau disekitarnya. Diketahui bahwa burung ini mampu beradaptasi pada habitat hasil budidaya manusia. Burung ini merupakan burung penetap menghuni hutan primer dan sekunder. Juga dapat ditemui di kawasan hutan tebang pilih, tepi hutan, tegakan Casuarina di pesisir, hutan mangrove yang tinggi, dan kadang juga mengunjungi perkebunan kelapa. Dari permukaan laut sampai ketinggian sekitar 450m (Halmahera). Terlihat berpasangan atau dalam kelompok kecil mengunjungi pohon berbunga dan pohon kelapa untuk mengambil nektar bunga. Burung yang paling tidak mencolok dibanding jenis serindit lain.
Serak Taliabu (Tyto nigrobrunnea) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Strigiformes Family : Tytonidae Genus : Tyto
Spesies : Tyto nigrobrunnea Neumann, 1939
Status : pada tahun 1996 sudah masuk vulnerable (VU-C2b, D1) dan tahun 2000-2008 statusnya Endangered (EN - B1+2bce, C2b) oleh BirdLife International (IUCN, BirdLife International dan CITES).
sekitar 250-999 individu dewasa. Pada penelitian yang dilakukan hanya ditemukan 1 spesimen di pulau Talibu.
Punai Timor (Treron psittaceus) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Columbiformes Family : Columbidae Genus : Treron
Spesies : Treron psittaceus (Temminck, 1808)
Status: Punai timor 1994 sudah dimasukkan dalam status vulnerable hingga tahun 2012 dikategorikan spesies endangered karena banyak terjadi pemburuan pada burung ini (IUCN, BirdLife International dan CITES).
Deskripsi dan distribusi: Ukuran ttubuhnya sekitar 28 cm yang sering disebut sebagai green pigeon. Merupakan burung endemik di timor barat, pulau satelit, semau dan pulau roti, Nusa tenggara timur. Populasinya diperkirakan sebanyak 1,000-3,000 individu. Habitat hidupnya di daerah yang tanahnya kering di ketinggian diatas 1000 meter di atas permukaan laut.
Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Passeriformes Family : Sturnidae Genus : Leucopsar
Spesies : Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912
Status: Jalak bali pada tahun 1990 sudah dikategorikan sebagai burung yang endangered kemudian pada tahun 1996 direvisi menjadi Critically Endangered (CR - B1+2e, C1+2b, D1) dan tahun 2000-2010 menjadi Critically Endangered (CR - A1ad+2bd, B1+2e, C1+2b, D) (IUCN, BirdLife International dan CITES).
disamping dari kehilangan habitatnya namun juga karena perburuan liar karena burung ini harganya sangat mahal.
Maleo Senkawor (Macrocephalon maleo) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves Order : Galliformes Family : Megapodiidae Genus : Macrocephalon
Spesies : Macrocephalon maleo Müller, 1846
Status: Tahun 1990 dikategorikan dalam jenis burung yang vulnerable, setelah tahun 2000-2008 burung ini dikategorikan spesies yang endagered (IUCN, BirdLife International dan CITES).
Deskripsi dan Distribusi: Ukuran tubuhnya sekitar 55-60 cm dengan warna hitam dan putih yang dominan. Merupakan spesies endemik di sulawesi dan pulau Buton. Dari 142 sarang yang diketahui, 48 tidak ditempati lagi, 51 sangat terancam, 32 terancam, 7 tidak diketahui statusnya dan 4 area belum terancam. Secara global diperkirakan jumlah populasinya sekitar 12,000-21,000 individu. Hidupnya didataran rendah dan tempat yang berbukit-bukit. Daerah pesisir biasanya menjadi daerah favorit terutama yang betina untuk meletakkan telurnya agar bisa mendapatkan panas yang baik bagi penetasan telurnya. Usaha konservasi yang dilakukan yaitu memproteksinya di Lore Lindu National Park, Morowali Nature Reserve, dan Bogani Nani Wartabone National Park.
Maleo adalah jenis satwa yang peka terhadap gangguan. Gangguan di alam bebas antara lain : terdesaknya habitat terutama yang berada di luar kawasan konservasi, pemanfaatan telurnya oleh manusia serta predator antara lain : Biawak (Varanus sp), Babi Hutan (Sus sp). Upaya budi daya/penangkaran relatif masih sulit dan belum ada yang berminat melakukannya. Namun demikian justru perkembangan populasi secara alamiah pada habitat aslinya yang diutamakan.
Tergolong satwa liar yang langka dan dilindungi Menteri Pertanian R.I. No. 42/Kpts/Um/8/1970. Berdasarkan dari hilangnya habitat hutan yang terus berlanjut, tingkat kematian anak burung yang tinggi, populasi yang terus menyusut serta daerah dimana burung ini ditemukan sangat terbatas, Maleo Senkawor dievaluasikan sebagai terancam punah di dalam IUCN Red List.Spesies ini didaftarkan dalam CITES Appendice.
Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Psittaciformes Family : Loriidae Genus : Eos
Spesies : Eos histrio (P. L. S. Müller, 1776)
Status: Sejak tahun 1994-2008 sudah dikategorikan sebagai endagered spesies (IUCN, BirdLife International dan CITES).
Deskripsi dan distribusi: Ukuran tubuhnya sekitar 31 cm dengan warna dominan merah dan biru. Hidup endemik di utara sulawesi tepatnya di pulau Talaud dan Karalengkang. Jumlah populasinya diperkirakan 5,500-14,000 individu dewasa. Habitatnya di hutan, pemakan buah dan serangga, juga sering mengunjungi lahan pertanian untuk mencari nektar kelapa. Ukuran distribusinya 1000 km2 dengan trend penurun populasi yang semakin menurun.
Opior Buru (Madanga ruficollis) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Passeriformes Family : Zosteropidae Genus : Madanga
Spesies: Madanga ruficollis Rothschild & Hartert, 1923
Status: Madanga ruficollis Pada tahun 1996 sudah masuk kategori vulnerable dan pada tahun 2000-2008 dikategorikan endangered (EN – B1+2bce) (IUCN, BirdLife International dan CITES).
Deskripsi dan distribusinya: Ciri khasnya adalah memiliki corak bulu pada matanya yang berwarna putih. Ukuran tubuhnya sekitar 13 cm. Merupakan spesies endemik di pulau Buru Maluku Selatan. Distribusi populasinya 1400km2 dengan trend yang menurun. Jumlah populasinya sekitar 2500-9999 mature individu. Diketahui burung ini memiliki relung di pohon Sitta spp. Pada hutan Montana.
Kowak Jepang (Gorsachius goisagi) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves
Family : Ardeidae Genus : Gorsachius
Spesies : Gorsachius goisagi Temminck, 1835
Status : 1994 sudah dikategorikan vulnerable dan tahun 2000-2008 sudah dikelompokkan dalam spesies Endangered (IUCN).
Deskripsi dan distribusi: Berukuran kecil, berwarna coklat pada bagian kepala dan leher. Bagian depan leher dan dada hitam bergaris-garis. Bagian atas dada berwarna coklat muda dan sayapnya ditutupi dengan bulu warna hitam. Yang masih muda memiliki mahkota kehitaman, kurang berwarna pada bagian kepala, dan sayap bulu pucat. Burung ini berkembang biak di daerah berhutan lebat, termasuk pohon berbentuk jarum, hutan berdaun dan hutan yang terdegradasi, di bukit-bukit dan di lereng pegunungan yang lebih rendah (sampai 1.500 m), di mana ada sungai dan tempat yang lembab.
Spesies ini memiliki populasi sangat kecil dan menurun, dan oleh karena itu memenuhi syarat sebagai spesies terancam punah. Penurunan ini terutama akibat penggundulan hutan dan rentang musim dingin. Ancaman utama adalah penggundulan hutan baik terhadap kisaran perkembangbiakannya dan bukan perkembangbiakannya. Perkembangan semak belukar yang lebat di hutan dan lahan pertanian yang ditinggalkan diyakini mengurangi kesesuaian habitat burung ini untuk makan.
Mandar Talaud (Gymnocrex talaudensis) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves Order : Gruiformes Family : Rallidae Genus : Gymnocrex
Spesies : Gymnocrex Talaudensis Lambert, 1998
Status: Endangered dari tahun 2000-2008 (IUCN)
Talaud, Sulawesi Utara, yang merupakan wilayah paling utara Indonesia yang langsung berbatasan dengan negara Filippina.
Burung ini hidup di tepi hutan dataran rendah dan menyukai lahan basah. Pada tahun 1996, Karakelang masih dipertahankan "keragaman dan kelimpahan habitat lahan basah, pada peringkat tertentu padang rumput yang berbatasan hutan". Sementara itu, perubahan penggunaan lahan (misalnya pembangunan transmigrasi, pertanian), perangkap untuk makanan dan pemangsa tikus tidak dipikirkan akan menjadi masalah yang sangat nyata bagi spesies. Karena kurangnya pengamatan, maka hal-hal di atas merupakan ancaman tak diperhatikan.
Serindit Flores (Loriculus flosculus) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Psittaciformes Family : Psittacidae Genus : Loriculus
Spesies : Loriculus Flosculus Wallace, 1864
Status: tahun 1994 termasuk spesies vulnerable dan tahun 2000-2008 termasuk Endangered
Biak Monarch (Monarcha brehmii) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Passeriformes Family : Monarchidae Genus : Monarcha
Spesies : Monarcha brehmii Schlegel, 1871
Status: Sejak tahun 1988 sampai 2012, spesies ini masuk kedalam kategori Endangered pada IUCN red list. Spesies ini memiliki teritori yang cukup kecil dan terdapat pada daerah yang belum mengalami logging yang terpisah satu sama lainnya karena banyakanya pembukaan hutang untuk lahan pertanian.
Deskripsi dan Distribusi: ukuran tubuh sekitar 17 cm. Warna bulu dominan kuning Hitam Mencolok, warna bulu kepala tenggorokan, mantel, Sayap Dan bulu ekor sentral hitam atau coklat tua dengan wing patch, dada bagian bawaha dan perut, bokong dan ekor bagian luar berwarna putih. Putih kekuningan yang bervariasi di Kepala dan dadakemungkinan terpaut seks atau usia. Beberapa spesies serupa. Golden Monarch dewasa, M. chrysomela , berbulu kuning keemasan cerah dengan leher, mantel, ekor dan bulu terbang berwarna hitam. Northern Fantail Rhipidura hyperythra memiliki leher putih dan tidak memiliki warna putih yang meluas pada sayap, pantat dan ekor. Suara serak pendek. Monarcha brehmii endemik di Pulau Biak-Supiori di teluk Geelvink, Papua Barat (sebelumnya Irian Jaya), Indonesia. Trend pembenaran. daya jelajah sekitarnya sekitar 2500 km2 dengan estimasi populasi sekitar 2.500-9.900 individu dewasa. Spesies ini diduga mengalami penurunan jumlah individu dengan laju menengah terutama diakibatkan oleh hilangnya beberapa hutan di pulau Biak dan Supiori. Sejauh ini, usaha konservasi yang telah dilakukan adalah dengan menetapkan dua daerah perlindungan di pulau biak bagian utara (110 km2) dan pulau Supiori (420 km2).Data jumlah individu ini cukup langka dansejauh ini hanya terdapat 12 laporan,6 diantaranya dilaporkan sejak tahun 2008. Akan tetapi, belakangan ini ahli ornitologi melakukan eksplorasi kecil di pedalaman Hutan Biak-Supiori, sehingga dapat membuktikan bahwa keberadaan tidak selangka yang diduga dan persebarannya pun merata.
yang tercemar maupun yang masih murni. Jarang terlihat di Warafri, cara terbaik untuk melacak adalah melaui Perjalanan Ke bukit-bukit Hutan pedalaman
Storm's Stork (Ciconia stormi) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Ciconiiformes Family : Ciconiidae Genus : Ciconia
Spesies : Ciconia stormi (W.H. Blasius, 1896)
Status: Pada tahun 1988, spesies ini berada dalam kategori Threatened pada IUCN red list, namun berubah menjadi Endangered mulai dari tahun 1994- 2012. Ancaman utama terhadap spesies ini adalah hilangnya hutan karena fragmentasi akibat dari penebangan, pembuatan bendungan serta alih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit (Hampir 25% hutan di Kalimantan dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit selama 1985-1997 serta 30% di pulau Sumatra pada tahun 1985). Selain itu, kebakaran besar-besaran di Sumatra dan Borneo tahun 1997-1998 diduga memberikan dampak yang signifikan terhadap populasi spesies ini. Penggunaan daerah aliran sungai sebagai transportasi utama juga dapat menjadi ancaman ditambah lagi dengan adanya perburuan dan perdagangan liar (relatif jarang terjadi).
(termasuk Siberut), Kalimantan dan Brunei, dimana spesies ini masih tersebar luas, namun langka. Secara keseluruhan, estimasi populasi spesies ini sekitar 250-500 individu dewasa.
Biak Scops-owl (Otus beccarii) Kingdom
:
Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Strigiformes Family : Strigidae Genus : Otus
Spesies : Otus beccarii (Salvadori, 1876)
Status: Pada tahun 1988, spesies ini mendapat kategori “Near Threatened” pada IUCN red list, namun sejak tahun 2000-2012 statusnya berubah menjadi Endangered. Terancamnya spesies ini terutama disebabkan oleh luasnya areal hutan di wilayah biak yang telah rusak akibat logging dan alih fungsi menjadi lahan pertanian, khususnya dibagian selatan, sedangkan sisanya berada dibawah tekanan dan dikhawatirkan akan bernasib serupa. Sebagai tambahan, hutan pada wilayah tebing kapur tidak mudah mengalami regenerasi, padahal wilayah tersebut merupakan salah satu habitat Otus beccarii. Sementara itu, kebanyakan wilayah hutang di tebing kapur pulau Supiori belum mengalami degradasi sehingga menjadi tempat yang aman bagi spesies ini.
Deskripsi dan distribusi: Ukuran tubuh 25 cm, burung hantu berwarna coklat – tawny dengan lempeng telinga yang pendek dan tidak mencolok. Mata berwarna kuning. Alis putih pucat dan wajah memblat yang mudah dibedakan. Terdapat warna coklat yang memadat pada bagian atas tubuh dengan beberapa warna putih pada scapulars. Bagian bawah tubuh berwarna coklat dan kaya akan rufous, kemungkianan merupakan warna morfologis namun dapat juga berarti dimofrisme seksual. Memiliki suara kuak yang parau pada jarak dekat, namun bersuara menyerupai lolongan rusa jika terdengar dari kejauhan. Otus beccarii bersifat endemic di pulau Biak dan Supiori pada teluk Geelvink, Papua.
ketinggian 300 m namun juga dapat ditemukan pada wilayah hutan pesisir dengan tebing kapur. Kemungkinan rentan terhadap habitat yang terdegradasi karena sangat jarang ditemukan pada hutang yang mengalami logging dan hutan yang terdegradasi.
Black-winged Starling (Sturnus melanopterus) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Passeriformes Family : Sturnidae Genus : Sturnus
Spesies : Sturnus melanopterus (Daudin, 1800)
Status: Sejak tahun 2000, spesies ini berada dalam kategori Endangered dalam IUCN red list, namun mulai tahun 2010 sampai 2012, statusnya berubah menjadi Critical Endangered. Penangkapan untuk kepentingan perdagangan merupakan ancaman utama yang menyebabkan penurunan populasi spesies ini. Spesies ini merupakan salah satu burung yang diminati untuk dipelihara dalam kandang di wilayah pulau Jawa. Penggunaan pestisida berlebih juga menjadi ancaman serius karena spesies ini menyukai habitat di daerah persawahan terbuka. Ancaman terakhir adalah dari segi genetis karena adanya perkawinan silang paling tidak 3 subspesies Sturnus melanopterus untuk keperluan penjualan. Estimasi jumlah populasi saat ini adalah 1000-2499 individu dan dikhawatirkan, jika ancaman terhadap spesies ini terus berlanjut, akan terjadi penurunan populasi 80-100% selama 13 tahun (tiga generasi spesies ini)
dipilih secara historis, hanya terdapat 32 individu dari 3 lokasi. Demikian pula spesies ini jarang ditemukan berdasarkan survey pada beberapa pasar burung di Jawa. Hanya sedikit yang tercatat pada tahun 2009 di Pulau Dua, Taman Nasional Baluran, Taman Nasional Alas Purwo, hutan Menjangan dan uluwatu di Bali. Pada tahun 2007, terdapat laporan bahwa spesies ini mengalami penurunan beberapa ratus individu di pulau Jawa. Akan tetapi secara regular, beberapa kali spesies ini dijumapi di Muara Angke Jakarta Pusat. Beberapa kelompok spesies ini hidup di daratan pada habitat yang bervariasi, khususnya areal pertanian dan padang gembala. Umumnya mengkolonisasi dataran rendah meskipun pada beberapa kasus dapat ditemukan diketinggian 1300 m di Jawa Barat dan 2400 m di Jawa Timur. Juga mengkolonisasi hutan musim primer dan sekunder, termasuk hutan jati, tepi hutan, dataran hutan terbuka, lembah bersemak bahkan wilayah berpenduduk.
Bornean Peacock-pheasant (Polyplectron schleiermacheri) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Galliformes Family : Phasianidae Genus : Polyplectron
Spesies : Polyplectron schleiermacheri Brüggemann, 1877
Status: Dari tahun 1994-1996, spesies ini berada dalam kategori Critically Endangered pada IUCN red list, kemudian berubah menjadi Endangered mulai tahun 2000-2012. Pada wilayah Kalimantan tengah, hilangnya habitat alami, degradasi dan fragmentasi akibat aktivitas logging, alih fungsi hutan menjadi perkebunan karet dan kelapa sawit serta penangkapan liar, merupakan ancaman utama bagi spesies ini. Kalimantan kehilangan hampir 25% hutan evergreen pada rentang waktu 1985-1997 dan diperparah dengan adanya kebakaran besar antara 1997-1998. Hal ini menyebabkan terbentuknya beberapa patch terpisah yang dikolonisasi oleh populasi spesies ini. Upaya konservasi yang telah dilakukan antara lain menetapkan wilayah sekitar reservasi sungai Wain, taman nasional Dana Sentarum dan taman nasional Bukit Raya sebagai wilayah konservasi perlindungan spesies ini.
parau, tergantung pada genus. Juga bersuara “crow, kank, kank”. Polyplectron schleiermacheri bersifat endemik di Borneo, diantaranya pada wilayah Sabah dan Sarawak (Malaysia) dan Kalimantan (Indonesia). Berdasarkan hasil survey dan questioner terhadap masyarakat di pulau Kalimantan, 85% responden mengatakan bahwa populasi spesies ini mengalami penurunan. Spesies ini pernah dilaporkan terlihat pada lembah Danum, hutan Deramakot dan Ulu tongod (Sabah), taman nasional Gungung Mulu (Sarawak), Nangatayap (dekat taman nasional Gunung Palung, Kalimantan barat), Muarakarum/Palangkaraya, Kalimantan tengah, Sungai Wain, bagian tenggara Kalimantan dan Sukau (Sabah).
Berdasarkan analisis menggunakan Geographical Information System (GIS) mengindikasikan bahwa spesies ini mengkolonisasi dataran rendah dan hutan dipterocarp pada tanah dengan fertilitas menengah, menghindari daerah rawa atau daerah aliran sungai. Berdasarkan beberapa studi, spesies ini ditemukan pada daerah dengan topografi 0 – 1000 m dpl
Chattering Lory (Lorius garrulus) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Psittaciformes Family : Loriinidae Genus : Lorius
Spesies : Lorius garrulus (C. Linnaeus, 1758)
Utara. Konservasi spesies ini dilakukan pada arean seluas 167.300 ha dari hutan lalobata dan Ake Tajawe di Halmahera yang telah diresmikan menjadi taman nasional sejak 2004.
Deskripsi dan distribusi: Ukuran tubuh 30 cm. warna bulu dominan merah, pada mantel terkadang terdapat bintik – bintik berwarna kuning. Paruh berwarna oranya, lebih gelap pada bagian pangkal. Paha atas dan sayap berwarna hijau pudar. Terdapat lengkungan berwarna kuning pada sayap dan penutup dibawah sayap. Ujung ekor berwarna hijau gelap. Beberapa spesies yang mirip dengannya: Eos squamata, Eclectus roratus. Suara umumnya keras, saat terbang sering mengeluarkan ringkikan nasal. Mempunyai panggilan disyllabic yang terkadang diasosiasikan dengan ketinggian terbang berbeda. Lorius garrulus endemik diwilayah Maluku Utara dan tersebar mulai dari Morotai, Rau, Halmahera, Widi, Ternate, Bacan dan Obi. Estimasi jumlah populasi spesies ini pada tahun 1991 – 1992 adalah antara 46.360 - 295.540. dengan laju pemindahan habitat sebesar 10% tiap tahunnya. Spesies ini banyak mengkolonisasi daerah dengan ketinggian hingga 1.050, paling umum pada hutan diwilayah pegunungan, relatif jarang pad ataman dan kebun kelapa. Sebagai tambahan, meskipun spesies ini relatif toleran terhadap aktivitas logging, kepadatan populasi tertinggi umumnya dijumpai pada hutan primer. Spesies ini termasuk spesies yang membutuhkan canopy. Membuat sarang pada lubang diatas pohon yang tinggi, dan umumnya pergi ke kanopi lebih rendah hanya untuk mencari makan.
Elegant Sunbird (Aethopyga duyvenbodei) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Passeriformes Family : Nectariniidae Genus : Aethopyga
Spesies : Aethopyga duyvenbodei (Schlegel, 1871)
yang tersisa menjadi pusat keberadaan spesies ini tidak mendapat perlindungan memadai dan semakin tersisihkan untuk digunakan sebagai lahan pertanian. Keberadaan spesies ini pada hutan yang menutupi daerah gunung berapi pulau Siau sangat terbatas bahkan dikhawatirkan akan punah.
Deskripsi dan distribusi: Ukuran tubuh 12 cm,warna bulu cerah. Warna bulu pada bagian telinga dan leher individu jantan merah keunguan, dengan corak hijau-biru metalik pada bagian atas kepala, sayap bagian atas dan ekor bagian atas. Bagian pinggang berwarna kuning-olive, bagian bokong dan tubuh bagian bawah berwarna kuning. Individu betina mempunyai warna bulu lebih pudar dibandingkan individu jantan dengan bagian atas tubuh berwarna kuning – olive serta bagian bokong dan bawah tubuh berwarna kuning. Beberapa spesies yang mirip: Anthreptes malacensis. Aethopyga duyvenbodei merupakan spesies asli dari Sangihe, Sulawesi Utara, meskipun beberapa catatan sejarah juga mengatakan bahwa spesies ini juga berasal dari Siau. Pada tahun 1995, spesies ini secara regular ditemukan pada 7 lokasi dengan kelimpahan rendah. Tahun 1998 – 1999, spesies ini ditemukan pada gunung Sahendaruman yang mengisyaratkan polupasi lokal dengan densitas tinggi. Densitas populasi pada habitat sekunder rendah dan cukup terisolasi dari hutan primer mengindikasikan bahwa populasinya mengalami resiliensi terhadap faktor rusaknya habitat alami. Kebanyakan jarang ditemukan pada aeral luas dari wilayah ini mengindikasikan bahwa populasi ini terus mengalami penurunan. Spesies ini banyak mengkolonisasi hutan primer, tepi hutan, semak belukar dan wilayah perkebunan pada ketinggian 75-1000 m. seringditemukan berpasangan dengan spesies lain membentuk kelompokkan tertentu.
Flores Crow (Corvus florensis) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Passeriformes Family : Corvidae Genus : Corvus
Spesies : Corvus florensis Büttikofer, 1894
juga menjadi masalah tersendiri bagi spesies ini. Selain itu, terdapat ancaman minor dari parasitisme yang dilakukan oleh tekukur. Sejauh ini, Konservasi spesies ini dilakukan di taman reservasi Wolo Tadho dan Wae Wuul.
Deskripsi dan distribusi: Ukuran tubuh medium, sekitar 40 cm. warna bulu dominan hitam, irish gelap. Terdapat pemanjangan bulu hingga bagian tepi paruh. Spesies yang mirip: C. macrorhynchos. Suara: high-pirched, secara berkala bersuara “cwaa atau cawaraa, juga “waak” yang diulang 1-3 kali. Corvus florensis endemik di pulau Flores dan Rinca, kepulauan Nusa Tenggara, terutama di wilayah dataran rendah di bagian timur Flores. Secara keseluruhan, diakui bahwa spesies ini memiliki kelimpahan yang rendah dan populasinya cenderung terus menurun. Mengkolonisasi hutan semi-evergreen, hutan lembab, dan hutan musim deciduous, khususnya disepanjang aliran sungai mulai dari ketinggian 0-950 m. Spesies ini umumnya mencari kanopi atau subkanopi. Pada daerah pesisir, spesies ini terdapat pada hutan bamboo dan beberapa semak yang cenderung kering dan sedikit terdapat pohon. Terdapat beberapa bukit bahwa spesies ini toleran terhadap degradasi hutan dan dapat hidup pada tepi hutan berdekatan dengan kebun sayuran. Akan tetapi ukuran populasi yang kecil pada beberapa patch habitat mengindikasikan bahwa spesies ini tidak dapat beradaptasi dengan baik terhadap fragmentasi habitat
Flores Scops-owl (Otus alfredi) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Strigiformes Family : Strigidae Genus : Otus
Spesies : Otus alfredi (Hartert, 1897)
Status: Spesies ini masuk dalam kategori Endangered sejak tahun 2000-2012. Ancaman utama terhadap spesies ini adalah hilangnya hutan dan juga fragmentasi karena allih fungsi lahan, kebakaran hutan, maupun pembukaan hutan untuk transportasi. Spesies ini memiliki range yang sangat sempit, kebanyakan huta primer yang masih bersih maupun yang mengalami degradasi diluar dari taman rekreasi Ruteng. Sejauh ini, upaya konservasi yang telah dilakukan adalah dengan melakukan perlindungan hutan pegunungan disekitar wilayah taman rekreasi Ruteng.
garis putih pada scapulars, bulu pada sayap juga berwarna putih dengan ekor tidak bergaris. Bagian bawah berwarna putih dengan bagian dada kaku berwarna cokelat namun tidak ada tanda gelap. Iris, paruh dan kaki berwarna kuning. Spesies yang mirip: O. magicus dan O. silvicola. Otus alfredi endemic pada pulau Flores dan kepulaun Nusa Tenggara, dan diketahui terlokalisasi di pegunungan bagian barat. Awalnya ditemukan di Gunung Repot pada tahun 1896 di pegunungan Todo bagian barat daya dan tidak pernah terlihat lagi sampai tahun 1994 ketika individu juvenile tertangkap diketinggian 1.400 m pada bagian utara Poco Mandasawu di pegunungan Ruteng, dan individu dewasa tertangkap di danau Ranamese pada ketinggian 1.200 m dari pegunungan Ruteng. Dilaporkan kembali terlihat didanau Ranamese pada tahun 1997, 2005 dan 2006. Memiliki range yang sempit dan kemungkinan jarangnya laporan ditemukan spesies in diakibatkan spesies ini relaitf tidak aktif pada musim panas yang umumnya dijadikan waktu observasi oleh peneliti. Secara Umum, spesies ini mengkolonisasi hutan dipegunungan dengan ketinggian antara 1000-1400 meter.
Moluccan Woodcock (Scolopax rochussenii) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Charadriiformes Family : Scolopacidae Genus : Scolopax
Spesies : Scolopax rochussenii Schlegel, 1866
Status: Dari tahun 1994-1996, spesies ini berada dalam kategori Vulnerable pada IUCN red list, kemudian berubah menjadi Endangered dari tahun 2000-2012. Kebanyakan hutan dataran rendah di Obi rusak akibat logging dan penambangan emas illegal, semngara itu dipulau ini hutan dataran tinggi relatif sedikit. Sementara pada pulau bacan, Gunung sibela, distribusi spesies ini terbatas pada areal dataran tinggi seluas 100 km2 , akan tetapi hutan pada bagian dataran rendah terancam oleh alih fungsi lahan pertanian dan penambangan emas.
diketahui bahwa spesies ini mengkolonisasi daerah pedalaman Obi. Merupakan burung pegunungan tropis yang mengkolonisasi hutan pedalaman pada ketinggian diatas 500 m selama musim panas. Sering melakukan perpindahan pada elevasi yang berbeda.
Sempidan Sumatera, Salvadori’s Pheasant (Lophura inornata)
Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Galliformes Family : Phasianidae Genus : Lophura
Spesies : Lophura inornata Salvadori, 1879
Status: Rentan (Collar dkk. 1994). Prioritas sangat tinggi (Mardiastuti dkk. 2008), Vulnerable (Bird life Internasional). Dari tahun 1994 dimasukkan kedalam spesies vulnerable (IUCN).
Deskripsi dan distribusi: Jantan (50 cm): bulu hitam kebiruan bersinar, sempidan tanpa jambul, ekor pendek, kulit muka merah padam. Betina (42 cm): berbintik coklat kemerahan dengan ekor coklat gelap dan kulit muka merah. Iris coklat, paruh putih kehijauan, kaki dan tungkai abu-abu kehijauan, taji panjang (jantan). Endemik di pulau Sumatera, terbatas di hutan Pegunungan bawah di Bukit Barisan tengah dan selatan (di selatan kawasan Ophir), antara ketinggian 1.000-1.800 m, di Gunung Kerinci sampai ketinggian 2.200 m. Keberadaan tidak umum sampai jarang. Hidup di lantai hutan pegunungan yang rapat, berpasangan atau dalam kelompok kecil. Kebiasaan mirip sempidan lain.
Sempidan Aceh, Hoogerwerf’s Pheasant (Lophura hoogerwerfi) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Galliformes Family : Phasianidae Genus : Lophura
Spesies : Lophura hoogerwerfi Chasen, 1939
Status: : Rentan (Collar dkk. 1994). Prioritas sangat tinggi (Mardiastuti dkk.2008), Vulnerable (Bird life Internasional). Vulnerable dari tahun 1994-2008 (IUCN).
.
dan tanpa jambul. Betina: mirip sekali dengan Sempidan Sumatera, tetapi punggung lebih coklat, tubuh bagian bawah kurang coklat dan seluruhnya bercoretkan hitam. Terlihat leih seragam tanpa pola sisik pada bulu tengah yang berwarna pucat yang terdapat pada Sempidan Sumatera. Tubuh bagian bawah coklat kekuningan, tenggorokan keputih-putihan, ekor hitam. Iris kuning lulur, paruh abu-abu biru, kulit muka gundul merah, kaki biru tua. Endemik di Sumatera. Dikenal dari Sumatera Utara di hutan Pengunungan antara ketinggian 1.200-2.000 m. Ada sedikit catatan dari Daratan Tinggi Gayo (Termasuk Taman Nasional G. Leuser). Hidup di lantai hutan, dalam kelompok kecil dengan satu jantan dan beberapa betina.
Paok Schneider, Schneider’s Pitta (Pitta schneideri) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Passeriformes Family : Pittidae Genus : Pitta
Spesies : Pitta schneideri Hartert, 1909
Status: Rentan (Collar dkk. 1994). Prioritas tinggi (Mardiastuti dkk. 2008), Vulnerable (Bird life Internasional). Vulnerable sejak 1994-2008 (IUCN).
Deskripsi dan distribusi: Berukuran 22 cm, berwarna coklat dan biru, berkepala besar. Jantan : mahkota dan tengkuk berwarna coklat berangan, tubuh bagian atas biru terang, bulu terbang coklat kehitaman. Tubuh bagian bawah kuning-jingga, tenggorokkan keputih-putihan, ada garis hitam sempit terputus melintasi dada atas. Dibandingkan dengan jantan: betina biru gelap dan lebih suram, mahkota lebih pucat dan kurang jingga, bulu terbang lebih coklat. Selain itu, perut lebih merah dan pita hitam pada dada lebih menonjol. Burung yang belum dewasa: bercak-bercak coklat dengan bintik-bintik putih. Endemik di Sumatera yang terbatas di Pegunungan Bukit Barisan (G. Sibayak, G. Kerinci, G. Kaba dan G. Dempu). Menghuni lantai hutan pegunungan pada ketinggian antara 900-2400 m. Dulu umum terdapat dilembah Kerinci, tetapi baru-baru ini ditemukan di tempat yang lebih tinggi di G. Kerinci. Lebih menyukai hutan pegunungan yang tinggi. Menjelajahi hutan dengan mantap dengan membalikkan daun kering untuk mencari serangga dan siput.
Paok Topi-Hitam, Black-crowned Pitta (Pitta venusta) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves
Family : Pittidae Genus : Pitta
Spesies : Pitta venusta Müller, 1835
Status: Prioritas tinggi (Mardiastuti dkk. 2008), Vulnerable (Bird life Internasional). Dari tahun 2000-2008 statusnya vulnerable (IUCN).
Deskripsi dan distribusi: Berukuran kecil (16 cm) , berwarna ungu, kepala hitam, perut merah. Ada bercak biru pada sayap dan garis alis biru pendek dibelakang mata. Remaja : seluruh bulu coklat gelap, garis alis biru. Endemik di Sumatera yang ditemukan di Pegunungan Bukit Barisan, dari Ophir sampai Dempu. Jarang terdapat dihutan perbukitan antara ketinggian 400-1.400 meter. Catatan publikasi yang terakhir adalah pada tahun 1918. Berlompatan dilantai hutan yang gelap, basah dan sering berawa, kadang-kadang pada batang rubuh dan onggokan belukar. Cukup jinak bila pengamat berdiam diri. Beberapa pakar memperlakukan jenis ini sebagai bentuk dari paok delima (Pitta granatina). Pakar lain menggabungkan dengan bentuk kalimantan bertopi hitam. Pendapat kedua ini tidak benar.
Ciung-mungkal Sumatera, Sumatran Cochoa (Chochoa beccarii) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Passeriformes Family : Turdidae Genus : Chochoa
Spesies : Chochoa beccarii Salvadori, 1879
Status: Rentan (Collar dkk. 1994), Vulnerable (Bird life Internasional).
Deskripsi dan distribusi: Burung cacing berukuran besar (28 cm), biru mengkilap dan hitam. Burung jantan dahi dan mahkota biru pucat; penutup sayap tengah dan bercak sayap biru keabu-abuan; bulu ekor tengah biru, yang lain dengan daun luarnya kebiruan; bulu ekor luar hitam; bulu lainnya hitam mengkilap. Burung betina dengan muka kuning tua. Iris coklat tua; paruh hitam; kaki hitam. Endemik di Sumatera dan jarang diketahui dari empat ekor, semua jantan, yang dikoleksi di Gunung Singgalang dan Kerinci dari 1.200-1.600 m dan beberapa pengamatan baru-baru ini dari Gunung Kerinci. Hidup di pepohonan sepenuhnya, mencari makan (buah-buahan ditajuk). Beberapa pakar memperlakukan sebagai sejenis dengan Ciung-mungkal Jawa (Cochoa azura). Tetapi cukup berbeda karena warnanya lebih terang dan ukuran tubuhnya lebih besar.
Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Ciconiiformes Family : Threskiornithidae Genus : Pseudibis
Spesies : Pseudibis davisoni Hume, 1875
Status: Genting (Collar dkk. 1994), Prioritas tinggi (Mardiastuti dkk. 2008), Critically Endangeren (Bird life Internasional). Sejak 1994 dikategorikan spesies endangered dan sejak 2000-2011 sudah menjadi critical endangered (IUCN).
Deskripsi dan distribusi: Berukuran sedang (75 cm), berwarna hitam. Kepala botak, terdapat tanda putih pada sayap. Tungkai kaki merah, tengkuk berbercak biru atau putih. Sebagian besar bulu coklat gelap dengan sayap dan ekor hitam mengkilap. Pada bagian bawah terdapat sedikit warna coklat berangan. Iris gelap, paruh hitam. Dulu terdapat di Cina bagian barat daya dan Asia Tenggara, tetapi sekarang terbatas di Indocina dan Kalimantan.Ditemukan satu kali di Kuching. Terbatas di Kalimantan Tenggara pada badan air, rawa dan hutan sungai di perairan Sungai Seruyan, S. Mahakam, dan S. Barito. Lebih suka tinggal di hutan rawa dan aliran air berhutan. Menurut beberapa penulis, jenis ini merupakan ras dari ibis hitam (Pseudibis papillosa) dari subbenua India.
Elang-Ular Kinabalu, Mountain Serpent-eagle (Spilornis kinabaluensis) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Falconiformes Family : Accipitridae Genus : Spilornis
Spesies : Spilornis kinabaluensis Sclater, 1919
Status: Vulnerable (Bird life Internasional), sejak 2000-2008 menjadi spesies vulnerable (IUCN).
terbang melingkar di atas hutan dan perkebunan, antar pasangan sering saling memanggil. Pada saat bercumbu, pasangan memperlihatkan gerakan aerobatik yang menakjubkan walaupun biasanya tidak terlalu gesit. Sering bertengger pada dahan yang besar di utan yang teduh sambil mengamati permukaan tanah dibawahnya. Namun Spilornis kinabaluensis lebih menyukai hutan pegunungan.
Sempidan Kalimantan, Bulwer’s Pheasant (Lophura bulweri) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Galliformes Family : Phasianidae Genus : Lophura
Spesies : Lophura bulweri Sharpe, 1874
Status: Rentan (Collar dkk. 1994), Prioritas sangat tinggi (Mardiastuti dkk. 2008), Vulnerable (Bird life Internasional). Dari tahun 1994-2008 sudah digolongkan vulnerable (IUCN).
Deskripsi dan distribusi: Berukuran besar dan indah (jantan 77 cm, betina 50 cm). Jantan (Mudah dikenali): pial muka biru dan panjang, ekor putih melengkung berkembang. Tubuh umumnya hitam kebiruan dengan pinggiran bulu biru. Tenggorokkan dan bagian atas keunguan. Betina: coklat suram berbintik-bintik, kulit muka biru. Iris merah, paruh berwarna tanduk gelap, kaki dan tungkai merah, taji kecil (jantan). Endemik di Kalimantan yang dapat ditemukan di hutan perbukitan sampai ketinggian 1.600 m di semua kawasan. Ditemukan umum setempat, tetapi mulai jarang. Mirip ayam-hutan (yang tidak terdapat di Kalimantan). Tinggal di hutan primer atau hutan sekunder. Sewaktu mengigal, jantan memperagakan pial yang membesar dan ekornya.
Kuau-kerdil Kalimantan, Bornean Peacock-pheasent (Polyplectron schleiermacheri) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Galliformes Family : Phasianidae Genus : Polyplectron
Status: Krisis (Collar dkk. 1994), Prioritas sangat tinggi (Mardiastuti dkk. 2008), Endangered (Bird life Internasional). 1994-1996 statusnya critical endangered namun 2000-2008 sudah diturunkan menjadi endangered (IUCN).
Deskripsi dan distribusi: Berukuran sedang (jantan 42 cm, betina 38 cm). Pada sayap dan ekor, terdapat tanda bintik metalik berbentuk seperti mata (hijau pada jantan, biru pada betina). Jantan: Jambul hijau metalik, dada hijau keungunan mengilap, tenggorokan dan bercak dada putih. . Betina: lebih suram dan lebih biru. Keduanya: pipi dan tenggorokan kuning pucat, kontras dengan bulu lainnya. Iris kuning, paruh kehijauan gelap, kulit muka gundul dan merah, tungkai dan kaki hitam (jantan dengan dua taji). Endemik di Kalimantan dimana burung yang jarang ini hanya di ketahui di tempat-tempat yang terpencar di hutan daratan rendah sampai ketinggian 1.100 meter. Hidup di hutan primer. Bertengger di pohon, tetapi berjalan diam-diam dilantai hutan sepanjang siang. Jantan bersuara serta memainkan sayap dan ekornya, tetapi tidak punya tempat mengigal.
Paok Kepala-Biru, Blue-headed Pitta (Pitta baudii) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Passeriformes Family : Pittidae Genus : Pitta
Spesies : Pitta baudii Müller & Schlegel, 1845
Status: Prioritas tinggi (Mardiastuti dkk. 2008), Vulnerable (Bird life Internasional). Termasuk spesies vulnerable sejak 2000-2008 (IUCN).
Deskripsi dan distribusi: Berukuran kecil (17 cm). Punggungg merah-sawo matang, ada garis putih mencolok pada sayap yang hitam. Jantan dan betina berbeda. Jantan: punggung merah padam, mahkota dan ekor biru terang; dada atas dan garis mata hitam (Kontras dengan tenggorokan yang putih); dada bawah dan perut biru ungu gelap (terlihat hitam dilapangan). Betina: berwarna lebih suram, tubuh bagian atas merah-sawo matang, ekor biru, tubuh bagian bawah coklat pucat, tenggorokan abu-abu pucat. Iris abu-abu, paruh hitam, dan kaki gading. Endemik di Kalimantan dimana terdapat diseluruh hutan daratan rendah di Kalimantan sampai ketinggian 600m. Cukup umum terdapat secara lokal. Mencari serangga di balik dedaunan yang gugur pada lantai hutan.
Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Passeriformes Family : Pittidae Genus : Pitta
Spesies : Pitta nympha Temminck & Schlegel, 1850
Status: Rentan (Collar dkk. 1994), Prioritas tinggi (Mardiastuti dkk. 2008), Vulnerable (Bird life Internasional). 1994-2008 termasuk vurnerable (IUCN).
Deskripsi dan distribusi: Berukuran sedang (20 cm), berwarna-warni. Dada merah karat, kepala hitam, alis coklat pucat punggung hijau. Sayap biru terang dengan bercak putih dan biru langit, tenggorokan putih, tunggir merah dan bercak biru langit, tubuh bagian bawah lebih pucat dan lebih abu-abu. Iris coklat, paruh dan kaki kehitaman. Berbiak di Jepang, Korea, dan Cina timur. Pada musim dingin pindah ke selatan sampai Cina selatan, Indocina dan Kalimantan. Tercatat ke selatan pada bulan Oktober sampai Maret, melewati Kalimantan. Umum terdapat sampai ketinggian 1.000 meter, terutama dibagian utara. Sering mengunjungi semak-semak, hutan sekunder dan hutan mangrove. Tidak pernah jauh dari pantai. Berjalan diam-diam, berlompatan diatas tanah. Pada malam hari, beristirahat pada semak yang rendah, hanya satu meter diatas tanah. Sering berburu disepanjang badan air.
Pelanduk Kalimantan, Black-browed Babbler (Malacocincla perspicillata) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Passeriformes Family : Timaliidae Genus : Malacocincla
Spesies : Malacocincla perspicillata Bonaparte, 1850
Status: Rentan (Collar dkk. 1994), Vulnerable (Bird life Internasional). Tahun 1994-2006 kategori vulnerable (IUCN).
yang hanya diketahui dari spesimen tipe yang diambil dari suatu tempan di Kalimantan selatan.
Brencet Kalimantan, Bornean Wren-babbler (Ptilocichla leucogrammica) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Aves
Order : Passeriformes Family : Timaliidae Genus : Ptilocichla
Spesies : Ptilocichla leucogrammica Bonaparte, 1850
Status: Vulnerable (Bird life Internasional), 1988 kategori near threatened dan tahun 2000-2008 termasuk kategori vulnerable (IUCN).
Deskripsi: Berukuran kecil (17 cm), berwarna coklat, berekor pendek dengan tubuh bagian bawah hitam dengan burik putih lebar. Mahkota berwarna lebih gelap dibandingkan punggung; muka putih dengan coretan hitam diseluruh muka. Iris coklat, paruh hitam atas, bawah abu-abu pucat dan kaki merah jambu. Endemik di Kalimantan yang keberadaannya jarang di hutan daratan rendah. Mencari makan di atas tanah, berlompatan di tumbuhan bawah yang rapat di hutan daratan rendah.
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Alamendah. 2011. Nama Burung Langka Itu Cochoa beccarii Bukan Cochoa beccani.
http://alamendah.wordpress.com/2011/04/12/nama-burung-langka-itu-cochoa-beccarii-bukan-cochoa-beccani/. 12 April 2011.
Bird life Internasional. Menyelamatkan Burung-burung Asia yang Terancam Punah: Panduan untuk Pemerintah dan Masyarakat Madani (Edisi Indonesia).
Eaton, J. 2002. Bornean Wren Babbler Ptilocichla leucogrammica– Male. http://orientalbirdimages.org/search.php?
Bird_ID=1523&Bird_Image_ID=2381&Bird_Family_ID=&p=2
Fink K W. 2012. Bulwer’s pheasant (Lophura bulweri). http://www.arkive.org/bulwers-pheasant/lophura-bulweri/.
Haka, H. 2010. Fairy Pitta (Pitta nympha). http://eolspecies.lifedesks.org/node/1971. 30-09-2010.
Peterson, A. P. 2001. Pseudibis davisoni (White-shouldered Ibis). http://www.global species.org/ntaxa/829194.17-10-2011.
Robert. 2005. Animals, animals, animals: Bornean Peacock Pheasant (Polyplectron schleiermacheri)
.http://animalworld.tumblr.com/post/3230120498/bornean-peacock-pheasant-polyplectron.
Toha, E (a). 2012. Paok Topi-Hitam ( Pitta venusta ). http://kiacauanburung.blogspot. com/2012/08/paok-topi-hitam-pitta-venusta.html. 2 Agustus 2012.
Toha, E (b). 2012. Kicauan Burung. http://kiacauanburung.blogspot.com/2012/02/elang-ular-kinabalu-spilornis.html#. 1 february 2012.
Wechsler, 2011.Pretty Birds. http://prettybirds.tumblr.com/post/5109608593/ rhamphotheca-blue-headed-pitta-pitta-baudii.01 Mey 2011.
Zanten, H. V. V. 2003. Black-browed Babbler Malacocincla perspicillata-Male. http://orientalbirdimages.org/photographers.php?p=27&action=birderimages&Bird_Image_ ID=28448&Birder_ID=751
Mardiastuti, Ani. 2011. Satwaliar Indonesia dan Tantangannya Bagi Pakar Konservasi. Institut Pertanian Bogor