• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EVALUASI IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS. docx"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Salah satu aspek yang berfungsi dan berperan dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas adalah pendidikan. Dengan kata lain, pendidikan memiliki peran strategis untuk menciptakan SDM yang berkualitas. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas SDM, pemerintah bersama swasta berupaya membangun pendidikan ke arah yang lebih berkualitas, antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi pada kenyataanya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kualitas (mutu) pendidikan ( Aminatul Zahron, Total Quality Manajemen, hal 18).

(2)

paradigma manajemen dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah, memperbaiki dan menyempurnakan kurikulum, memperbaiki sistem pembelajaran, menaikkan anggaran pendidikan, meningkatkan kesejahteraan pendidik, membangun fasilitas pendidikan, menetapkan standar nasional pendidik, menggunakan sistem penjamin mutu, memperketat akreditasi dan masik banyak lagi.

Adapun dalam konteks pendidikan, mutu pendidikan itu mencakup input, proses, dan output pendidikan yang baik (http://www.mutu-kemendikbud.com). Pengelolaan mutu pendidikan menuju arah yang baik, tentunya tidak terlepas dari konsistensi lembaga pendidikan terhadap Standar Nasional Pendidikan.

Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah kriteria minimum tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 1 Permen RI, No. 19 tahun 2005: hal. 12). Standar Nasional pendidikan berfungsi sebagai sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Standar nasional pendidikan berkaitan dengan penyelenggaraan 8 standar.

(3)

Delapan (8) SNP menjadi patokan pengelolaan input, proses, output, dan outcome pendidikan. Standar ini sekali lagi merupakan ketentuan minimum yang wajib ditingkatkan pada setiap lembaga pendidikan. Namun pelaksanaan dan penyebaran 8 SNP ini banyak mengalami kendala, terutama manajemen atau pengelolaan yang belum ‘’matang’’, sehingga banyak terjadi ketimpangan. Demikian halnya juga di SMAN 4 Kupang. Pada kegiatan pra-penelitian, peneliti ‘’melihat’’ ada faktor, baik input, proses, output yang belum dikelola sesuai SNP.

Tabel 1.1 Keterkaitan Faktor Input, Proses, Output, dan Outcome Dengan Penyelenggaraan 8 SNP

No Faktor Keterkaitan dengan 8 SNP

1 Input  Standar isi

 Standar pendidik dan tenaga kependidikan

 Standar sarana dan prasarana

2 Proses  Standar proses

 Standar pengelolaan  Standar pembiayaan

3 Output  Standar kompetensi lulusan

 Standar penilaian pendidikan

4 Outcome

-Input adalah segala sesuatu yang harus tersedia (perangkat lunak maupun keras) dan dibutuhkan untuk berlangsungnya sebuah proses. Input dapat berupa kurikulum pendidikan, peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana.

(4)

Outcome adalah (1) efek jangka panjang dari proses pendidikan misalnya penerimaan di pendidikan lebih lanjut, prestasi dan pelatihan berikutnya, kesempatan kerja, penghasilan serta prestise lebih lanjut (Lauren Kaluge,2000) Sukses di pekerjaan, penghasilan seumur hidup, warga negara yang baik atau (2) respon partisipan terhadap pelayanan yang diberikan dalam suatu program (Margaret C, Martha Taylor dan Michael Hendricks,2002); atau (3) dampak, manfaat, harapan perubahan dari sebuah kegiatan atau pelayanan suatu program (NEA, 2000).

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Salah satunya adalah dengan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang dalam praktiknya lebih dikenal sebagai Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). Secara umum, MPMBS diartikan sebagai model manajemen yang memberi otonomi yang lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional (Nurkolis, 2003: hal. 9).

(5)

Indonesia, pendekatan MBS di samping diposisikan sebagai alternatif, juga sebagai kritik atas penyelenggaraan pendidikan yang selama ini tersentralisasi.

Dari beberapa hasil studi MBS Bank Dunia di beberapa negara (dalam Nurkolis, 2003: hal. 251-256) diperoleh kesimpulan antara lain: (1) hasil studi di India, Papua Nugini, dan Chicago menunjukkan bahwa MBS dengan partisipasi masyarakatnya meningkatkan kehadiran siswa, dan (2) studi di Nikaragua menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan motivasi guru karena keterlibatannya dalam pengambilan keputusan di MBS. Selain itu, kehadiran guru dan siswa secara reguler meningkatkan perubahan positif terhadap pengalaman belajar para siswa.

Menurut Fullan dan Watson dalam Nurkolis (2003: hal. 256), terdapat bukti nyata bahwa keterlibatan orang tua dan masyarakat berpengaruh terhadap pembelajaran siswa, namun pada sekolah-sekolah yang belum maju pengaruhnya masih terbatas.

Pencapaian mutu pendidikan di SMAN 4 Kupang belum mencapai hasil maksimal. Beberapa sisi menjalankan menagemen dengan baik, tetapi sebagian juga belum mencapai SNP yang merupakan acuan dari setiap lembaga pendidikan dalam pengelolaan pendidikannya. Ini menjadi kajian masalah yang menjadi landasan peneliti melakukan penelitian. Kesesuain pengelolaan faktor input, proses, output, outcome yang belum sepenuhnya menjalankan 8 SNP, dan pengelolaan MBS di lmbaga pendidikan tersebut.

(6)

jenjang SLTP dijadikan ‘’test’’ masuk. Nilai UN SLTP diyakini sebagai satu-satunya alat pengukur kemampuan siswa. Penyebaran siswa di SMAN 4 Kupang, tidak merata, dan melanggar SNP tentang jumlah siswa tiap rombongan belajar. Contohnya, pada tahun 2013 jumlah siswa masuk adalah 420 orang. Jumlah ini terlampau banyak, mengingat ada 11 penyebaran rombongan belajar, dan tiap rombongan belajar mengisi ± 38 peserta didik. Jumlah ini tidak sesuai dengan ketentuan SNP, yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), bahwa jumlah maksimal peserta didik pada satu rombongan belajar adalah 32, dan jumlah minimalnya adalah 20.

Pada input tentang pendidik, penyebaran pendidik di SMAN 4 Kupang diisi oleh tenaga pendidik PNS dan tenaga honorer. Perekrutan tenaga PNS melalui kebijakan SK tenaga diberikan pemerintah, dan dinamakan sebagai guru tetap. Sedangkan untuk honorer wajib melampirkan surat lamaran, dan berbagai ketentuan atau kesepakatan kerja antara yang bersangkutan dengan lembaga yang menerimanya. PP no. 74 yang mengatur tentang guru menjelaskan bahwa Guru wajib memiliki Kualifikasi Akademik, kompetensi, Sertifikat Pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

(7)

diaplikasikan dalam lingkungan pendidikan dan masyarakat. Misalnya tentang item jujur pada kompetensi kepribadian, sering dilanggar terutama pada kehadiran (presensi) di sekolah. Setiap guru menerima tunjangan sepenuhnya, tetapi tidak disertakan kinerja yang baik (jujur). Selanjutnya item berkomunikasi secara tertulis pada kompetensi sosial, banyak guru yang tidak gemar menulis (surat kabar atau penelitian). Item menguasai IT, ada sebagaian guru ‘’senior’’ yang tidak mampu mengoperasikan IT dengan baik.

Input tentang sarana dan prasarana juga tidak luput dari permasalahan (keterbatasan) yang dialami lembaga tersebut. Walaupun lembaganya ber-tipe sekolah negeri, tetapi masih banyak keterbatasannya. PP no 19 tahun 2005 menjelaskan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan, ruang pendidik, ruang TU, perpustakaan, laboratorium, bengkel, produksi, kantin, tempat olahraga, tempat ibadah, tempat bermain, dan rekreasi.

(8)

Input tentang kurikulum juga masih mengalami berbagai kendala. Dalam masa transisi KTSP ke K.13, SMAN 4 Kupang terpilih menjadi salah satu sekolah contoh penyelenggaraan K.13. Banyak ‘’warga’’ sekolah yang belum sepenuhnya memahami penerapan kurikululm ini. Mulai dari pendidik yang harus berhadapan dengan perubahan keputusan hampir tiap triwulanya, siswa yang terasa ‘’panik’’ dengan penumpukan tugas, menyesuaikan sikap yang ‘’sempurna’’ berhadapan dengan budaya Nusa Tenggara Timur, dan masih banyak lainya.

Pada faktor proses, berpatokan pada Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satua pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan.

(9)

pendidik belum sesuai dengan kesepakatan waktu pengumpulanya. Pendidik dan peserta didik tidak disiplin menyangkut alokasi waktu pembelajaran.

Pada faktor output (kelulusan) tetap mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan, yakni kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hasil atau target output yang diharapkan oleh lembaga pendidikan SMAN 4 Kupang sesuai dengan SNP. Tetapi dalam kenyataanya para peserta didik lebih mengutamakan nilai akhir, mencapai rata-rata nilai hasil UN, menghindari batas minimum nilai UN tanpa jauh berpikir tentang kemampuan sikap dan ketrampilanya. Sedikit saja peserta didik yang menekuni kegiatan ekstrakurikuler yang dipersiapkan sekolah untuk menambah kualifikasi kemampuanya.

Standar Nasional Pendidikan yang mengatur outcome belum ada. Tetapi standar pengelolaan pendidikan menjelaskan bahwa diharapkan lembaga pendidikan menyertakan masyarakat sebagai bagian inti dari lembaga tersebut, terutama untuk proses evaluasi dan monitoring. Keterlibatan masyarakat secara nyata belum ada di SMAN 4 Kupang, hanya sebatas pada perwakilan unsur Komite.

Manajemen Berbasis Sekolah merupakan salah satu cara ‘’ampuh’’ untuk dapat menjawab persoalan di atas. Dengan adanya pengelolaan secara otonomi, maka diyakini sekolah secara mandiri menjawab persoalan pribadinya. Peneliti akan meneliti MBS di SMAN 4 Kupang, apakah sudah dikelola dengan baik.

Berangkat dari uraian dan permasalahan pada latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS FAKTOR INPUT, PROSES, OUTPUT, DAN OUTCOME DALAM PENERAPAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) DI SMAN 4 KUPANG”.

(10)

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat diteliti adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana keberadaan faktor input dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di SMAN 4 Kupang?

2. Bagaimana keberadaan faktor proses dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di SMAN 4 Kupang?

3. Bagaimana keberadaan faktor output dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di SMAN 4 Kupang?

4. Bagaimana keberadaan faktor outcome dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di SMAN 4 Kupang?

5. Bagaimana karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SMAN 4 Kupang?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui keberadaan faktor input dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di SMAN 4 Kupang.

2. Mengetahui keberadaan faktor proses dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di SMAN 4 Kupang.

3. Mengetahui keberadaan faktor output dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di SMAN 4 Kupang.

(11)

5. Mengetahui keberadaan faktor outcome dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di SMAN 4 Kupang.

6. Mengetahui karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SMAN 4 Kupang.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian ini dapat dilihat dari dua aspek, yaitu teoretis dan praktis, sebagaimana dirinci sebagai berikut ini.

1. Secara teoretis, penelitian ini dapat memperkaya teori-teori manajemen pendidikan dalam kaitannya dengan pentingnya keberadaan faktor input, proses, output, dan outcome dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah. Melalui penelitian yang dilakukan ini dapat diungkapkan keragaman model implementasi manajemen berbasis sekolah sesuai dengan kultur sosial dan kebutuhan sekolah yang dapat memperkaya keragaman pengimplementasian manajemen berbasis sekolah. Dengan mengkaji pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, dapat dipahami secara utuh wujud pelaksanaan manajemen berbasis sekolah di SMAN 4 Kupang.

(12)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1. Telaah Pustaka

2.1.1. Pengertian Input Pendidikan

(13)

berlangsunnya proses. Untuk ketercapaian pendidikan bermutu, fungsional, produktif, efektif, dan akuntabel, maka diperlukan beberapa hal yang terkait dengan input antara lain: peserta didik, ketenagaan, fasilitas, biaya, kurikulum, perencanaan dan evaluasi, hubungan sekolah masyarakat dan iklim sekolah yang memadai (Mulyasa, 2013).

Input sumber daya meliputi sumber daya manusia (kepala sekolah, guru, karyawan, siswa) dan sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan, dsb.). Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dsb. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut (http://www.inputpendidikan.com) .

2.1.1.1. Input Sumber Daya Manusia

1. Kepala Sekolah

(14)

Sebagai orang yang mendapat tugas tambahan berarti tugas pokok kepala sekolah tersebut adalah guru, yaitu sebagai tenaga pengajar dan pendidik. Itu berarti dalam suatu sekolah seorang kepala sekolah harus mempunyai tugas sebagai seorang guru yang melaksanakan atau memberikan pelajaran atau mengajar bidang studi tertentu atau memberikan bimbingan. Berati kepala sekolah menduduki dua fungsi yaitu sebagai tenaga kependidikan dan tenaga pendidik.

2. Guru

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 52 ayat (1) kewajiban guru mencakup kegiatan pokok, yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan tugas pokok. Dalam penjelasan Pasal 52 ayat (1) huruf (e), yang dimaksud dengan “tugas tambahan”, misalnya menjadi pembina pramuka, pembimbing kegiatan karya ilmiah remaja, dan guru piket.

(15)

kepada orang lain, sehingga orang tersebut mempunyai peningkatan dalam kualitas sumber daya manusianya.

3. Karyawan/ Tata Usaha Sekolah

Tata usaha sekolah adalah bagian dari unit pelaksana teknis penyelenggaraan sistem administrasi dan informasi pendidikan di sekolah. Informasi yang tata usaha sekolah kelola penting sebagai basis pelayanan dan bahan pengambilan keputusan sekolah. Semakin lengkap dan akurat data terhimpun maka pemberian pelayanan makin mudah dan pengambilan keputusan makin tepat.

Menurut The Lian Gie (2000), tenaga tata usaha memiliki tiga peranan pokok sebagai berikut.

1) Melayani pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan operatif untuk mencapai tujuan dari suatu organisasi,

2) Menyediakan keterangan-keterangan bagi pucuk pimpinan organisasi itu untuk membuat keputusan atau melakukan tindakan yang tepat.

3) Membantu kelancaran perkembangan organisasi sebagai suatu keseluruhan.

(16)

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, murid berarti orang (anak yang sedang berguru belajar, bersekolah). Sedangkan menurut Prof. Dr. Shafique Ali Khan, murid (pelajar) adalah orang yang datang ke suatu lembaga untuk memperoleh atau mempelajari beberapa tipe pendidikan. Seorang pelajar adalah orang yang mempelajari ilmu pengetahuan berapa pun usianya, dari mana pun, siapa pun, dalam bentuk apa pun, dengan biaya apa pun untuk meningkatkan intelek dan moralnya dalam rangka mengembangkan dan membersihkan jiwanya dan mengikuti jalan kebaikan.

Murid atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses mengajar. Di dalam proses belajar-mengajar, murid sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. Murid akan menjadi faktor penentu, sehingga dapat mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya. Komponen–komponen pendidikan yang lain sangat bergantung kepada kondisi siswa.

5. Sarana Prasarana

Menurut E. Mulyasa (2003) sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar, mengajar, seperti bangunan, ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan media pengajaran. Beberapa hal yang perlu dikembangkan dalam menunjang proses belajar mengajar adalah 1) perpustakaan, 2) sarana penunjang kegiatan kurikulum, dan 3) prasarana dan sarana kegiatan ekstrakurikuler.

(17)

ruang kantin, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Kepala sekolah bertanggung jawab atas pengadaan sarana dan prasarana pendidikan yang diperlukan, mengingat sarana dan prasarana itu sendiri mempunyai peranan yang sangat penting bagi terlaksananya proses pembelajaran di sekolah serta menunjang tercapainya tujuan pendidikan.

2.1.1.2. Input Perangkat Lunak

1.

Struktur Organisasi Sekolah

Organisasi sekolah adalah sistem yang bergerak dan berperan dalam merumuskan tujuan pendewasaan manusia sebagai makhluk sosial agar mampu berinteraksi dengan lingkungan. Struktur organisasi sekolah terdiri atas kepala sekolah, komite sekolah, wakil kepala sekolah, koordinator BK, guru, dan siswa. Masing-masing memiliki tugas, wewenang dan peran. Organisasi sekolah itu penting karena melalui struktur organisasi yang ada tersebut orang akan mengetahui apa tugas dan wewenang kepala sekolah, apa tugas guru, apa tugas karyawan sekolah (yang biasa dikenal sebagai pengawai tata usaha).

2. Peraturan Perundang-undangan .

Undang-undang dan peraturan pemerintah sangat berperan demi terwujudnya

sebuah tata kelola suatu negara. Di Indonesia banyak sekali UU dan PP yang telah disepakati bersama oleh pemerintah sesuai dengan bidangnya masing-masing. Misalnya bidang Pendidikan, mulai dari UU tentang Sistem Pendidikan Nasional, tentang guru, tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, serta pernak-pernik peraturan tentang pendidikan lainnya.

(18)

Menurut, Prof. Dr. Yusuf Enoch Perencanaan pendidikan adalah suatu proses yang mempersiapkan seperangkat alternatif keputusan bagi kegiatan masa depan yang diarahkan kepada pencapaian tujuan dengan usaha yang optimal dan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada di bidang ekonomi, sosial budaya serta menyeluruh suatu negara.

Perencanaan pendidikan adalah suatu usaha melihat ke masa depan dalam hal menemukan kebijakan, prioritas dan biaya pendidikan dengan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik untuk pengembangan potensi sistem pendidikan nasional.

Perencanaan pendidikan merupakan suatu proses intelektual yang berkesinambungan dalam menganalisis, merumuskan, dan menimbang serta memutuskan dengan keputusan yang diambil harus mempunyai konsistensi internal yang berhubungan secara sistematis dengan keputusan-keputusan lain, baik dalam bidang itu sendiri maupun dalam bidang lain.

2.1.1.3. Input Harapan-harapan 1. Visi pendidikan

Bagi suatu organisasi visi memiliki peranan penting dalam menentukan arah kebijakan dan karakteristik organisasi tersebut. Menurut Akdon (2006: hal. 96), terdapaat beberapa kriteri dalam merumuskan visi, antara lain berikut ini.

(19)

2) Visi dapat memberikan arahan, mendorong anggota organisasi untuk menunjukkan kinerja yang baik.

3) Visi dapat menimbulkan inspirasi dan siap menghadapi tantangan 4) Visi menjembatani masa kini dan masa yang akan datang.

5) Visi merupakan gambaran yang realistik dan kredibel dengan masa depan yang menarik.

2. Misi Pendidikan

Misi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang harus dicapai organisasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan di masa datang. Ada beberapa kriteria dalam pembuatan misi pada lembaga pendidikan, antara lain berikut ini.

1) Penjelasan tentang produk atau pelayanan yang ditawarkan yang sangat diperlukan oleh masyarakat.

2) Harus jelas memiliki sasaran publik yang akan dilayani.

3) Kualitas produk dan pelayanan yang ditawarkan memiliki daya saing yang meyakinkan masyarakat.

4) Penjelasan aspirasi bisinis yang diinginkan pada masa mendatang juga bermanfaat dan keuntungannya bagi masyarakat dengan produk dan pelayanan yang tersedia.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan misi sekolah antara lain berikut ini.

(20)

2) Rumusan misi sekolah selalu dalam bentuk kalimat yang menunjukkan “tindakan” dan bukan kalimat yang menunjukkan “keadaan” sebagaimana pada rumusan visi.

3) Satu indikator visi dapat dirumuskan lebih dari satu rumusan misi. Antara indikator visi dengan rumusan misi harus ada keterkaitan atau terdapat benang merahnya secara jelas.

4) Misi sekolah menggambarkan tentang produk atau pelayanan yang akan diberikan pada masyarakat (siswa).

5) Kualitas produk atau layanan yang ditawarkan harus memiliki daya saing yang tinggi, namun disesuaikan dengan kondisi sekolah

3. Tujuan

Beberapa ahli memberikan pandanganya masing-masing tentang tujuan pendidikan, antara lain berikut ini.

1) Socrates (469-399 SM), tujuan pendidikan ialah mengembangkan daya pikir seseorang untuk mengerti pokok-pokok kesusilaan.

2) Plato (427-345 SM), tujuan pendidikan adalah menjadikan individu bahagia dan berguna bagi Negara.

2.1.2.

Pengertian Proses Pendidikan

(21)

kurikulum/ materi pendidikan, alat dan bahan pendidikan serta lingkungan pendidikan. Proses tersebut akan semakin ideal pelaksanaanya apabila proses tersebut selalu memperhatikan beberapa unsur antara lain; kognitif, afektif dan psikomotorik. Tanpa ketiganya proses pendidikan mustahil akan berjalan dengan sempurna.

Proses pembelajaran (PBM) merupakan ujung tombak dari proses pendidikan, yang mana suatu kegiatan dilakukan oleh guru, berkaitan dengan materi ajar, berlangsung dan dikemas secara interaktif, menyenangkan, menantang, memotivasi serta merangsang peserta didik untuk berpikir, aktif, dan kreatif.

Suatu proses agar keberhasilanya sesuai harapan, maka harus diawali dengan perencanaan (planning). Perencanaan yang baik akan mendorong terselenggaranya proses yang ideal sehingga setiap pelaksanaan proses harus mengetahui unsur-unsur perencanaan, misalnya bagi seorang guru yang akan melaksanakan proses pembelajaran, guru tersebut harus menguasai unsur- unsur perencanaan proses pembelajaran yang baik, seperti:

a) Kebutuhan peserta didik b) Kompetensi dasar c) Tujuan

d) Strategi dll.

(22)

Ada beberapa pendekatan dalam melaksanakan proses pendidikan (http://www.prosespendidikan.com./kemendikbud):

1) Pendekatan Sistem Nilai Religi (Teori dan Filsafat).

Pendekatan untuk teori pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai agama digunakan sebagai bagian dari sumber acuan (reference) dalam menentukan tujuan metode dan strategi. Cara kerja pendekatan ini adalah dengan menggunakan pendekatan keyakinan (belief), akal (thought) serta logika (logic). Tahap pertama dalam pendekatan ini adalah harus terciptanya keyakinan terlebih dahulu, kemudian keyakinan itu dipelajari, dipahami, diyakini dan diamalkan. 2) Pendekatan filosofi

Pendekatan filosofi adalah suatu pendekatan untuk memecahkan permasalahan dalam pendidikan dengan menggunakan metode filsafat. Karena metode filsafat awalnya dari sebuah pemikiran atau renungan manusia, hal ini berakibat pada memungkinkannya ketidakmutlakan kebenaran.

3) Pendekatan Sains

Pendekatan sains adalah pengkajian pendidikan untuk menentukan dan memecahkan permasalahan dengan menggunakan disiplin ilmu tertentu. Metode ilmiah digunakan sebagai dasar kajian untuk mendapatkan hasil penelitian berdasarkan data dengan kaidah-kaidah tertentu (dikaji secara sistematis).

(23)

diberi ilmu secara kognitif (teori) saja. Menghadapi abad ke-21, UNESCO melalui “The International Commission on Education for the Twenty first Century" yang dipimpin oleh Jacques Delors merekomendasikan pendidikan berdasarkan empat pilar proses pembelajaran yaitu :

1) Learning to know ( menguasai pengetahuan) 2) Learning to do (menguasai keterampilan) 3) Learning to be (mengembangkan diri)

4) Learning to live together (hidup bermasyarakat)

Learning to do bisa berjalan jika lembaga pendidikan memfasilitasi peserta didik untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimilikinya, serta bakat dan minatnya. Walaupun bakat dan minat anak banyak dipengaruhi unsur keturunan, namun tumbuh berkembangnya tergantung pada lingkungannya. Dewasa ini keterampilan bisa digunakan untuk menopang kehidupan seseorang, bahkan keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan dalam mendukung keberhasilan kehidupan seseorang.

Learning to be Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses belajar menjadi diri sendiri. Learning to live together Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat.

(24)

Dalam penjelasan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa standar kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik yang harus dipenuhinya atau dicapainya dari suatu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kompetensi lulusan SMA menurut PERMEN Mendikbud No. 53 tahun 2013, adalah sebagai berikut:

1) Sikap; kualifikasi kemampuanya adalah memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

2) Pengetahuan; kualifikasi kemampuanya adalah memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi,

seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan,

dan peradaban terkait penyebab serta dampak fenomena dan kejadian.

3) Keterampilan; kualifikasi kemempuanya adalah memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai

pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri.

Output sekolah pada umumnya merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah

(25)

sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektifitasnya, produktivitasnya,

efisiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerja, dan moral kerjanya. Oleh

karena demikian dapat disimpulkan bahwa output sekolah yang diharapkan adalah

prestasi sekolah yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen di

sekolah.

Output dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output berupa prestasi

akademik (academic achivement) dan ouput berupa prestasi non-akademik (

non-academic achivement). Output prestasi akademi misanya, NEM, lomba karya

ilmiah remaja, lomba mata pelajaran, cara-cara berfikir (kritis, kreatif/divergen,

nalar, rasional, induktif, dedukatif, dan ilmiah). Output non-akademik, misalnya

keingintahuan yang tinggi, harga diri, kejujuran, kerjasama yang baik, rasa kasih

sayang yang tinggi terhadap sesama, solidaritas yang tinggi, toleransi,

kedipsiplinan, kerajinan, prestasi olah raga, kesenian, dan kepramukaan.

2.1.4. Outcome Pendidikan

Outcome pendidikan merupakan keuntungan atau manfaat (benefit) yang

dirasakan baik oleh siswa, yang menjadi keluaran (output) pendidikan, maupun

bagi stakeholders pendidikan secara luas. Pada fase berikutnya, outcome

pendidikan ini akan menghasilkan dampak (effect) bagi masyarakat. Dengan kata

lain, pendidikan yang bermutu akan menghasilkan outcome yang baik dan

tentunya akan memiliki dampak yang baik pula.

(26)

memberikan masukan-masukan yang tidak saja berupa material dan kesejahteraan guru, tetapi, yang paling penting, memikirkan dan mendorong bagaimana supaya sekolah bisa mencapai tujuan yang ditetapkan agar hasil lulusan memiliki outcome yang memadai. Oleh karenanya, dewan sekolah/ komite sekolah juga perlu ikut merumuskan, memberi masukan dan mengevaluasi visi, misi, strategi sekolah agar apa yang dihasilkan oleh sekolah relevan dengan apa yang dibutuhkan masyarakat.

Manajemen pendidikan harus mampu mengarahkan berbagai kebijakan dalam proses pendidikan, antara lain; proses pembelajaran sebagai alat pendorong untuk terwujudnya peningkatan mutu pendidikan, kualitas layanan pendidikan pada pengguna, pemberdayaan lembaga pendidikan yang pada akhirnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Atas dasar pemikiran di atas maka dewan sekolah/ komite sekolah sebagai lembaga independen dapat menilai kompetensi dan profesionalisme guru, yang pada akhirnya mampu memberdayakan peserta didik sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya. Outcome pendidikan mampu memperkuat sistem nilai yang bermanfaat bagi masyarakat, sebagaimana para ulama berkata bahwa sebaik-baiknya manusia yaitu dapat memberikan manfaat bagi orang lain (http://www.outcome-pendidikan.com ).

2.1.5. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) 2.1.5.1. Pengertian MBS

(27)

bertumpu pada redistribusi kewenangan pembuatan keputusan sebagai sarana penting yang dengannya pendidikan dapat didorong dan ditopang (Malen, dalam Duhou, 2002: hal. 16).

Menurut Mulyasa (2002:11), MBS merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah.

Dalam konsep Mulyasa tersebut, terkandung informasi bahwa MBS penekanannya pada pemberian otonomi atau kewenangan yang luas kepada sekolah dalam mengelola pendidikan. Pendapat Mulyasa tersebut, sejalan dengan konsep MBS yang dikemukakan dalam buku Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (2002: hal.3). Dalam buku tersebut, dijelaskan bahwa Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) sebagai bagian dari Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yaitu model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar pada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipasif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan nasional.

(28)

misalnya, sekolah diberikan otonomi atas kurikulum yang dikembangkan. Di sini suatu kurikulum berbasis sekolah berarti bahwa masing-masing sekolah memutuskan bahan-bahan ajar apa akan digunakan, dan juga model pelaksanaan spesifik.

Dengan demikian, MBS merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, yang ditandai dengan otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi tanpa mengabaikan kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah dapat leluasa mengelola sumber daya sesuai dengan prioritas kebutuhan agar sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Dalam hal ini, masyarakat juga dituntut untuk lebih memahami pendidikan, membantu, serta mengontrol pengelolaan pendidikan. Sedangkan, kebijakan nasional yang menjadi prioritas pemerintah harus pula dilakukan oleh sekolah. Dengan demikian, dalam MBS, sekolah dituntut memilki accountability, baik di hadapan masyarakat maupun pemerintah.

Berdasarkan konsep-konsep MBS sebagaimana dikemukakan di atas, dapat dikemukakan bahwa kebijakan manajemen berbasis sekolah merupakan pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab yang meningkat ke sekolah yang dapat memudahkan dan mendorong peningkatan efektivitas dan efisiensi pendidikan publik. Hal ini berarti bahwa tugas manajemen sekolah ditentukan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan sekolah itu sendiri.

(29)

sinkronisasi tujuan pendidikan secara nasional, dalam penerapan MBS ini, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan. Mulyasa (2002:27) mengungkapkan bahwa BPPN dan Bank Dunia telah mengkaji beberapa faktor yang perlu diperhatikan berkaitan dengan MBS, sebagai berikut.

1. Kewajiban Sekolah

Manajemen berbasis sekolah yang menawarkan keleluasaan pengelolan sekolah memiliki potensi yang besar dalam menciptakan kepala sekolah, guru, dan pengelola sistem pendidikan profesional. Oleh kerena itu, pelaksanaannya perlu disertai seperangkat kewajiban, monitoring dan tuntutan pertanggung-jawaban (akuntabel) yang relatif tinggi, untuk menjamin bahwa sekolah selain memiliki otonomi juga mempunyai kewajiban melaksanakan kebijakan pemerintah dan memenuhi harapan masyarakat sekolah.

2. Kebijakan dan Prioritas Pemerintah

Pemerintah sebagai penanggung jawab pendidikan nasional berhak merumuskan kebijakan-kebijakan yang menjadi prioritas nasional terutama yang berkaitan dengan program peningkatan melek huruf dan angka (literacy and numeracy), efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Sekolah tidak diperbolehkan untuk berjalan sendiri dengan mengabaikan kebijakan dan standar yang ditetapkan oleh pemerintah.

3. Peranan Orangtua dan Masyarakat

(30)

dan memberdayakan otoritas daerah setempat, serta mengefisiensikan sistem dan menghilangkan birokrasi yang tumpang tindih. Untuk kepentingan tersebut diperlukan partisipsai masyarakat dan hal ini merupakan salah satu aspek yang penting. Melalui dewan sekolah (school council), orang tua dan masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembuatan berbagai keputusan. 4. Peranan Profesionalisme dan Manajerial

Manajemen berbasis sekolah menuntut perubahan-perubahan tingkah laku kepala sekolah, guru dan tenaga administrasi dalam mengoperasikan sekolah. Pelaksanaan manajemen berbasis sekolah berpotensi meningkatkan gesekan peranan yang bersifat profesional dan manajerial. Untuk memenuhi persyaratan manajemen berbasis sekolah, kepala sekolah, guru dan tenaga administrasi harus memiliki pengetahuan yang dalam tentang peserta didik dan prinsip-prinsip pendidikan untuk menjamin bahwa segala keputusan penting yang dibuat sekolah didasarkan atas pertimbangan pendidikan. 5. Pengembangan Profesi

Agar sekolah dapat mengambil manfaat yang ditawarkan manajemen berbasis sekolah, perlu dikembangkan adanya pusat pengembangan profesi, yang berfungsi sebagai penyedia jasa pelatihan bagi tenaga kependidikan untuk manajemen berbasis sekolah.

2.1.5.2. Tahap-tahap Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah.

(31)

1. Melakukan Sosialisasi

Sekolah merupakan sistem yang terdiri dari unsur-unsur. Semua unsur sekolah harus memahami konsep manajemen berbasis sekolah. Langkah pertama yang harus dilakukan oleh sekolah adalah mensosialisasikan konsep tersebut kepada setiap unsur sekolah mulai guru, siswa, wakil kepala sekolah, guru BK, karyawan, orangtua siswa, pengawas, pejabat dinas pendidikan kabupaten atau propinsi dan sebagainya. Bentuk sosialisasi melalui berbagai mekanisme, misalnya seminar, diskusi dan sebagainya.

2. Mengidentifikasi Tantangan Nyata Sekolah.

Sekolah melakukan analisis output sekolah yang hasilnya berupa identifikasi tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah.

3. Merumuskan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Sekolah.

Sekolah yang melaksanakan manajemen berbasis sekolah harus memiliki rencana pengembangan sekolah yang pada ummnya berupa perumusan visi, misi, tujuan, dan strategi pelaksanaannya.

4. Mengidentifikasi Fungsi-fungsi yang Diperlukan untuk Mencapai Sasaran. Fungsi-fungsi ini antara lain fungsi proses belajar mengajar beserta fungsi-fungsi pendukungnya yaitu fungsi-fungsi pengembangan kurikulum, fungsi-fungsi ketenagaan, fungsi keuangan, fungsi layanan kesiswaan, fungsi pengembangan fasilitas, fungsi perencanan dan evaluasi, dan fungsi hubungan sekolah dan masyarakat.

(32)

Artinya tingkat kesiapan harus memadai, minimal memenuhi ukuran kesiapan yang diperlukan untuk memenuhi ukuran kesiapan yang dinyatakan sebagai kekuatan (strength), peluang (opportunity), kelemahan (weakness) dan ancaman (threat).

6. Alternatif Langkah Pemecahan Persoalan.

Memilih langkah pemecahan persoalan, yakni tindakan yang diperlukan untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap.

7. Menyusun Rencana dan Program Peningkatan Mutu.

Sekolah bersama-sama dengan semua unsurnya membuat perencanaan beserta program untuk merealisasikan rencana tersebut.

8. Melaksanakan Rencana Peningkatan Mutu.

Sekolah bersama warga sekolah hendaknya mengambil langkah proaktif untuk mewujudkan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.

9. Melakukan Evaluasi Pelaksanaan.

Sekolah perlu mengadakan evaluasi pelaksanaan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program.

10. Merumuskan Sasaran Mutu.

Hasil evaluasi berguna untuk dijadikan sebagai alat bagi perbaikan kinerja program yang akan datang. Hasil evaluasi juga merupakan masukan bagi sekolah dan orang tua peserta didik berguna untuk merumuskan sasaran mutu baru untuk tahun yang akan datang.

(33)

berkesinambungan. Keberhasilan melalui tahap-tahap ini akan membantu pencapaian keberhasilan program.

2.1.5.3. Fungsi-fungsi yang Didesentralisasikan ke Sekolah dalam Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah.

Dalam buku Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (2002: 22) diungkapkan bahwa fungsi-fungsi yang dapat digarap oleh sekolah dalam pelaksanan manajemen berbasis sekolah meliputi:

1. Pengelolaan Proses Belajar Mengajar

Sekolah diberi kewenangan untuk memilih strategi, metode dan teknik-teknik pembelajaran dan pengajaran yang efektif, sesuai dengan karakteristik siswa, guru dan kondisi nyata sumber daya di sekolah.

2. Perencanaan dan Evaluasi

Sekolah diberi wewenang melakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhannya dan juga evaluasi internal tentang evaluasi program yang telah dilaksanakan.

3. Pengelolaan Kurikulum

Sekolah dapat mengembangkan kurikulum dalam bentuk memperdalam, memperkaya dan memodifikasi, tetapi tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional.

(34)

Pengelolaan ketenagaan ini mulai dari perencanaan, rekruitmen hubungan kerja sampai evaluasi kerja kecuali yang menyangkut pengupahan dan rekruitmen guru pegawai negeri.

5. Pengelolaan Fasilitas

Sekolah yang paling mengetahui kebutuhan fasilitas, baik kecukupan, dan kesesuaian sehingga pengelolaan sekolah dilakukan oleh sekolah sendiri. 6. Pengelolaan Keuangan

Pengelolaan keuangan dilakukan oleh sekolah, hal ini didasari kenyataan bahwa sekolah harus diberi kebebasan pengalokasian uang.

7. Pelayanan Siswa

Pelayanan itu mulai dari penerimaan siswa baru, pembinaan, penempatan untuk melanjutkan sekolah sampai pengurusan alumni.

8. Hubungan Sekolah dan Masyarakat

Bentuknya merupakan peningkatan keterlibatan, kepedulian dan dukungan dari masyarakat terutama dukungan moral dan finansial.

9. Pengelolaan Iklim Sekolah

Lingkungan sekolah yang kondusif akan memberikan kenyamanan belajar siswa dan sekolah yang mengetahui kondisi tersebut..

2.2. Penelitian Terdahulu

(35)

meningkatkan kehadiran siswa, dan (2) studi di Nikaragua menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan motivasi guru karena keterlibatannya dalam pengambilan keputusan di MBS. Selain itu, kehadiran guru dan siswa secara reguler meningkatkan perubahan positif terhadap pengalaman belajar para siswa.

Menurut Fullan dan Watson seperti dikutip Nurkolis (2003:256), terdapat bukti yang nyata bahwa keterlibatan orang tua dan masyarakat berpengaruh terhadap pembelajaran siswa, namun pada sekolah-sekolah yang belum maju pengaruhnya masih terbatas.

Penelitian yang dilakukan oleh Subakir dan Sapari (dalam Nurkolis, 2003:248-249) mengenai pelaksanaan MBS di Jawa Timur. Temuan penelitian ini ialah secara umum pelaksanaan uji coba MBS di Jawa Timur berhasil dan sesuai dengan petunjuk yang telah ditetapkan.

(36)

dengan baik, (4) sekolah memiliki kemandiran yang ditunjukkan dengan melakukan pengembangan struktur organisasi, mengembangkan uraian tugas personil, pengembangan kurikulum dan melaksanakan inovasi pembelajaran dengan memanfaatkan ICT dalam pembelajaran, (5) berkaitan dengan ketercapaian sasaran sekolah telah berhasil meningkatkan prestasi baik di bidang akademik maupun non akademik, (6) masih banyak kendala yang dialami antara lain, sulit melakukan perubahan, kultur kerja keras belum sepenuhnya terbangun, kualitas sumber daya manusia masih perlu ditingkatkan dan sebagian kurang peduli terhadap perubahan. Berdasarkan hasil penelitian ini dan implikasinya maka disarankan kepada sekolah agar melakukan sosialisasi visi, misi, dan program lebih intensif, peningkatan peran warga sekolah, peningkatan kerjasama internal dan eksternal.

(37)

sekolah baik melalui diklat/kursus, atau pendidikan khusus, 9) agar pelaksanaan MPMBS lebih optimal diperlukan diklat MPMBS, 10) agar pelaksanaan pembelajaran lebih optimal perlu pengembangan model-model pembelajaran, 11) untuk menimbulkan inovasi perlu adanya in house training untuk memberikan kemampuan pada team work sekolah yang handal.

Hasil penelitian Nurdin Hidayat (2010) tentang peran komite sekolah dalam implementasi manajemen pendidikan di SMK Negeri 4 Yogyakarta dan SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta menyatakan bahwa: (1) Pelaksanaan peran komite sekolah SMK Negeri 4 Yogyakarta (a) sangat efektif pada perannya pada badan pertimbangan, (b) efektif pada perannya sebagai badan pendukung, (c) cukup efektif perannya sebagai badan pengontrol, (d) sangat efektif perannya sebagai badan penghubung, (2) Pelaksanaan peran komite sekolah SMK Muhammdiyah 3 Yogyakarta (a) sangat efektif pada perannya sebagai badan pertimbangan, (b) cukup efektif perannya sebagai badan pendukung, (c) cukup efektif perannya sebagai badan pengontrol, (d) sangat efektif perannya sebagai badan penghubung.

2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian

(38)

kesempatan untuk mandiri terutama dalam pengelolaan input, proses, output, dan outcome-nya.

Kerangka pikir penelitian ini berdasarkan pendapat Gary Desseler Molan (1997: hal. 2) dapat digambarkan sebagai berikut.

(39)

3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Apabila ditinjau dari segi tujuannya, maka penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif. Bertujuan untuk menganalisis faktor input, proses, output, dan outcome dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di SMAN 4 Kupang. Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research), yaitu peneliti langsung terjun ke lokasi penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di SMAN 4 Kupang. Lokasi ini penulis pilih sebagai obyek penelitian, karena penulis merasa tertarik dengan penerapan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) pada lembaga tersebut. Pertimbangan lain yakni untuk mempermudah proses pengumpulan data serta diharapkan peneliti mampu menyelesaikan waktu penelitian sesuai jadwal yang telah ditetapkan. 3.3. Informan

Menurut Bungin (2010: hal. 52) menjelaskan bahwa dalam penelitian kualitatif, prosedur sampling yang terpenting adalah menemukan informan kunci (key informant) atau situasi tertentu yang sarat informasi sesuai dengan fokus penelitian. Informan berjumlah 17 orang, terdiri dari:

1) 1 orang Kepala Sekolah

(40)

3) 5 orang guru (dipilih secara acak) 4) 1 orang kepala Tata Usaha

5) 6 orang siswa (dipilih secara acak) 3.4. Jenis dan Sumber Data

3.4.1. Jenis Data Menurut Sifat

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang diperoleh saat pelaksanaan pemelitian di lapangan. Yang diperoleh dari informan melalui kuisioner dan angket yang dijabarkan sesuai dengan permasalahan yang diteliti dalam bentuk deskripsi dan penjelasan-penjelasan.

3.4.2. Jenis Data Menurut Sumber

Sumber data dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, wakil kepala sekolah, tenaga pendidik dan kependidikan, siswa, dan masyarakat. Data-data penelitian juga didapatkan dari (1) Data Primer, yakni data yang berhubungan dengan variabel penelitian dan respoden, (2) Data Sekunder, yakni data pendukung dari buku arsip dan laporan kegiatan MBS, (3) Data Kepustakaan, yakni sumber dari kepustakaan untuk membantu penulis dalam menuangkan konsep dalam penelitian ini.

(41)

Teknik (cara atau metode) menunjuk suatu kata yang abstrak dan tidak diwujudkan dalam benda, tetapi hanya dapat dilihat dari penggunaanya melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Penelitian dapat menggunakan salah satu atau gabungan, tergantung dari masalah yang dihadapi (Riduwan, 2011: hal. 25).

3.5.2. Alat Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang valid dan relevan, peneliti menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan data. Hal ini dimaksudkan agar beberapa metode ini saling melengkapi. Metode tersebut antara lain sebagai berikut. 1. Observasi

Menurut Hadari Nawawi (1991:100) observasi bisa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Dalam metode ini peneliti menggunakan teknik observasi non-partisipan. Peneliti mengamati dan mempelajari kegiatan dalam rangka memahami, mencari bukti, dan jawaban terhadap aktivitas pelaksanaan MBS di SMAN 4 Kupang. Data-data dikumpulkan, terutama mengenai gambaran sekolah secara umum.

2. Wawancara

(42)

wawancara disiapkan untuk menanyakan hal-hal yang menjadi garis besarnya saja.

3. Dokumentasi

Dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film lain dari rekaman yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan dari seorang penyelidik (Moleong, 2002:136).

Dokumentasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah buku profil sekolah, rencana strategis sekolah, dokumentasi tata usaha, dokumentasi tenaga guru dan pegawai, dokumentasi terhadap keadaan sarana dan prasarana, dan semua dokumentasi yang terkait dengan pelaksanaan MBS di SMAN 4 Kupang.

3.6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis komparatif, bersifat kualitatif dengan deskriptif analitik non-statistik. Penelitian komparatif adalah penelitian yang bersifat membandingkan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang di teliti berdasarkan kerangka pemikiran tertentu. Pada penelitian ini variabelnya masih mandiri tetapi untuk sampel yang lebih dari satu atau dalam waktu yang berbeda.

(43)

Data-data yang dianalisis merupakan data hasil kajian keterkaitan antara faktor input, proses, output, dan outcome terhadap penerapan MBS yang dikaji sesuai standar, peraturan, kebijakan, dan fakta yang terjadi di tingkat SMAN 4 Kupang. Selanjutnya dapat dirinci sebagai berikut:

1. Teknik analisis data untuk faktor input; yakni peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, kurikulum, dan sarana prasarana dibandingkan dengan standar Nasional Pendidikan tentang Standar isi, Standar pendidik dan tenaga kependidikan, Standar sarana dan prasarana.

2. Teknik analisis data untuk faktor proses; yakni proses pembelajaran, proses pengelolaan, proses pembiayaan, proses penilaian yang dibandingkan dengan standar Nasional Pendidikan tentang Standar proses, standar pengelolaan, Standar pembiayaan, dan standar penilaian.

3. Teknik analisis data untuk faktor output; yakni kualifikasi kemampuan lulusan (sikap, pengetahuan, keterampilan), kinerja sekolah (prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/ perilaku sekolah), dibandingkan dengan Standar kompetensi lulusan pada SNP. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektifitasnya, produktivitasnya.

4. Teknik analaisis data untuk faktor outcome melalui pengamatan dan penelitian sejauh mana keterlibatan masyarakat pada proses pendidikan di SMAN 4 Kupang.

(44)

meliputi pengelolaan pola administrasi yang cepat dan tepat, pengelolaan kualitas KBM.

Setelah dianalisis, maka selanjutnya data dikumpulkan, melalui beberapa tahapan pengumpulan data, yakni mulai dari proses pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan verifikasi atau penarikan kesimpulan. 1. Data Collection (pengumpulan data)

Data dikumpulkan dengan berbagai teknik pengumpulan data (triangulasi), yakni penggabungan dari berbagai macam teknik pengumpulan data, baik wawancara, observasi, maupun dokumentasi. 2. Data Reduction (reduksi data)

Data yang diperoleh dari lapangan, secara kualitatif jumlahnya cukup banyak. Data-data tersebut dirangkum, dipilih hal-hal pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting, dan dicari tema serta polanya.data yang telah direduksi memudahkan peneliti untuk pengumpulan data selanjutnya, dan data yang tidak terpakai dibuang, agar peneliti lebih fokus pada data yang sudah direduksi. Reduksi data juga bermaksud untuk menyederhanakan keberagaman (baca: banyak) jawaban informan, dan menyususnnya secara sistematis.

3. Data Display (penyajian data)

(45)

4. Verifying (kesimpulan)

Kesimpulan data penelitian dapat menghasilkan temuan baru yang mungkin belum ada sebelumnya. Membuat kesimpulan wajib melihat kembali analisis data, reduksi data, maupun display data sehingga kesimpulannya tidak menyimpang.

Gambar 3.1

Model analisis Miles dan Huberman

BAB 1V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

d.1. Gambaran Umum SMAN 4 Kupang Data collection

Conclusions Data reduction

(46)

d.1.1. Sejarah Singkat SMAN 4 Kupang

Berdasarkan studi dokumentasi pada bagian kurikulum sekolah, peneliti menemukan sejarah singkat SMAN 4 Kupang, dan peristiwa historis yang terjadi 24 tahun yang lalu di lembaga tersebut, serta gambaran mengenai keadaan SMAN 4 kupang sekarang ini.

d.1.1.1. Rencana Pendirian SMA Negeri 4 Kupang di Oesapa

(47)

tengah-tengah dilihat dari daerah lainnya di Kecamatan Kupang Tengah saat itu seperti yang telah disebutkan di atas.

d.1.1.2. Perist

iwa-peristiwa Historis

Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) Tahun Pelajaran 1991/1992 di SMA Negeri 4 Kupang harus berjalan. Untuk itu semua hal yang berkaitan dengan KBM perlu dipersiapkan.

1. Peserta Didik (Siswa)

Pelaksanaan Penerimaan Siswa Baru (PSB) dilaksanakan oleh Panitia PSB di Kandepdikbud Kabupaten Kupang yang tertdiri dari Pegawai Tata Usaha, karena SMA Negeri 4 Kupang belum memiliki Pegawai TU. Pelaksanaan PSB pada awal Juni 1991. Siswa yang terdaftar 427 orang. Setelah diseleksi sesuai persyaratan, diterima sebanyak 144 orang. Siswa 144 orang ini merupakan siswa perdana yang harus mengikuti KBM di SMA Negeri 4 Kupang. Kegiatan Belajar Mengajar pada Tahun Pelajaran 1991/1992 dimulai pada tanggal 22 Juli 1991.

2. Guru dan Pegawai

Ada tujuh orang yang ditunjuk pertama oleh Kakanwil Depdikbud Provinsi NTT dengan Surat Perintah Bertugas. Enam guru yang ditugaskan mengajar di SMA Negeri 4 Kupang karena sekolah tempat bekerja dialih fungsi, yaitu dua orang guru dari SPG Negeri Kupang, empat orang guru dari SGO Negeri Kupang, sedangkan seorang guru dari SMA Negeri 1 Kupang, karena tempat tinggalnya berdekatan dengan SMA Negeri 4 Kupang.

(48)

Gedung SMA Negeri 4 Kupang yang dibangun empat buah, terdiri atas satu Ruang Kantor, dan tiga Ruang Belajar. Ruang Kantor terdiri atas Ruang Kepala Sekolah, Ruang Tata Usaha, Ruang Guru, Ruang Wakil Kepala Sekolah, dilengkapi dengan fasilitas meja dan kursi. Sedangkan Ruang Belajar sebanyak tiga buah dilengkapi dengan fasilitas kursi dan meja guru, kursi dan meja siswa. Untuk kursi dan meja setiap ruang belajar berjumlah 40 buah. Bangunan sekolah di dalamnya dilengkapi pula dengan sebuah gudang, kamar kecil (WC) yang terdiri atas WC kepala sekolah satu buah, WC guru perempuan satu buah dan WC guru laki-laki satu buah, WC siswa perempuan satu buah dan WC siswa laki-laki satu buah.

d.1.2. Badan Organisiasi SMAN 4 Kupang A. Kepala Sekolah

1. Dra. Debora Martosudarmo - Ludji Pau (1991 – 1998) 2. Drs. Klemens Meba (1998 – 2003)

3. Yunus Ufi, S.Pd (2003 – 2008)

4. Dra. Rachel Billik Tallo ( 2008 – 2012)

5. Drs. Agustinus Bire Logo, M.Si (2012 – sekarang) B. Ketua BP 3 / Komite Sekolah

1. Daniel Huru, SH 2. Drs. Ruben Hia

3. Umbu L. Pekuwali, SH. M.Hum. 4. Drs. Petrus Ly , M.Si

C. Kepala Tata Usaha / Koordinator Administrasi

(49)

2. Wilson F Ballo (KTU) 3. Marthen F Robe (KA) 4. Heo Lado (KA)

5. Melati Susana Djo (Kaur TU)

d.1.3. Keadaan SMAN 4 Kupang Sekarang.

Saat ini Jumlah Siswa 1057 orang, Guru 81 orang, Pegawai 15 orang. Gedung/ Ruang Belajar 27 ruangan, Kantor 1 ruangan, Ruang Guru 1 ruangan, Laboratorium 4 ruangan, Multimedia 1 ruangan, dan Aula 1 ruangan serta ditambah gudang-gudang, termasuk sudah ada jaringan internet (Jardiknas). Dan pada tahun 2011 SMA Negeri 4 Kupang meraih penghargaan ” Sekolah Adiwiyata Tingkat Provinsi NTT”.

Pada tahun 2012 SMA Negeri 4 Kupang dalam penilaian Akreditasi oleh Badan Akreditasi Sekolah (BAS) mendapat penilaian ”A”. Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4 Kupang sebagai salah sekolah menengah tingkat atas yang ada di Kota Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur.

(50)

Berbagai upaya dilakukan di antaranya SMA Negeri 4 Kupang tahun ini memasuki tahun ketiga Rintisan Sekolah Standar Nasional (RSSN). Di samping itu SMA Negeri 4 Kupang pada tahun ini juga mengikuti seleksi menuju Sekolah Adiwiyata Nasional, beberapa persiapan lain termasuk akan merintis sekolah SMA Berstandar ISO pertama di Kota Kupang dan di Propinsi Nusa Tenggara Timur.

d.1.4. Visi dan Misi Lembaga SMAN 4 Kupang

A. Visi Sekolah : Berprestasi, Berkarakter, Berwawasan Imtaq dan Iptek, dan Berwawasan Lingkungan.

B. Misi Sekolah :

1. Menciptakan lulusan yang bermoral, berbudi luhur yang dapat berkompetisi dalam SNMPTN dan dunia kerja.

2. Menyelenggarakan bimbingan dan latihan serta program belajar tambahan untuk meningkatkan prestasi belajar.

3. Menciptakan SDM yang berdisiplin, berkualitas, berdaya saing dan berwawasan lingkungan di era globalisasi.

4. Meningkatkan kegiatan peduli sesama dan lingkungan sebagai wujud kebersamaan dan keserasian.

5. Menumbuhkembangkan penghayatan terhadap ajaran agama dan budaya bangsa.

6. Meningkatkan pembinaan pengembangan kegiatan ekstrakurikuler sebagai wahana penyaluran bakat dan minat siswa.

7. Meningkatkan mutu mencapai sekolah kategori mandiri dan berwawasan lingkungan.

d.2. Keberadaan Faktor Input, Proses, Output, dan Outcome Di SMAN 4 Kupang.

(51)

Input adalah segala sesuatu yang harus ada dan mesti dipersiapkan dengan baik untuk berlangsungnya sebuah proses. Input pendidikan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan, dan dipersiapkan untuk berlangsungnya sebuah proses pendidikan. Dalam hal ini yang termasuk dalam input pendidikan yakni kepala sekolah, guru , karyawan/ Tata Usaha sekolah, peserta dididik/siswa, dan sarana prasarana. Juga ada input tentang visi, misi, tujuan sekolah, dan juga peraturan perundang-undangan.

Pengadaan input di SMAN 4 Kupang dilakukan berdasarkan SNP dan hasil analisis kebutuhan, baik untuk peserta didik/sisiwa, untuk pendidik/guru, tenaga kependidikan/TU, dan juga sarana prasarana. Pengadaan input juga berpedoman pada JUKNIS yang telah ditetapkan dinas pendidikan.

d.2.1.1. Kepala Sekolah

Kepala sekolah adalah ujung tombak penentu ‘’arah’’ keberhasilan seluruh proses pendidikan di sebuah lembaga pendidikan. Dengan kata lain, berhasil atau tidaknya pengelolaan sebuah lembaga pendidikan ditentukan oleh kemampuan kepala sekolah menjalankan tugas dan fungsinya. Berikut digambarkan tugas pokok dan fungsi kepala sekolah, dapat dijelaskan sebagai berikut (data dokumentasi bid. Kurikulum SMAN 4 Kupang):

1. Kepala sekolah selaku pimpinan, mempunyai tugas :

1) Menyusun perencanaan; merencanakan sesuatu tentang kebutuhan utama sekolah, baik tentang kebutuhan input, merencanakan PBM.

(52)

3) Mengarahkan kegiatan; berfungsi mengarahkan kegiatan dengan benar, agar tepat sasaran dan berdaya guna.

4) Melakukan evaluasi setiap kegiatan; wajib melakukan monev (monitoring dan evaluasi) terhadap setiap kegiatan yang telah dilakukan, agar bisa diidentifikasi keberhasilan atau kegagalannya.

5) Menentukan kebijakan; berfungsi mengadakan rapat dan memberikan keputusan terhadap kebijakan yang telah disepakati.

6) Mengatur proses belajar mengajar; berfungsi untuk memantau agar PBM berlangsung dengan aman, dan bersama kurikulum menentukan jenis kurikulum yang akan digunakan sekolah

7) Mengatur administrasi :

a) Kantor

b) Siswa

c) Pegawai

d) Perlengkapan

e) Keuangan

8) Mengatur organisasi siswa intra sekolah ( OSIS ); berfungsi memberi kesempatan dan mengawasi OSISI di sekolah dalam tiap kegiatannya.

9) Mengatur hubungan sekolah dengan masyarakat.

(53)

1) Perencanaan

2) Pengorganisasian

3) Pengarahan

4) Pengkoordinasian

5) Pengawasan

6) Kurikulum

7) Kesiswaan

8) Perkantoran

9) Kepegawaian

10) Perlengkapan

11) Keuangan

12) Perpustakaan

3. Kepala Sekolah sebagai supervisor, mempunyai tugas supervisi terhadap :

1) Kegiatan belajar mengajar

2) Kegiatan bimbingan dan penyuluhan

3) Kegiatan ko-kurikuler dan ekstra kurikuler

4) Kegiatan ketatausahaan

(54)

Kepala sekolah adalah seorang guru yang diberikan tugas tambahan sebagai pemimpin yang mengatur seluruh kegiatan, kebijakan, terutama dalam pengambilan keputusan di lembaga pendidikan (sekolah). Tugas yang lebih mendalam dari kepala sekolah adalah tugas manajerial, sesuai dengan tugas dalam keputusan pengangkatan kepala sekolah. Hal ini dijelaskan oleh Agustinus B, Logo (51), kepala sekolah SMAN 4 Kupang. Dalam wawancara bersama peneliti, mengatakan bahwa:

‘’...Dalam pelaksanaan tugas sebagai kepala sekolah, lebih dititik-beratkan pada tugas manajerial, yakni sebagai pengelola dalam mengambil kebijakan dan menentukan keputusan di semua lini. Kami diangkat berdasarkan SK dari dinas, dan ditugaskan berdasarkan SK penempatan yang ada. Tentunya berdasarkan persiapan terutama mengikuti pelatihan dan seleksi menghadapi tugas yang ada’’ (wawancara tgl. 10 Nopember 2015).

Dalam menunjang MBS di sekolah, keberadaan kepala sekolah menjadi sentral berhasil atau tidaknya pelaksanaan MBS ini. Sebagai seorang pimpinan, ia yang ‘’mengemudi’’ dan mengarahkan seluruh isi ‘’kapal pendidikan’’ yang ada, mencapai tujuan yang dicita-citakan bersama. Dalam wawancara lanjutan, kepala SMAN 4 mengatakan bahwa:

‘’...pelaksanaan MBS merupakan tanggung jawab bersama seluruh warga sekolah. Namun tugas yang paling berat diembankan kepada kepala sekolah untuk menyukseskan program ini. Secara implementasi sudah mulai dijalankan di SMAN 4 Kupang. Contohnya melibatkan koordinator mata pelajaran untuk menyusun RAPBS dan mengadakan pertemuan minimal seminggu sekali dengan para guru untuk membahas semua hal yang terjadi, dan akan terjadi di sekolah ini’’ (wawancara tgl. 10 Nopember 2015).

d.2.1.2. Pendidik/ Guru

(55)

pokok dan fungsi dari pendidik di sebuah lembaga pendidikan dapat digambarkan sebagai berikut (data dokumentasi bid. Kurikulum SMAN 4 Kupang):

1. Membuat program pengajaran :

1) Analisa materi pelajaran (AMP)

2) Program Tahunan (Prota)

3) Program Satuan Pelajaran (SP)

4) Program Rencana Pengajaran (RP)

5) Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

2. Melaksanakan kegiatan pembelajaran

3. Meningkatkan Penguasaan materi pelajaran yang menjadi tanggungjawabnya.

4. Memilih metode yang tepat untuk menyampaikan materi

5. Melaksanakan KBM

6. Menganalisa hasil evaluasi KBM

7. Mengadakan pemeriksaan, pemeliharaan, dan pengawasan

ketertiban, keamanan, kebersihan, keindahan, dan kekeluargaan

8. Melaksanakan kegiatan penilaian (semester/tahun)

(56)

10. Membuat dan menyusun lembar kerja (Job Sheet)

11. Membuat catatan tentang kemajuan hasil belajar masing-masing siswa.

12. Mengikuti perkembangan kurikulum.

13. Mengumpulkan dan menghitung angka kredit untuk kenaikan

pangkatnya.

Dalam penjabaran 8 SNP tentang standar tenaga pendidik dan kependidikan menetapkan:

1) Pendidik pada SMA/MA atau bentuk lain yang sederajat memiliki a) kualifikasi akademik pendidikan minimum D-IV atau S1, b) latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan matapelajaran yang diajarkan; dan c) sertifikat profesi guru untuk SMA/MA.

2) Tenaga kependidikan pada SMA/MA sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah, tenaga admin, tenaga perpustakaan, dan tenaga kebersihan.

Proses perekrutan dan pengembangan tenaga pendidik di SMAN 4 Kupang dilakukan beberapa tahap. Mulai dari analisis kebutuhan yang dilakukan sekolah-tentunya sesuai dengan JUKNIS yang didalamnya sudah ada SNPnya- sampai pada persetujuan yang ditetapkan oleh dinas PPO Kota Kupang. Dalam wawancara bersama peneliti, Agustinus B. Logo (51), kepala SMAN 4 Kupang kembali mengatakan bahwa:

(57)

berlaku. Tetapi untuk tenaga honorer analisis kebutuhanya dibuat sekolah dan diajukan kepada dinas dan juga atas persetujuan komite, begitu pula untuk tenaga kependidikan. Pendampingan dan pelatihan merupakan hal yang wajib dijalankan dan diprogramkan sekolah untuk pengembangan profesinya. Selanjutnya keberadaan pendidik di lembaga ini juga sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan BSNP, yakni semua pendidik telah berkualifikasi sarjana (S1 dan S2). Dalam menjalankan tugas utamanya, guru wajib memahami tugas pokok dan fungsinya sebagai pendidik, yang tentunya para pendidik sudah paham. Tugas saya sebagai kepala sekolah memastikan bahwa tugas mereka harus berjalan sebagaimana mestinya’’ (wawancara tgl. 10 Nopember 2015).

Hal senada juga disampaikan oleh Refafi Kana (51), wakil kepala sekolah bidang kurikulum, dalam wawancara bersama peneliti mengatakan bahwa:

“...untuk pelaksanaan penerimaan input berdasarkan JUKNIS yang ada, berdasarkan kajian dinas PPO Kota Kupang. Untuk guru PNS, langsung ditetapkan oleh dinas PPO Kota Kupang. Tetapi sebelumnya dinas memberikan format data guru. Format itu berisikan kajian analisis kebutuhan tiap pendidik di sekolah. Format itu diberikan dua kali setahun. Untuk tenaga honorer, ditetapkan oleh sekolah sendiri berdasarkan kajian pada kebutuhan dan atas persetujuan komite sekolah. Setelah tenaga pendidik ataupun tenaga kependidikan yang diterima masuk di lembaga ini, maka mereka diberikan kesempatan untuk diberikan pelatihan tentang peningkatan kompetensinya, pengembangan kurikulum, pelatihan IT dan lain-lain, agar kemampuannya meningkat terutama dalam menjalankan tugas utamanya sebagai pendidik’’ (wawancara tgl. 10 Nopember 2015). Kehadiran tenaga pendidik sangat dibutuhkan dan tak bisa digantikan. Seluruh proses akan berjalan dengan baik, apabila tugas sebagai pendidik benar-benar dijalankan. Hal ini dijelaskan kembali oleh Charles Nggolut (54), guru Bimbingan dan Konseling SMAN 4 Kupang, dalam wawancara bersama peneliti menjelaskan bahwa:

(58)

masuk ke dalam implementasi program MBS, dimana guru wajib bekerja sungguh-sungguh untuk mencapai mutu yang diinginkan. Namun tantangannya terkadang datang dari siswa itu sendiri. Sikap dan prilakunya tidak sejalan. Ditambahkan lagi faktor sarana prasarana yang belum memadai’’ (wawancara tgl. 10 Nopember 2015).

Hal senada juga diungkapkan kembali oleh Fransiskus X. Balulowa (40), guru Kimia SMAN 4 Kupang, dalam wawancara bersama peneliti menjelaskan bahwa tugas guru sebenarnya harus lebih mendalam;

‘’... selain melaksanakan tugas pokok yang diembankan kepada para guru, seorang guru wajib bertugas sebagai orang tua, tempat para siswa mencurahkan isi hati, mengadu seluruh persoalan dan kesulitan hidupnya. Tugas ini wajib dimiliki semua guru agar lebih mendekatkan pelayanan personal kita kepada siswa. Ini jauh lebih penting dari pelatihan peningkatan profesi yang telah kita terima. Karena implementasi lebih penting dari teori. Walau tugas ini berat, karena harus maksimal di tengah ratio perbandingan siswa, guru, dan sarana yang tidak mendukung. Satu guru bisa berhadapan dengan 40an siswa. Tetapi kita harus maksimal’’ (wawancara tgl. 10 Nopember 2015).

Pernyataan ini juga dilengkapi oleh Maya M. T. Rehi (35), guru Bahasa Inggris, dalam wawancara dengan peneliti mengatakan bahwa:

‘’... tugas guru itu sangat mulia. Selain kehadiran kita sebagai pengajar, kita juga wajib hadir sebagai orang tua sekaligus teman. Teman adalah tempat yang tepat untuk sharing pengalaman dari hati ke hati wawancara tgl. 10 Nopember 2015’’.

Dari penjelasan di atas, tugas dan peran seorang pendidik (guru) harus sesuai dengan tugas utama yang telah dijabarkan dan sesuai dengan SNP yang telah ditetapkan BSNP. Selain itu ada spirit dan tugas guru secara mendalam yang wajib melekat pada setiap tugas pokok guru.

(59)

dengan baik. Merencanakan pembelajaran dengan membuat RPP dan SILABUS, perencanaan PROTA dan PROSEM, PBM berjalan, mengorganisir PBM, mengevaluasi PBM, dan juga memberikan penilaian.

d.2.1.3. Tenaga Kependidikan/ Tata Usaha (TU)

Peran tenaga kependidikan tidak kalah pentingnya dengan tenaga pendidik. Seluruh proses pengurusan administrasi, dan kerja pendukung pengelolaan proses program MBS juga dikerjakan semuanya oleh TU. Proses pendidikan di sebuah lembaga pendidikan akan berjalan baik apabila ada dukungan penuh dari tenaga TU yang sungguh-sungguh menjalankan tugas dan fungsinya. Tugas pokok dan fungsi TU dapat dijabarkan sebagai berikut (data dokumentasi bid. Kurikulum SMAN 4 Kupang):

Mengadakan administrasi sekolah dengan sebaik-baiknya yang meliputi :

1) Progam Kerja Kepala Sekolah

2) RAPBS

3) Kalender Pendidikan

4) Daftar Pembagian Tugas

5) Struktur Organisasi Sekolah

6) Jadwal Pelajaran

7) Peraturan Tata Tertib Guru dan Tata Usaha

Gambar

Gambar 2.1Kerangka pikir penelitian
Gambar 3.1Model analisis Miles dan Huberman
Tabel 4.1. Indikator Keberhasil Implementasi Program Manajemen Berbasis Sekolahdi SMAN 4 Kupang
Tabel 3. Gambaran Seleksi Masuk Awal Peserta Didik Tahun
+2

Referensi

Dokumen terkait

rahmat dan hidayah-Nya skripsi yang berjudul PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF EKSPOSISI BERBAHASA JAWA MELALUI METODE PEMBELAJARAN MIND MAPPING DAN

Mengubah ketentuan dan menambah ketentuan baru dalam Keputusan Presiden Nomor 67 Tahun 1980 ten-tang Badan Pertimbangan Kepegawaian, sebagai berikut :g. Mengubah ketentuan dalam

Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 209 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun

[r]

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN HELLISON UNTUK MENGEMBANGKAN NILAI TANGGUNG JAWAB DALAM PEMBELAJARAN SENAM.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

رتسجاما ،يعفاش فرشأ ةـيسيئارلا تاملكلا : تلا قالأاو ةيماسإا ةي يدلا ةيبرلا ،قيبط ميلعتلا لبق نم ثحبلا اذ ءارو عفادلاو ة ي يدلا ة يماسإا ة يلا ةيمازلإ ةدام و طعت

[r]

[r]