BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT
SERTA ASPEK HUKUM JAMINAN
A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian dan Perjanjian Kredit
Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukum Perjanjian
Secara garis besar perjanjian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :23
1. Perjanjian dalam arti luas, adalah setiap perjanjian yang menimbulkan
akibat hukum sebagaimana yang telah dikehendaki oleh para pihak.
2. Perjanjian dalam arti sempit, adalah hubungan-hubungan hukum
dalam lapangan harta kekayaan seperti yang dimaksud dalam Buku III
KUHPerdata.
Pasal 1313 KUH Perdata yang menyebutkan Perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih.
Menurut Handri Raharjo, S.H., penyempurnaan terhadap definisi
perjanjian (Pasal 1313 KUH Perdata) adalah suatu hubungan hukum di bidang
harta kekayaan yang didasari kata sepakat antara subjek hukum yang satu
dengan yang lain, dan diantara mereka (para pihak/subjek hukum) saling
mengikatkan dirinya sehingga subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan
begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan
23
prestasinya sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati para pihak
tersebut serta menimbulkan akibat hukum.24
Menurut Apeldoorn perjanjian disebut faktor yang membantu
pembentukan hukum, sedangkan menurut Lemaire perjanjian adalah
determinan hukum.25 Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Pasal 1313, disebutkan bahwa suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Seorang atau lebih berjanji
kepada seorang lain atau lebih atau saling berjanji untuk melakukan sesuatu
hal. Ini merupakan suatu peristiwa yang menimbulkan satu hubungan hukum
antara orang-orang yang membuatnya. Namun ada beberapa kelemahan dalam
ketentuan pasal ini. Kelemahan-kelemahan tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut :26
a. Hanya menyangkut sepihak saja.
Dapat diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata kerja
“mengikatkan” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari
kedua belah pihak. Seharusnya perumusan itu “saling mengikatkan
diri.”
b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus.
Dalam pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan
tugas tanpa kuasa (zaakwarneming), tindakan melawan hukum
24
Ibid.
25
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1985, hal.117. 26
(onrechtmatigedaad) yang tidak mengandung suatu konsensus, yang
seharusnya dipakai kata “persetujuan”.
c. Pengertian perjanjian terlalu luas.
Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut terlalu luas karena
mencakup juga pelangsungan perkawinan, janji kawin, yang diatur
dalam lapangan hukum keluarga, padahal yang dimaksud adalah
hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan
saja. Perjanjian yang dikehendaki oleh buku ketiga KUHPerdata
sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan
perjanjian yang bersifat personal.
d. Tanpa menyebut tujuan.
Rumusan pasal tersebut tidak disebutkan tujuan mengadakan
perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan dirinya tidak jelas untuk
apa.
Kelemahan- kelemahan yang dikemukakan di atas mengharuskan untuk
merumuskan kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian itu. Berdasarkan
alasan tersebut, maka perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua
orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam
lapangan harta kekayaan. Hukum yang mengatur tentang perjanjian ini disebut
hukum perjanjian (law of contract).
Sehubungan dengan uraian tersebut, secara sederhana dapat
digambarkan sebagai berikut :27
27
1. Subjek Perjanjian
a. Natural person (orang – natuurlijk person/private person).
b. Legal entity (badan hukum – rechtspersoon/ artificial person).
c. Terdiri dari kreditur dan debitur sebagai para pihak, dimana
kreditur adalah pihak yang berhak atas sesuatu dari pihak lain /
debitur, sedangkan debitur, berkewajiban memenuhi sesuatu
kepada kreditur.
2. Objek perjanjian
Hak dan kewajiban untuk memenuhi sesuatu yang dimaksudkan disebut
prestasi, yang menurut undang-undang bisa berupa :
a. Menyerahkan sesutau, bisa memberikan (te geven) benda atau
memberikan sesuatu untuk dipakai (genot / gebruik).
b. Melakukan sesuatu (te doen).
c. Tidak melakukan sesuatu (niet te doen).
Perjanjian merupakan suatu hubungan hukum yang berarti bahwa
yang bersangkutan haknya dijamin dan dilindungi oleh hukum atau
undang-undang, sehingga apabila haknya tidak dipenuhi secara
sukarela, maka yang bersangkutan berhak menuntut melalui
pengadilan supaya orang yang besangkutan dipaksa untuk memenuhi
atau menegakkan haknya.
Pengaturan Hukum perjanjian diatur dalam BAB II dan BAB V sampai
Perjanjian yang sah artinya perjanjian yang memenuhi syarat yang telah
ditentukan undang-undang, sehingga diakui oleh hukum. Dalam Pasal 1320
KUH Perdata, disebutkan ketentuan tentang syarat-syarat sahnya perjanjian
yaitu sebagai berikut :28
1. Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian
(consensus).
2. Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity).
3. Ada suatu hal tertentu (a certain subject matter).
4. Ada suatu sebab yang halal.
Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subjektif, karena
mengenai orang atau subjeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua
syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat objektif karena menegenai
perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.
Tidak terpenuhinya syarat subjektif maka perjanjian itu cacat maka dapat
dibatalkan oleh Hakim oleh pihak yang telah memberikan izin tidak secara
bebas atau tidak cakap membuat perjanjian itu. Jika syarat objektif yang tidak
terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum.
Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Kredit
Sebelum melakukan perjanjian kredit, terlebih dahulu dilakukan perjanjian,
karena perjanjian tersebut merupakan persetujuan yang mengikat kedua belah
pihak atau lebih yang diatur menurut undang-undang yang berlaku, sehingga
28
disebut perikatan, yang di dalamnya harus dijalankan atau dipenuhi prestasi
oleh pihak yang berhutang. 29
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Pasal
1 angka 11 kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Kredit adalah hubungan dimana kreditur yakni yang memberi pinjaman
dalam hubungan perkreditan dengan debitur yaitu nasabah penerima pinjaman
mempunyai kepercayaan bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-syarat
yang telah disetujui bersama dapat mengembalikan (membayar kembali) kredit
yang bersangkutan.30
Perjanjian kredit merupakan perjanjian konsensuil antara debitur dengan
kreditur yang melahirkan hubungan hutang piutang, dimana debitur
berkewajiban membayar kembali pinjaman yang diberikan oleh kreditur
dengan berdasarkan syarat dan kondisi yang telah disepaki oleh para pihak.31
Perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan (pactum de
contrahendo). Dengan demikian perjanjian ini dapat mendahului perjanjian
hutang piutang (perjanjian pinjam pengganti). Sedangkan perjanjian hutang
29
Mantay Borbir, Aneka Hukum Perjanjian Sekitar Pengurusan Piutang Negara, Penerbit Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, hal.77.
30
Ganda D. Prawira, Perkembangan hukum perkreditan nasional dan internasional, Badan pembinaan hukum nasional, Jakarta, 1992, hal.1.
31
piutang merupakan pelaksanaan dari perjanjian pendahuluan atau perjanjian
kredit.32
Hakikat dari perjanjian kredit jika dihubungkan dengan Kitab
Undang-Undang Perdata, maka secara yuridis, perjanjian kredit dapat dilihat dari dua
sudut pandang sebagai berikut : 1) perjanjian kredit sebagai perjanjian pinjam
pakai habis, 2) perjanjian kredit sebagai perjanjian khusus.33
Jika perjanjian kredit sebagai perjanjian khusus, maka tidak ada perjanjian
bernama dalam KUH Perdata yang disebut dengan perjanjian kredit. Karena itu
yang berlaku adalah ketentuan umum dari hukum perjanjian, tentunya
ditambah dengan kebendaan pasal yang telah disepakati bersama dalam
kontrak yang bersangkutan.34
Selanjutnya, penggolongan perjanjian kredit sebagai perjanjian bernama
dalam tampilannya sebagai perjanjian pinjam pakai, maka di samping berlaku
ketentuan umum tentang perjanjian, berlaku juga ketentuan KUH Perdata
tentang perjanjian pinjam pakai habis. Hal ini berbeda dengan perjanjian
pinjam pakai biasa, dimana yang harus dikembalikan oleh nasabah debitur
adalah fisik dari benda yang dipinjam, sementara dalam perjanjian pinjam
pakai habis, yang dikembalikan adalah nilai dari benda yang dipinjam pakai
tersebut.
Perjanjian pinjam meminjam ini juga mengandung makna yang luas, yaitu
bahwa objeknya adalah benda yang habis pakai. Jika dipakai istilah
verbruiklening maka termasuk di dalamnya adalah uang.
32
Ibid.
33
Ibid.
34
Beberapa pakar hukum berpendapat bahwa perjanjian kredit pada
hakikatnya adalah perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. R . Subekti berpendapat bahwa ;
“dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, dan semuanya itu
pada hakikatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam meminjam
sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada Pasal
1754 sampai dengan Pasal 1769.”
Marhainis Abdul Hay berpendapat yang sama bahwa “perjanjian kredit
adalah identik dengan perjanjian pinjam meminjam dan dikuasai oleh
ketentuan Bab XIII Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.” Hal yang
sama dikemukakan pula oleh Mariam Darus Badrulzaman bahwa “ dari
rumusan yang terdapat di dalam Undang-Undang Perbankan mengenai
perjanjian kredit, dapat dimengerti bahwa dasar perjanjian kredit adalah
perjanjian pinjam meminjam yang diatur didalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata pada Pasal 1754. Perjanjian pinjam meminjam ini juga
mengandung makna yang luas yaitu objeknya adalah benda yang dipakai habis
jika verbruiklening termasuk di dalamnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjam
meminjam ini, pihak penerima menjadi pemilik yang dipinjam dan kemudian
harus dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang
meminjamkan.35Karenanya perjanjian kredit ini merupakan perjanjian yang
bersifat riil, yaitu bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh
“penyerahan” uang oleh bank kepada nasabah debitur.”
35
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Penerbit Alumni, Bandung, 2005, hal.87.
Dari pengertian kredit di atas, dapat disimpulkan bahwa dasar hukum
perjanjian kredit adalah pinjam meminjam yang didasarkan kepada
kesepakatan antara kreditur dengan debitur. Masalah pinjam meminjam sendiri
diatur dalam Buku III Bab ketigabelas KUH Perdata.
Dalam Pasal 1754 KUH Perdata disebutkan, bahwa pinjam meminjam ialah perjanjian dengan mana satu pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang- barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.
Perjanjian kredit merupakan perjanjian tidak bernama (onvenoemde
overeenkomst) karena di dalam perjanjian kredit belum ada ketentuan yang
mengatur secara khusus baik di dalam undang-undang yang berlaku di
Indonesia maupun dalam Undang-Undang Perbankan. Ketentuan yang ada
hanya tentang pengertian kredit, yang disebutkan dalam Pasal 1 ayat (11),
Pasal 6 dan Pasal 13 tentang kredit sebagai salah satu jenis usaha bank, Pasal 8
tentang jaminan dalam pemberian kredit, tetapi tidak ada ketentuan yang
mengatur tentang bagaimana bentuk, isi dan ketentuan pasal yang terdapat
dalam perjanjian kredit yang dibuat antara kreditur dan debitur. Oleh karena itu
dasar hukum perjanjian kredit mengacu kepada ketentuan-ketentuan
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang
dikenal sebagai pasal yang mengandung asas kebebasan berkontrak. Karena
yang melandasi perjanjian kredit antara kreditur dan debitur lebih ditekankan
kepada kesepakatan antara pihak, yaitu kesepakatan antara pihak yaitu kreditur
Negara Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat), kalimat inilah
yang tercantum dalam penjelasan UUD 1945, yaitu pada sistem pemerintahan
Republik Indonesia. Hal ini berarti bahwa ada hukum yang mengatur segala
sesuatu dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Konsekuensinya adalah dalam
hal pemberian kredit pun ada peraturan khusus yang mengaturnya. Sesuai
dengan Sistem Eropa Kontinental, maka di Indonesia peraturan perundang-
undangan menduduki urutan yang sangat penting sebagai sumber hukum suatu
hal. Dalam hal kredit dasar hukumnya adalah :36
1. Perjanjian di antara para pihak
2. Undang- Undang
3. Peraturan pelaksana Undang- Undang
4. Jurisprudensi
5. Kebiasaan dalam pratek perbankan
6. Peraturan perundang- undangan terkait lainnya
1. Perjanjian di antara para pihak
Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata alinea pertama
menetapkan : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Hal ini berarti bahwa suatu
perjanjian yang dibuat secara sah, artinya tidak bertentangan dengan
undang-undang mengikat kedua belah pihak.
Berkaitan dengan pemberian kredit, dibuat suatu perjanjian kredit
antara pihak yang memberikan pinjaman yang disebut sebagai pihak kreditur
36
dan pihak yang diberikan pinjaman disebut sebagai pihak debitur. Sesuai
dengan Pasal 1338 KUH Perdata perjanjian kredit ini secara hukum berlaku
sah dan mengikat bagi pihak kreditur dan debitur. Kedua belah pihak wajib
mentaati segala sesuatu yang diatur dan dimuat dalam perjanjian kredit
tersebut, sepanjang isinya tidak bertentangan dengan undang-undang,
kesusilaan, dan ketertiban umum serta peraturan-peraturan lainnya yang
berlaku.
2. Undang- Undang
Undang-Undang merupakan sumber hukum yang sangat penting, dan
bersumber pada Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 sebagai
peraturan tertinggi dalam perundang-undangan Indonesia.
Kredit merupakan salah satu bidang usaha perbankan, maka tentang
kredit ini tunduk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan dan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan
Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
3. Peraturan pelaksana dari Undang-Undang
Dibawah Undang-Undang terdapat peraturan-peraturan lain yang juga
mengatur tentang perbankan dan berfungsi sebagai peraturan pelaksana dari
Undang-Undang. Peraturan- peraturan tersebut antara lain adalah :
a. Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan Pemerintah tentang perbankan yang mengatur tentang
1. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Pencabutan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun Tentang
Bank Umum.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1992 Tentang Bank
Perkreditan Rakyat.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 Tentang Bank
berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.
b. Peraturan perundang-undangan oleh Menteri Keuangan
c. Peraturan perundang-undangan oleh Bank Indonesia
d. Peraturan perundang-undangan lainnya
Selain peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan di
atas, peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
perkreditan juga dikeluarkan dalam bentuk Keputusan Presiden,
Peraturan atau surat keputusan pejabat tertentu, dan lain-lain.
4. Jurisprudensi
Jurisprudensi dapat menjadi dasar hukum untuk kegiatan perkreditan,
walaupun di Indonesia jurisprudensi mempunyai banyak kelemahan sehingga
sulit untuk dipakai sebagai pegangan, hal ini disebabkan :
a. Banyak jurisprudensi yang tidak disertai pertimbangan hakim yang
memutuskan.
b. Sulitnya akses masyarakat untuk mendapatkan keputusan
c. Sering terjadi, terhadap yang sama keputusan yang satu bertentangan
dengan yang lain, walaupun keputusan tersebut berasal dari
pengadilan yang sama.
5. Kebiasaan dalam praktek perbankan
Dalam ilmu hukum kebiasaan merupakan salah satu sumber hukum,
demikian juga dalam dunia perbankan. Kebiasaan-kebiasaan yang terjadi
dalam praktek perbankan boleh diterapkan walaupun tidak ada suatu
peraturan tertulis yang khusus mengaturnya, asal saja tidak bertentangan
dengan peraturan yang berlaku.
6. Peraturan perundang- undangan terkait lainnya
Selain peraturan tentang perbankan, masih ada lagi peraturan lain yang
menyangkut hal-hal seputar pemberian kredit. Misalnya pemberian kredit
didasari oleh suatu perjanjian, maka berlakulah Buku III KUH Perdata tentang
perikatan.
B.Fungsi dan Tujuan Kredit
1. Fungsi Kredit
Dalam praktek, bentuk dan materi perjanjian kredit berbeda-beda, hal
ini karena disesuaikan dengan kebutuhannya masing-masing. Oleh karena itu
perjanjian kredit tersebut tidak mempunyai bentuk yang tertentu. Perjanjian
kredit ini perlu mendapat perhatian khusus baik oleh pihak kreditur maupun
pihak debitur yang mengadakan perjanjian, karena perjanjian kredit
dalam pelaksanaan kredit itu sendiri.
Perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi, yaitu :37
a. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian
kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya
perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan
jaminan.
b. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan
hak dan kewajiban di antara pihak kreditur dan debitur.
c. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring
kredit.
Dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan fungsi kredit
perbankan antara lain sebagai berikut :38
1. Kredit pada hakikatnya dapat meningkatkan daya guna uang.
a. Para pemilik uang atau modal dapat langsung meminjamkan uangnya kepada para pengusaha yang memerlukan, untuk meningkatkan produksi atau untuk meningkatkan usahanya.
b. Para pemilik uang atau modal dapat menyimpan uangnya kepada lembaga- lembaga keuangan. Uang tersebut diberikan sebagai pinjaman kepada perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan usahanya.
2. Kredit dapat meningkatkan peredaran lalu lintas uang.
Kredit uang yang disalurkan melalui rekening giro dapat menciptakan pembayaran baru seperti cek, bilyet, giro dan wesel, sehingga apabila pembayaran dilakukan dengan cek, bilyet giro dan wesel maka akan dapat meningkatkan peredaran uang giral. Disamping itu kredit dalam perbankan yang ditarik secara tunai dapat pula meningkatkan peredaran uang kartal, sehingga arus lalu lintas akan berkembang pula.
3. Kredit dapat pula meningkatkan daya guna dan peredaran barang.
Dengan mendapatkan kredit, para pengusaha dapat memproses bahan baku menjadi barang jadi, sehingga daya barang tersebut menjadi meningkat.
37
CH.Gatot Wardoyo, Sekitar Klausul-klausul Perjanjian Kredit Bank, Bank dan Manajemen, 1996, hal.64-69.
38
Thomas Suyatno, dkk, Dasar-Dasar Perkreditan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hal.16-18.
Disamping itu kredit dapat pula meningkatkan peredaran barang, baik melalui penjualan secara kredit maupun dengan membeli barang-barang dari satu tempat dan menjualnya ke tempat yang lain. Pembelian tersebut uangnya berasal dari kredit. Hal ini berarti bahwa kredit juga dapat meningkatkan manfaat dari suatu barang.
4. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi.
Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat, kebijakan diarahkan kepada usaha-usaha antara lain :
a. Pengendalian inflasi ; b. Peningkatan ekspor ;
c. Pemenuhan kebutuhan pokok rakyat.
5. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha.
Setiap orang yang berusaha selalu ingin meningkatkan usaha tersebut, namun adakalanya dibatasi oleh kemampuan dibidang permodalan. Bantuan kredit yang diberikan oleh bank akan dapat mengatasi kekurangmampuan para pengusaha dibidang permodalan tersebut, sehingga para pengusaha akan dapat meingkatkan usahanya.
6. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan.
Dengan bantuan pemberian kredit, para pengusaha dapat memperluas usahanya dan mendirikan proyek baru. Peningkatan usaha tersebut berkesinambungan dengan kebutuhan tenaga kerja. Dengan tertampungnya tenaga kerja maka pemerataan pendapatan akan meningkat pula.
7. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional.
Bank-bank besar yang berada di luar negeri dan mempunyai jaringan usaha, dapat memberikan bantuan dalam bentuk kredit, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada perusahaan di dalam negeri. Begitu juga bagi negara yang telah maju mempunyai cadangan devisa dan tabungan yang tinggi dapat memberikan bantuan dalam bentuk kredit kepada negara yang sedang berkembang untuk membangun negara tersebut. Bantuan itu tidak saja dapat mempererat hubungan ekonomi antar negara yang bersangkutan tapi juga dapat meningkatkan hubungan internasional.
2. Tujuan kredit
Pemberian kredit bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Maka
dalam hal ini bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat kepada
nasabahnya sebagai debitur penerima kredit dalam bentuk kredit dengan
keyakinan bahwa debitur tersebut mempunyai kemampuan dan mau
mengembalikan kredit yang telah diterimanya. Kedua faktor tersebut yaitu
(safety) dan juga unsur keuntungan (profitability) dari suatu kredit, di mana
unsur tersebut saling berkaitan.
Unsur keamanan atau safety yang dikemukakan di atas mempunyai
maksud bahwa prestasi yang diberikan dalam bentuk uang, barang atau jasa
tersebut betul-betul terjamin pengembaliannya, sehingga keuntungan yang
diharapkan dapat menjadi kenyataan. Sedangkan unsur keuntungan atau
profitability merupakan tujuan dari pemberian kredit yang terjelma dalam
bentuk bunga yang diterima. Tujuan kredit tidak semata-mata mencari
keuntungan melainkan harus disesuaikan dengan tujuan negara yaitu untuk
mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pemberian kredit
bank khususnya bank pemerintah sebagai pengemban tugas (agent of
development) adalah untuk :
a. Turut menyukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan
pembangunan.
b. Meningkatkan aktifitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya
guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.
c. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup terjamin dan dapat
memperluas usahanya.39
Tujuan pemberian kredit ini seperti yang telah diuraikan di atas bahwa
tidak terlepas dari falsafah yang dianut oleh suatu negara, yang pada dasarnya
akan menciptakan suatu kepentingan yang seimbang antara lain kepentingan
39
pemerintah, kepentingan masyarakat atau rakyat serta kepentingan pemilik
modal atau pengusaha.
C. Jenis dan prinsip pemberian kredit
Jenis-jenis kredit dibedakan menjadi :40
1. Jenis kredit menurut kelembagaannya.
Kredit perbankan dengan melihat kelembagaannya maka dikenal beberapa
jenis kredit.
Adapun jenis kredit dengan dasar pengelompokan menurut kriteria
kelembagaan ini terdiri dari :
a. Kredit perbankan yang diberikan oleh bank milik negara, atau bank
swasta kepada masyarakat untuk kegiatan usaha, dan atau konsumsi.
Kredit ini diberikan kepada dunia usaha untuk ikut membiayai sebagian
kebutuhan permodalan, dan atau kepada individu untuk membiayai
pembelian kebutuhan hidup yang berupa barang maupun jasa.
b. Kredit likuiditas, yaitu kredit yang diberikan oleh bank sentral kepada
bank-bank yang beroperasi di Indonesia, yang selanjutnya digunakan
sebagai dana untuk membiayai kegiatan perkreditannya.
c. Kredit langsung, kredit ini diberikan oleh Bank Indonesia kepada
lembaga pemerintah atau semi pemerintah (kredit program), misalnya
Bank Indonesia memberikan kredit langsung kepada Bulog dalam
rangka pelaksanaannya program pengadaan pangan, atau pemberian
40
kredit langsung kepada Pertamina, atau pihak ketiga lainnya.
d. Kredit (pinjaman antar bank), kredit ini diberikan oleh bank yang
kelebihan dana kepada bank yang kekurangan dana. Peminjaman jenis
ini merupakan sarana yang paling mudah dilakukan oleh bank yang
memerlukan tambahan dana baik dalam keadaan darurat maupun dalam
keadaan biasa, sekedar memerlukan tambahan dana untuk dapat diputar
kembali.
2. Jenis kredit menurut jangka waktunya.
Artinya dalam pengelompokan jenis kredit menurut jangka waktunya
semata-mata hanya dapat menyangkut kelonggaran yang diberikan bank
kepada nasabahnya untuk melunasi kredit tersebut.
Menurut jangka waktu dikenal tiga jenis kredit, yaitu :41
a. Kredit jangka pendek
Disebut kredit jangka pendek (short term loan), yaitu kredit yang
berjangka waktu maksimum 1 (satu) tahun. Bentuknya dapat berupa
kredit modal kerja yaitu kredit untuk membiayai kebutuhan modal kerja
usaha atau proyek.
b. Kredit jangka menengah (medium term loan)
Biasanya kredit ini berjangka waktu lebih dari satu tahun sampai dengan
tiga tahun untuk jenis ini dapat berupa kredit investasi jangka menengah,
diberikan contoh misalnya kredit investasi untuk pembelian kendaraan
bermotor (mobil) atau kredit modal kerja penyelesaian proyek
41
(konstruksi), dimana jangka waktu proyeknya melebihi satu tahun.
c. Kredit jangka panjang
Jenis kredit ini pada umumnya mempunyai jangka waktu lebih dari tiga
tahun. Kredit jangka panjang ini pada umumnya adalah kredit investasi
yang bertujuan menambah modal perusaaan dalam rangka melakukan
rehabilitasi, ekspansi (perluasan), dan pendirian proyek baru.
3. Jenis kredit menurut sifat penggunaannya
Kredit yang diberikan kepada nasabah ataupun debitur juga dapat dibedakan
menurut sifat penggunaannya, yaitu :42
a. Kredit konsumtif.
yaitu kredit yang diberikan oleh bank pemerintah, atau bank swasta
kepada perseorangan untuk membiayai keperluan konsumsinya untuk
kebutuhan sehari-hari.
b. Kredit produktif.
Terdiri dari kredit investasi dan kredit eksploitasi. Kredit investasi
adalah kredit yang ditujukan untuk penggunaan pembiayaan modal
tetap, yaitu peralatan produksi, gedung, dan mesin-mesin, juga
membiayai rehabilitasi, dan ekspansi, relokasi proyek ataupun pendirian
proyek baru. Sedangkan kredit eksploitasi, yaitu kredit yang ditujukan
untuk penggunaan pembiayaan kebutuhan dunia usaha akan modal kerja
berupa persediaan bahan baku, persediaan produk akhir, barang dalam
proses produksi serta piutang-piutang.
42
c. Perpaduan antara kredit konsumtif dan kredit produktif (semi konsumtif
dan semi produktif).
4. Jenis kredit menurut keterkaitannya dengan dokumen.
Dari segi dokumen maka kredit jenis ini berarti kredit yang sangat terkait
dengan dokumen-dokumen berharga yang memiliki substansi nilai jumlah
uang, dan dokumen tersebut merupakan jaminan pokok pemberian kredit
sehingga sering disebut documentary credit. Kredit ini banyak digunakan
oleh orang yang mengadakan transaksi dagang yang berlainan tempat, dan
apabila transaksinya berlainan negara maka sangat terkait sekali dengan
valuta asing. Kredit ini terdiri dari :43
a. Kredit ekspor, yaitu semua bentuk kredit sebagai sumber pembiayaan
bagi usaha ekspor. Jadi bisa dalam kredit langsung maupun tidak
langsung, seperti pembiayaan kredit modal kerja jangka pendek,
maupun kredit investas untuk jenis industri yang berorientasi ekspor.
b. Kredit impor
Unsur dan ruang lingkup dari kredit impor pada dasarnya hampir sama
dengan kredit ekspor karena jenis kredit tersebut merupakan kredit
berdokumen.
5. Menurut aktifitas perputaran usaha.
Dari segi besar kecilnya aktifitas perputaran usaha, yaitu melihat dinamika,
sektor yang digeluti, aset yang dimiliki, dan sebagainya maka jenis kredit ini
43
terdiri dari :44
a. Kredit kecil, yaitu kredit ini diberikan kepada pengusaha yang
digolongkan sebagai pengusaha kecil. Menurut Surat Direksi Bank
Indonesia Nomor 30/4/KEP/DIR Tanggal 4 April 1997 Tentang
Pemberian Kredit Usaha Kecil, yang dimaksudkan Kredit Usaha Kecil
(KUK) adalah kredit investasi dan atau kredit modal kerja, yang
diberikan dalam Rupiah atau Valuta Asing kepada nasabah usaha kecil
dengan plafon kredit keseluruhan maksimum Rp 350.000.000,00 (tiga
ratus lima puluh juta rupiah) untuk membiayai usaha yang produktif.
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/2/PBI/2001 Tentang
Pemberian Kredit Usaha Kecil, yang dimaksud Kredit Usaha Kecil
adalah kredit atau pembiayaan dari Bank untuk investasi dan atau modal
kerja, yang diberikan dalam Rupiah dan atau Valuta Asing kepada
nasabah usaha kecil dengan plafon kredit keseluruhan maksimum Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk membiayai usaha yang
produktif.
b. Kredit menengah, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang
asetnya lebih besar dari pada pengusaha kecil.
c. Kredit besar, pada dasarnya ditinjau dari segi jumlah kredit yang
diterima oleh debitur. Dalam pelaksanaan pemberian kredit yang besar
ini bank dengan melihat risiko yang besar pula, biasanya
memberikannya secara kredit sindikasi ataupun konsorsium. Hal ini
44
dilakukan guna menekan risiko dan dana yang tersedia dapat disebar
tidak hanya pada satu perusahaan saja. Sehingga pemberian kredit yang
besar dilakukan dengan cara pembiayaan bersama (co financing/joint
financing). Cara pembiayaan bersama ini dapat dilakukan antar bank
milik negara, antar bank milik negara dengan bank milik pemerintah
daerah, antar bank milik negara dengan bank milik swasta atau bank
asing.
6. Jenis kredit menurut sifat jaminan
Dari segi jaminannya jenis kredit dapat dibedakan sebagai berikut :45
a. Kredit tanpa jaminan atau kredit blanko (unsucured loan), yaitu
pemberian kredit tanpa jaminan materil (agunan fisik), pemberiannya
sangatlah efektif dan ditujukan kepada nasabah besar yang telah teruji
bonafiditas, kejujuran dan ketaatannya dalam transaksi perbankan
maupun kegiatan usaha yang dijalaninya. Dalam Undang-Undang 1992
maupun Undang-Undang Perubahannya 1998, pemberian kredit ini
dapat saja direalisasikan, karena perundang-undangan perbankan yang
berlaku sekarang ini lebih menganut kepada jaminan yang bersifat non
fisik, artinya bahwa pemberian kredit dapat dilakukan oleh bank apabila
mempunyai keyakinan terhadap debiturnya atas kemampuan dan
kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang
diperjanjikan. Adapun agunan merupakan jaminan tambahan yang lebih
bersifat fisik. Kredit tanpa jaminan ini mengandung risiko yang lebih
45
besar, sehingga dengan demikian berlaku bahwa semua harta kekayaan
debitur baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang sudah ada
maupun yang akan ada kemudian seluruhnya akan menjadi jaminan
pemenuhan pembayaran hutangnya.
b. Kredit dengan jaminan (secured loan).
Kredit ini diberikan kepada debitur selain didasarkan adanya keyakinan
atau kemampuan debitur juga didasarkan kepada adanya agunan atau
jaminan yang berupa fisik (collateral) sebagai jaminan tambahan,
misalnya tanah, bangunan, alat-alat produktif, dan sebagainya.
Agunan sebagai jaminan tambahan ini dimaksudkan untuk memudahkan
kreditur apabila debitur wanprestasi, sehingga bank segera dapat
menerima pelunasan hutangnya melalui cara pelelangan agunan
tersebut. Hal demikian dilakukan untuk menekan seminimal mungkin
risiko, apabila terjadi kegagalan dalam pelaksanaan kredit yang
diberikan kepada nasabahnya.
Prinsip pemberian kredit
Adapun yang menjadi prinsip pemberian kredit adalah sebagai berikut :46
1. Watak (character)
Dalam hal ini penilaian menyangkut kemauan atau dengan kata lain
itikad baik pemohon akan mempergunakan kredit sesuai dengan tujuan
pemberiannya dan pada waktunya akan melunasi kredit termasuk
bunganya, disamping mematuhi syarat-syarat yang ditentukan.
46
2. Kemampuan (capacity)
Dalam hal ini penilaian menyangkut seberapa jauh kemampuan
pemohon dan usaha pemohon untuk dapat melunaskan beserta
pembayaran melunaskan kredit beserta pembayaran bunganya. Artinya,
menilai apakah pengurus atau tenaga-tenaga perusahaan mampu
menjalankan usahanya, mampu mengembangkan usahanya untuk
menjadi perusahaan yang berjalan lancar, berkembang dan sekaligus
menguntungkan. Karena hanya perusahaan yang berkembang dan
menguntungkanlah yang mampu untuk membayar kewajiban bunga dan
pengembalian kredit. Kalau perusahaan merugi, mungkin ia bisa
membayar bunga, namun bukan berasal dari keuntungan akan tetapi
berasal dari modal atau dana dari kredit itu sendiri. Kemampuan dalam
kondisi yang demikian tidak akan bertahan lama, karena jika dananya
sudah menipis atau habis maka perusahaan tersebut tidak akan mampu
lagi untuk membayar bunga apalagi membayar hutang pokoknya.47
3. Modal (capital)
Pihak kreditur baik lembaga bank atau non bank harus menilai berapa
besarnya modal perusahaan. Makin besar modal perusahaan akan semakin
baik, karena :48
a. Keterlibatan atau tanggung jawab pemilik modal terhadap maju
mundurnya perusahaan akan menjadi besar.
b. Beban perusahaan terhadap kewajiban bunga kredit dan
47
Ibid.
48
pengembaliannya akan menjadi lebih kecil.
c. Resiko kredit akan menjadi lebih kecil.
Oleh karena itu didalam pemberian kredit, bank selalu mensyaratkan
adanya modal perusahaan sendiri. Secara umum perbandingan modal
sendiri dengan kredit bank dalam suatu pembiayaan.
4. Kondisi-kondisi ekonomi (condition of economy)
Yang dimaksud dengan kondisi ekonomi adalah situasi ekonomi pada waktu
dan jangka waktu tertentu, dimana kredit itu diberikan oleh bank kepada
pemohon. Apakah kondisi ekonomi tersebut memungkinkan pemohon
mendapatkan keuntungan yang diperhitungkan dengan mempergunakan
kredit tersebut.49
5. Jaminan (collateral)
Yang dimaksud dengan jaminan adalah suatu kekayaan yang dapat diikat
sebagai jaminan guna kepastian pelunasan di belakang hari, kalau penerima
kredit tidak melunasi hutangnya. Jaminan itu dapat berupa benda bergerak
maupun benda tidak bergerak dan dapat berupa penanggungan yaitu disebut
jaminan perorangan dimana adanya pihak ketiga yang bersedia untuk
menjamin pembayaran dari penerima kredit. Jumlah nilai jaminan lainnya
tidak lebih tinggi dari jumlah kredit yang diberikan.50
49
Ibid.
50
Guna mengamankan pemberian kredit, umumnya perjanjian kredit
dituangkan dalam bentuk tertulis dan dalam perjanjian baku (standards
contract). Perjanjian kredit bank biasanya dibuat dalam dua bentuk, yaitu :51
1. Perjanjian dalam bentuk akta bawah tangan
Akta di bawah tangan adalah akta yang bentuknya bebas dan
pembuatannya cukup dengan ditandatangani oleh pembuatnya. Akta ini
mempunyai kekuatan pembuktian seperti akta autentik apabila para
pihak mengakui isi dan tanda tangan yang tercantum di dalam akta
(Pasal 1875 KUH Perdata). Agar akta bawah tangan tidak mudah
dibantah, maka dibutuhkan legalisasi oleh notaris yang mengakibatkan
akta bawah tangan tersebut memiliki kekuatan pembuktian seperti akta
autentik.
2. Perjanjian dalam bentuk akta autentik
Akta autentik ini memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Ini
berarti akta autentik dianggap sah dan benar tanpa perlu membuktikan
atau menyelidiki keabsahan tanda tangan dari para pihak. Akta autentik
diatur dalam Pasal 1868 KUH Perdata.
Adapun perjanjian kredit dapat berakhir, yakni sesuai dengan ketentuan
Pasal 1381 KUH Perdata tentang hapusnya perikatan, karena perjanjian kredit
juga tunduk pada hukum perikatan. Perjanjian kredit akan berakhir karena :52
a. Pembayaran
51
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, Renika Cipta, Jakarta, 2009, hal.176.
52
Rachmadi Usman, Aspek- Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001,hal.279.
Pembayaran secara lunas ini merupakan pemenuhan prestasi dari debitur,
baik pembayaran utang pokok, bunga, denda maupun biaya-biaya lainnya
yang wajib dibayar lunas oleh debitur. Pembayaran lunas ini, baik karena
jatuh tempo kreditnya maupun karena diharuskannya debitur melunasi
kreditnya secara seketika dan sekaligus.
b. Subrogasi
Subrogasi oleh Pasal 1400 KUH Perdata disebutkan sebagai penggantian
hak-hak si berpiutang oleh seorang pihak ketiga yang membayar kepada si
berpiutang itu. Jadi subrogasi dapat terjadi apabila ada penggunaan hak-hak
oleh seorang pihak ketiga yang mengadakan pembayaran.
c. Pembaharuan utang (novasi)
Pembaharuan utang terjadi dengan jalan mengganti utang lama dengan
utang baru, debitur lama dengan debitur baru, dan kreditur lama dengan
kreditur baru.
d. Perjumpaan utang (kompensasi)
Kompensasi adalah perjumpaan dua utang, yang berupa benda-benda yang
ditentukan menurut jenis, yang dipunyai oleh dua orang atau pihak secara
timbal balik, di mana masing-masing pihak berkedudukan baik sebagai
kreditur maupun debitur terhadap orang lain, sampai jumlah terkecil yang
ada di antara kedua uang tersebut. Dasar kompensasi diatur dalam Pasal
1425 KUH Perdata.53
53
D.Langkah- langkah penyelesaian kredit bermasalah
Saat ini istilah kredit bukan istilah yang asing lagi di telinga masyarakat
Indonesia. Pada masa ini kredit dipandang sebagai suatu pendorong untuk
kelancaran usaha yang dilakukan oleh masyarakat baik dalam perdagangan,
perindustrian, jasa dan juga konsumsi yang mempengaruhi peningkatan taraf
hidup dalam masyarakat.
Pemberian kredit yang diberikan dari pihak kreditur baik dari lembaga bank
maupun non bank kepada pihak debitur sebagai penerima pinjaman kadang
tidak berjalan lancar ataupun menghadapi masalah di dalam prosesnya. Debitur
yang telah memperoleh fasilitas kredit tidak seluruhnya dapat mengembalikan
uang yang dipinjamnya dengan baik dan tepat waktu sesuai dengan yang
diperjanjikan dalam perjanjian kredit, akibatnya kredit terhenti ataupun macet.
Sebenarnya kredit macet itu merupakan salah satu dari penggolongan kredit
bermasalah. Istilah kredit penggolongan kredit bermasalah merupakan istilah
yang dipakai untuk menunjukkan penggolongan kolektibilitas kredit yang
menggambarkan kualitas dari kredit itu sendiri.54 Jadi, untuk menentukan
apakah suatu kredit dikatakan bermasalah didasarkan pada kolektibilitasnya
kreditnya. Kolektibilitas adalah keadaan pembayaran pokok atau angsuran dan
bunga kredit oleh debitur serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana
tersebut.55 Kemudian pengertian kredit macet ialah kredit yang telah jatuh
tempo, namun belum dilunasi dan tunggakan angsuran lebih dari 270 hari atau
9 bulan. Kemudian dapat dikatakan kredit macet ialah debitur tidak mampu
54
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Penerbit PT. Cipta Aditya Bakti, Bandung: 1996, hal.427.
55
lagi untuk mengangsur hutang pokoknya dan bunganya dari hasil usaha yang
dimodali dengan fasilitas kredit.56
Pengaturan penggolongan kolektibilitas kredit terdapat dalam Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor: 23/68/KEP/DIR Tentang
Penggolongan Kolektibilitas Aktiva Produktif dan pembentukan Cadangan
atas Aktiva.57 Peraturan tersebut telah beberapa kali diubah, yaitu dengan Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor : 26/22/KEP/DIR tanggal 23 Mei
1993 Tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif, kemudian diubah dengan Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia Nomor : 30/267/KEP/DIR tanggal 27 Februari 1998
Tentang Kualitas Aktiva Produktif, kemudian diubah dengan Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia Nomor : 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998
Tentang Kualitas Aktiva Produktif. Kolektibilitas kredit terdiri dari 5 (lima)
golongan, yaitu :
1. Lancar (pass), kredit digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria
dibawah ini :
a. Pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada
tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit;
b. Hubungan debitor dengan bank baik dan debitor selalu menyampaikan
informasi keuangan secara teratur dan akurat;
c. Dokumentasi kredit lengkap dan pengikatan agunan kuat.
2. Dalam perhatian khusus (special mention), kredit digolongkan dalam
56
Mantayborbir, S., dkk., Hukum Piutang dan Lelang Negara di Indonesia, Penerbit Pustaka Bangsa, Medan: 2002, hal.23.
57
perhatian khusus apabila memenuhi kriteria di bawah ini :
a. Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga sampai 90
(sembilan puluh) hari;
b. Jarang mengalami cerukan;
c. Hubungan debitur dengan bank baik dan debitur selalu
menyampaikan informasi keuangan secara teratur dan masih akurat;
d. Dokumentasi kredit lengkap dan pengikatan agunan kuat;
e. Pelanggaran perjanjian kredit tidak prinsipil.
3. Kurang lancar (substandard), kredit digolongkan kurang lancar apabila
memenuhi kriteria di bawah ini :
a. Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah
melampaui 90 (sembilan puluh) hari sampai dengan 180 (seratus
delapan puluh) hari;
b. Terdapat cerukan yang berulang kali khususnya untuk menutupi
kerugian operasional dan kekurangan arus kas;
c. Hubungan debitur dengan bank memburuk dan informasi keuangan
tidak dapat dipercaya;
d. Dokumentasi kredit kurang lengkap dan pengikatan agunan lemah;
e. Pelanggaran terhadap persyaratan pokok kredit;
f. Perpanjangan kredit untuk menyembunyikan kesulitan keuangan.
4. Diragukan (doubtful), kredit digolongkan diragukan apabila memenuhi
kriteria di bawah ini :
melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari sampai dengan 270
(dua ratus tujuh puluh) hari;
b. Terjadi cerukan yang bersifat permanen khususnya untuk menutupi
kerugian operasional dan kekurangan arus kas;
c. Hubungan debitur dengan bank semakin memburuk dan informasi
keuangan tidak bersedia atau tidak dapat dipercaya;
d. Dokumentasi kredit tidak lengkap dan pengikatan agunan yang
lemah;
e. Pelanggaran yang prinsipil terhadap persyaratan pokok dalam
perjanjian kredit.
5. Macet (loss), kredit digolongkan macet apabila memenuhi kriteria di
bawah ini :
a. Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah
melampaui 270 (dua ratus tujuh puluh) hari;
b. Dokumentasi kredit dan atau pengikatan agunan tidak ada.
Perubahan yang terakhir yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor : 7/2/PBI/2005
Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, penetapan kualitas kredit
dilakukan dengan melakukan analisis terhadap faktor penilaian sebagai berikut:
1. Prospek usaha, meliputi:
a. Potensi pertumbuhan usaha;
b. Kondisi pasar dan posisi debitur dalam persaingan;
c. Kualitas dan manajemen dan permasalahan tenaga kerja;
e. Upaya yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara lingkungan
hidup.
2. Kinerja (performance) debitur dan kemampuan membayar, meliputi:
a. perolehan laba;
b. struktur permodalan;
c. arus kas; dan
d. sensitivitas terhadap risiko pasar.
3. Kemampuan membayar, meliputi:
a. Ketepatan pembayaran pokok dan bunga;
b. Ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan debitur;
c. Kelengkapan dokumentasi kredit;
d. Kepatuhan terhadap perjanjian kredit;
e. Kesesuaian penggunaan dana; dan
f. Kewajaran sumber pembayaran kewajiban.
Penetapan kualitas kredit dilakukan dengan mempertimbangkan signifikasi
dan materialitas dari setiap faktor penilaian dan komponen serta relevansi
dari faktor penilaian dan komponen terhadap debitur yang bersangkutan.
Kualitas kredit ditetapkan menjadi :
a. Lancar;
b. Dalam perhatian khusus;
c. Kurang lancar;
d. Diragukan; atau
Ditinjau dari KUH Perdata, maka yang dimaksud dengan macet adalah tidak
memenuhi kewajiban dalam suatu perjanjian, dalam hal ini perjanjian kredit.
Apa yang menjadi motif dari ingkar janji (wanprestasi) itu tidak dipersoalkan.
Untuk perjanjian timbal balik, maka hak kreditur terhadap debitur adalah
menuntut agar pinjaman itu dikembalikan dengan seluruh persyaratan yang
terdapat di dalam perjanjian kredit itu (Pasal 1243 KUH Perdata dan
seterusnya).58
Bentuk wanprestasi antara lain adalah59 :
a. Debitur Tidak Berprestasi
Pengertiannya ialah bahwa debitur sama sekali tidak memberikan prestasi.
Penyebabnya timbul karena debitur memang tidak mau berprestasi atau bisa
juga disebabkan karena memang kreditur obyektif tidak mungkin berprestasi
lagi atau secara subyektif tidak ada gunanya lagi untuk berprestasi.
b. Debitur keliru berprestasi
Debitur disini memang dalam pikirannya telah memberikan prestasinya,
tetapi dalam kenyataannya yang diterima kreditur, prestasi itu lain atau berbeda
dengan apa yang diperjanjikan. Misalnya, kreditur membeli bawang putih,
ternyata yang dikirim bawang merah, dalam hal demikian kita tetap
beranggapan bahwa debitur tidak berprestasi. Pada sub bagian ini jadi tidak
berprestasi termasuk “penyerahan prestasi yang tidak sebagaimana mestinya”
dalam arti tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.
c. Debitur terlambat berprestasi
58
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, hal.107. 59
Berbeda dengan ketentuan di atas, dalam hal ini debitur telah berprestasi,
serta obyek prestasinya sesuai dengan yang ada dalam perjanjian, tetapi waktu
pemenuhan prestasinya tidak sesuai dengan sebagaimana yang telah
diperjanjikan.
Mengenai kredit bermasalah dapat dilakukan penyelesaian secara
administrasi perkreditan yaitu antara lain sebagai berikut:60
1. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan syarat kredit yang
menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa
tenggang, baik meliputi perubahan besarnya angsuran maupun tidak;
2. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau
seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal
pembayaran, jangka waktu, dan atau persyaratan lainnya sepanjang tidak
menyangkut perubahan maksimum saldo kredit dan konversi seluruh
atau sebagian dari pinjaman menjadi penyertaan bank;
3. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat kredit
berupa penambahan dana bank; dan/atau konversi seluruh atau sebagian
tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, dan/atau konversi seluruh
atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan.
Terhadap kredit yang sudah pada tahap kredit macet maka penanganannya
lebih ditekankan melalui beberapa upaya yang lebih bersifat pemakaian
kelembagaan hukum (penyelesaian melalui jalur hukum), yaitu antara lain :
1. Melalui Panitia Urusan Piutang Negara;
60
2. Melalui badan peradilan;
3. Melalui arbitrase atau Badan Alternatif Penyelesaian Sengketa
E.Aspek hukum jaminan pada perjanjian kredit
Pada bagian C bab ini mengenai jenis-jenis dari kredit telah disinggung
bahwa dari segi jaminannya kredit dibedakan atas kredit tanpa jaminan
(unsucured loan) dan kredit dengan jaminan (secured loan).
Secara umum jaminan kredit dapat diartikan sebagai penyerahan kekayaan
atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran
kembali suatu utang. Didalam KUH Perdata dikenal adanya jaminan umum
dan jaminan khusus. Jaminan umum diatur dalam Pasal 1131 KUH Perdata,
yang berbunyi :
“ Segala kebendaan siberutang, baik yang bergerak maupun yang tak
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian
hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan.”
Jaminan khusus adalah setiap jaminan hutang yang bersifat kontraktual,
yang timbul dari suatu perjanjian. Ada yang khusus ditujukan terhadap
barang-barang tertentu, seperti gadai, hipotik, cessie, asuransi, dan lain-lain, ada pula
yang tidak ditujukan terhadap barang-barang tertentu, misalnya personal
garansi, corporate guarantee atau akta pengakuan utang.
Dasar hukum dari jaminan khusus ini adalah Pasal 1132 KUH Perdata,
dimana bagi kreditur tertentu yang memegang jaminan ini dapat diberikan hak
Jaminan Khusus menurut Hukum Perdata dapat dibedakan dalam :
1. Jaminan perseorangan (personal quaranty), yaitu jaminan yang
menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat
dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap kekayaan debitur
seumumnya. Pada jaminan peorangan meliputi borg, tanggung-menanggung
(tanggung renteng), dan garansi bank. Timbulnya jaminan perorangan
disebabkan adanya perjanjian jaminan antara kreditur dengan pihak ketiga,
jaminan seseorang pada pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin
dipenuhinya kewajiban-kewajiban si debitur. Oleh karena tuntutan kreditur
terhadap seorang penjamin tidak diberikan suatu privelege atau kedudukan
istimewa dibandingkan atas tuntutan-tuntutan kreditur lainnya, maka
jaminan perseorangan ini tidak banyak dipraktekkan dalam dunia
perbankan.
2. Jaminan kebendaan (persoonlijke en zakelijke zekerheid), yaitu jaminan
yang membebani suatu benda tertentu dengan lembaga jaminan tertentu,
sehingga apabila seorang debitur tidak melunasi utangnya kepada kreditur,
maka kreditur dapat menuntut pelunasan piutangnya, dari hasil perolehan
dari penjualan di depan umum ( lelang/eksekusi) atas benda tertentu tadi.
Sehingga dapat dikatakan bahwa jaminan kebendaan sebagai salah satu
perlindungan hukum bagi kreditur, makala debitur ingkar janji, sebagai
kepastian akan pelunasan piutang, maka benda tertentu yang dijaminkan
penjualan tersebut diserahkan kepada kreditur sesuai hak tagihannya.61
Jaminan kebendaan dibagi menjadi jaminan benda bergerak dan tidak
bergerak. Termasuk golongan benda bergerak karena sifatnya adalah benda
yang tidak tergabung dengan tanah atau dimaksudkan untuk mengikuti tanah
atau bangunan, misalnya barang-barang perabot rumah. Jadi, yang termasuk
jaminan benda bergerak meliputi gadai, dan fidusia.62 Sedangkan suatu benda
tergolong dalam golongan benda yang tidak bergerak (onroerend) pertama
karena sifatnya, kedua karena tujuan pemakaiannya dan ketiga karena memang
ditentukan oleh undang-undang. Adapun benda yang tidak bergerak karena
sifatnya adalah tanah, termasuk segala sesuatu yang secara langsung atau tidak
langsung, karena perbuatan alam atau perbuatan manusia, digabung secara erat
menjadi satu dengan tanah itu. Misalnya tanah dan segala yang melekat di
atasnya, seperti gedung dan pepohonan. Tak bergerak karena tujuan
pemakaiannya adalah benda yang dilekatkan pada benda tidak bergerak
sebagai benda pokok untuk tujuan tertentu, misalnya mesin-mesin yang
dipasang pada pabrik. Tujuannya untuk dipakai tetap dan tidak
berpindah-pindah. Selanjutnya, benda tak bergerak karena ketentuan undang-undang
adalah hak-hak yang melekat pada benda tidak bergerak, misalnya hipotek, hak
tanggungan, hak pakai atas benda tidak bergerak, dan hak memungut hasil atas
benda tidak bergerak.63 Jadi, jaminan benda tidak bergerak meliputi hak
61
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hal.30.
62
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, Jakarta, 2001, hal.62. 63
tanggungan, fidusia, khususnya rumah susun, hipotek kapal laut, dan pesawat
udara.
Dalam konteks perkreditan istilah jaminan sering bertukar dengan istilah
agunan. Menurut Drs. Muhammad Djumhana, SH, istilah jaminan yang dipakai
Prof. Soebekti seperti di bawah ini sebenarnya memakai istilah agunan.64
Menurut Prof. Soebekti, jaminan yang baik (ideal) itu adalah :65
1. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit oleh pihak yang
memerlukan;
2. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk
melakukan (meneruskan) usahanya;
3. Memberikan kepastian kepada si pemberi kredit, dalam arti bahwa
barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu bila
diperlukan dapat dengan mudah diuangkan untuk melunasi utang si
penerima (pengambil) kredit.
Agunan merupakan jaminan tambahan yang diperlukan dalam hal
pemberian fasilitas kredit. Hal ini sesuai dengan pengertian agunan yang
terdapat dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yaitu
bahwa agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur
kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah.
Sesuai penjelasan Pasal 8 UU No. 7 Tahun 1992 jo UU No. 10 Tahun 1998,
dapat diketahui bahwa agunan kredit dapat dibedakan menjadi agunan pokok
64
Muhammad Djumhana, Op.Cit, hal.398.
65
dan agunan tambahan. Yang dikatakan agunan pokok adalah barang, surat
berharga atau garansi yang berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai
dengan kredit yang bersangkutan, seperti barang-barang yang dibeli dengan
kredit yang dijaminkan, proyek-proyek yang dibiayai dengan kredit yang
bersangkutan, maupun tagihan-tagihan debitur . Dan yang dimaksud dengan
agunan kredit tambahan adalah barang, surat berharga atau garansi yang tidak
berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai dengan kredit yang
bersangkutan, yang ditambahkan sebagai agunan.
Kegunaan jaminan kredit adalah untuk :66
a. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapat
pelunasan dari agunan, apabila debitur melakukan cidera janji, yaitu
untuk membayar kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan
dalam perjanjian;
b. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai
usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau
proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat
dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian
dapat diperkecil;
c. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya,
khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat- syarat
yang telah disetujui agar debitur dan/atau pihak ketiga yang ikut
66
menjamin tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada
bank .
Dapatlah disimpulkan bahwa jaminan kredit berfungsi untuk menjamin
pelunasan utang debitur bila debitur cidera janji atau pailit. Jaminan kredit akan
memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak kreditur bahwa kreditnya