• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT SERTA ASPEK HUKUM JAMINAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian dan Perjanjian Kredit Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukum Perjanjian - Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Kredit Bermasalah Dalam Pinja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT SERTA ASPEK HUKUM JAMINAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian dan Perjanjian Kredit Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukum Perjanjian - Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Kredit Bermasalah Dalam Pinja"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

SERTA ASPEK HUKUM JAMINAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian dan Perjanjian Kredit

Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukum Perjanjian

Secara garis besar perjanjian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :23

1. Perjanjian dalam arti luas, adalah setiap perjanjian yang menimbulkan

akibat hukum sebagaimana yang telah dikehendaki oleh para pihak.

2. Perjanjian dalam arti sempit, adalah hubungan-hubungan hukum

dalam lapangan harta kekayaan seperti yang dimaksud dalam Buku III

KUHPerdata.

Pasal 1313 KUH Perdata yang menyebutkan Perjanjian adalah suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

satu orang lain atau lebih.

Menurut Handri Raharjo, S.H., penyempurnaan terhadap definisi

perjanjian (Pasal 1313 KUH Perdata) adalah suatu hubungan hukum di bidang

harta kekayaan yang didasari kata sepakat antara subjek hukum yang satu

dengan yang lain, dan diantara mereka (para pihak/subjek hukum) saling

mengikatkan dirinya sehingga subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan

begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan

       23

(2)

prestasinya sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati para pihak

tersebut serta menimbulkan akibat hukum.24

Menurut Apeldoorn perjanjian disebut faktor yang membantu

pembentukan hukum, sedangkan menurut Lemaire perjanjian adalah

determinan hukum.25 Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Pasal 1313, disebutkan bahwa suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Seorang atau lebih berjanji

kepada seorang lain atau lebih atau saling berjanji untuk melakukan sesuatu

hal. Ini merupakan suatu peristiwa yang menimbulkan satu hubungan hukum

antara orang-orang yang membuatnya. Namun ada beberapa kelemahan dalam

ketentuan pasal ini. Kelemahan-kelemahan tersebut dapat diuraikan sebagai

berikut :26

a. Hanya menyangkut sepihak saja.

Dapat diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan

dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata kerja

“mengikatkan” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari

kedua belah pihak. Seharusnya perumusan itu “saling mengikatkan

diri.”

b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus.

Dalam pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan

tugas tanpa kuasa (zaakwarneming), tindakan melawan hukum

       24

 Ibid.

25

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1985, hal.117. 26

(3)

(onrechtmatigedaad) yang tidak mengandung suatu konsensus, yang

seharusnya dipakai kata “persetujuan”.

c. Pengertian perjanjian terlalu luas.

Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut terlalu luas karena

mencakup juga pelangsungan perkawinan, janji kawin, yang diatur

dalam lapangan hukum keluarga, padahal yang dimaksud adalah

hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan

saja. Perjanjian yang dikehendaki oleh buku ketiga KUHPerdata

sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan

perjanjian yang bersifat personal.

d. Tanpa menyebut tujuan.

Rumusan pasal tersebut tidak disebutkan tujuan mengadakan

perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan dirinya tidak jelas untuk

apa.

Kelemahan- kelemahan yang dikemukakan di atas mengharuskan untuk

merumuskan kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian itu. Berdasarkan

alasan tersebut, maka perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua

orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam

lapangan harta kekayaan. Hukum yang mengatur tentang perjanjian ini disebut

hukum perjanjian (law of contract).

Sehubungan dengan uraian tersebut, secara sederhana dapat

digambarkan sebagai berikut :27

       27

(4)

1. Subjek Perjanjian

a. Natural person (orang – natuurlijk person/private person).

b. Legal entity (badan hukum – rechtspersoon/ artificial person).

c. Terdiri dari kreditur dan debitur sebagai para pihak, dimana

kreditur adalah pihak yang berhak atas sesuatu dari pihak lain /

debitur, sedangkan debitur, berkewajiban memenuhi sesuatu

kepada kreditur.

2. Objek perjanjian

Hak dan kewajiban untuk memenuhi sesuatu yang dimaksudkan disebut

prestasi, yang menurut undang-undang bisa berupa :

a. Menyerahkan sesutau, bisa memberikan (te geven) benda atau

memberikan sesuatu untuk dipakai (genot / gebruik).

b. Melakukan sesuatu (te doen).

c. Tidak melakukan sesuatu (niet te doen).

Perjanjian merupakan suatu hubungan hukum yang berarti bahwa

yang bersangkutan haknya dijamin dan dilindungi oleh hukum atau

undang-undang, sehingga apabila haknya tidak dipenuhi secara

sukarela, maka yang bersangkutan berhak menuntut melalui

pengadilan supaya orang yang besangkutan dipaksa untuk memenuhi

atau menegakkan haknya.

Pengaturan Hukum perjanjian diatur dalam BAB II dan BAB V sampai

(5)

Perjanjian yang sah artinya perjanjian yang memenuhi syarat yang telah

ditentukan undang-undang, sehingga diakui oleh hukum. Dalam Pasal 1320

KUH Perdata, disebutkan ketentuan tentang syarat-syarat sahnya perjanjian

yaitu sebagai berikut :28

1. Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian

(consensus).

2. Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity).

3. Ada suatu hal tertentu (a certain subject matter).

4. Ada suatu sebab yang halal.

Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subjektif, karena

mengenai orang atau subjeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua

syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat objektif karena menegenai

perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.

Tidak terpenuhinya syarat subjektif maka perjanjian itu cacat maka dapat

dibatalkan oleh Hakim oleh pihak yang telah memberikan izin tidak secara

bebas atau tidak cakap membuat perjanjian itu. Jika syarat objektif yang tidak

terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum.

Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Kredit

Sebelum melakukan perjanjian kredit, terlebih dahulu dilakukan perjanjian,

karena perjanjian tersebut merupakan persetujuan yang mengikat kedua belah

pihak atau lebih yang diatur menurut undang-undang yang berlaku, sehingga

       28

(6)

disebut perikatan, yang di dalamnya harus dijalankan atau dipenuhi prestasi

oleh pihak yang berhutang. 29

Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Pasal

1 angka 11 kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Kredit adalah hubungan dimana kreditur yakni yang memberi pinjaman

dalam hubungan perkreditan dengan debitur yaitu nasabah penerima pinjaman

mempunyai kepercayaan bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-syarat

yang telah disetujui bersama dapat mengembalikan (membayar kembali) kredit

yang bersangkutan.30

Perjanjian kredit merupakan perjanjian konsensuil antara debitur dengan

kreditur yang melahirkan hubungan hutang piutang, dimana debitur

berkewajiban membayar kembali pinjaman yang diberikan oleh kreditur

dengan berdasarkan syarat dan kondisi yang telah disepaki oleh para pihak.31

Perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan (pactum de

contrahendo). Dengan demikian perjanjian ini dapat mendahului perjanjian

hutang piutang (perjanjian pinjam pengganti). Sedangkan perjanjian hutang

       29

 Mantay Borbir, Aneka Hukum Perjanjian Sekitar Pengurusan Piutang Negara, Penerbit Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, hal.77.

30

 Ganda D. Prawira, Perkembangan hukum perkreditan nasional dan internasional, Badan pembinaan hukum nasional, Jakarta, 1992, hal.1.

31

(7)

piutang merupakan pelaksanaan dari perjanjian pendahuluan atau perjanjian

kredit.32

Hakikat dari perjanjian kredit jika dihubungkan dengan Kitab

Undang-Undang Perdata, maka secara yuridis, perjanjian kredit dapat dilihat dari dua

sudut pandang sebagai berikut : 1) perjanjian kredit sebagai perjanjian pinjam

pakai habis, 2) perjanjian kredit sebagai perjanjian khusus.33

Jika perjanjian kredit sebagai perjanjian khusus, maka tidak ada perjanjian

bernama dalam KUH Perdata yang disebut dengan perjanjian kredit. Karena itu

yang berlaku adalah ketentuan umum dari hukum perjanjian, tentunya

ditambah dengan kebendaan pasal yang telah disepakati bersama dalam

kontrak yang bersangkutan.34

Selanjutnya, penggolongan perjanjian kredit sebagai perjanjian bernama

dalam tampilannya sebagai perjanjian pinjam pakai, maka di samping berlaku

ketentuan umum tentang perjanjian, berlaku juga ketentuan KUH Perdata

tentang perjanjian pinjam pakai habis. Hal ini berbeda dengan perjanjian

pinjam pakai biasa, dimana yang harus dikembalikan oleh nasabah debitur

adalah fisik dari benda yang dipinjam, sementara dalam perjanjian pinjam

pakai habis, yang dikembalikan adalah nilai dari benda yang dipinjam pakai

tersebut.

Perjanjian pinjam meminjam ini juga mengandung makna yang luas, yaitu

bahwa objeknya adalah benda yang habis pakai. Jika dipakai istilah

verbruiklening maka termasuk di dalamnya adalah uang.

       32

 Ibid.

33

 Ibid.

34

(8)

Beberapa pakar hukum berpendapat bahwa perjanjian kredit pada

hakikatnya adalah perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. R . Subekti berpendapat bahwa ;

“dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, dan semuanya itu

pada hakikatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam meminjam

sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada Pasal

1754 sampai dengan Pasal 1769.”

Marhainis Abdul Hay berpendapat yang sama bahwa “perjanjian kredit

adalah identik dengan perjanjian pinjam meminjam dan dikuasai oleh

ketentuan Bab XIII Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.” Hal yang

sama dikemukakan pula oleh Mariam Darus Badrulzaman bahwa “ dari

rumusan yang terdapat di dalam Undang-Undang Perbankan mengenai

perjanjian kredit, dapat dimengerti bahwa dasar perjanjian kredit adalah

perjanjian pinjam meminjam yang diatur didalam Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata pada Pasal 1754. Perjanjian pinjam meminjam ini juga

mengandung makna yang luas yaitu objeknya adalah benda yang dipakai habis

jika verbruiklening termasuk di dalamnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjam

meminjam ini, pihak penerima menjadi pemilik yang dipinjam dan kemudian

harus dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang

meminjamkan.35Karenanya perjanjian kredit ini merupakan perjanjian yang

bersifat riil, yaitu bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh

“penyerahan” uang oleh bank kepada nasabah debitur.”       

35

 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Penerbit Alumni, Bandung, 2005, hal.87.

(9)

Dari pengertian kredit di atas, dapat disimpulkan bahwa dasar hukum

perjanjian kredit adalah pinjam meminjam yang didasarkan kepada

kesepakatan antara kreditur dengan debitur. Masalah pinjam meminjam sendiri

diatur dalam Buku III Bab ketigabelas KUH Perdata.

Dalam Pasal 1754 KUH Perdata disebutkan, bahwa pinjam meminjam ialah perjanjian dengan mana satu pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang- barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.

Perjanjian kredit merupakan perjanjian tidak bernama (onvenoemde

overeenkomst) karena di dalam perjanjian kredit belum ada ketentuan yang

mengatur secara khusus baik di dalam undang-undang yang berlaku di

Indonesia maupun dalam Undang-Undang Perbankan. Ketentuan yang ada

hanya tentang pengertian kredit, yang disebutkan dalam Pasal 1 ayat (11),

Pasal 6 dan Pasal 13 tentang kredit sebagai salah satu jenis usaha bank, Pasal 8

tentang jaminan dalam pemberian kredit, tetapi tidak ada ketentuan yang

mengatur tentang bagaimana bentuk, isi dan ketentuan pasal yang terdapat

dalam perjanjian kredit yang dibuat antara kreditur dan debitur. Oleh karena itu

dasar hukum perjanjian kredit mengacu kepada ketentuan-ketentuan

sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang

dikenal sebagai pasal yang mengandung asas kebebasan berkontrak. Karena

yang melandasi perjanjian kredit antara kreditur dan debitur lebih ditekankan

kepada kesepakatan antara pihak, yaitu kesepakatan antara pihak yaitu kreditur

(10)

Negara Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat), kalimat inilah

yang tercantum dalam penjelasan UUD 1945, yaitu pada sistem pemerintahan

Republik Indonesia. Hal ini berarti bahwa ada hukum yang mengatur segala

sesuatu dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Konsekuensinya adalah dalam

hal pemberian kredit pun ada peraturan khusus yang mengaturnya. Sesuai

dengan Sistem Eropa Kontinental, maka di Indonesia peraturan perundang-

undangan menduduki urutan yang sangat penting sebagai sumber hukum suatu

hal. Dalam hal kredit dasar hukumnya adalah :36

1. Perjanjian di antara para pihak

2. Undang- Undang

3. Peraturan pelaksana Undang- Undang

4. Jurisprudensi

5. Kebiasaan dalam pratek perbankan

6. Peraturan perundang- undangan terkait lainnya

1. Perjanjian di antara para pihak

Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata alinea pertama

menetapkan : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Hal ini berarti bahwa suatu

perjanjian yang dibuat secara sah, artinya tidak bertentangan dengan

undang-undang mengikat kedua belah pihak.

Berkaitan dengan pemberian kredit, dibuat suatu perjanjian kredit

antara pihak yang memberikan pinjaman yang disebut sebagai pihak kreditur

       36

(11)

dan pihak yang diberikan pinjaman disebut sebagai pihak debitur. Sesuai

dengan Pasal 1338 KUH Perdata perjanjian kredit ini secara hukum berlaku

sah dan mengikat bagi pihak kreditur dan debitur. Kedua belah pihak wajib

mentaati segala sesuatu yang diatur dan dimuat dalam perjanjian kredit

tersebut, sepanjang isinya tidak bertentangan dengan undang-undang,

kesusilaan, dan ketertiban umum serta peraturan-peraturan lainnya yang

berlaku.

2. Undang- Undang

Undang-Undang merupakan sumber hukum yang sangat penting, dan

bersumber pada Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 sebagai

peraturan tertinggi dalam perundang-undangan Indonesia.

Kredit merupakan salah satu bidang usaha perbankan, maka tentang

kredit ini tunduk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan dan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan

Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

3. Peraturan pelaksana dari Undang-Undang

Dibawah Undang-Undang terdapat peraturan-peraturan lain yang juga

mengatur tentang perbankan dan berfungsi sebagai peraturan pelaksana dari

Undang-Undang. Peraturan- peraturan tersebut antara lain adalah :

a. Peraturan Pemerintah (PP)

Peraturan Pemerintah tentang perbankan yang mengatur tentang

(12)

1. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1999 Tentang

Pencabutan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun Tentang

Bank Umum.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1992 Tentang Bank

Perkreditan Rakyat.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 Tentang Bank

berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.

b. Peraturan perundang-undangan oleh Menteri Keuangan

c. Peraturan perundang-undangan oleh Bank Indonesia

d. Peraturan perundang-undangan lainnya

Selain peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan di

atas, peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

perkreditan juga dikeluarkan dalam bentuk Keputusan Presiden,

Peraturan atau surat keputusan pejabat tertentu, dan lain-lain.

4. Jurisprudensi

Jurisprudensi dapat menjadi dasar hukum untuk kegiatan perkreditan,

walaupun di Indonesia jurisprudensi mempunyai banyak kelemahan sehingga

sulit untuk dipakai sebagai pegangan, hal ini disebabkan :

a. Banyak jurisprudensi yang tidak disertai pertimbangan hakim yang

memutuskan.

b. Sulitnya akses masyarakat untuk mendapatkan keputusan

(13)

c. Sering terjadi, terhadap yang sama keputusan yang satu bertentangan

dengan yang lain, walaupun keputusan tersebut berasal dari

pengadilan yang sama.

5. Kebiasaan dalam praktek perbankan

Dalam ilmu hukum kebiasaan merupakan salah satu sumber hukum,

demikian juga dalam dunia perbankan. Kebiasaan-kebiasaan yang terjadi

dalam praktek perbankan boleh diterapkan walaupun tidak ada suatu

peraturan tertulis yang khusus mengaturnya, asal saja tidak bertentangan

dengan peraturan yang berlaku.

6. Peraturan perundang- undangan terkait lainnya

Selain peraturan tentang perbankan, masih ada lagi peraturan lain yang

menyangkut hal-hal seputar pemberian kredit. Misalnya pemberian kredit

didasari oleh suatu perjanjian, maka berlakulah Buku III KUH Perdata tentang

perikatan.

B.Fungsi dan Tujuan Kredit

1. Fungsi Kredit

Dalam praktek, bentuk dan materi perjanjian kredit berbeda-beda, hal

ini karena disesuaikan dengan kebutuhannya masing-masing. Oleh karena itu

perjanjian kredit tersebut tidak mempunyai bentuk yang tertentu. Perjanjian

kredit ini perlu mendapat perhatian khusus baik oleh pihak kreditur maupun

pihak debitur yang mengadakan perjanjian, karena perjanjian kredit

(14)

dalam pelaksanaan kredit itu sendiri.

Perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi, yaitu :37

a. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian

kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya

perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan

jaminan.

b. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan

hak dan kewajiban di antara pihak kreditur dan debitur.

c. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring

kredit.

Dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan fungsi kredit

perbankan antara lain sebagai berikut :38

1. Kredit pada hakikatnya dapat meningkatkan daya guna uang.

a. Para pemilik uang atau modal dapat langsung meminjamkan uangnya kepada para pengusaha yang memerlukan, untuk meningkatkan produksi atau untuk meningkatkan usahanya.

b. Para pemilik uang atau modal dapat menyimpan uangnya kepada lembaga- lembaga keuangan. Uang tersebut diberikan sebagai pinjaman kepada perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan usahanya.

2. Kredit dapat meningkatkan peredaran lalu lintas uang.

Kredit uang yang disalurkan melalui rekening giro dapat menciptakan pembayaran baru seperti cek, bilyet, giro dan wesel, sehingga apabila pembayaran dilakukan dengan cek, bilyet giro dan wesel maka akan dapat meningkatkan peredaran uang giral. Disamping itu kredit dalam perbankan yang ditarik secara tunai dapat pula meningkatkan peredaran uang kartal, sehingga arus lalu lintas akan berkembang pula.

3. Kredit dapat pula meningkatkan daya guna dan peredaran barang.

Dengan mendapatkan kredit, para pengusaha dapat memproses bahan baku menjadi barang jadi, sehingga daya barang tersebut menjadi meningkat.       

37

CH.Gatot Wardoyo, Sekitar Klausul-klausul Perjanjian Kredit Bank, Bank dan Manajemen, 1996, hal.64-69.

38

 Thomas Suyatno, dkk, Dasar-Dasar Perkreditan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hal.16-18.

(15)

Disamping itu kredit dapat pula meningkatkan peredaran barang, baik melalui penjualan secara kredit maupun dengan membeli barang-barang dari satu tempat dan menjualnya ke tempat yang lain. Pembelian tersebut uangnya berasal dari kredit. Hal ini berarti bahwa kredit juga dapat meningkatkan manfaat dari suatu barang.

4. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi.

Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat, kebijakan diarahkan kepada usaha-usaha antara lain :

a. Pengendalian inflasi ; b. Peningkatan ekspor ;

c. Pemenuhan kebutuhan pokok rakyat.

5. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha.

Setiap orang yang berusaha selalu ingin meningkatkan usaha tersebut, namun adakalanya dibatasi oleh kemampuan dibidang permodalan. Bantuan kredit yang diberikan oleh bank akan dapat mengatasi kekurangmampuan para pengusaha dibidang permodalan tersebut, sehingga para pengusaha akan dapat meingkatkan usahanya.

6. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan.

Dengan bantuan pemberian kredit, para pengusaha dapat memperluas usahanya dan mendirikan proyek baru. Peningkatan usaha tersebut berkesinambungan dengan kebutuhan tenaga kerja. Dengan tertampungnya tenaga kerja maka pemerataan pendapatan akan meningkat pula.

7. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional.

Bank-bank besar yang berada di luar negeri dan mempunyai jaringan usaha, dapat memberikan bantuan dalam bentuk kredit, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada perusahaan di dalam negeri. Begitu juga bagi negara yang telah maju mempunyai cadangan devisa dan tabungan yang tinggi dapat memberikan bantuan dalam bentuk kredit kepada negara yang sedang berkembang untuk membangun negara tersebut. Bantuan itu tidak saja dapat mempererat hubungan ekonomi antar negara yang bersangkutan tapi juga dapat meningkatkan hubungan internasional.

2. Tujuan kredit

Pemberian kredit bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Maka

dalam hal ini bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat kepada

nasabahnya sebagai debitur penerima kredit dalam bentuk kredit dengan

keyakinan bahwa debitur tersebut mempunyai kemampuan dan mau

mengembalikan kredit yang telah diterimanya. Kedua faktor tersebut yaitu

(16)

(safety) dan juga unsur keuntungan (profitability) dari suatu kredit, di mana

unsur tersebut saling berkaitan.

Unsur keamanan atau safety yang dikemukakan di atas mempunyai

maksud bahwa prestasi yang diberikan dalam bentuk uang, barang atau jasa

tersebut betul-betul terjamin pengembaliannya, sehingga keuntungan yang

diharapkan dapat menjadi kenyataan. Sedangkan unsur keuntungan atau

profitability merupakan tujuan dari pemberian kredit yang terjelma dalam

bentuk bunga yang diterima. Tujuan kredit tidak semata-mata mencari

keuntungan melainkan harus disesuaikan dengan tujuan negara yaitu untuk

mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pemberian kredit

bank khususnya bank pemerintah sebagai pengemban tugas (agent of

development) adalah untuk :

a. Turut menyukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan

pembangunan.

b. Meningkatkan aktifitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya

guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.

c. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup terjamin dan dapat

memperluas usahanya.39

Tujuan pemberian kredit ini seperti yang telah diuraikan di atas bahwa

tidak terlepas dari falsafah yang dianut oleh suatu negara, yang pada dasarnya

akan menciptakan suatu kepentingan yang seimbang antara lain kepentingan

       39

(17)

pemerintah, kepentingan masyarakat atau rakyat serta kepentingan pemilik

modal atau pengusaha.

C. Jenis dan prinsip pemberian kredit

Jenis-jenis kredit dibedakan menjadi :40

1. Jenis kredit menurut kelembagaannya.

Kredit perbankan dengan melihat kelembagaannya maka dikenal beberapa

jenis kredit.

Adapun jenis kredit dengan dasar pengelompokan menurut kriteria

kelembagaan ini terdiri dari :

a. Kredit perbankan yang diberikan oleh bank milik negara, atau bank

swasta kepada masyarakat untuk kegiatan usaha, dan atau konsumsi.

Kredit ini diberikan kepada dunia usaha untuk ikut membiayai sebagian

kebutuhan permodalan, dan atau kepada individu untuk membiayai

pembelian kebutuhan hidup yang berupa barang maupun jasa.

b. Kredit likuiditas, yaitu kredit yang diberikan oleh bank sentral kepada

bank-bank yang beroperasi di Indonesia, yang selanjutnya digunakan

sebagai dana untuk membiayai kegiatan perkreditannya.

c. Kredit langsung, kredit ini diberikan oleh Bank Indonesia kepada

lembaga pemerintah atau semi pemerintah (kredit program), misalnya

Bank Indonesia memberikan kredit langsung kepada Bulog dalam

rangka pelaksanaannya program pengadaan pangan, atau pemberian

       40

(18)

kredit langsung kepada Pertamina, atau pihak ketiga lainnya.

d. Kredit (pinjaman antar bank), kredit ini diberikan oleh bank yang

kelebihan dana kepada bank yang kekurangan dana. Peminjaman jenis

ini merupakan sarana yang paling mudah dilakukan oleh bank yang

memerlukan tambahan dana baik dalam keadaan darurat maupun dalam

keadaan biasa, sekedar memerlukan tambahan dana untuk dapat diputar

kembali.

2. Jenis kredit menurut jangka waktunya.

Artinya dalam pengelompokan jenis kredit menurut jangka waktunya

semata-mata hanya dapat menyangkut kelonggaran yang diberikan bank

kepada nasabahnya untuk melunasi kredit tersebut.

Menurut jangka waktu dikenal tiga jenis kredit, yaitu :41

a. Kredit jangka pendek

Disebut kredit jangka pendek (short term loan), yaitu kredit yang

berjangka waktu maksimum 1 (satu) tahun. Bentuknya dapat berupa

kredit modal kerja yaitu kredit untuk membiayai kebutuhan modal kerja

usaha atau proyek.

b. Kredit jangka menengah (medium term loan)

Biasanya kredit ini berjangka waktu lebih dari satu tahun sampai dengan

tiga tahun untuk jenis ini dapat berupa kredit investasi jangka menengah,

diberikan contoh misalnya kredit investasi untuk pembelian kendaraan

bermotor (mobil) atau kredit modal kerja penyelesaian proyek

       41

(19)

(konstruksi), dimana jangka waktu proyeknya melebihi satu tahun.

c. Kredit jangka panjang

Jenis kredit ini pada umumnya mempunyai jangka waktu lebih dari tiga

tahun. Kredit jangka panjang ini pada umumnya adalah kredit investasi

yang bertujuan menambah modal perusaaan dalam rangka melakukan

rehabilitasi, ekspansi (perluasan), dan pendirian proyek baru.

3. Jenis kredit menurut sifat penggunaannya

Kredit yang diberikan kepada nasabah ataupun debitur juga dapat dibedakan

menurut sifat penggunaannya, yaitu :42

a. Kredit konsumtif.

yaitu kredit yang diberikan oleh bank pemerintah, atau bank swasta

kepada perseorangan untuk membiayai keperluan konsumsinya untuk

kebutuhan sehari-hari.

b. Kredit produktif.

Terdiri dari kredit investasi dan kredit eksploitasi. Kredit investasi

adalah kredit yang ditujukan untuk penggunaan pembiayaan modal

tetap, yaitu peralatan produksi, gedung, dan mesin-mesin, juga

membiayai rehabilitasi, dan ekspansi, relokasi proyek ataupun pendirian

proyek baru. Sedangkan kredit eksploitasi, yaitu kredit yang ditujukan

untuk penggunaan pembiayaan kebutuhan dunia usaha akan modal kerja

berupa persediaan bahan baku, persediaan produk akhir, barang dalam

proses produksi serta piutang-piutang.

       42

(20)

c. Perpaduan antara kredit konsumtif dan kredit produktif (semi konsumtif

dan semi produktif).

4. Jenis kredit menurut keterkaitannya dengan dokumen.

Dari segi dokumen maka kredit jenis ini berarti kredit yang sangat terkait

dengan dokumen-dokumen berharga yang memiliki substansi nilai jumlah

uang, dan dokumen tersebut merupakan jaminan pokok pemberian kredit

sehingga sering disebut documentary credit. Kredit ini banyak digunakan

oleh orang yang mengadakan transaksi dagang yang berlainan tempat, dan

apabila transaksinya berlainan negara maka sangat terkait sekali dengan

valuta asing. Kredit ini terdiri dari :43

a. Kredit ekspor, yaitu semua bentuk kredit sebagai sumber pembiayaan

bagi usaha ekspor. Jadi bisa dalam kredit langsung maupun tidak

langsung, seperti pembiayaan kredit modal kerja jangka pendek,

maupun kredit investas untuk jenis industri yang berorientasi ekspor.

b. Kredit impor

Unsur dan ruang lingkup dari kredit impor pada dasarnya hampir sama

dengan kredit ekspor karena jenis kredit tersebut merupakan kredit

berdokumen.

5. Menurut aktifitas perputaran usaha.

Dari segi besar kecilnya aktifitas perputaran usaha, yaitu melihat dinamika,

sektor yang digeluti, aset yang dimiliki, dan sebagainya maka jenis kredit ini

       43

(21)

terdiri dari :44

a. Kredit kecil, yaitu kredit ini diberikan kepada pengusaha yang

digolongkan sebagai pengusaha kecil. Menurut Surat Direksi Bank

Indonesia Nomor 30/4/KEP/DIR Tanggal 4 April 1997 Tentang

Pemberian Kredit Usaha Kecil, yang dimaksudkan Kredit Usaha Kecil

(KUK) adalah kredit investasi dan atau kredit modal kerja, yang

diberikan dalam Rupiah atau Valuta Asing kepada nasabah usaha kecil

dengan plafon kredit keseluruhan maksimum Rp 350.000.000,00 (tiga

ratus lima puluh juta rupiah) untuk membiayai usaha yang produktif.

Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/2/PBI/2001 Tentang

Pemberian Kredit Usaha Kecil, yang dimaksud Kredit Usaha Kecil

adalah kredit atau pembiayaan dari Bank untuk investasi dan atau modal

kerja, yang diberikan dalam Rupiah dan atau Valuta Asing kepada

nasabah usaha kecil dengan plafon kredit keseluruhan maksimum Rp

500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk membiayai usaha yang

produktif.

b. Kredit menengah, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang

asetnya lebih besar dari pada pengusaha kecil.

c. Kredit besar, pada dasarnya ditinjau dari segi jumlah kredit yang

diterima oleh debitur. Dalam pelaksanaan pemberian kredit yang besar

ini bank dengan melihat risiko yang besar pula, biasanya

memberikannya secara kredit sindikasi ataupun konsorsium. Hal ini

       44

(22)

dilakukan guna menekan risiko dan dana yang tersedia dapat disebar

tidak hanya pada satu perusahaan saja. Sehingga pemberian kredit yang

besar dilakukan dengan cara pembiayaan bersama (co financing/joint

financing). Cara pembiayaan bersama ini dapat dilakukan antar bank

milik negara, antar bank milik negara dengan bank milik pemerintah

daerah, antar bank milik negara dengan bank milik swasta atau bank

asing.

6. Jenis kredit menurut sifat jaminan

Dari segi jaminannya jenis kredit dapat dibedakan sebagai berikut :45

a. Kredit tanpa jaminan atau kredit blanko (unsucured loan), yaitu

pemberian kredit tanpa jaminan materil (agunan fisik), pemberiannya

sangatlah efektif dan ditujukan kepada nasabah besar yang telah teruji

bonafiditas, kejujuran dan ketaatannya dalam transaksi perbankan

maupun kegiatan usaha yang dijalaninya. Dalam Undang-Undang 1992

maupun Undang-Undang Perubahannya 1998, pemberian kredit ini

dapat saja direalisasikan, karena perundang-undangan perbankan yang

berlaku sekarang ini lebih menganut kepada jaminan yang bersifat non

fisik, artinya bahwa pemberian kredit dapat dilakukan oleh bank apabila

mempunyai keyakinan terhadap debiturnya atas kemampuan dan

kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang

diperjanjikan. Adapun agunan merupakan jaminan tambahan yang lebih

bersifat fisik. Kredit tanpa jaminan ini mengandung risiko yang lebih

       45

(23)

besar, sehingga dengan demikian berlaku bahwa semua harta kekayaan

debitur baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang sudah ada

maupun yang akan ada kemudian seluruhnya akan menjadi jaminan

pemenuhan pembayaran hutangnya.

b. Kredit dengan jaminan (secured loan).

Kredit ini diberikan kepada debitur selain didasarkan adanya keyakinan

atau kemampuan debitur juga didasarkan kepada adanya agunan atau

jaminan yang berupa fisik (collateral) sebagai jaminan tambahan,

misalnya tanah, bangunan, alat-alat produktif, dan sebagainya.

Agunan sebagai jaminan tambahan ini dimaksudkan untuk memudahkan

kreditur apabila debitur wanprestasi, sehingga bank segera dapat

menerima pelunasan hutangnya melalui cara pelelangan agunan

tersebut. Hal demikian dilakukan untuk menekan seminimal mungkin

risiko, apabila terjadi kegagalan dalam pelaksanaan kredit yang

diberikan kepada nasabahnya.

Prinsip pemberian kredit

Adapun yang menjadi prinsip pemberian kredit adalah sebagai berikut :46

1. Watak (character)

Dalam hal ini penilaian menyangkut kemauan atau dengan kata lain

itikad baik pemohon akan mempergunakan kredit sesuai dengan tujuan

pemberiannya dan pada waktunya akan melunasi kredit termasuk

bunganya, disamping mematuhi syarat-syarat yang ditentukan.

       46

(24)

2. Kemampuan (capacity)

Dalam hal ini penilaian menyangkut seberapa jauh kemampuan

pemohon dan usaha pemohon untuk dapat melunaskan beserta

pembayaran melunaskan kredit beserta pembayaran bunganya. Artinya,

menilai apakah pengurus atau tenaga-tenaga perusahaan mampu

menjalankan usahanya, mampu mengembangkan usahanya untuk

menjadi perusahaan yang berjalan lancar, berkembang dan sekaligus

menguntungkan. Karena hanya perusahaan yang berkembang dan

menguntungkanlah yang mampu untuk membayar kewajiban bunga dan

pengembalian kredit. Kalau perusahaan merugi, mungkin ia bisa

membayar bunga, namun bukan berasal dari keuntungan akan tetapi

berasal dari modal atau dana dari kredit itu sendiri. Kemampuan dalam

kondisi yang demikian tidak akan bertahan lama, karena jika dananya

sudah menipis atau habis maka perusahaan tersebut tidak akan mampu

lagi untuk membayar bunga apalagi membayar hutang pokoknya.47

3. Modal (capital)

Pihak kreditur baik lembaga bank atau non bank harus menilai berapa

besarnya modal perusahaan. Makin besar modal perusahaan akan semakin

baik, karena :48

a. Keterlibatan atau tanggung jawab pemilik modal terhadap maju

mundurnya perusahaan akan menjadi besar.

b. Beban perusahaan terhadap kewajiban bunga kredit dan

       47

 Ibid.

48

(25)

pengembaliannya akan menjadi lebih kecil.

c. Resiko kredit akan menjadi lebih kecil.

Oleh karena itu didalam pemberian kredit, bank selalu mensyaratkan

adanya modal perusahaan sendiri. Secara umum perbandingan modal

sendiri dengan kredit bank dalam suatu pembiayaan.

4. Kondisi-kondisi ekonomi (condition of economy)

Yang dimaksud dengan kondisi ekonomi adalah situasi ekonomi pada waktu

dan jangka waktu tertentu, dimana kredit itu diberikan oleh bank kepada

pemohon. Apakah kondisi ekonomi tersebut memungkinkan pemohon

mendapatkan keuntungan yang diperhitungkan dengan mempergunakan

kredit tersebut.49

5. Jaminan (collateral)

Yang dimaksud dengan jaminan adalah suatu kekayaan yang dapat diikat

sebagai jaminan guna kepastian pelunasan di belakang hari, kalau penerima

kredit tidak melunasi hutangnya. Jaminan itu dapat berupa benda bergerak

maupun benda tidak bergerak dan dapat berupa penanggungan yaitu disebut

jaminan perorangan dimana adanya pihak ketiga yang bersedia untuk

menjamin pembayaran dari penerima kredit. Jumlah nilai jaminan lainnya

tidak lebih tinggi dari jumlah kredit yang diberikan.50

       49

 Ibid. 

50

(26)

Guna mengamankan pemberian kredit, umumnya perjanjian kredit

dituangkan dalam bentuk tertulis dan dalam perjanjian baku (standards

contract). Perjanjian kredit bank biasanya dibuat dalam dua bentuk, yaitu :51

1. Perjanjian dalam bentuk akta bawah tangan

Akta di bawah tangan adalah akta yang bentuknya bebas dan

pembuatannya cukup dengan ditandatangani oleh pembuatnya. Akta ini

mempunyai kekuatan pembuktian seperti akta autentik apabila para

pihak mengakui isi dan tanda tangan yang tercantum di dalam akta

(Pasal 1875 KUH Perdata). Agar akta bawah tangan tidak mudah

dibantah, maka dibutuhkan legalisasi oleh notaris yang mengakibatkan

akta bawah tangan tersebut memiliki kekuatan pembuktian seperti akta

autentik.

2. Perjanjian dalam bentuk akta autentik

Akta autentik ini memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Ini

berarti akta autentik dianggap sah dan benar tanpa perlu membuktikan

atau menyelidiki keabsahan tanda tangan dari para pihak. Akta autentik

diatur dalam Pasal 1868 KUH Perdata.

Adapun perjanjian kredit dapat berakhir, yakni sesuai dengan ketentuan

Pasal 1381 KUH Perdata tentang hapusnya perikatan, karena perjanjian kredit

juga tunduk pada hukum perikatan. Perjanjian kredit akan berakhir karena :52

a. Pembayaran

       51

 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, Renika Cipta, Jakarta, 2009, hal.176. 

52

 Rachmadi Usman, Aspek- Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001,hal.279.

(27)

Pembayaran secara lunas ini merupakan pemenuhan prestasi dari debitur,

baik pembayaran utang pokok, bunga, denda maupun biaya-biaya lainnya

yang wajib dibayar lunas oleh debitur. Pembayaran lunas ini, baik karena

jatuh tempo kreditnya maupun karena diharuskannya debitur melunasi

kreditnya secara seketika dan sekaligus.

b. Subrogasi

Subrogasi oleh Pasal 1400 KUH Perdata disebutkan sebagai penggantian

hak-hak si berpiutang oleh seorang pihak ketiga yang membayar kepada si

berpiutang itu. Jadi subrogasi dapat terjadi apabila ada penggunaan hak-hak

oleh seorang pihak ketiga yang mengadakan pembayaran.

c. Pembaharuan utang (novasi)

Pembaharuan utang terjadi dengan jalan mengganti utang lama dengan

utang baru, debitur lama dengan debitur baru, dan kreditur lama dengan

kreditur baru.

d. Perjumpaan utang (kompensasi)

Kompensasi adalah perjumpaan dua utang, yang berupa benda-benda yang

ditentukan menurut jenis, yang dipunyai oleh dua orang atau pihak secara

timbal balik, di mana masing-masing pihak berkedudukan baik sebagai

kreditur maupun debitur terhadap orang lain, sampai jumlah terkecil yang

ada di antara kedua uang tersebut. Dasar kompensasi diatur dalam Pasal

1425 KUH Perdata.53

       53

(28)

D.Langkah- langkah penyelesaian kredit bermasalah

Saat ini istilah kredit bukan istilah yang asing lagi di telinga masyarakat

Indonesia. Pada masa ini kredit dipandang sebagai suatu pendorong untuk

kelancaran usaha yang dilakukan oleh masyarakat baik dalam perdagangan,

perindustrian, jasa dan juga konsumsi yang mempengaruhi peningkatan taraf

hidup dalam masyarakat.

Pemberian kredit yang diberikan dari pihak kreditur baik dari lembaga bank

maupun non bank kepada pihak debitur sebagai penerima pinjaman kadang

tidak berjalan lancar ataupun menghadapi masalah di dalam prosesnya. Debitur

yang telah memperoleh fasilitas kredit tidak seluruhnya dapat mengembalikan

uang yang dipinjamnya dengan baik dan tepat waktu sesuai dengan yang

diperjanjikan dalam perjanjian kredit, akibatnya kredit terhenti ataupun macet.

Sebenarnya kredit macet itu merupakan salah satu dari penggolongan kredit

bermasalah. Istilah kredit penggolongan kredit bermasalah merupakan istilah

yang dipakai untuk menunjukkan penggolongan kolektibilitas kredit yang

menggambarkan kualitas dari kredit itu sendiri.54 Jadi, untuk menentukan

apakah suatu kredit dikatakan bermasalah didasarkan pada kolektibilitasnya

kreditnya. Kolektibilitas adalah keadaan pembayaran pokok atau angsuran dan

bunga kredit oleh debitur serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana

tersebut.55 Kemudian pengertian kredit macet ialah kredit yang telah jatuh

tempo, namun belum dilunasi dan tunggakan angsuran lebih dari 270 hari atau

9 bulan. Kemudian dapat dikatakan kredit macet ialah debitur tidak mampu       

54

 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Penerbit PT. Cipta Aditya Bakti, Bandung: 1996, hal.427.

55

(29)

lagi untuk mengangsur hutang pokoknya dan bunganya dari hasil usaha yang

dimodali dengan fasilitas kredit.56

Pengaturan penggolongan kolektibilitas kredit terdapat dalam Surat

Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor: 23/68/KEP/DIR Tentang

Penggolongan Kolektibilitas Aktiva Produktif dan pembentukan Cadangan

atas Aktiva.57 Peraturan tersebut telah beberapa kali diubah, yaitu dengan Surat

Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor : 26/22/KEP/DIR tanggal 23 Mei

1993 Tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan

Penghapusan Aktiva Produktif, kemudian diubah dengan Surat Keputusan

Direksi Bank Indonesia Nomor : 30/267/KEP/DIR tanggal 27 Februari 1998

Tentang Kualitas Aktiva Produktif, kemudian diubah dengan Surat Keputusan

Direksi Bank Indonesia Nomor : 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998

Tentang Kualitas Aktiva Produktif. Kolektibilitas kredit terdiri dari 5 (lima)

golongan, yaitu :

1. Lancar (pass), kredit digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria

dibawah ini :

a. Pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada

tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit;

b. Hubungan debitor dengan bank baik dan debitor selalu menyampaikan

informasi keuangan secara teratur dan akurat;

c. Dokumentasi kredit lengkap dan pengikatan agunan kuat.

2. Dalam perhatian khusus (special mention), kredit digolongkan dalam       

56

 Mantayborbir, S., dkk., Hukum Piutang dan Lelang Negara di Indonesia, Penerbit Pustaka Bangsa, Medan: 2002, hal.23.

57

(30)

perhatian khusus apabila memenuhi kriteria di bawah ini :

a. Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga sampai 90

(sembilan puluh) hari;

b. Jarang mengalami cerukan;

c. Hubungan debitur dengan bank baik dan debitur selalu

menyampaikan informasi keuangan secara teratur dan masih akurat;

d. Dokumentasi kredit lengkap dan pengikatan agunan kuat;

e. Pelanggaran perjanjian kredit tidak prinsipil.

3. Kurang lancar (substandard), kredit digolongkan kurang lancar apabila

memenuhi kriteria di bawah ini :

a. Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah

melampaui 90 (sembilan puluh) hari sampai dengan 180 (seratus

delapan puluh) hari;

b. Terdapat cerukan yang berulang kali khususnya untuk menutupi

kerugian operasional dan kekurangan arus kas;

c. Hubungan debitur dengan bank memburuk dan informasi keuangan

tidak dapat dipercaya;

d. Dokumentasi kredit kurang lengkap dan pengikatan agunan lemah;

e. Pelanggaran terhadap persyaratan pokok kredit;

f. Perpanjangan kredit untuk menyembunyikan kesulitan keuangan.

4. Diragukan (doubtful), kredit digolongkan diragukan apabila memenuhi

kriteria di bawah ini :

(31)

melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari sampai dengan 270

(dua ratus tujuh puluh) hari;

b. Terjadi cerukan yang bersifat permanen khususnya untuk menutupi

kerugian operasional dan kekurangan arus kas;

c. Hubungan debitur dengan bank semakin memburuk dan informasi

keuangan tidak bersedia atau tidak dapat dipercaya;

d. Dokumentasi kredit tidak lengkap dan pengikatan agunan yang

lemah;

e. Pelanggaran yang prinsipil terhadap persyaratan pokok dalam

perjanjian kredit.

5. Macet (loss), kredit digolongkan macet apabila memenuhi kriteria di

bawah ini :

a. Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah

melampaui 270 (dua ratus tujuh puluh) hari;

b. Dokumentasi kredit dan atau pengikatan agunan tidak ada.

Perubahan yang terakhir yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor : 7/2/PBI/2005

Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, penetapan kualitas kredit

dilakukan dengan melakukan analisis terhadap faktor penilaian sebagai berikut:

1. Prospek usaha, meliputi:

a. Potensi pertumbuhan usaha;

b. Kondisi pasar dan posisi debitur dalam persaingan;

c. Kualitas dan manajemen dan permasalahan tenaga kerja;

(32)

e. Upaya yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara lingkungan

hidup.

2. Kinerja (performance) debitur dan kemampuan membayar, meliputi:

a. perolehan laba;

b. struktur permodalan;

c. arus kas; dan

d. sensitivitas terhadap risiko pasar.

3. Kemampuan membayar, meliputi:

a. Ketepatan pembayaran pokok dan bunga;

b. Ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan debitur;

c. Kelengkapan dokumentasi kredit;

d. Kepatuhan terhadap perjanjian kredit;

e. Kesesuaian penggunaan dana; dan

f. Kewajaran sumber pembayaran kewajiban.

Penetapan kualitas kredit dilakukan dengan mempertimbangkan signifikasi

dan materialitas dari setiap faktor penilaian dan komponen serta relevansi

dari faktor penilaian dan komponen terhadap debitur yang bersangkutan.

Kualitas kredit ditetapkan menjadi :

a. Lancar;

b. Dalam perhatian khusus;

c. Kurang lancar;

d. Diragukan; atau

(33)

Ditinjau dari KUH Perdata, maka yang dimaksud dengan macet adalah tidak

memenuhi kewajiban dalam suatu perjanjian, dalam hal ini perjanjian kredit.

Apa yang menjadi motif dari ingkar janji (wanprestasi) itu tidak dipersoalkan.

Untuk perjanjian timbal balik, maka hak kreditur terhadap debitur adalah

menuntut agar pinjaman itu dikembalikan dengan seluruh persyaratan yang

terdapat di dalam perjanjian kredit itu (Pasal 1243 KUH Perdata dan

seterusnya).58

Bentuk wanprestasi antara lain adalah59 :

a. Debitur Tidak Berprestasi

Pengertiannya ialah bahwa debitur sama sekali tidak memberikan prestasi.

Penyebabnya timbul karena debitur memang tidak mau berprestasi atau bisa

juga disebabkan karena memang kreditur obyektif tidak mungkin berprestasi

lagi atau secara subyektif tidak ada gunanya lagi untuk berprestasi.

b. Debitur keliru berprestasi

Debitur disini memang dalam pikirannya telah memberikan prestasinya,

tetapi dalam kenyataannya yang diterima kreditur, prestasi itu lain atau berbeda

dengan apa yang diperjanjikan. Misalnya, kreditur membeli bawang putih,

ternyata yang dikirim bawang merah, dalam hal demikian kita tetap

beranggapan bahwa debitur tidak berprestasi. Pada sub bagian ini jadi tidak

berprestasi termasuk “penyerahan prestasi yang tidak sebagaimana mestinya”

dalam arti tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.

c. Debitur terlambat berprestasi

       58

 Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, hal.107. 59

(34)

Berbeda dengan ketentuan di atas, dalam hal ini debitur telah berprestasi,

serta obyek prestasinya sesuai dengan yang ada dalam perjanjian, tetapi waktu

pemenuhan prestasinya tidak sesuai dengan sebagaimana yang telah

diperjanjikan.

Mengenai kredit bermasalah dapat dilakukan penyelesaian secara

administrasi perkreditan yaitu antara lain sebagai berikut:60

1. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan syarat kredit yang

menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa

tenggang, baik meliputi perubahan besarnya angsuran maupun tidak;

2. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau

seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal

pembayaran, jangka waktu, dan atau persyaratan lainnya sepanjang tidak

menyangkut perubahan maksimum saldo kredit dan konversi seluruh

atau sebagian dari pinjaman menjadi penyertaan bank;

3. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat kredit

berupa penambahan dana bank; dan/atau konversi seluruh atau sebagian

tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, dan/atau konversi seluruh

atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan.

Terhadap kredit yang sudah pada tahap kredit macet maka penanganannya

lebih ditekankan melalui beberapa upaya yang lebih bersifat pemakaian

kelembagaan hukum (penyelesaian melalui jalur hukum), yaitu antara lain :

1. Melalui Panitia Urusan Piutang Negara;

       60

(35)

2. Melalui badan peradilan;

3. Melalui arbitrase atau Badan Alternatif Penyelesaian Sengketa

E.Aspek hukum jaminan pada perjanjian kredit

Pada bagian C bab ini mengenai jenis-jenis dari kredit telah disinggung

bahwa dari segi jaminannya kredit dibedakan atas kredit tanpa jaminan

(unsucured loan) dan kredit dengan jaminan (secured loan).

Secara umum jaminan kredit dapat diartikan sebagai penyerahan kekayaan

atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran

kembali suatu utang. Didalam KUH Perdata dikenal adanya jaminan umum

dan jaminan khusus. Jaminan umum diatur dalam Pasal 1131 KUH Perdata,

yang berbunyi :

“ Segala kebendaan siberutang, baik yang bergerak maupun yang tak

bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian

hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan.”

Jaminan khusus adalah setiap jaminan hutang yang bersifat kontraktual,

yang timbul dari suatu perjanjian. Ada yang khusus ditujukan terhadap

barang-barang tertentu, seperti gadai, hipotik, cessie, asuransi, dan lain-lain, ada pula

yang tidak ditujukan terhadap barang-barang tertentu, misalnya personal

garansi, corporate guarantee atau akta pengakuan utang.

Dasar hukum dari jaminan khusus ini adalah Pasal 1132 KUH Perdata,

dimana bagi kreditur tertentu yang memegang jaminan ini dapat diberikan hak

(36)

Jaminan Khusus menurut Hukum Perdata dapat dibedakan dalam :

1. Jaminan perseorangan (personal quaranty), yaitu jaminan yang

menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat

dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap kekayaan debitur

seumumnya. Pada jaminan peorangan meliputi borg, tanggung-menanggung

(tanggung renteng), dan garansi bank. Timbulnya jaminan perorangan

disebabkan adanya perjanjian jaminan antara kreditur dengan pihak ketiga,

jaminan seseorang pada pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin

dipenuhinya kewajiban-kewajiban si debitur. Oleh karena tuntutan kreditur

terhadap seorang penjamin tidak diberikan suatu privelege atau kedudukan

istimewa dibandingkan atas tuntutan-tuntutan kreditur lainnya, maka

jaminan perseorangan ini tidak banyak dipraktekkan dalam dunia

perbankan.

2. Jaminan kebendaan (persoonlijke en zakelijke zekerheid), yaitu jaminan

yang membebani suatu benda tertentu dengan lembaga jaminan tertentu,

sehingga apabila seorang debitur tidak melunasi utangnya kepada kreditur,

maka kreditur dapat menuntut pelunasan piutangnya, dari hasil perolehan

dari penjualan di depan umum ( lelang/eksekusi) atas benda tertentu tadi.

Sehingga dapat dikatakan bahwa jaminan kebendaan sebagai salah satu

perlindungan hukum bagi kreditur, makala debitur ingkar janji, sebagai

kepastian akan pelunasan piutang, maka benda tertentu yang dijaminkan

(37)

penjualan tersebut diserahkan kepada kreditur sesuai hak tagihannya.61

Jaminan kebendaan dibagi menjadi jaminan benda bergerak dan tidak

bergerak. Termasuk golongan benda bergerak karena sifatnya adalah benda

yang tidak tergabung dengan tanah atau dimaksudkan untuk mengikuti tanah

atau bangunan, misalnya barang-barang perabot rumah. Jadi, yang termasuk

jaminan benda bergerak meliputi gadai, dan fidusia.62 Sedangkan suatu benda

tergolong dalam golongan benda yang tidak bergerak (onroerend) pertama

karena sifatnya, kedua karena tujuan pemakaiannya dan ketiga karena memang

ditentukan oleh undang-undang. Adapun benda yang tidak bergerak karena

sifatnya adalah tanah, termasuk segala sesuatu yang secara langsung atau tidak

langsung, karena perbuatan alam atau perbuatan manusia, digabung secara erat

menjadi satu dengan tanah itu. Misalnya tanah dan segala yang melekat di

atasnya, seperti gedung dan pepohonan. Tak bergerak karena tujuan

pemakaiannya adalah benda yang dilekatkan pada benda tidak bergerak

sebagai benda pokok untuk tujuan tertentu, misalnya mesin-mesin yang

dipasang pada pabrik. Tujuannya untuk dipakai tetap dan tidak

berpindah-pindah. Selanjutnya, benda tak bergerak karena ketentuan undang-undang

adalah hak-hak yang melekat pada benda tidak bergerak, misalnya hipotek, hak

tanggungan, hak pakai atas benda tidak bergerak, dan hak memungut hasil atas

benda tidak bergerak.63 Jadi, jaminan benda tidak bergerak meliputi hak

       61

 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hal.30.

62

 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, Jakarta, 2001, hal.62.  63

(38)

tanggungan, fidusia, khususnya rumah susun, hipotek kapal laut, dan pesawat

udara.

Dalam konteks perkreditan istilah jaminan sering bertukar dengan istilah

agunan. Menurut Drs. Muhammad Djumhana, SH, istilah jaminan yang dipakai

Prof. Soebekti seperti di bawah ini sebenarnya memakai istilah agunan.64

Menurut Prof. Soebekti, jaminan yang baik (ideal) itu adalah :65

1. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit oleh pihak yang

memerlukan;

2. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk

melakukan (meneruskan) usahanya;

3. Memberikan kepastian kepada si pemberi kredit, dalam arti bahwa

barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu bila

diperlukan dapat dengan mudah diuangkan untuk melunasi utang si

penerima (pengambil) kredit.

Agunan merupakan jaminan tambahan yang diperlukan dalam hal

pemberian fasilitas kredit. Hal ini sesuai dengan pengertian agunan yang

terdapat dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yaitu

bahwa agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur

kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan

berdasarkan prinsip syariah.

Sesuai penjelasan Pasal 8 UU No. 7 Tahun 1992 jo UU No. 10 Tahun 1998,

dapat diketahui bahwa agunan kredit dapat dibedakan menjadi agunan pokok

       64

Muhammad Djumhana, Op.Cit, hal.398.

65

(39)

dan agunan tambahan. Yang dikatakan agunan pokok adalah barang, surat

berharga atau garansi yang berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai

dengan kredit yang bersangkutan, seperti barang-barang yang dibeli dengan

kredit yang dijaminkan, proyek-proyek yang dibiayai dengan kredit yang

bersangkutan, maupun tagihan-tagihan debitur . Dan yang dimaksud dengan

agunan kredit tambahan adalah barang, surat berharga atau garansi yang tidak

berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai dengan kredit yang

bersangkutan, yang ditambahkan sebagai agunan.

Kegunaan jaminan kredit adalah untuk :66

a. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapat

pelunasan dari agunan, apabila debitur melakukan cidera janji, yaitu

untuk membayar kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan

dalam perjanjian;

b. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai

usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau

proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat

dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian

dapat diperkecil;

c. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya,

khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat- syarat

yang telah disetujui agar debitur dan/atau pihak ketiga yang ikut

       66

(40)

menjamin tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada

bank .

Dapatlah disimpulkan bahwa jaminan kredit berfungsi untuk menjamin

pelunasan utang debitur bila debitur cidera janji atau pailit. Jaminan kredit akan

memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak kreditur bahwa kreditnya

Referensi

Dokumen terkait

Menurut pancasila, Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa atas dasar Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Konsepsi Ketuhanan Yang Maha Esa yang bisa

Sedangkan kepemilikan institusional yang pressure-sensitive adalah kepemi- likan saham oleh institusi yang seringkali memiliki hubungan bisnis dengan perusahaan sehingga mereka

Masuknya mata pelajaran umum dalam kurikulum madrasah terjadi secara tidak merata, dan dalam lingkup madrasah yang berbasis pada pesantren perkembangannya cukup lambat

rumusan penelitian ini adalah “adakah hubungan tingkat kemampuan a ktivitas dasar sehari- hari dengan tingkat depresi pada lansia di Panti Wredha Budhi Dharma

Untuk keberhasilan pencegahan atau upaya penurunan angka kejadian postpartum blues sendiri ditunjukkan oleh nilai Z tabel yaitu - 2,937, yang artinya terapi mencengarkan

Rekapitulasi Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bangka Tengah Tahun 2014-20171. Sumber: Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten Bangka Tengah,

Pemantauan dilakukan dengan cara menampung air hujan secara langsung menggunakan corong yang ditampung dalam jerigen dengan penyangga kotak kayu di 7 lokasi

pengembangan telah sesuai dengan urutan pencapaian indikator yang dijabarkan berdasarkan KI-KD yang terdiri dari bagian pembuka, bagian inti (terdiri dari 5 kegiatan), dan