• Tidak ada hasil yang ditemukan

REFERAT TB PARU KASUS KAMBUH DENGAN KOMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "REFERAT TB PARU KASUS KAMBUH DENGAN KOMP"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksius yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini umumnya menyerang paru, namun dapat juga mengenai organ pencernaan, limpa, dan tulang. Sekitar 10% individu yang terkena infeksi Mycobacterium tuberculosis akan berkembang menjadi penyakit tuberkulosis. Tuberkulosis lebih sering terjadi pada laki-laki dan cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Individu dengan imunitas rendah seperti usia tua, diabetes, pengguna obat imunosupresif, dan dengan infeksi HIV/AIDS cenderung lebih mudah terkena tuberkulosis.1

Tuberkulosis masih menjadi masalah penting di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Indonesia berada di urutan kelima dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah 660.000 dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per tahun.2

Kematian yang disebabkan oleh TB juga merupakan yang tertinggi dibanding dengan penyakit infeksius lainnya. Di Indonesia, jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kematian per tahunnya.2

Tuberkulosis kasus kambuh merupakan suatu indikator yang dapat digunakan untuk mengevaluasi tingkat kontrol TB pada suatu populasi.2 Di Indonesia, jumlah kasus TB relaps pada tahun 2006-2007 dilaporkan sebanyak 275.000 kasus. Namun, belum ada studi nasional yang dilakukan mengenai kasus TB kambuh ini.3

(2)

PEMBAHASAN Definisi

Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB paru kasus kambuh (relaps) adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.1

Epidemiologi

Hingga saat ini TB masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di dunia meskipun telah dilakukan upaya pengendalian dengan strategi DOTS sejak tahun 1995. Berdasarkan laporan WHO tahun 2013, diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB pada tahun 2012 dimana 1,1 juta orang (13%) diantaranya adalah pasien TB dengan HIV positif. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3-4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangga sekitar 20-30%.1

Saat ini Indonesia berada pada urutan kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah 660.000 dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kematian per tahunnya.2

Relaps TB juga mulai menjadi masalah yang perlu diperhatikan. Di Indonesia, jumlah kasus TB relaps pada tahun 2006-2007 dilaporkan sebanyak 275.000 kasus.3 Terdapat berbagai faktor resiko terjadinya relaps TB yaitu koinfeksi dengan HIV, ketidakpatuhan minum obat, infeksi TB MDR, merokok, dan penyakit lain seperti anemia.5,6

Patogenesis

(3)

mengenai organ pencernaan, limpa, dan tulang. Sekitar 10% individu yang terkena infeksi Mycobacterium tuberculosis akan berkembang menjadi penyakit tuberkulosis.1

Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, yaitu : M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. leprae, dan sebagainya. Kelompok Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis yang dapat menimbulkan gangguan pada saluran napas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang kadang dapat mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB.1

Secara umum sifat Mycobacterium tuberculosis adalah:1

- Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2-0,6 mikron.

- Bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan metode Ziehl Nielsen.

- Memerlukan media khusus untuk biakan, yaitu Lowenstein Jensen, Ogawa.

- Kuman tampak berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan di bawah mikroskop.

- Tahan terhadap suhu rendah, sehingga dapat bertahan hidup dalah jangka waktu lama pada suhu antara 4°C sampai minus 70°C.

- Kuman sangat peka terhadap sinar ultraviolet, sebagian besar kuman akan mati dalam waktu beberapa menit.

- Dalam dahak pada suhu antara 30-37°C akan mati dalam waktu kurang 1 minggu.

- Kuman dapat bersifat dorman.

Patofisiologi

Terdapat 4 tahapan perjalanan alamiah penyakit TB. Tahapan tersebut meliputi tahap paparan, infeksi, menderita sakit dan meninggal dunia yaitu sebagai berikut:1

a. Paparan

Peluang peningkatan paparan berkaitan dengan :

- Jumlah kasus menular di masyarakat

- Peluang kontak dengan kasus menular

- Tingkat daya tular dahak sumber penularan

- Intensitas batuk sumber penularan

- Kedekatan kontak dengan sumber penularan

(4)

- Faktor lingkungan: konsentrasi kuman diudara (ventilasi, sinar ultra violet, penyaringan adalah faktor yang dapat menurunkan konsentrasi)

Paparan kepada pasien TB menular merupakan syarat untuk terinfeksi. Setelah terinfeksi, ada beberapa faktor yang menentukan seseorang akan terinfeksi saja, menjadi sakit dan kemungkinan meninggal dunia karena TB.

b. Infeksi

Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6 – 14 minggu setelah infeksi

- Reaksi immunologi (lokal)

Kuman TB memasuki alveoli dan ditangkap oleh makrofag dan kemudian berlangsung reaksi antigen – antibody.

- Reaksi immunologi (umum)

Delayed hypersensitivity (hasil Tuberkulin tes menjadi positif)

c. Sakit TB

Faktor resiko menjadi sakit TB tergantung pada:

- Konsentrasi / jumlah kuman yang terhirup

- Lamanya waktu sejak terinfeksi

- Usia seseorang yang terinfeksi

- Tingkat daya tahan tubuh seseorang. Seseorang dengan daya tahan tubuh yang rendah diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk) akan memudahkan berkembangnya TB aktif (sakit TB). Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Namun bila seorang dengan HIV positif akan meningkatkan kejadian TB melalui proses reaktifasi. TB umumnya terjadi pada paru (TB Paru). Namun, penyebaran melalui aliran darah atau getah bening dapat menyebabkan terjadinya TB diluar organ paru (TB Ekstra Paru). Apabila penyebaran secara masif melalui aliran darah dapat menyebabkan semua organ tubuh terkena (TB milier).

d. Meninggal dunia

Faktor resiko kematian akibat TB adalah sebagai berikut :

(5)

- Pengobatan tidak adekuat

- Adanya kondisi kesehatan awal yang buruk atau penyakit penyerta

(6)

Terdapat beberapa teori mengenai terjadinya TB kambuh, yaitu:7

1. Perubahan morfologi dan fungsional pada makrofag alveolus. 2. Persistensi Mycobacterium tuberculosis di paru.

3. Reaktivasi Mycobacterium tuberculosis laten menjadi TB aktif.

Penegakan Diagnosis1 1. Penemuan kasus a. Anamnesis :

- Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.

- Riwayat TB paru sebelumnya. b. Pemeriksaan dahak

a) Pemeriksaan dahak mikroskopis

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS)

· S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Fasyankes.

(7)

b) Pemeriksaan biakan.

Peran biakan dan identifikasi M. Tuberkulosis pada pengendalian TB adalah untuk menegakkan diagnosis TB pada pasien tertentu, yaitu :

- Pasien TB Ekstra Paru - Pasien Tb Anak

- Pasien TB BTA Negatif

Pemeriksaan tersebut dilakukan jika keadaan memungkinkan dan tersedia laboratorium yang telah memenuhi standar yang ditetapkan.

c) Uji kepekaan.

Uji kepekaan obat TB bertujuan untuk resistensi M. Tuberkulosis terhadap OAT. Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di laboratorium yang tersertifikasi dan lulus pemantapan mutu atau Quality Assurance (QA). Pemeriksaan tersebut ditujukan untuk diagnosis pasien TB yang memenuhi kriteria suspek TB-MDR. 2. Diagnosis TB paru

 Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).

 Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya

 kuman TB. Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.

 Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan

sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

 Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.

3. Diagnosis TB pada Orang Dengan HIV AIDS (ODHA)

Pada ODHA, diagnosis TB paru dan TB ekstra paru ditegakkan sebagai berikut:

(8)

TB Paru BTA negatif, yaitu hasil pemeriksaan dahak negatif dan gambaran klinis & radiologis mendukung Tb atau BTA negatif dengan hasil kultur TB positif.

TB Ekstra Paru pada ODHA ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena.

Alur Diagnosis TB Paru1

(9)

Tatalaksana1

1. Tatalaksana TB dengan OAT

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis(OAT).

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:

 OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah

cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

 Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung

(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

 Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap awal (intensif)

 Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara

langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2

bulan. Tahap Lanjutan

 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama

 Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah

terjadinya kekambuhan

(10)

Tabel 1. OAT lini pertama

(11)

2. Tatalaksana TB paru kasus kambuh.

Terapi yang digunakan untuk TB paru kasus kambuh adalah OAT kategori 2 yaitu (2HRZES/HRZE/5H3R3E3), yang juga diberikan pasien gagal maupun pasien dengan pengobatan setelah putus berobat. Adapun dosis OAT kategori 2 adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Dosis OAT kategori 2

Komplikasi8

1. Lesi parenkim

a. Open negative syndrome

Kavitas berdinding tipis dapat terlihat pada penyakit TB yang aktif maupun inaktif. Kadang dinding kavitas menjadi tipis dan tetap ada sebagai ruang kistik berisi udara meski setelah pemberian OAT, yang disebut sebagai open negative syndrome.

(12)

b. Aspergiloma.

Penyebab tersering aspergilosis pada manusia dan aspergiloma paru adalah Aspergillus fumigatus. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kolonisasi saprofit di aru yang telah dihancurkan oleh tuberkulosis, sarkoidosis, bronkiektasis, abses paru dan neoplasma akan menyebabkan aspergiloma intrakavitas. Dari penyebab tersebut tuberkulosis merupakan etiologi tersering yang ditemukan. Kebanyakan pasien asimptomatik.

Pasien simptomatik datang dengan keluhan demam, batuk, dan hemoptisis. Hemoptisis merupakan keadaan yang dapat menyebabkan kematian. Asal perdarahan biasanya adalah pembuluh darah bronkus. Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan radiografik. Foto toraks menunjukkan masa pada kavitas yang sebelumnya sudah ada dengan udara berbentuk bulan sabit sehingga disebut juga ‘air crescent sign’.

Gambar 4. Foto toraks PA dan CT san toraks menunjukkan aspergiloma pada lobus paru kanan atas.8

c. Destroyed lung

(13)

Gambar 5. Foto toraks PA dan CT scan toraks menunjukkan destruksi paru sisi kiri dengan hiperinflasi kompensasi di sisi kanan. 8

2. Lesi vaskular. a. Hemoptisis

Hemoptisis merupakan batuk berupa darah yang berasal dari paru atau trakeobronkial. Hemoptisis merupakan gejala yang sering didapatkan pada penderita tuberkulosis. Fritz Valdemar Rassmusen, seorang dokter dari Denmark mengemukakan adanya pelebaran aneurisma pembuluh darah paru di dinding kavitas tuberkulosis sebagai penyebab hemoptisis.

3. Lesi airway a. Bronkiektasis

(14)

Gambar 5. Foto polos paru PA dan CT scan toraks menunjukkan bronkiektasis lobus paru kanan. 8

b. Brokolitiasis.

Bronkolitiasis adalah masa limfonodus yang berkalsifikasi. Hal ini merupakan komplikasi TB yang jarang terjadi. Bronkolitiasis disebabkan oleh erosi dan ekstrusi limfonodus berkalsifikasi yang berdekatan dengan lumen bronkus. Gejala yang ditimbulkannya meliputi batuk, hemoptisis, litoptisis atau gejala yang berhubungan dengan obstruksi bronkus.

c. Stenosis trakeobronkial

Penyebab tersering stenosis trakeobronkial benigna adalah tuberkulosis endobronkial di negara Asia. Tuberkulosis endobronkial disebabkan oleh inokulasi langsung basil dari jaringan parenkim paru atau dengan infiltrasi jalan napas oleh basil dari kelenjar getah bening mediastinum yang berdekatan.

4. Lesi pleura a. Efusi pleura

(15)

Gambar 6. Foto toraks yang menunjukkan efusi pleura kiri masif. b. Empiema

Empiema merupakan kumpulan pus di rongga pleura. Pada negara berkembang, tuberkulosis merupakan penyebab tersering empiema. Empiema tuberkulosis biasanya terjadi akibat ruptur fokus kaseosa subpleura ke dalam rongga pleura. Manifestasi klinis yang timbul berupa batuk berdahak, demam, nyeri dada dan sesak. Pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan clubbing akibat infeksi sekunder kronik akibat mikroorganisme piogen.

c. Pneumotoraks spontan

Pneumotoraks spontan merupakan komplikasi kavitas tuberkulosis yang sering terjadi. Pneumotoraks merupakan adanya udara pada rongga pleura. Gejala yang dialami oleh pasien adalah nyeri dada dan dispneu. Manifestasi klinis bergantung pada derajat kolaps paru. Pada pemeriksaan fisik didapatkan penurunan gerakan dada dan penurunan vokal fremitus pada paru yang terkena. Gambaran radiologik menunjukkan daerah hiperlusen tanpa bronkovaskular pada paru yang terkena.

Gambar 7. Foto toraks PA menunjukkan pneumotoraks pada paru kiri.8

(16)

Kalsifikasi merupakan terkumpulnya garam kalsium di jaringan. Kalsifikasi dapat bersifat difus maupun terbatas. Pleuritis tuberkulosis dapat meninggalkan sekuele yang bervariasi dari penebalan pleura minimal hingga kalsifikasi ekstensif dan paru restriktif. Kalsifikasi luas dapat menyebabkan cor pulmoner atau kegagalan respirasi.

Gambar 8. Foto toraks PA menunjukkan kalsifikasi luas bilateral. 8

5. Komplikasi umum a. Cor pulmal

Cor pulmonal merupakan disfungsi ventrikel kanan (pelebaran) akibat hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh penyakit paru. Tuberkulosis bilateral dan luas dapat menyebabkan hipertensi pulmonal akibat fibrosis luas yang menyebabkan distorsi parenkim paru. Patofisiologi yang mendasarinya adalah peningkatan resistensi vaskuler paru dan hipertensi pulmoner.

(17)

Tuberkulosis resistan obat adalah suatu keadaan dimana Mycobacterium tuberculosis tidak dapat dibunuh dengan OAT.1

Terdapat 5 kategori resistnsi terhadap OAT, yaitu1 : 1. Monoresistance, yaitu resistansi terhadap salah satu OAT.

2. Polyresistance, yaitu resistan terhadap lebih dari satu OAT selain kombinasi rifampisin (R) dan isoniazid (H).

3. Multi Drug Resistancy, yaitu resistan terhadap isoniazid dan rifampisin, dengan atau tanpa OAT lini pertama yang lain.

4. Extensively Drug Resistance, yaitu TB MDR disertai dengan resistansi terhadap salah satu obat golongan fluorokuinolon dan salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin, dan amikasin).

5. TB Resistan Rifampisin, yaitu resistan terhadap rifampisin yang terdeteksi menggunakan metode fenotip atau genotip dengan atau tanpa resistan OAT lainnya.

(18)

Hasil surveilans TB MDR menunjukkan bahwa secara global, kurang dari 4% kasus baru dan 6% kasus kambuh yang positif TB MDR. Data epidemiologi MDR global ditunjukkan oleh gambar berikut:

Gambar 9. A. Distribusi persentasi kasus TB baru dengan MDR 1994-2011. B. Distribusi persentasi kasus TB kambuh dengan MDR 1994-2011. C. negara dengan laporan setidaknya satu kasus TB XDR 1994-2011.10

(19)

1. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2014.

2. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011.

3. Global Tuberculosis Control. World Health Organization. 2009

4. Hyungmin, Lee, Kim Jusang. A Study on the Relapse Rate of Tuberculosis and Related Factors in Korea Using Nationwide Tuberculosis Notification Data. Osong Public Health Res Perspect.2014 Dec. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4301639/. 5. Piconi, Dornelles Pedro, Sergio Luiz Bassanesi, Maria Luiza Avancini Caramori, Roberto Luiz Targa Ferreira, Carla Adriane Jarczewski, Patrícia Rodrigues de Borba Vieira. Risk factors for recurrence of tuberculosis. Jornal Brasileiro de Pneumologia. 2007. Available from

http://www.scielo.br/scielo.php?pid=s1806-7132007000500013&script=sci_arttext&tlng=en.

6. Dooley, Kelly E et al. Risk factors for tuberculosis treatment failure, default, or relapse and outcomes of retreatment in Morocco.

7. Bamidele, Iwalokun. Association Between Leptin Receptor Gln223Arg Polymorphism And Pulmonary Tuberculosis Relapse In Nigerian Patients. Presented at Seventh EDCTP Forum 30 June – 02 July 2014. Berlin, Germany.

8. Devi, Gayathri. Complication of Pulmonary Tuberculosis. In Tuberculosis : A Comprehensive Reference. 1st Edition. iConcept Press Ltd: India. 2009.

9. Becerra, Mercedes C, et al. Recurrence after Treatment for Pulmonary Multidrug-Resistant Tuberculosis. Clinical Infectious Diseases Journal Volume 51 Issue 6. 2010. Available from http://cid.oxfordjournals.org/content/51/6/709.full.

Gambar

Gambar 1. Perjalanan alamiah TB. 10
Gambar 2. Alur diagnosis dan tindak lanjut TB paru pada pasien dewasa (tanpa kecurigaan/bukti : hasil tes HIV(+) atau terduga TB resisten obat)1
Tabel 1. OAT lini pertama
Gambar  3.  Foto  toraks  PA  dan  CT  scan  toraks  yang  menunjukkan  kavitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang TB Paru Dengan Kepatuhan Menjalani Program Pengobatan Pada Penderita TB Paru di BBKPM Surakarta. Fakultas Kedokteran Universitas

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA

Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan

• Kambuh  pasien TB yang sudah pernah mendapatkan pengobatan dengan OAT secara lengkap atau telah dinyatakan sembuh, namun kembali didiagnosis TB berdsrkn.

Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak

Pengobatan ulang : kasus TB Anak yang pernah mendapat pengobatan dengan OAT lebih dari 1 bulan ( 28 dosis) dengan hasil pemeriksaan bakteriologis sesuai definisi di atas, lokasi

Populasi dalam penelitian ini adalah penderita TB Paru yang telah dinyatakan sembuh maupun yang masih menjalani pengobatan di Puskesmas Purwodadi II Kabupaten