• Tidak ada hasil yang ditemukan

MOTIVASI PETANI DALAM PEMELIHARAAN USAHA TERNAK AYAM KAMPUNG DI PEDESAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MOTIVASI PETANI DALAM PEMELIHARAAN USAHA TERNAK AYAM KAMPUNG DI PEDESAAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

MOTIVASI PETANI DALAM PEMELIHARAAN

USAHA TERNAK AYAM KAMPUNG DI PEDESAAN

(Farmers’ Motivation towards Native Chicken Farming in Rural Areas)

ROOSGANDA ELIZABETH1danS.RUSDIANA2

1Pusat Analisis Sosek dan Kebijakan Pertanian, Jl. A. Yani No.70, Bogor

roosimanru@yahoo.com

2Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Jl. Raya Pajajaran Kav. E 59, Bogor 16151

ABSTRACT

A study was conducted to determine farmers’ motivation in native chicken farming in the Sub district Cisalak, District of Subang, West Java, in November 2011. Survey method has been carried out to gather data using a structural questionnaire of 30 farmers as respondents that has been choosen as purposive random sampling. Secondary data and primary data collected has been analyzed descriptively Results showed that characteristics of farmers’ age is in the productive age along with farmers’ skilled that indicated by experiencing in native chicken farming. Farmers’ education is mostly of completed preliminary and junior high school. Farmers have interest and fully concentrated, ready to compete, high self confidence and hard in work to raise native chicken. Even though, technical guidance and intensive supervise were needed to improve native chicken farming. Respondents in consideration having enough categorys related to farmers’ motivation in the development of native chicken farming in rural areas.

Key Words: Motivation, Farming, Native Chicken, Rural Areas ABSTRAK

Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengetahui seberapa besar motivasi petani dalam usaha ternak ayam Kampung di Kecamatan Cisalak, Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat, Pada bulan Nopember 2011. Metode survei, dilakukan untuk memperoleh informasi dengan menggunakan kuesioner terstruktur, dengan penentuan responden secara purposive random sampling, 30 peternak ayam Kampung. Data sekunder dan data primer dianalisis secara deskriptif. Hasil analisis menunjukkan bahwa karakteristik petani tergolong pada usia produktif dan sudah berpengalaman dalam usaha ternak ayam Kampung dengan pendidikan formal dominan SD dan SMP. Petani memiliki minat dan berkonsentrasi, siap bersaing, percaya diri serta keuletan dalam bekerja, meskipun masih membutuhkan bimbingan dalam pengembangan usaha ternak ayam Kampung. Responden pada kategori cukup dengan motivasi yang dimiliki berkaitan dengan pengembangan usaha ternak ayam Kampung di pedesaan.

Kata Kunci: Motivasi, Usaha, Ayam Kampung, Pedesaan

PENDAHULUAN

Usaha ternak ayam kampung telah menjadi bagian dari sistem budidaya petani dan menjadi sumber pendapatan rumah tangga juga memiliki nilai sosial ekonomi tinggi MARYANTO et al. (2007). Pemeliharaan dengan cara tradisional banyak diusahakan oleh petani di pedesaan. Ayam Kampung merupakan salah satu jenis unggas yang mudah di kenal di masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan. Keberadaan ternak ayam atau dikenal sebagai ayam Kampung sangat bermanfaat selain penghasil daging dan telur untuk dikonsumsi (JARMANI,2006).

Usaha pemeliharaan ayam Kampung di perdesaan sangat berpengaruh terhadap pengembangan sumber daya manusia yang merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan, kreativitas dan keterampilan, serta kemampuan petani dalam mengelola usaha tani ternaknya (DEMITRIA et al., 2006). Pengembangan sumber daya manusia ini merupakan proses investasi secara efektif dalam pembangunan ekonomi rumah tangga di pedesaan. Pemberdayaan petani membuka pada proses akulturasi yaitu perpaduan nilai-nilai baru dengan lama yang menggambarkan jati diri suatu kehidupan di masyarakat perdesaan sehingga perpaduan antara usaha

(2)

tanaman pangan dan ternak sebagai satu kesatuan dalam mewujudkan kesejahteraan petani di pedesaan.

SETIADI et al. (1986) menyatakan bahwa ayam Kampung dapat berkembang pada berbagai tipologi lahan, seperti pada lahan gambut dan pasang surut. Pada lahan yang tidak begitu luas pun usaha ternak ayam Kampung dapat dilakukan dengan sistem intensif, yaitu suatu cara pemeliharaan dikandangkan secara terus menerus, dengan kurun waktu 1 – 12 bulan atau lebih. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui motivasi petani dalam menjalankan usaha pemeliharaan ternak ayam Kampung di pedesaan.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survey melalui penggunaan kuesioner terstruktur terhadap 30 peternak ayam Kampung sebagai responden yang terpilih secara purposive random sampling. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder, dimana data sekunder diperoleh dari Dinas Peternakan Kabupaten Subang. Penelitian dilakukan pada bulan November 2011 di Kecamatan Cisalak Kabupaten Subang. Penentuan lokasi penelitian berdasarkan data dan informasi dari Dinas Peternakan setempat. Data yang diperoleh di analisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi wilayah

Kabupaten Subang sebagai salah satu kabupaten di kawasan utara Provinsi Jawa Barat meliputi wilayah seluas 205.176,95 ha atau 6,34% dari luas Provinsi Jawa Barat. Wilayah ini terletak di antara 10731' sampai dengan 10754' Bujur Timur dan 611' sampai dengan 649' Lintang Selatan. Secara administratif, Kabupaten Subang terbagi atas 253 desa dan kelurahan yang tergabung dalam 22 kecamatan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pembentukan Wilayah Kerja Camat, jumlah kecamatan bertambah menjadi 30

kecamatan. Batas-batas wilayah administratif Kabupaten Subang adalah di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, di sebelah barat dengan Kabupaten Purwakarta dan Karawang, di sebelah timur dengan Kabupaten Sumedang dan Indramayu dan Laut Jawa yang menjadi batas di sebelah utara. (DISNAK KABUPATEN SUBANG, 2010).

Luas wilayah

Kabupaten Subang merupakan kabupaten yang memiliki areal lahan sawah terluas ketiga di Jawa Barat setelah Indramayu dan Karawang. Kabupaten ini sekaligus merupakan wilayah dengan produksi padi terbesar ketiga di Jawa Barat. Luas lahan sawah pada tahun 2010 tercatat seluas 84.929 ha atau sekitar 41,39% dari total luas wilayah Kabupaten Subang. Sementara itu, jumlah produksi gabah di Kabupaten Subang pada tahun 2010 yaitu 959.533 ton. Luas lahan Kecamatan Cisalak sekitar 7.300.766 ha, dimana hasil produksi gabah mencapai 66.543 ton, yang merupakan 6,93% dari total produksi padi sawah dan padi ladang. Seiring dengan menurunnya jumlah luas tanam padi, perkembangan produksi padi (khususnya padi sawah dan ladang) dibandingkan dengan periode sebelumnya, tahun 2010 mengalami penurunan. Lebih lanjut memperhatikan data produksi per kecamatan sesuai dengan areal persawahan secara teknis, produksi padi terbesar masih dihasilkan oleh produksi padi ladang secara keseluruhan mengalami penurunan dibandingkan dengan pada tahun 2009 (DISNAK KABUPATEN SUBANG, 2010).

Karakteristik peternak ayam Kampung

Karakteristik peternak berdasarkan umur, pengalaman beternak dan pekerjaan, menunjukkan bahwa peternak sebagian besar masih dalam usia produktif (54%). Mata pencaharian utama adalah petani (60%) dan buruh tani (32%), sedangkan pengalaman beternak ayam Kampung dengan kisaran 1 – 5 tahun dan > 6 tahun, masing-masing adalah 42 dan 58% (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa petani memiliki pengalaman yang cukup dalam berusaha ayam Kampung.

(3)

Tabel 2 mencerminkan bahwa pendidikan petani di Kecamatan Cisalak Kabupaten Subang sebagian besar berpendidikan formal SD dan SMP atau dikategorikan pendidikan rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa introduksi teknologi belum sepenuhnya dapat diterima dengan baik. BABBIE (1989) dalam DORIAN dan ISTINA (2009), menyatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi sikap dan kemampuan dalam menyerap inovasi teknologi. Hal ini menunjukkan bahwa masih diperlukan bimbingan secara khusus kepada petani ternak ayam Kampung.

Fungsi dan peran ternak ayam Kampung di pedesaan

Fungsi dan peran petani memperlihatkan, bahwa usaha pemeliharaan ayam Kampung yang diusahakan oleh peternak di pedesaan salah satunya adalah sebagai usaha sampingan (52%), usaha pokok (24%), tabungan (16%) dan lainnya (8%) (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa usaha ternak ayam buras masih bersifat subsisten dan tabungan, dimana ternak akan dijual saat petani memerlukan kebutuhan yang mendesak. Namun demikian, peran dan fungsi ternak ayam di pedesaan cukup menunjang kesejahteraan petani di pedesaan. Tabel 1. Karakteristik petani ayam Kampung berdasarkan umur dan pengalaman beternak

Karakteristik Jumlah responden (n = 30) Persen (%)

Umur (tahun)

15 – 35 14 46

> 36 16 54

Mata pencaharian utama

Petani 20 60

Buruh tani 8 32

Pedagang, buruh bangunan/lainnya 2 8

Pengalaman beternak

1 – 5 tahun 13 42

> 6 tahun 17 58

Tabel 2. Karakteristik pendidikan petani ternak ayam Kampung di pedesaan

Karakteristik Jumlah responden (n=30) Persen (%)

Pendidikan formal

Tidak tamat sekolah SD 12 48

Tamat SD 9 36

Tamat SMP 3 12

Tamat SMA 1 4

Tabel 3. Peranan dan fungsi ternak ayam Kampung di peternak

Uraian Responden (n = 30) Presentase (%)

Fungsi dan peranan ternak

Sumber pendapatan/usaha pokok 7 24,00

Usaha sampingan/sewaktu-waktu 13 52,00

Tabungan 6 16,00

Lainnya 4 8,00

(4)

Rataan kepemilikan ternak ayam Kampung di pedesaan

Rataan kepemilikan ternak ayam Kampung yang dapat mempengaruhi kinerja usaha ayam Kampung disajikan dalam Tabel 4. Rataan jumlah kepemilikan ayam Kampung cukup tinggi sekitar 21,73 ekor/KK. Anak ayam baik jantan dan betina cukup tinggi sekitar 7,27 ekor/kk dengan betina induk sekitar 3,93 ekor/kk (18,08%). Keadaan ini menggambarkan usaha pemeliharaan ternak ayam Kampung merupakan usaha pembibitan.

Sistem pemeliharaan ternak ayam Kampung hampir seluruhnya dilakukan secara intensif dan ektensif (umbaran). Pada sistem pemeliharaan ektensif, ayam Kampung mencari pakan sendiri (pada umumnya dari sisa kebutuhan rumah tangga atau produksi tanaman pangan). Hal tersebut pada sistem intensif, ayam buras dikandangkan setiap saat dengan pemberian pakan yang teratur.

Skala usaha ayam Kampung yang optimal

Skala usaha ayam buras merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terhadap efisiensi usaha. SURYANA dan HASBIANTO (2008), menyatakan bahwa perangkat pengembangan suatu usaha terdiri atas masukan, luaran, hasil, dampak, dan faktor-pendukung lainnya. Pengembangan ayam Kampung terutama diprioritaskan untuk peternakan rakyat, karena teknologinya sederhana, dapat dilaksanakan secara sambilan, mudah dipelihara, cocok untuk skala usaha keluarga di pedesaan, daya adaptasinya tinggi, serta lebih tahan terhadap penyakit dibandingkan dengan ayam ras (MARDININGSIH et al., 2004).

Namun, pengembangan ayam Kampung skala pedesaan menghadapi beberapa kendala, antara lain skala kepemilikan relatif kecil (5 − 10 ekor/KK), modal petani terbatas, rendahnya akses pembiayaan untuk pengembangan skala usaha, belum ada standardisasi pakan, dan mortalitas akibat penyakit tinggi. ROHAENI et al. (2004) menyatakan bahwa skala pemeliharaan ayam Kampung yang menguntungkan adalah lebih dari 50 ekor/KK. Hal ini merupakan unit ekonomi mikro dari usaha yang terkecil

kelancaran usaha dan perlu pembinaan dan manajemen yang baik. Ada beberapa asumsi yang dapat diaplikasikan dalam perhitungan ekonomi secara finansial pemeliharaan sekitar 4 – 8 bulan dapat di jual dengan harga yang cukup tinggi.

Pendapatan usaha ayam Kampung merupakan selisih antara total penerimaan dengan biaya produksinya selama pemeliharaan. MUBIYARTO (1980) menyatakan bahwa perkiraan pendapatan merupakan hasil usaha pemeliharaan ternak selama periode tertentu. Sedangkan GITTINGER (1986) menyatakan bahwa analisis estimasi ekonomi adalah hasil usaha pemeliharaan ternak yang digunakan untuk mengevaluasi kegiatan usaha dalam satu tahun atau dalam periode tertentu.

Motivasi petani ternak ayam Kampung

Motivasi peternak ayam Kampung meliputi sikap keuletan bekerja dalam memelihara ternak ayam Kampung, percaya diri, siap bersaing dalam usaha, minat dan konsentrasi yang kuat dalam mengaplikasikan paket teknologi secara berkelanjutan (Tabel 5). Keuletan dalam usaha memelihara ternak ayam Kampung menyebabkan petani telah mempunyai sikap percaya diri dan siap menanggung resiko dalam berusaha.

Percaya diri yang dimiliki petani cukup tinggi. Hal ini mencerminkan bahwa dalam pelaksanaan pelatihan dan pembinaan serta aplikasi inovasi teknologi yang dibina oleh Dinas Peternakan setempat cukup berpengaruh dan sigap dalam melaksanakan tugasnya dan sesuai dengan sosial budaya setempat. Percaya diri yang tinggi akan memberikan sumbangan respon yang signifikan terhadap pengembangan usaha ternak ayam Kampung di pedesaan. Motivasi yang dimiliki petani ayam Kampung cukup nyata yang diindikasikan dengan keuletan bekerja (40%), percaya diri (13,33%), dan minat bersaing (13,33%). Sekitar 6,7% peternak menyatakan biasa saja, walaupun masih ada responden menyatakan motivasi biasa saja. Peternak masih memerlukan bimbingan teknis dari lembaga terkait maupun penyuluhan setempat dalam upaya meningkatkan kinerja usaha ayam Kampung di pedesaan.

(5)

Tabel 4. Rataan kepemilikan ternak ayam Kampung di lokasi penelitian (n = 30)

Uraian Jumlah (ekor) Jumlah/ekor (rata-rata) Persentase

Betina dewasa 118 3,93 18,08 Betina muda 110 3,67 18,88 Pejantan dewasa 99 3,30 15.18 Jantan muda 107 3,56 16,38 Anak 218 7,27 33,45 Jumlah 657 21,73 100

Tabel 5. Motivasi peternak dalam usaha memelihara

ayam Kampung Uraian Responden (n = 30) Presentase (%) Keuletan bekerja 12 40 Percaya diri 8 26,67 Siap bersaing 4 13,33

Minat dan konsentrasi 4 13,33

Biasa saja 2 6,67

Jumlah 30 100

KESIMPULAN

Peternak ayam buras di Kecamatan Cisalak Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat memiliki karakteristik umur pada golongan usia produktif yang sudah berpengalaman, dengan tingkat pendidikan tergolong rendah. Responden berada pada motivasi kategori cukup berkaitan dengan pengembangan usaha ternak ayam Kampung di pedesaan.

DAFTAR PUSTAKA

DEMITRIA,D.,HARIANTO,M.SJAFRI dan NUNUNG. 2006. Peran pembangunan sumberdaya manusia dalam peningkatan pendapatan rumah tangga petani di Daerah Istimewa Yogyakarta. Forum Pascasarjana Institut Pertanian Bogor 33(3): 155 – 164.

DISNAK KABUPATEN SUBANG. 2010. Data Statistik Peternakan. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat.

DORIAN, S. dan I. ISTINA. 2009. Motivasi Petani terhadap Agribisnis Peternakan di Kabupaten Kampar (Studi Kasus Prima Tani Kebupaten Kampar). Pros. Seminar Nasional Membangun Sistem Inovasi di Pedesaan. 15 – 16 Oktober 2009. BBP2TP, Bogor. hlm. 698 – 704. GITTINGER, J.P. 1986. Analisis Ekonomi

Proyek-Proyek Pertanian. Edisi Kedua. Universitas Indonesia, Jakarta.

JARMANI,S.N. 2006. Peluang budidaya ayam buras di pedesaan sebagai penyangga industri boga. Pros. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi dalam mendukung Usaha Ternak Unggas Berdayasaing. Semarang, 4 Agustus 2006. Puslitbang Peternakan bekerjasama dengan Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Peternakan, Universitas Diponogoro, Semarang. hlm. 131 – 136.

MARDININGSIH,D.,T.M.RAHAYUNING,W.ROESALI

dan D.J. SRIYANTO. 2004. Tingkat produktivitas dan faktor-faktor yang mempengaruhi tenaga kerja wanita pada peternakan ayam lokal intensif di Kecamatan Ampal Gading, Kabupaten Pemalang Jawa Tengah. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4 − 5 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 548 − 554.

MUBIYARTO, M. 1980. Pengantar Ekonomi Pertanian. Penerbit LP3ES, Jakarta.

MURYANTO, T. PARYONO, ERNAWATI, P.S. HARDJOSWORO, H. SETIJANTO dan L.S. GRAHA. 2007. Prospek ayam hasil persilangan antara ayam kampung dengan ras petelur sebagai sumber daging unggas mirip ayam kampung. Pros. Seminar Inovasi Teknologi Pertanian untuk Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan di Wilayah Marjinal. Ungaran, 8 Desember 2007. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jawa Tengah, Ungaran. hlm. 390 – 397.

(6)

ROHAENI,E.S.,D.ISMADI,A.DARMAWAN,SURYANA

dan SUBHAN. 2004. Profil usaha peternakan ayam lokal di Kalimantan Selatan (Studikasus di Desa Murung Panti Kecamatan Babirik, Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Desa Rumintin Kecamatan Tambarangan, Kabupaten Tapin). Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4 − 5 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 555 − 562.

SETIADI, B., A. SEMALI, M.H. TOGATOROP dan P.

SITORUS. 1986. Peranan usaha ternak dalam menunjang sistem usaha tani terpadu lahan pasang surut dan rawa di Sumatera Selatan. Pros. Seminar Nasional Pengembangan Peternakan di Sumatera dalam Menyongsong Era Tinggal Landas. Padang, 14 − 15 September 1986. Fakultas Peternakan, Universitas Andalas, Padang. hlm. 191 − 201.

SETIANI, S. dan T. PRASETYO. 2006. Kajian sosial pemberdayaan masyarakat peternak ayam buras. Pros. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi dalam Mendukung Usaha Ternak Unggas Berdayasaing. Semarang, 4 Agustus 2006. Puslitbang Peternakan bekerja sama dengan Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang. hlm. 137 – 143. STEEL,R.G.D. and J.H. TORRIE.1980. Principles and

Procedure of Statististics Approach. MacGraw Hill Book Company, USA.

SURYANA dan A. HASBIANTO. 2008. Usaha tani ternak ayam buras di Indonesia permasalahan dan tantangan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan, J. Litbang Pertanian 27(3): 75 – 83.

Referensi

Dokumen terkait

Pencacahan di lapangan harus menggunakan daftar HKD-2.1, setelah dikoreksi barulah perdesaan dan juga untuk penyusunan Indeks Harga Yang Dibayar Petani Kelompok N

Dengan asumsi setiap semester mengambil 24 atau 22 SKS diperkirakan teori dapat selesai selama 7 semester dan tugas akhir (skripsi dan KKN) selesai selama

Hubungan BBLR dengan kejadian campak yang tidak signifikan juga dipengaruhi oleh keterbatasan jumlah sampel yang digunakan dan jumlah sampel ini juga berpengaruh terhadap

Pengujian KHM dilakukan dengan metode difusi yang digunakan untuk mendapatkan konsentrasi minimum pada ekstrak etanol 96% buah dan daun mengkudu terhadap pertumbuhan

Analisis sidik ragam berdasarkan perhitungan metoda Rancangan Acak Lengkap (RAL) dilakukan untuk mengetahui taraf signifikan antar kultivar untuk kadar masing-masing komponen yang

Validator 1 PISA menyarankan menambahkan kolom perbandingan kedua gambar toilet sehingga mempermudah peserta didik membandingkannya; mengganti soal dalam LKPD

JUDUL : USIA LANJUT, PASUTRI HARUS TETAP PELIHARA HUBUNGAN SEKSUAL. MEDIA :

Model PACE merupakan salah satu model pembelajaran berlandaskan konstruktivisme yang memiliki tahap: proyek ( Project ), aktivitas ( Activity ), pembelajaran