• Tidak ada hasil yang ditemukan

Chapter II Penggunaan Aplikasi Sistem Resapan Biopori Terhadap Aliran Drainase Untuk Mengatasi Banjir Di Kecamatan Banda Sakti Kabupaten Aceh Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Chapter II Penggunaan Aplikasi Sistem Resapan Biopori Terhadap Aliran Drainase Untuk Mengatasi Banjir Di Kecamatan Banda Sakti Kabupaten Aceh Utara"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi (Gambar 2. 1) adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer dengan matahari sebagai wali utama dalam proses tersebut. Komponen utama dari siklus hidrologi adalah kondensasi, presipitasi, infiltrasi, limpasan permukaan (run off), evaporasi dan transpirasi.

Gambar 2. 1 Siklus Hidrologi (USGS)

(2)

laut tetapi ditampung dalam suatu wadah yang memungkinkan air kembali meresap ke dalam tanah (groundwater recharge) melalui pemanfaatan air hujan dengan cara membuat lubang resapan biopori.

2.2 Konsep Umum Infiltrasi

Infiltrasi dimaksudkan sebagai proses masuknya air ke bawah permukaan tanah. Ini merupakan bagian yang sangat penting dalam daur hidrologi maupun dalam proses pengalih ragaman hujan menjadi aliran sungai. Pada saat air hujan jatuh kepermukaan tanah, sebagian air tersebut tertahan di cekungan-cekungan, sebagian air mengalir sebagai aliran permukaan (surface run off) dan sebagian lainnya meresap kedalam tanah. Saat hujan mencapai permukaan lahan maka akan terdapat bagian hujan yang mengisi ruang kosong (void) dalam tanah yang terisi udara sampai mencapai kapasitas lapang (field capacity) dan berikutnya bergerak ke bawah secara gravitasi akibat berat sendiri dan bergerak terus ke bawah (perlocation) ke dalam daerah jenuh (saturated zone) yang terdapat di bawah permukaan air tanah (Rusli, 2008).

2.2.1 Pengertian infiltrasi

(3)

Secara skematis, keterikatan infiltrasi dengan perkolasi dapat dijelaskan dengan sketsa pada suatu gambar. Pada Gambar 2. 2. a yaitu skema formasi tanah dengan lapisan atas mempunyai laju infiltrasi besar, akan tetapi lapisan bawah mempunyai laju perkolasi rendah. Sebaliknya, pada Gambar 2. 2. b yaitu lapisan atas dengan laju infiltrasi kecil sedangkan laju perkolasi pada lapisan bawah tinggi. Pada kasus pertama (Gambar 2. 2. b), meskipun laju perkolasi tinggi, akan tetapi laju infiltrasi yang memberikan masukan air dari permukaan terbatas. Oleh sebab itu, dalam keadaan seimbang, dua keadaan ini lebih ditentukan oleh laju infiltrasi. Demikian pula sebaliknya (Gambar 2. 2. a), laju perkolasi yang rendah menentukan keadaan seluruhnya.

(a) (b)

Gambar 2. 2 Skema Infiltrasi dan Perlokasi pada Dua Lapis Tanah: a) Infiltrasi Besar dengan Perlokasi Kecil dan

b) Infiltrasi Kecil dengan Perlokasi Besar.

Dalam kaitan ini terdapat dua pengertian tentang kuantitas infiltrasi, yaitu:

a) Kapasitas Infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum untuk suatu jenis tanah

(4)

b) Laju Infiltrasi adalah laju infiltrasi nyata suatu jenis tanah tertentu. Laju

infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan intensitas curah hujan, yaitu millimeter per jam (mm/jam). Air infiltrasi yang tidak kembali lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi akan menjadi air tanah untuk seterusnya mengalir ke sungai disekitar.

2.2.2 Proses Infiltrasi

Salah satu proses yang berkaitan dengan distribusi air hujan yang jatuh ke permukaan bumi adalah infiltrasi. Infiltrasi merupakan proses masuk atau meresapnya air dari atas permukaan tanah ke dalam bumi. Jika air hujan meresap ke dalam tanah maka kadar lengas tanah meningkat hingga mencapai kapasitas lapang.

Pada kondisi kapasitas lapang air yang masuk menjadi perkolasi dan mengisi daerah yang lebih rendah energi potensialnya sehingga mendorong terjadinya aliran antara (interflow) dan aliran bawah permukaan lainnya (base flow). Air yang berada pada lapisan air tanah jenuh dapat pula bergerak ke segala arah (ke samping dan ke atas) dengan gaya kapiler atau dengan bantuan penyerapan oleh tanaman melalui tudung akar.

Proses infiltrasi sangat ditentukan oleh waktu. Jumlah air yang masuk kedalam tanah dalam suatu periode waktu disebut laju infiltrasi. Laju infiltrasi pada suatu tempat akan semakin kecil seiring kejenuhan tanah oleh air. Pada saat tertentu laju infiltrasi menjadi tetap. Nilai laju inilah yang kemudian disebut laju perkolasi.

(5)

Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Di bawah pengaruh gaya gravitasi air hujan mengalir vertikal kedalam tanah, sedangkan pada gaya kapiler bersifat mengalirkan air tersebut tegak lurus keatas, ke bawah, dan kearah horizontal (lateral). Gaya kapiler bekerja nyata pada tanah dengan pori-pori yang relativ kecil.

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi

Perpindahan air dari atas ke dalam permukaan tanah baik secara vertikal maupun secara horizontal disebut infiltrasi. Banyaknya air yang terinfiltrasi dalam satuan waktu disebut laju infiltrasi. Besarnya laju infiltrasi (f ) dinyatakan dalam mm/jam atau mm/hari. Laju infiltrasi akan sama dengan intensitas hujan (I), bila laju infiltrasi tersebut lebih kecil dari daya infiltrasinya. Jadi f ≤ fp dan f ≤ I (Soemarto, 1999).

Infiltrasi berubah-ubah sesuai dengan intensitas curah hujan. Akan tetapi setelah mencapai limitnya, banyaknya infiltrasi akan berlangsung terus sesuai dengan kecepatan absorbsi setiap tanah. Pada tanah yang sama kapasitas infiltrasinya berbeda-beda, tergantung dari kondisi permukaan tanah, struktur tanah, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain. Di samping intensitas curah hujan, infiltrasi berubah-ubah karena dipengaruhi oleh kelembaban tanah dan udara yang terdapat dalam tanah (Maryono, 2004).

Beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi laju infiltrasi adalah sebagai berikut:

(6)

3. Pemadatan tanah oleh curah hujan

4. Penyumbatan pori tanah mikro oleh partikel tanah halus seperti bahan endapan dari partikel liat

5. Pemadatan tanah oleh manusia dan hewan akibat traffic line oleh alat olah 6. Struktur tanah

7. Kondisi perakaran tumbuhan baik akar aktif maupun akar mati (bahan organik) 8. Proporsi udara yang terdapat dalam tanah

9. Topografi atau kemiringan lahan Intensitas hujan 10. Kekasaran permukaan tanah

11. Kualitas air yang akan terinfiltrasi 12. Suhu udara tanah dan udara sekitar

Apabila semua faktor-faktor di atas dikelompokkan, maka dapat dikategorikan menjadi dua faktor utama yaitu:

1. Faktor yang mempengaruhi air untuk tinggal di suatu tempat sehingga air mendapat kesempatan untuk terinfiltrasi (oppurtunity time).

2. Faktor yang mempengaruhi proses masuknya air ke dalam tanah. Selain dari beberapa faktor yang menentukan infiltrasi di atas terdapat pula sifat-sifat khusus dari tanah yang menentukan dan membatasi kapasitas infiltrasin (Arsyad, 1989). Diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Ukuran pori

(7)

b. Kemantapan pori

Kapasitas infiltrasi hanya dapat terpelihara jika porositas semula tetap tidak terganggu selama waktu tidak terjadi hujan.

c. Kandungan air

Laju infiltrasi terbesar terjadi pada kandungan air yang rendah dan sedang.

d. Profil tanah

Sifat bagian lapisan suatu profil tanah juga menentukan kecepatan masuknya air ke dalam tanah. Ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanah, maka proses infiltrasi tergantung pada kondisi biofisik permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut akan mengalir masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah. Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Oleh karena itu, infiltrasi juga biasanya disebut sebagai aliran air yang masuk ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler dan gravitasi. Laju air infiltrasi yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah. Tanah dengan pori-pori jenuh air mempunyai kapasitas lebih kecil dibandingkan dengan tanah dalam keadaan kering (Asdak, 2002).

Di bawah pengaruh gaya gravitasi, air hujan mengalir vertical kedalam tanah melalui profil tanah. Dengan demikian, mekanisme infiltrasi melibatkan tiga proses yang tidak saling mempengaruhi (Asdak, 2002):

1. Proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah. 2. Tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah.

(8)

Pengukuran laju infiltrasi dapat dilakukan pada permukaan tanah, pada kedalam tertentu, pada lahan kosong atau pada lahan bervegetasi. Walaupun satuan infiltrasi serupa dengan konduktivitas hidraulik, terdapat perbedaan antara keduanya. Hal itu tidak bisa secara langsung dikaitkan kecuali jika kondisi batas hidraulik diketahui, seperti kemiringan hidraulik dan aliran air lateral atau jika dapat diperkirakan. Laju infiltrasi memiliki kegunaan seperti studi pembuangan limbah cair, evaluasi potensi lahan tanki septik, efisiensi pencucian dan drainase, kebutuhan irigasi, penyebaran air dan imbuhan air tanah, dan kebocoran saluran atau bendungan dan kegunaan lainnya (Kirkby, 1971).

2.2.4 Pengaruh Tekstur Tanah Terhadap Laju Infiltrasi

Jumlah dan ukuran pori yang menentukan adalah jumlah pori-pori yang berukuran besar. Makin banyak pori-pori besar maka kapasitas infiltrasi makin besar pula. Atas dasar ukuran pori tersebut, liat kaya akan pori halus dan miskin akan pori besar. Sebaliknya fraksi pasir banyak mengandung pori besar dan sedikit pori halus. Dengan demikian kapasitas infiltrasi pada tanah-tanah pasir jauh lebih besar daripada tanah liat.

Tanah-tanah yang bertekstur kasar menciptakan struktur tanah yang ringan. Sebaliknya tanah-tanah yang terbentuk atau tersusun dari tekstur tanah yang halus menyebabkan terbentuknya tanah-tanah yang bertekstur berat. Tanah dengan struktur tanah yang berat mempunyai jumlah pori halus yang banyak dan miskin akan pori besar. Sebaliknya tanah yang ringan mengandung banyak pori besar dan sedikit pori halus.

(9)

lebih besar dibandingkan dengan tanah-tanah yang berstruktur berat (Saifuddin, 1986).

Menurut Susanto (2008), laju infiltrasi berbeda menurut jenis tanahnya seperti pada Tabel 2. 1 berikut ini.

Tabel 2. 1 Tekstur Tanah dengan Kecepatan Infiltrasi

Kecepatan Infiltrasi (cm/jam) Kriteria

25.00 – 50.00 Sangat Cepat

12.50 – 25.00 Cepat

7.50 – 15.00 Sedang

0.50 – 2.50 Lambat

< 0.50 Sangat Lambat

Setiap jenis tanah mempunyai laju infiltrasi karakteristik yang berbeda, yang bervariasi dari yang sangat tinggi sampai yang sangat rendah. Jenis tanah berpasir umumnya cenderung mempunyai laju infiltrasi yang tinggi, akan tetapi tanah liat sebaliknya, cenderung mempunyai laju infiltrasi yang rendah. Untuk satu jenis tanah yang sama dengan kepadatan yang berbeda mempunyai laju infiltrasi yang berbeda pula. Makin padat suatu kondisi tanah, maka makin kecil pula laju infiltrasinya, begitu juga sebaliknya, makin renggang suatu kondisi butir-butir tanah, maka laju infiltrasinya akan semakin besar pula.

Kelembaban tanah yang selalu berubah-ubah setiap saat juga berpengaruh terhadap laju infiltrasi. Makin tinggi kadar air dalam tanah, maka laju infiltrasi tanah tersebut makin kecil.

(10)

yang dapat lebih menggemburkan struktur tanahnya sehingga laju infiltrasi dapat menjadi cepat. Maka makin baik tutup tanaman yang ada, laju infiltrasi cenderung lebih tinggi.

Kemiringan lahan memberikan pengaruh yang kecil terhadap infiltrasi, walaupun begitu, terdapat perbedaan infiltrasi antara lahan datar dengan lahan miring. Infiltrasi pada lahan datar akan lebih besar daripada lahan miring.

Penambahan bahan kimia dalam tanah ada dua jenis. Pertama, dimaksudkan untuk memperkuat formasi agregat tanah, sehingga struktur tanah menjadi diperbaiki. Akibatnya bukan saja infiltrasi yang meningkat, tetapi juga pergerakan air di dalam tanah (perkolasi). Kedua, dimaksud untuk melapisi permukaan tanah agar air yang mengalir diatasnya lancar, hal ini biasanya digunakan untuk saluran drainase. Pada kondisi ini infiltrasi bisa dikatakan tidak terjadi sama sekali. Apabila permukaan tanah tertutup oleh suatu bahan seperti beton, batako, dan sebagainya, maka areal tanah tersebut tidak bisa berinfiltrasi sama sekali.

Sifat transmisi lapisan tanah tergantung pada lapisan-lapisan dalam tanah. Lapisan tanah dibedakan 4 horizon (Soesanto, 2008):

1. Horizon A, yang teratas, sebagian bahan organik tanaman.

2. Horizon B, merupakan akumulasi dari bahan koloidal A, ketebalan permeabilitas sangat menentukan laju infiltrasi.

(11)

2.2.5 Arti Pentingnya Infiltrasi

Infiltrasi mempunyai arti penting terhadap beberapa hal berikut :

a. Proses limpasan (run off)

Daya infiltrasi menentukan banyaknya air hujan yang dapat diserap kedalam tanah. Makin besar daya infiltrasi, perbedaan antara intensitas hujan dengan daya infiltrasi menjadi makin kecil. Akibatnya limpasan permukaannya makin kecil, sehingga debit puncaknya juga akan lebih kecil.

b. Pengisian lengas tanah (soil moisture) dan air tanah

Pengisian lengas tanah dan air tanah penting untuk tujuan pertanian. Akar tanaman menembus zone tidak jenuh dan menyerap air yang diperlukan untuk evapotranspirasi dari zona tidak jenuh. Pengisian kembali lengas tanah sama dengan selisih antara infiltrasi dan perkolasi (jika ada). Pada permukaan air tanah yang dangkal dalam lapisan tanah yang berbutir tidak begitu besar, pengisian kembali lengas tanah ini dapat pula diperoleh dari kenaikan kapiler air tanah.

2.2.6 Perhitungan Infiltrasi dan Laju Infiltrasi

Penentukan besarnya infiltrasi dapat dilakukan dengan melalui tiga cara (Harto, 1993), yaitu:

1. Menentukan perbedaan volume air hujan buatan dengan volume air larian pada percobaan laboratorium menggunakan simulasi hujan buatan (Rainfall Simulator).

(12)

3. Teknik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran air hujan (metode separasi hidrograf).

Singh (1989), menyajikan beberapa model infiltrasi yang telah diusulkan dan digunakan pada kebanyakan analisa hidrologi dan hidraulik yang berkaitan dengan sistem keairan. Model-model tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua kelas, yakni:

a) Model empiris.

Model empiris menyatakan kapasitas infiltrasi sebagai fungsi waktu. Dimana kadar lengas tanah memiliki sifat dinamis terhadap waktu, sehingga laju infiltrasi ditentukan oleh kondisi lengas tanah mula-mula saat proses infiltrasi mulai terjadi. Adapun model-model empiris infiltrasi diantaranya adalah Model Kostiakov, Model Horton, Model Holtan dan Model Overton.

b) Model konseptual.

Model infiltrasi selain model empiris adalah model konseptual yang menganalogikan proses infiltrasi sebagai faktor terinterasi dengan aspek hidrologi lain. Beberapa model konseptual adalah Model SCS, Model HEC, Model Philip, dan Model Hidrograf.

(13)

2.2.7 Pengukuran Infiltrasi di Lapangan

Pada penelitian ini dijelaskan cara mengukur laju infiltrasi di lapangan dengan menggunakan alat single ring infiltrometer.

Single ring infiltrometer dalam bentuk yang paling sederhana terdiri atas tabung baja yang ditekankan ke dalam tanah. Permukaan tanah di dalam tabung diisi air. Tinggi air dalam tabung akan menurun, karena proses infiltrasi. Kemudian banyaknya air yang ditambahkan untuk mempertahankan tinggi air dalam tabung tersebut harus diukur.

Makin kecil diameter tabung makin besar gangguan akibat aliran ke samping di bawah tabung. Dengan cara ini infiltrasinya dapat dihitung dari banyaknya air yang ditambahkan kedalam tabung sebelah dalam per satuan waktu.

Gambar 2.3 Single Ring Infitrometer

Selain menggunakan alat single ring infiltrometer, pengukuran laju infiltrasi di lapangan dapat juga diukur dengan cara berikut:

a. Testplot

(14)

yang dikelilingi tanggul dan digenangi air. Daya infiltrasinya didapat dari banyaknya air yang ditambahkan agar permukaannya konstan. Jadi testplot sebenarnya adalah infiltrometer yang berskala besar.

b. Lysimeter

Lysimeter merupakan alat pengukur berupa tangki beton yang ditanam dalam tanah diisi tanah dan tanaman yang sama dengan sekelilingnya, dilengkapi dengan fasilitas drainage dan pemberian air.

Setelah data-data pengukuran infiltrasi di lapangan menggunakan alat single ring infiltrometer telah didapatkan, selanjutnya pengolahan data dilakukan dengan menggunakan rumus metode Horton (Harto, 1993).

b. Metode Horton

Model Horton adalah salah satu model infiltrasi yang terkenal dalam hidrologi. Model Horton menjelaskan bahwa kapasitas infiltrasi berkurang seiring dengan bertambahnya waktu hingga mendekati nilai yang konstant. Dinyatakan bahwa penurunan kapasitas infiltrasi lebih dikontrol oleh faktor yang beroperasi di permukaan tanah dibanding dengan proses aliran di dalam tanah. Faktor yang berperan untuk pengurangan laju infiltrasi seperti penutupan retakan tanah oleh koloid tanah dan pembentukan kerak tanah, penghancuran struktur permukaan lahan dan pengangkutan partikel halus dipermukaan tanah oleh tetesan air hujan (Achmad, 2011). Model Horton dapat dinyatakan secara matematis mengikuti persamaan berikut:

(15)

dimana:

f = laju infiltrasi nyata (cm/jam) fc = laju infiltrasi tetap (cm/jam) f0 = laju infiltrasi awal (cm/jam) k = konstanta geofisik

t = waktu ( t ) e = 2.718281820

Gambar 2.3 Kurva laju infiltrasi Horton

Rumus Horton ditransposisikan sebagai berikut:

f = fc + (f0 –fc) x e-kt ... (2.2) Kemudian persamaan tersebut di log-kan menjadi:

log − = log − − � log ... (2.3) Atau,

log − − log − = −� log ... (2.4) = log [log − − log − ] ... (2.5)

atau,

(16)

Persamaan diatas sama dengan persamaan:

= + � ... (2.8) = log ... (2.9)

� = log − ... (2.10) � = log − ... (2.11)

Dengan demikian persamaan ini dapat diwakilkan dalam sebuah garis lurus yang mempunyai nilai=

log . Bentuk dari garis lurus persamaan tersebut di

perlihatkan dalam di bawah ini.

Gambar 2.4 Hubungan t dan log ( fo-fc )

Waktu (t)

(17)

2.3 Permeabilitas Tanah

Permeabilitas adalah cepat lambatnya air merembes ke dalam tanah baik melalui pori makro maupun pori mikro baik ke arah horizontal maupun vertikal. Tanah adalah kumpulan partikel padat dengan rongga yang saling berhubungan. Rongga ini memungkinkan air dapat mengalir di dalam partikel melalui rongga dari satu titik yang lebih tinggi ke titik yang lebih rendah. Sifat tanah yang memungkinkan air melewatinya pada berbagai laju alir tertentu disebut permeabilitas tanah. Sifat ini berasal dari sifat alami granular tanah, meskipun dapat dipengaruhi oleh faktor lain (seperti air terikat di tanah liat). Jadi, tanah yang berbeda akan memiliki permeabilitas yang berbeda.

Koefisien permeabilitas terutama tergantung pada ukuran rata-rata pori yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur tanah. Secara garis besar, makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya. Berarti suatu lapisan tanah berbutir kasar yang mengandung butiran-butiran halus memiliki harga k yang lebih rendah dan pada tanah ini koefisien permeabilitas merupakan fungsi angka pori. Kalau tanahnya berlapis-lapis permeabilitas untuk aliran sejajar lebih besar dari pada permeabilitas untuk aliran tegak lurus. Lapisan permeabilitas lempung yang bercelah lebih besar dari pada lempung yang tidak bercelah (unfissured).

(18)

Menurut Braja M. Das (1993), harga korfisien rembesan (k) untuk tiap-tiap tanah berbeda-beda, diantaranya:

Tabel 2.2 Harga-harga koefisien permebilitas tanah

Jenis Tanah

K

(cm/detik) (ft/detik)

Kerikil bersih 1,0-100 2,0-200

Pasir kasar 1,0-0,01 2,0-0,02

Pasir halus 0,01-0,001 0,02-0,002

Lanau 0,001-0,00001 0,002-0,00002

Lempung Kurang dari 0,000001 Kurang dari 0,000002 Sumber : Braja M. Das, 1985

Permeabilitas juga merupakan pengukuran hantaran hidraulik tanah. Hantaran

hidraulik tanah timbul adanya pori kapiler yang saling bersambungan dengan satu dengan yang lain. Secara kuantitatif hantaran hidraulik jenuh dapat di artikan sebagai kecepatan bergeraknya suatu cairan pada media berpori dalam keadaan jenuh. Dalam hal ini sebagai cairan adalah air dan sebagai media pori adalah tanah. Penetapan hantaran hidraulik didasarkan pada hukum Darcy. Dalam hukum ini tanah dianggap sebagai kelompok tabung kapiler halus dan lurus dengan jari-jari yang seragam. Sehingga gerakan air dalam tabung tersebut di anggap mempunyai kecepatan yang sama.

Unuk mencari harga koefisien permeabilitas (k) suatu tanah dapat menggunakan pengujian di laboratorium maupun pengujian di lapangan. Untuk pengujian di laboratorium dapat dilakukan dengan cara berikut:

(19)

Sedangkan untuk menentukan koefisien permeabilitas di lapangan dapat dilakukan dengan cara berikut:

a. Uji pemompaan (Pumping Test) b. Uji perkolasi (Auger Hole Test)

Uji koefisien permeabilitas tanah yang dilakukan di laboratorium, yaitu :

a. Constand Head Permeability Test

Percobaan ini dilakukan dengan pemberian tegangan tetap. Sampel tanah yang dipakai adalah tanah yang memiliki daya rembes besar, misalnya pasir. Untuk menentukan nilai k, kita langsung mengukur banyaknya air yang masuk dan keluar dari tanah tersebut dalam jangka waktu tertentu.

Setelah data-data hasil percobaan dicatat, kemudian koefisien rembesan dihitung dengan turunan rumus:

� = � ... (2.12) � = �. �. � ≈ � �� . ... (2.13)

� = ℎ � ... (2.14)

Maka,

� = �.ℎ..� ... (2.15)

Dimana :

Q = volume air yang dikumpulkan, A = luas penampang sampel, t = waktu

(20)

Gambar 2.5 Alat Constand Head Permeability Test

b. Constand Head Permeability Test

(21)

Gambar 2.6 Skema Falling Head Permeability Test

Jumlah air yang mengalir pada waktu melalui contoh tanah pada waktu (t) yaitu:

= �. �. ℎ ... (2.16)

Debit masuk (Qi) = Debit keluar (Qo)

� � = −� ℎ

... (2.17)

= � � − ℎ ... (2.18)

∫ = � � − ∫ ℎ ... (2.19)

(22)

= � � log

ℎ ℎ

log ...,,,,... (2.21)

= . � � logℎ ... (2.22)

Maka,

� = . � � logℎ ... (2.23)

Dimana :

Q = volume air yang dikumpulkan, A = luas penampang sampel, t = waktu

k = koefisien permeabilitas

2.4. Analisis Hidrologi

Dalam Perencanaan berbagai macam bangunan air, seperti persoalan drainase dan bangunan pengendalian banjir diperlukan analisa hidrologi khususnya masalah hujan sebagai sumber air yang akan dialirkan pada sistem drainase dan limpasan sebagai akibat tidak mampunya sistem drainase mengalirkan ke tempat pembuangan akhir. Desain hidrologi diperlukan untuk mengetahui debit pengaliran. Dalam menentukan dimensi penampang dari berbagai bangunan pengairan misalnya saluran drainase diperlukan suatu penentuan besar debit rencana. Untuk itu perlu diketahui faktor-faktor yang digunakan untuk menganalisa debit rencana:

2.4.1. Data Curah Hujan

(23)

2.4.2. Analisa Frekuensi Curah Hujan

Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan empat jenis distribusi yang paling banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah :

- Distribusi Normal - Distribusi Log Normal - Distribusi Log Person III - Distribusi Gumbel

Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis data yang meliputi rata-rata, simpangan baku, koefisien variasi dan koefisien skewness (kecondongan atau kemencengan).

Tabel 2.3. Parameter Statistik yang Penting

Parameter Sampel Populasi

Rata-rata

̅ = ∑ � �=

� = �

= ∫ � � � ∞

−∞

Simpangan Baku

(Standar deviasi) = [ − ∑ � − �̅

�=

] � = {� [ � − � ]} /

Koefisien Variasi

�� = � �� = �

Koefisien Skewness

� = ∑�= ��− �̅ � =�[ � − � ]

(24)

2.4.2.1. Distribusi Normal

Distribusi normal atau kurva normal disebut juga distribusi Gauss. Fungsi densitas peluang normal PDF (Probability Density Function) yang paling dikenal adalah bentuk bell dan dikenal sebagai distribusi normal. PDF (Probability Density Function) distribusi normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai berikut :

= �√ � �� [− �−� ] − ∞ ≤ � ≤ ∞……..…...…….……..(2.24)

Dimana: P(X) = fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal) X = variable acak kontinu

μ = rata – rata nilai

X σ = simpangan baku dari nilai X

Dalam pemakaian praktis, umumnya rumus tersebut tidak digunakan secara langsung karena telah dibuat tabel untuk keperluan perhitungan, dan juga dapat didekati dengan :

= �− ̅………......(2.25)

Dimana: XT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dalam periode ulang T Tahunan

X = nilai rata-rata hitung variat S = deviasi standar nilai variat

KT = faktor frekuensi (nilai variabel reduksi Gauss)

(25)

Tabel 2.4. Nilai Variabel Reduksi Gauss

(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 37)

2.4.2.2. Distribusi Log Normal

Jika variabel Y = Log X terdistribusi secara normal, maka X dikatakan mengikuti distribusi Log Normal. PDF (Probability Density Function) untuk distribusi Log Normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai berikut :

= �√ � �� [− −��

]………...…...(2.26)

(26)

Dimana : P(X) = peluang log normal X = nilai varian pengamatan

μY = nilai rata-rata populasi Y σY = deviasi standar nilai variat Y

Dengan persamaan yang dapat didekati :

= ̅ + ………...…………...………..……….…(2.28)

= �− ̅………..……….....…..…...….(2.29)

Dimana: YT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T- tahunan

Y = nilai rata-rata hitung variat S = deviasi standar nilai variat

KT = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang Y

2.4.2.3 Distribusi Log Person III

Pada situasi tertentu, walaupun data yang diperkirakan mengikuti distribusi sudah konversi kedalam bentuk logaritmis, ternyata kedekatan antara data dan teori tidak cukup kuat untuk menjustifikasi pemakaian distribusi log normal.

Salah satu distribusi dari serangkaian distribusi yang sikembangkan person yang menjadi perhatian ahli sumber daya air adalah Log-Person Type III (LP III). Tiga parameter penting dalam Log-Person Type III yaitu harga rata-rata, simpangan baku dan koefisien kemencengan. Yang menarik adalah jika koefisien kemencengan sama dengan nol maka perhitungan akan sama dengan log Normal.

Berikut ini langkah-langkah penggunaan distribusi Log-Person Type III : - Ubah data kedalam bentuk logaritmis, X = Log X

(27)

log ̅ =∑��= log ………....…...…………...…….......(2.30)

- Hitung harga simpangan baku :

= [∑��= � �− � ̅

− ]

.

……….……...…...(2.31)

- Hitung koefisien kemencengen : � = ∑��= � �− � ̅

− − ……….…….……...(2.31)

- Hitung logaritma hujan atau banjir periode ulang T dengan rumus :

(28)

Tabel 2.5. Nilai K untuk distribusi Log Person III

Interval Kejadian (Recurrence Interval), Tahun (Periode Ulang)

10,101 12,500 2 5 10 25 50 100

Koef Persentase Peluang Terlampaui (Percent Chance Of Being Exceeded)

(29)

2.4.2.4. Distribusi Gumbel

Gumbel menggunakan harga ekstrim untuk menunjukkan bahwa untuk setiap data merupakan data exponential. Jika jumlah populasi yang terbatas dapat didekati dengan persamaan :

= ̅ + ………..………....…..……..…...(2.33)

Dimana : ̅ = harga rata-rata sample S = nilai varian pengamatan X

Faktor probabilitas K untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat dinyatakan dalam

= � − �

� ………..………..…....…...…(2.34)

Dimana : Yn = reduced mean yang tergantung jumlah sample/data ke-n

Sn = reduced standard deviation, yang juga tergantung pada jumlah sample/data ke-n

YTr = reduced variated, yang dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:

= − ln {−lnTr−

Tr } ………..………...(2.35)

(30)

Tabel 2.6. Standar Deviasi (Yn) untuk Distribusi Gumbel

(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan )

Tabel 2.7. Reduksi Variat (YTR) sebagai fungsi Periode Ulang Gumbel

Periode

(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan )

Tabel 2.8. Reduksi Standard Deviasi (Sn) untuk Distribusi Gumbel

(31)

2.4.3. Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan adalah besar curah hujan selama satu satuan waktu tertentu. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisa data hujan baik secara statistik maupun secara empiris. Metode yang dipakai dalam perhitungan intensitas curah hujan adalah Metode Mononobe yaitu apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia yang ada hanya data hujan harian. Persamaan umum yang dipergunakan untuk menghitung hubungan antara intensitas hujan T jam dengan curah hujan maksimum harian sebagai berikut :

� = / ………...…(2.36)

Dimana : I = Intensitas Hujan (mm/jam)

R24 = Curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm) t = lamanya hujan (jam)

Dengan menggunakan persamaan diatas intensitas curah hujan untuk berbagai nilai waktu konsentrasi dapat ditentukan dari besar data curah hujan harian (24) jam.

2.4.4. Koefisien Limpasan

(32)

Tabel 2.9. Koefisien Limpasan Berdasarkan Tata Guna Lahan untuk

Metode Rasional,McGuen, 1989

Deskripsi Daerah Koefisien Sifat Permukaan Koefisien

Perdagangan 0.70-0.95 Jalan

Daerah Kota/dekat • Aspal 0.70 – 0.95

• Permukiman 0.50 – 0.70 • Beton 0.80 – 0.95

• Rumah tinggal 0.30 – 0.50 • Batu bata 0.70 – 0.85 • Kompleks 0.40 – 0.60 • Batu kerikil 0.15 – 0.35 • Permukiman 0.25 – 0.40 Jalan raya dan trotoir 0.70 – 0.85

Apartemen 0.50 – 0.70 Atap 0.75 – 0.95

Industri 0.50 – 0.80 Lapangan rumput 0.005 – 010

Industri ringan Tanah berpasir

Industri berat 0.60 – 0.90 • Kemiringan 2 0.10 – 0.15 Taman, kuburan 0.10 - 0.25 • Rata-rata 2-7 0.15 – 0.20 Lapangan bermain 0.10 – 0.25 • Curam (7

Daerah halaman KA 0.20 – 0.40 Lapangan rumput Daerah tidak terawatt 0.10 – 0.3 Tanah keras

Kemiringan 2 0.13 – 0.17 • Rata-rata 2-7 0.18 – 0.22 • Curam (7 0.25 – 0.35

(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan )

2.4.5. Koefisien Limpasan

Intensitas curah hujan adalah besar curah hujan selama satu satuan waktu tertentu. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisa data hujan baik secara statistik maupun secara empiris. Metode yang dipakai dalam perhitungan intensitas curah hujan adalah Metode Mononobe yaitu apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia yang ada hanya data hujan harian. Persamaan umum yang dipergunakan untuk menghitung hubungan antara intensitas hujan T jam dengan curah hujan maksimum harian sebagai berikut :

(33)

Dimana : I = Intensitas Hujan (mm/jam)

R24 = Curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm) t = lamanya hujan (jam)

Dengan menggunakan persamaan diatas intensitas curah hujan untuk berbagai nilai waktu konsentrasi dapat ditentukan dari besar data curah hujan harian (24) jam.

2.4.6. Koefisien Limpasan

Limpasan merupakan gabungan antara aliran permukaan, aliran-aliran yang tertunda pada cekungan-cekungan dan aliran permukaan (surface flow). Dalam perencanaan drainase bagian air hujan yang menjadi perhatian adalah aliran permukaan (surface runoff), sedangkan untuk pengendalian banjir tidak hanya aliran permukaan tetapi limpasan (runoff).

2.4.7. Debit Rencana

Perhitungan debit rencana untuk saluran drainase di daerah perkotaan dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Rasional. Debit rencana hendaknya ditetapkan tidak terlalu kecil untuk menjaga agar jangan terlalu sering terjadi ancaman perusakan bangunan atau daerah sekitarnya banjir. Pemilihan atas metode yang digunakan untuk menghitung besarnya debit aliran permukaan dalam satuan internasional adalah Metode Rasional sebagai berikut :

= , �. �. �.………...………..…...………...….(2.34)

(34)

Tabel 2.10 Koefisien aliran untuk metode rasional

Koefisien aliran C = Ct + Cs + Cv

Topografi, Ct Tanah, Cs Vegetasi, Cv

Datar (1%) 0.03 Pasir dan gravel 0.04 Hutan 0.04 Bergelombang

(1-10%)

0.08 Lempung berpasir 0.08 Pertaian 0.11 Perbukitan

(10-15%)

0.16 Lempung dan lanau

0.16 Padang rumput 0.21 Pegunungan

(>20%)

0.26 Lapisan batu 0.26 Tanpa tanaman 0.28 Sumber : Hassing, 1995 dalam Wismarini, 2011

2.4.8. Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi suatu daerah aliran sungai adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh, untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketempat keluaran daerah aliran sungai (titik kontrol), setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Dalam hal ini diasumsikan bahwa bila durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi, maka setiap bagian daerah aliran sungai secara serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik kontrol. Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah dengan rumus yang dikembangkan oleh Kirpich (1940) yang ditulis sebagai berikut :

� = . � . ………...…………..………...(2.35)

Dimana : Tc = Waktu Konsentrasi (jam) L = Panjang saluran (km)

S = Kemiringan rata-rata saluran

(35)

= [ � . � � ] . ……….…...……...….(2.36)

= �………..….….……...(2.37)

Dimana: to = inlet time ke saluran terdekat (menit)

td = conduit time sampai ke tempat pengukuran (menit) n = angka kekasaran manning

S = kemiringan lahan (m)

L = panjang lintasan aliran diatas permukaan lahan (m) Ls = panjang lintasan aliran didalam saluran/sungai (m) V = kecepatan aliran didalam saluran (m/detik)

2.5. Analisis Kapasitas Tampung Saluran Drainase

Perhitungan besarnya kapasitas tampung saluran drainase, dapat dilakukan dengan cara perhitungan unsur-unsur geometris saluran drainase, yang perumusannya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.11. Unsur-Unsur Geometris Penampang Saluran

(sumber : Ven Te Chow, 1959)

(36)

2.6. Lubang Resapan Biopori

2.6.1 Pengertian

Lubang resapan biopori adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 cm dan kedalaman 100 cm atau kurang jika air tanah dangkal. Selanjutnya agar organisme tanah bisa bekerja membentuk biopori, lubang yang sudah dibuat tersebut diisi dengan sampah organik sebagai makanan organisme tanah. Pengisian sampah tersebut diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu padat agar tersedia ukup oksigen untuk mendukung organisme tanah pembentuk biopori. Dinamakan biopori karena memanfaatkan aktivitas fauna tanah atau akar tanaman (bio) yang membentuk lubang-lubang terowongan kecil (pore) di dalam tanah.

2.6.2 Manfaat Lubang Resapan Biopori

Lubang resapan biopori dapat dikatakan sebagai suatu rekayasa teknik konservasi air, berupa lubang yang dibuat dengan kedalaman tertentu dan diisi dengan bahan-bahan organik. Fungsi utama dari lubang resapan biopori ini adalah pintu masuk air hujan yang turun ke bumi dan meresapkannya ke dalam tanah dengan mengisi pori-pori yang ada di dalam lubang. Sementara itu, manfaat yang dapat diperoleh dari pembuatan lubang resapan biopori di antaranya adalah (Sibarani dan Bambang, 2009):

1. Memelihara cadangan air tanah.

2. Mencegah terjadi keamblesan (subsidence) dan keretakan tanah. 3. Menghambat intrusi air laut.

(37)

6. Menjaga keanekaragaman hayati dalam tanah.

7. Mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh adanya genangan air seperti demam berdarah, malaria, kaki gajah.

8. Mengurangi masalah pembuangan sampah yang mengakibatkan pencemaran udara dan perairan.

9. Mengurang emisi gas rumah kaca (CO2 dan metan). 10. Mengurangi banjir, longsor, dan kekeringan.

2.6.3 Cara Kerja Lubang Resapan Biopori

Pada lubang resapan biopori,mikroba yang berada di sekitar lubang penampang biopori akan tertarik dengan aroma sampah yang ada di dalam lubang penampang. Aktivitas mikroba tersebut mengakibatkan terbentuknya lubang-lubang halus di sekitar lubang penampang. Lubang-lubang halus inilah yang disebut Biopori. Ketika hujan, air akan memenuhi lubang penampang. Kemudian air akan menyebar ke segala arah melalui lubang-lubang kecil. Dengan demikian air yang terserap lebih banyak, dan resiko terjadinya banjir pun dapat diperkecil. Ketersediaan air tanah juga tercukupi

Gambar 2.7. Lubang Resapan Biopori

(38)

Tujuan utama dari lubang resapan biopori adalah memperbesar masuknya air ke dalam akuifer tanah sebagai air resapan (infiltrasi). Dengan demikian, air akan lebih banyak masuk ke dalam tanah dan mengisi pori-pori yang terbentuk dan sedikit yang mengalir sebagai aliran permukaan (run-off.

2.6.4 Konstruksi Lubang Resapan Biopori

Lubang resapan biopori dibuat pada permukaan tanah dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.12 Tahun 2009. Tahapan-tahapan pembuatan lubang resapan biopori diantaranya: a. membuat lubang silindris ke dalam tanah dengan diameter 10 cm, kedalaman 100 cm atau tidak melampaui kedalaman air tanah. Jarak pembuatan lubang resapan biopori antara 50 – 100 cm;

b. memperkuat mulut atau pangkal lubang dengan menggunakan: 1. paralon dengan diameter 10 cm, panjang minimal 10cm; atau

2. adukan semen selebar 2 – 3 cm, setebal 2 cmdisekeliling mulut lubang. c. mengisi lubang LRB dengan sampah organik yang berasaldari dedaunan,

pangkasan rumput dari halaman atausampah dapur; dan d. menutup lubang resapan biopori dengan kawat saringan.

Pemeliharaan juga perlu dilakukan dalam pembuatan dan pemanfaatan lubang resapan biopori secara berkelanjutan, pemeliharaan dilakukan dengan:

a. mengisi sampah organik kedalam lubang resapan biopori;

b. memasukkan sampah organik secara berkala pada saatterjadi penurunan volume sampah organik pada lubangresapan biopori; dan/atau

(39)

Secara spesifik jumlah Lubang Resapan Biopori yang sesuai padasuatu wilayah tertentu dengan luasan tertentu dan intensitas hujan tertentu pula,dihitung dengan persamaan :

= � × � … … … . … … . … .

Keterangan :

n : Jumlah Lubang Resapan Biopori

I : Intensitas hujan terbesar dalam 10 tahun (mm/detik) L : Luas bidang kedap air (m2)

v : Laju rembesan air rata-rata per lubang (m3/detik)

Gambar

Gambar 2. 1 Siklus Hidrologi (USGS)
Gambar 2. 2 Skema Infiltrasi dan Perlokasi pada Dua Lapis Tanah:
Tabel 2. 1 Tekstur Tanah dengan Kecepatan Infiltrasi
Gambar 2.3 Single Ring Infitrometer
+7

Referensi

Dokumen terkait

Semakin banyak kadar tepung kacang merah pada kue kering dengan campuran tepung jagung dan tepung kacang merah, kandungan protein dan nilai cerna protein

Penelitian ini bertujuan: (1) Mengembangkan komik sebagai media pembelajaran akuntansi untuk siswa SMA kelas XI; (2) Mengetahui kelayakan komik akuntansi berdasarkan penilaian ahli

dari hal inilah kemudian dapat dirumuskan tujuan penulisan agar penelitian dapat terarah secara jelas, Yaitu untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS

persoalan yang didasarkan pada sumber hukum persoalan yang didasarkan pada sumber hukum persoalan yang didasarkan pada sumber hukum persoalan yang didasarkan pada sumber hukum

In this sense, it has been found that the educators do not necessarily learn through experience and that the know-how is not always gained incrementally (0.01), i.e., that

Yang menjadi permasalahannya adalah anak-anak dan remaja yang belum pantas mengetahui tentang sex malah mempelajarinya atau dengan tidak sengaja membaca, melihat (baik dari

Aliran monisme berpendapat bahwa hubungan antara hukum nasional dengan hukum internasional merupakan dua bagian dari satu kesatuan yang lebih besar yaitu hukum yang

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan sejak tanggal 29 Mei 2016 sampai dengan 6 Agustus 2016 peneliti melihat mahasiswa yang melakukan kebiasaan