• Tidak ada hasil yang ditemukan

ALAT BUKTI SURAT dalam hukum perdata.doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ALAT BUKTI SURAT dalam hukum perdata.doc"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ALAT BUKTI SURAT

DALAM HUKUM ACARA PERDATA

(Artikel ini disusun guna memenuhi tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Hukum Pembuktian Kelas J)

DOSEN PENGAMPU : ZAKKI ADLHIYATI S.H., M.H., L.LM.

OLEH KELOMPOK 1 :

1. ALBA VENA RAHADIAN E0014016

2. ANIK WULANDARI E0014033

3. ERVINA DYAH P. E0014133

4. GRACE AYU E0014434

5. NIA ARDINURROHMAH E0014299

6. RATNA AMALIA E0014328

FAKULTAS HUKUM

(2)

ABSTRAK

Proses pembuktian dilakukan terhadap barang siapa mendalilkan terhadap suatu hak atau peristiwa dan untuk meneguhkan haknya atau guna membantah hak orang lain haruslah dibuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. Alat bukti dalam perkara perdata ada lima yaitu alat bukti surat atau tulisan, alat bukti saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah. Kelima macam alat bukti tersebut, pada asasnya majelis hakim dalam sidang perkara perdata harus memberi kesempatan yang luas kepada para pihak yang berperkara tersebut untuk mengajukan suatu alat bukti guna menguatkan dalil-dalil gugatannya serta bantahannya, oleh karena itu peran alat bukti dalam persidangan sangat berperan penting untuk membuktikan suatu peristiwa yang disengketakan.

Pembuktian dengan surat dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan dibawah tangan. Tulisan-tulisan otentik yang berupa akta otentik, dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan olh undang-undang, dibuat dihadapan pejabat umum yang diberikan wewenag dan tempat dimana akta tersebut dibuat. Tulisan dibawah tangan atau juga disebut akta dibawah tangan dibuat dalam bentuk yangtidak ditentukan oleh undang undang dan tanpa perantara pejabat umum yang berwenang.

Kata Kunci : Pembuktian, Alat bukti surat.

BAB I PENDAHULUAN

(3)

Dalam menyelesaikan sebuah perkara perdata maupun pidana, pihak yang bertugas menyelesaikan suatu sengketa haruslah melakukan pembuktian untuk menjelaskan apa yang dialami. Pembuktian dilakukan apabila terjadi bentrokan kepentingan antara para pihak: penggugat dan tergugat, yang diselesaikan melalui peradilan dan melalui hakim yang bersiang di depan persidangan. Bentrokan tersebut dinamakan ‘perkara’.

Pembuktian merupakan cara untuk menunjukkan kejelasan perkara kepada Hakim supaya dapat dinilai apakah masalah yang dialami penggugat atau korban dapat ditindak secara hukum. Oleh karenanya, pembuktian merupakan prosedur yang harus dijalani karena merupakan hal penting dalam menerapkan hukum materil. Pembuktian disebut juga penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum kepada hakim yang memeriksa suatu perkata guna memberikan kepastian tentang kebenaran suatu perisiwa yang dikemukakan.

Dalam menyelesaikan sebuah perkara perdata maupun pidana, pihak yang bertugas menyelesaikan sengketa haruslah melakukan pembuktian untuk menerangi dan menjelaskan secara gamblang apa yang dialami. Pembuktian ini baru ada apabila terjadi bentrokan kepentingan yang diselesaikan melalui peradilan. Sekali lagi hanya diselesaikan melalui peradilan dan melalui hakim yang bersidang di depan persidangan. Lalu bentrokan kepentingan siapa? Kepentingan dari para pihak, penggugat dan tergugat. Bentrokan kepentingan yang diselesaikan melalui persidangan itulah yang kemudian disebut perkara. Perkara yang diajukan ke pengadilan1. Dalam persidangan perkara perdata, tidak hanya peristiwa-peristiwa dasar saja yang digunakan untuk menguatkan hak perdatanya, namun para pihak harus menyertakan bukti-bukti yang sah menurut hukum agar kebenarannya dapat dipastikan. Peristiwa tersebut harus disertai pembuktian secara yuridis.

Dalam pembuktian perdata, hakim bersifat pasif, sementara para pihak yang berperkara harus aktif dan memiliki kewajiban untuk membuktikan peristiwa-peristiwa yang dikemukakan. Pihak yang berperkara tidak perlu

(4)

memberitahu dan membuktikan peraturan hukumnya, tapi yang perlu dibuktukan adalah perstiwanya atau hubungan hukumnya yang menjadi dasar adanya hak perdata pihak-pihak yang berperkara. Karena hakin menurut asas hukum acara perdata dianggap mengetahui akan hukumnya, baik tertulis maupun tidak sehingga hakim tak boleh menolak untuk menangani perkara perdata; dan oleh karena itu hakimlah yang memiliki tugas untuk menerapkan hukum perdata (materiil) terhadap perkara yang diperiksa dan diputuskannya.

Pembuktian harus memperhatikan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang cara pembuktian, beban pembuktian, macam-macam ala bukti, serta kekuatan alat-alat buki tersebut dan sebagainya. Hukum pembuktian ini termuat dalam HIR (Pasal 162 sampai dengan Pasal 177), RBg (Pasal 282 sampai dengan Pasal 314), Stb. 1867 Nomor 29 (tentang kekuatan pembuktian akta dibawah tangan), dan BW Buku IV (Pasal 1865 sampai dengan Pasal 1945). Sebagai pedoman, diberikan oleh pasal 1865 B.W. bahwa “Barang siapa yang mengajukan peristiwa-peristiwa atas mana ia mendasarkan sesuatu hak, diwajibkan membuktikan peristiwa-peristiwa itu;sebaliknya barang siapa yang mengajukan peristiwa-peristiwa guna pembantahan hak orang lain, diwajibkan juga membuktikan peristiwa-peristiwa itu.” Misalnya, jika seorang menggugat orang lain supaya orang ini dihukum menyerahkan sebidang tanah, karena benda ini termasuk harta peninggalan ayahnya, tetapi pendirian ini disangkal oleh tergugat, maka orang yang menggugat itu diwajibkan membuktikan bahwa ia adalah ahliwaris dari si meninggal dan tanah tersebut betul kepunyaan si meninggal itu. Jika ia telah berhasil membuktikan hal-hal tersebut dan pihak tergugat masih juga membantah haknya karena katanya ia telah membeli tanah tersebut secara sah, maka tergugat ini diwajibkan membuktikan adanya jual beli itu2.

Tugas pengadilan yang sangat berat, adalah menjaga kepentingan kedua belah pihak/para justiciable, agar kedua belah pihak itu tidak ada yang dirugikan.Beban pembuktian itu tidak boleh berat sebelah sebab tidak setiap orang

(5)

dapat membuktikan sesuatu yang benar dan dimungkinkan pula seseorang dapat membuktikan apa yang tidak benar. Perlu ditekankan, bahwa jalannya acara pembuktian di persidangan Pengadilan Perdata akan menentukan hasil akhir perkara3. Karenanya, tugas pengadilan sangatlah berat yatu menjaga kepentingan kedua belah pohak agar tak ada yang dirugikan.

Pada prinsipnya, siapa yang mendalilkan sesuatu maka ia wajib membuktikannya. Dalam pembahasan artikel kali ini, penulis berusaha menjelaskan kepada para pembaca agar tahu tentang pengertian pembuktian dan alat-alat bukti dalam hal ini adalah alat bukti tertulis (surat) yang dibuktikan dalam Hukum Acara Perdata. Maka dari itu, pihak yang berperkara haruslah memberikan bukti yang kuat sesuai dengan masalah yang ada apakah perkara yang dialami. Berkaitan dengan materi pembuktian maka dalam proses gugat menggugat, beban pembuktian dapat ditujukan kepada penggugat, tergugat, maupun pihak ketiga yang melakukan intervensi.

Dalam Pasal 164 HIR/Pasal 284 RBg/Pasal 1866 BW alat-alat bukti dalam perkara perdata, yaitu : Tulisan; Saksi-saksi; Persangkaan; Pengakuan; dan Sumpah.

BAB II

PEMBAHASAN ALAT BUKTI SURAT

A. Pengertian Surat/Akta Sebagai Salah Satu Alat Bukti

Untuk mendukung proses pembuktian suatu perkara didalam persidangan diperlukan suatu alat bukti maka dari itu harus diketahui apa itu alat bukti. Pengertian Alat Bukti yang dalam Bahasa Belanda disebut Bewijsmiddle adalah bermacam- macam bentuk dan jenis, yang dapat memberi keterangan dan penjelasan tentang masalah yang diperkarakan di pengadilan. Alat bukti diajukan para pihak untuk membenarkan dalil gugatan atau dalil bantahan, dimana

(6)

berdasarkan kateterangan dan penjelasan yang diberikan alat bukti itulah hakim akan melakukan penilaian, pihak mana yang paling sempurna dan meyakinkan pembuktian atas dalilnya.4

Para pihak yang berperkara di Pengadilan hanya dapat membuktikan kebenaran dalil gugatan atau dalil bantahan maupun fakta- fakta yang mereka kemukakan dengan jenis atau bentuk alat bukti tertentu, hukum pembuktian di Indonesia berpegang kepada jenis alat bukti tertentu saja, diluar itu tidak dibenarkan diajukan alat bukti lain alat bukti yang di luar yang di tentukan dalam Undang – undang.5

Dalam perkara perdata, bukti tulisan adalah alat bukti yang paling utama karena dalam lalu lintas keperdataan seringkali ada pihak yang sengaja menyediakan suatu bukti yang dimungkinkan timbul permasalahan dalam hal ini perselisihan/persengketaan yang patut dan lazimnya disediakan bukti berupa tulisan.

Alat bukti surat/tulisan ini dianggap sebagai alat bukti paling sempurna dalam konsep hukum acara perdata, dimana maksud kedudukannya lebih kuat jika dibandingkan dengan alat bukti lainnya. Meskipun sempurna bukan berarti sifat alat bukti surat/tulis tersebut mutlak, sebuah surat atau tulisan sebagai alat bukti bisa saja bukan alat bukti kuat apabila ada pihak yang dapat membuktikan ketidaksempurnaannya atau dengan kata lain menunjukan kecacatannya.

Akta adalah suatu tulisan yang memang sengaja dibuat untuk dijadikan alat bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani oleh pembuatnya6, sehingga unsur-unsur yang penting dalam sebuah akta ialah kesengajaan untuk menciptakan suatu bukti tertulis dan penandatanganan tulisan itu. Jadi untuk dapat dibuktikan menjadi akta sebuah surat haruslah ditandatangani7. Pengaturan mengenai akta diatur dalam KUHPerdata Pasal 1867 sampai dengan Pasal 1880 dan dalam RIB serta RDS.8

4 Asri Diamitri Lestari, Kekuatan Alat Bukti Akta Otentik Yang Dibuat Oleh Notaris Dalam Pembuktian Perkara Perdata Di Pengadilan Negeri Sleman, Jurnal Hukum 09629, hlm.9.

5 Ibid.

6 Eddy O.S Hiariej, Teori dan Hukum Pembuktian, (Jakarta: Erlangga,2012), hal. 82

7 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 2006), hal. 149

(7)

Salah satu syarat pokok surat atau tulisan sebagai alat bukti, harus tercamtum di dalamnya tanda tangan (handtekening, signature). Tanpa tanda tangan, suatu surat tidak sah sebagai alat bukti tulisan. Tanda tangan tersebut harus memenuhi syarat, pertama menuliskan nama penanda tangan dengan atau tanpa menambah nama kecil, kedua tanda tangan dengan cara menuliskan nama kecil, ketiga ditulis tangan oleh penanda tangan, tidak dibenarkan dengan stempel dengan huruf cetak, keempat dibenarkan mencamtumkan kopi tanda tangan si penanda tangan, kelimatanda tangan dengan mempergunakan karbon.

Tanda tangan tidak hanya tertulis, namun juga dapat berupa cap jempol yang dipersamakan dengan tanda tangan, sesuai yang ditegaskan oleh Pasal 1874 ayat (2) KUH Perdata, St. 1919-776 dan 286 ayat (2) RBG. Namun untuk keabsahannya harus pertama dilegalisir pejabat yang berwenang (waarmerking), kedua dilegalisasi diberi tanggal, ketiga pernyataan dari yang melegalisir, bahwa orang yang membubuhkan cap jempol dikenal atau diperkenalkan kepadanya, keempat isi akta telah dijelaskan kepada yang bersangkutan, kelima pembubuhan cap jempol dilakukan dihadapan pejabat tersebut.

B. Macam Macam Alat Bukti Surat

Bukti tulisan atau bukti dengan surat sengaja dibuat untuk kepentingan pembuktian di kemudian hari bilamana terjadi sengketa. Secara garis besar,bukti tulisan atau bukti dengan surat terdiri dari dua macam, yaitu akta dan tulisan atau surat lain.

Akta ada 2 macam yaitu, yaitu akta otentik dan akta di bawah tangan. Pertama, akta otentik atau akta resmi yang berdasarkan pasal 1868 KUHPerdata adalah suatu akta yang dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum yang menurut undang-undang ditugaskan untuk membuat surat-surat akta tersebut di tempat di mana akta itu dibuat. Pejabat umum yang dimaksud adalah notaris, hakim, pegawai pencatatan sipil (ambtenaar burgerlijke stand)9, presiden,

(8)

menteri, gubernur, bupati, camat, pegawai pencatat nikah, panitera pengadilan, jurusita, dan sebagainya.

Prof. Subekti berpendapat bahwa Akta Otentik adalah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pegawai umum yang berwenang untuk membuatnyadi tempat dimana akta itu dibuat10.

Berdasarkan undang-undang, suatu akta otentik atau akta resmi mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna (volledig bewijs). Artinya jika suatu pihak mengajukan suatu akta otentik, hakim harus menerimanya dan menganggap apa yang dituliskan di dalam akrta itu sungguh sungguh telah terjadi sehingga hakim tidak boleh memerintahkan penambahan pembuktian pembuktian lagi.11

Berdasarkan KUHPerdata, RIB, RDS, akta otentik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu akta otentik yang dibuat oleh pejabat (ambtenaar acte atau relaas acte) dan akte yang dibuat oleh para pihak (partij acte). Akta yang dibuat pejabat merupakan akta yang dibuat oleh pejabat yang memang diberi wewenang untuk itu yang mana pejabat tersebut menerangkan apa yang dilihat, didengar, serta apa yang dilakukan oleh pejabat tersebut. Dengan demikian, isi akta itu semacam pemberitahuan ataupun proses verbal tentang terjadinya suatu perbuatan. Singkatnya inisiatif pembuatan akta itu datang dari pejabat itu sendiri atau merupakan kewajiban pekerjaannya, bukan dari pihak yang namanya tercantum dalam akta tersebut. Misalnya Berita Acara Lelang oleh Pejabat Lelang, Berita Acara Rapat oleh notaris, dan sebagainya.

Partij acte atau akta para pihak adalah akta yang dibuat di hadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu, bisa dilakukan oleh para pihak sendiri di hadapan pejabat yang berwenanag berdasarkan permintaan para pihak. Dengan ini akta dibuat oleh para pihak dan inisiatifnya datang dari para pihak itu sendiri. Dengan demikian, akta itu mengandung keterangan-keterangan dari dua pihak yang menghadap di hadapan pejabat umum (misalnya notaris) sehingga pejabat umum ini sebenarnya hanya membantu menetapkan atau memformulasikan saja

10 Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta: Pradnya Paramita,2010), Hlm 26 11 R. Subekti, Pokok Pokok Hukum Perdata,Cetakan ke

(9)

apa yang diterangkan oleh para pihak yang menghadap tersebut.12 Misalnya akta jual beli, sewa menyewa dan sebagainya.

Kedua, adalah akta di bawah tangan, yaitu tiap akta yang tidak dibuat oleh atau dengan perantaraan seorang pejabat umum, yang mana akta itu dibuat dan ditandatangani sendiri oleh kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian itu. Jika pihak yang menandatangani suatu perjanjian atau akta itu mangakui atau tidak menyangkal tanda tangannya, yang berarti ia mengakui atau tidak menyangkal kebenaran hal yang tertulis dalam surat perjanjian atau akta itu, akta di bawah tangan tersebut memperoleh suatu kekuatan pembuktian yang sama dengan suatu akta otentik atau akta resmi.

Sebaliknya, jika tanda tangan itu disangkal, pihak yang mengajukan surat perjanjian tersebut diwajibkan untuk membuktikan kebenaran penandatanganan atas isi akta tersebut. Ini merupakan suatu hal yang sebaliknya dari hal yang berlaku terhadap suatu akta resmi.13 Singkatnya, yang dibebani beban pembuktian tersebut adalah orang yang akan mempergunakan akta di bawah tangan tersebut.

Karena pembuktian dengan suatu akta memang merupakan cara pembuktian yang paling utama, dapatlah dimengerti mengapa pembuktian dengan alat bukti tulisan ini oleh undang-undang disebut sebagai cara pembuktian yang nomor satu. Begitu pula dapat dimengerti mengapa undang undang untuk beberapa perbuatan atau perjanjian yang dianggap sangat penting mengharuskan adanya pembuatan akta.14

Misalnya Pasal 1851 KUHPerdata yang pada intinya mengharuskan bahwa suatu perdamaian hanyalah sah jika dibuat secara tertulis. Artinya, untuk suatau akta perdamaian, paling tidak harus dibuktikan dengan akta di bawah tangan. Contoh lain adalah pasal 1682 KUHPerdata yang menyatakan sahnya suatu hibah hanya dapat dilakukan dengan akta otentik yang dibuat oleh notaris. Artinya, pembuktian terhadap adanya hibah berpegang pada ada atau tidaknya akta otentik notaris.

Selain akta, bukti tulisan berupa surat biasa juga meliputi semua tulisan dengan surat-surat, register, surat-surat urusan rumah tangga, dan lain-lain. Tulisan tulisan atau surat surat tersebut pada dasarnya merupakan suatu bukti 12 R.Subekti ,Op,Cit hlm 178

13 Op,Cit, hlm 179

(10)

terhadap siapa yang membuatnya, Kekuatan pembuktian surat surat atau tulisan tersebut adalah sebagai alat bukti yang bebas. Artinya, hakim tidak harus mempercayai surat surat atau tulisan tulisan tersebut, kecuali diperkuat oleh alat bukti lainnya. Dengan demikian, agar surat-surat atau tulisan tulisan selain akta mempunyai kekuatan sebagai bukti atau untuk dapat dipercayai dan diterima oleh hakim sebagai bukti, dibutuhkan cooraborating evidence.

C. Pihak Yang Berwenang Membuat

1. Dalam akta otentik

Dalam pasal 165 H.I.R. atau pasal 285 R.B.G. memuat definisi apa yang dimaksud dengan Akta Otentik, yang berbunyi sebagai berikut :

“Akta otentik yaitu surat yang dibuat oleh atau di hadapan pegawai umum yang berkuasa akan membuatnya”.

Di atas tertera bahwa ada akta otentik yang dibuat oleh dan ada yang dibuat di hadapan pegawai pejabat umum yang berwenang membuatnya. Akta otentik yang dibuat “oleh” misalnya adalah surat panggilan Juru Sita, Surat Putusan Hakim, sedangkan Akta Perkawinan dibuat di hadapan Pegawai Pencatat Nikah dan surat perjanjian dibuat di hadapan Notaris. Pegawai umum yang dimaksud yaitu Notaris, Hakim, Juru Sita, Pegawai Pencatat Sipil (ambtenaar burgelijke stand), presiden, menteri, gubernur, bupati, camat,pegawai pencatatan nikah, panitra pengadilan, dan sebagainya.

2. Dalam akta dibawah tangan

Akta yang tidak dibuat oleh atau dengan perantaraan seorang pejabat umum. Akta ini dibuat dan ditandatangani oleh para pihak yang membuatnya. Apabila suatu akta di bawah tangan tidak disangkal oleh Para Pihak, maka berarti mereka mengakui dan tidak menyangkal kebenaran apa yang tertulis pada akta di bawah tangan tersebut, sehingga sesuai pasal 1857 KUH Perdata akta di bawah tangan tersebut memperoleh kekuatan pembuktian yang sama dengan suatu Akta Otentik.

3. Surat biasa

(11)

alat bukti. Jika di kemudian hari surat itu dijadikan bukti, hal itu adalah karena kebetulan belaka.

D. Status Hukum Alat Bukti Surat

Dalam perkara perdata soal pembuktian diketahui suatu yang amat penting seperti seorang hakim yang mesti memikirkan pertanyaan dasar yang diutarakan oleh Penggugat didapat bukti atau tidak didapat bukti. Cara hakim untuk mencari bukti dapat kita tilik dari ketentuan Pasal 162 sampai 177 H.I.R.15

Dalam pengadilan untuk mengadakan pembuktian sengketa yakni apa yang dikatakan oleh Tergugat bahwa ia tidak sependapat dengan Penggugat misalnya A mengajukan gugatan pada pengadilan, menuntut agar supaya B mengembalikan otopet milik A yang berada di tangan B. Dalam tuntutan itu tidak perlu misalnya A sebagai pemilik harus juga menyatakan dalam tuntutannya, bahwa otopet itu didapat olehnya dari pembelian yang sah dengan melampirkan kuitansi tanda pembayarannya, ia cukup mengemukakan bahwa ia sebagai pemilik sebuah otopet yang ia jelaskan tanda-tandanya, dan otopet itu berada di tangan B yang tidak mau menyerahkan kepada A, apabila kemudian B tidak mengakui dan mengucapkan sepatah kata bahwa otopet itu bukan milik A sebaliknya merupakan milik B sendiri, pembeliannya 6 bulan yang lalu dari toko X, maka B harus membuktikan apa yang ia katakan itu.16

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

(12)

Berdasarkan pembahasan mengenai alat bukti surat ini, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Alat bukti surat menurut Eddy O.S Hiariej adalah suatu tulisan yang singaja dibuat untuk membuktikan suatu peristiwa telah terjadi, sehingga unsur-unsur yang penting dalam sebuah akta ialah kesengajaan untuk menciptakan suatu bukti tertulis dan penandatanganan tulisan itu. Serta pengaturan mengenai alat bukti surat dapat dilihat dalam KUHPerdata Pasal 1867 sampai dengan Pasal 1880 dan dalam RIB serta RDS.

2. Macam alat bukti surat ada tiga yakni :

a. Akta otentik atau akta resmi yang berdasarkan pasal 1868 KUHPerdata adalah suatu akta yang dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum yang menurut undang-undang ditugaskan untuk membuat surat-surat akta tersebut di tempat di mana akta itu dibuat.

b. Akta di bawah tangan, yaitu tiap akta yang tidak dibuat oleh atau dengan perantaraan seorang pejabat umum, yang mana akta itu dibuat dan ditandatangani sendiri oleh kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian itu.

c. Surat biasa, yaitu surat non-akta yang dibuat bukan untuk alat bukti.

3. Pihak yang membuat akta otentik dan akta dibawah tangan itu berbeda. Akta Otentik yang membuat adalah pejabat yang berwenang sebagai perantara para pihak. Sedangkan Akta di Bawah Tangan yang membuat dan menandatangai adalah para pihak tanpa melalui perantara pejabat.

(13)

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka disarankan :

1. Dalam akta otentik pihak yang melakukan suatu perbuatan hukum yang dituangkan kedalam akta otentik untuk lebih teliti dan berhati-hati terhadap isi dan pokok dari akta otentik itu sendiri, karena disini akta otentik dibuat oleh perantara yaitu pejabat yang berwenang.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Herziene Inlands Reglement (H.I.R)

Hiariej, Eddy O.S. 2012. Teori dan Hukum Pembuktian, Jakarta: Erlangga

Lestari, Asri D. 2014. Jurnal Hukum 09629 Kekuatan Alat Bukti Akta Otentik Yang Dibuat Oleh Notaris Dalam Pembuktian Perkara Perdata Di Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta : Universitas Atma Jaya

Mertokusumo, Sudikno. 2006. Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty

Muljono, Wahju. 2012. Toeri dan Praktik Peradilan Perdata Di Indonesia , Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

Subekti. 2003. Pokok-pokok Hukum Perdata cet.31, Jakarta: PT Intermasa

Referensi

Dokumen terkait

Empat ratus dan lima ratus tahun yang lalu, Machiavelli pernah berkata, “Tidak ada yang lebih sukar untuk dilakukan, lebih membahayakan untuk dilakukan atau lebih tidak pasti

Hasil pengamatan morfologi buah matang, menunjukan bahwa buahklon Panter, Irian, Hibrida, ICS 60, Sulawesi 1 (S1) dan M01 memiliki fenotip yang

:ari pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam yang dilakukan terhadap enaah tersebut sangat mendukung bah$a kematiannya disebabkan oleh tenggelam" Hni diperkuat lagi

berkaitan dengan puisi. 3) Siswa dan guru berdiskusi tentang teknik mind mapping tersebut. 4) Siswa dan guru membuat mind mapping dari kata “laut”. 5) Siswa dan guru membuat puisi

Dari Tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa varietas ubi jalar yang mengandung β-karoten paling besar adalah umbi ubi jalar yang berwarna oranye kemudian umbi ubi jalar

Berdasarkan hasil simpulan penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa penggunaan media pewarna bahan alam dapat meningkatkan kemampuan mengenal warna sekunder pada

Menurut Badria, (2007) laju pertumbuhan daun Enhalus acoroides pada substrat berlumpur lebih baik dari pada substrat berpasir maupun substrat berpasir bercampur pecahan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dalam dua siklus dan telah diketahui hasil serta pembahasannya, maka peneliti dapat menarik kesimpulan