• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN MP-ASI PADA BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GINTU KECAMATAN LORE SELATAN KABUPATEN POSO TAHUN 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN MP-ASI PADA BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GINTU KECAMATAN LORE SELATAN KABUPATEN POSO TAHUN 2014"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Yulnita Tungka, September 2014 Page 1 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN MP-ASI

PADA BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GINTU KECAMATAN LORE SELATAN KABUPATEN POSO TAHUN 2014

YULNITA TUNGKA

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Makassar Program Studi Kesehatan Masyarakat ABSTRAK

Introduction

Nutrition plays an important role in the human life cycle. Age 0-24 months is a period of rapid growth and development, so it is often termid as the golden period at the same critical period. IMR in Indonesia, according to data from Health Research (Riskesda) in 2013 showed that Indonesia’s IMR is 32 per 1,000 live births.

Objectives

The aim of this research is to know association between education level, occupation status, mother’s knowledge, socio culture, family support and provide of complementary feeding on infant.

Methode

This was analytic survey whit cross sectional design. Sample was woman who have toddler aged 0-11 months. Sampling technique was accidental accidental sampling. Data collection was conducted using questionnaire. Data was analyzed using SPSS.

Result

Research result revealed that there was association between education level (p=0,017), knowledge (p=0,000), socio cultural (p=0,001) and provide of complementary feeding. Meanwhile, there was not relationship between occupation status (p=0,171), family support (p=0,141) and provide of complementary feeding.

Conclussion

Based on the research recommended for mothers who have low levels of education in order to actively seek information about complementary feeding with training, seminars, and reading books related complementary feeding, in order to increase health workers IEC program of complementary feeding, for the community and the mother so as not to be affected by social and cultural habits of the territory in providing coplementary feeding in infants before the age of 6 months.

Keyword : Complementary feeding. Knowledge, education level, occupation status, socio cultural, family support.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Kekurangan gizi pada bayi dan anak akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan, bila tidak

diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa (Depkes RI, 2006). Usia 0 – 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga sering diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis.

(2)

Yulnita Tungka, September 2014 Page 2 Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka

Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu negara. Menurut data World Health Organization (WHO) AKB di dunia pada tahun 2012 adalah 35 per 1000 kelahiran hidup (WHO, 2012). Sedangkan AKB di Indonesia menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) pada tahun 2013 diperoleh bahwa AKB di Indonesia adalah 32 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini sedikit menurun dibandingkan AKB tahun 2007 – 2008 yaitu 34 per 1000 kelahiran hidup (Depkes, RI). Menurut data statistik Indonesia AKB di Sulawesi Tengah yaitu 65,62 %. Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 AKB Sulawesi Tenggah yaitu 58 per 1000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2012). Angka kematian bayi pada tahun 2012 Kabupaten Poso adalah sebesar 61 kasus kematian atau 15,79 per 1000 kelahiran hidup, lebih baik dari target nasional. Jika dibandingkan dengan angka nasional, AKB Kabupaten Poso tahun 2012 masih berada di bawah angka nasional yaitu 35,00 per 1000 kelahiran hidup (Dinkes poso, 2012).

ASI merupakan makanan bayi yang terbaik dan setiap bayi berhak mendapatkan ASI, dan untuk mempromosikan pemberian ASI, maka Kementerian Kesehatan telah menerbitkan surat keputusan Menteri Kesehatan nomor : 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian ASI secara eksklusif pada bayi di Indonesia. Pada tahun 2012 telah terbit Peraturan Pemerintah (PP) nomor 33 tentang Pemberian ASI Eksklusif dan telah diikuti dengan diterbitkannya 2 (dua) Peraturan Menteri Kesehatan yaitu : Permenkes Nomor 15 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui Dan/Atau Memerah Air Susu Ibu dan Permenkes Nomor 39 Tahun 2013 tentang Susu Formula Bayi dan Produk Bayi

Lainnya (Gizi Depkes RI, 2013). Menurut beberapa penelitian dibeberapa negara, bayi yang tidak mendapat ASI beresiko 17 kali lebih besar terkena diare dibandingkan bayi yang mendapat ASI eksklusif. Risiko kematian akibat pnemonia pada bayi usia 8 hari – 12 bulan yang tidak mendapatk ASI menjadi 3 – 4 kali lebih besar daripada bayi yang mendapat ASI (Depkes RI,2009).

Berdasarkan data Puskesmas Gintu tahun 2012 pencapaian ASI eksklusif di kecamatan Lore Selatan yaitu 70 %. Hasil wawancara dengan 3 orang ibu yang memiliki bayi usia 0 – 6 bulan, peneliti menemukan 2 orang ibu memberikan susu Formula kepada bayinya dari umur 1,5 bulan dengan alasan ASInya tidak cukup. Selain memberikan susu formula, ibu tersebut memberikan pisang kepada bayinya dengan alasan agar bayinya sehat dan kuat.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis ingin mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Puskesmas Gintu Kecamatan Lore Selatan Kabupaten Poso. METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan menggunakan pendekatan studi “ Cross Sectional “ dimana data yang menyangkut variabel independen dan dependen diteliti dalam waktu yang bersamaan kemudian diolah dan dilakukan analisis.

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi usia 0 – 11 bulan di Puskesmas Gintu kecamatan Lore Selatan Kabupaten Poso pada bulan maret 2014 berjumlah 144 orang. Besar sampel secara keseluruhan didapatkan dengan menggunakan rumus besar sampel berjumlah 102 orang. Teknik sampel

(3)

Yulnita Tungka, September 2014 Page 3 dalam penelitian ini menggunakan

teknik accidental sampling yaitu peneliti mengumpulkan data dari subyek yang ditemuinya, saat itu dan dalam jumlah secukupnya ( Saryono dan Angggraeni, 2013).

HASIL PENELITIAN A. Analisis univariat

1. Karakteristik Responden

Pada penelitian ini ada beberapa variabel yang digunakan, yang terdiri dari variabel dependen dan variabel independen. Variabel independen yaitu tingkat pendidikan, status pekerjaan, pengetahuan ibu, pengaruh sosial budaya, dan dukungan keluarga, sedangkan variabel dependennya yaitu pemberian MP-ASI pada bayi.

a. Umur Responden Tabel 1

Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur Ibu Di Puskesmas Gintu Kecamatan

Lore Selatan Kabupaten Poso Kelompok Umur (Tahun) n % 17-21 22-27 28-33 ≥34 13 41 35 13 12,7 40,2 34,3 12,7 Jumlah 102 100,0

Sumber : Data Primer 2014

Tabel 1 menunjukkan bahwa responden menurut kelompok umur terbanyak berusia 22-27 tahun berjumlah 41 responden (40,2%), dan kelompok umur yang paling sedikit berusia 17-21 berjumlah 13 responden (12,7%) dan 34-39 tahun berjumlah 13 responden (12,7%).

b. Tingkat Pendidikan

Tabel 2

Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Ibu Di Puskesmas Gintu Kecamatan

Lore Selatan Kabupaten Poso

Sumber : Data Primer 2014

Tabel 2 menunjukkantingkat pendidikan responden yang terbanyak yaitu berpendidikan cukup berjumlah 63 responden (61,8%) dan tingkat pendidikan rendah berjumlah 39 responden (38,2%). c. Status Pekerjaan

Tabel 3

Distribusi Responden Menurut Status Pekerjaan Ibu di Puskesmas Gintu

Kecamatan Lore Selatan Status Pekerjaan n % Tidak Bekerja Bekerja 57 45 55,9 44,1 Jumlah 102 100,0

Sumber : Data Primer 2014

Tabel 3 menunjukkan responden yang memiliki Status pekerjaan terbanyak yaitu tidak bekerja berjumlah 57 responden (55,9%), dan yang terendah yaitu bekerja berjumlah 45 responden (44,1%).

d. Pemberian MP-ASI Tabel 4

Distribusi Responden Menurut Pemberian MP-ASI Di Puskesmas Gintu Kecamatan Lore

Selatan Kabupaten Poso Pemberian MP-ASI n % Tidak Benar Benar 40 62 39,2 60,8 Jumlah 102 100,0

Sumber : Data Primer 2014

Tingkat pendidikan Ibu n % Rendah Cukup 39 63 38,2 61,8 Jumlah 102 100,0

(4)

Yulnita Tungka, September 2014 Page 4 e. Pengetahuan Ibu

Tabel 5

Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Ibu Di Puskesmas Gintu Kecamatan Lore

Selatan Kabupaten Poso Pengetahuan Ibu n % Kurang Cukup 52 50 51,0 49,0 Jumlah 102 100,0

Sumber : Data Primer 2014

Tabel 5 menunjukkan bahwa responden yang berpengetahuan cukup tentang MP-ASI sebanyak 50 responden (49,0%), dan yang berpengetahuan kurang sebanyak 52 responden (51,0%).

f. Pengaruh Sosial Budaya Tabel 6

Distribusi Responden Menurut Pengaruh Sosial Budaya Di Puskesmas Gintu

Kecamatan Lore Selatan Kabupaten Poso Pengaruh Sosial Budaya n % Tidak Ya 61 41 59,8 40,2 Jumlah 102 100,0

Sumber : Data Primer 2014

Tabel 6 menunjukkan bahwa responden yang mengikuti kebiasaan memberikan MP-ASI pada bayi usia < 6 bulan Sebanyak 41 responden (40,2%), dan sebanyak 61responden (59,8%) yang tidak mengikuti kebiasaan memberikan MP-ASI pada bayi <6 bulan.

g. Dukungan Keluarga

Tabel 7

Distribusi Responden Menurut Dukungan Keluarga Di Puskesmas Gintu Kecamatan

Lore Selatan Kabupaten Poso

Sumber : Data Primer 2014

Tabel 7 menunjukkan bahwa responden yang mendapat dukungan keluarga sebanyak 65 responden (63,7%), dan sebanyak 37 responden (36,3%) yang tidak mendapat dukungan keluarga.

B. Analisis Bivariat

Analisis bivariat ini untuk melihat apakah ada hubungan antara variabel independen dengan variebel dependen. Hubungan ini akan terlihat dari p value yang akan dihasilkan dari tabel analisis SPSS. Tabel ini akan memperlihatkan apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan, status pekerjaan, pengetahuan ibu, pengaruh sosial budaya dan dukungan keluarga terhadap pemberian MP-ASI pada bayi.

a. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Pemberian MP-ASI Pada Bayi

Tabel 8

Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Pemberian MP-ASI Pada Bayi

Di Puskesmas Gintu Kecamatan Lore Selatan Kabupaten Poso

Sumber : Data Primer 2014 Tingkat Pendidikan Pemberian MP-ASI Total Nilai p Tidak Benar Benar n % n % n % Rendah Cukup 21 19 53,8 30,2 18 44 46,2 69,8 39 63 100,0 100,0 0,017 Jumlah 40 39,2 62 60,8 102 100,0 Dukungan keluarga n % Tidak Ya 37 65 36,3 63,7 Jumlah 102 100,0

(5)

Yulnita Tungka, September 2014 Page 5 Tabel 8 menunjukkan bahwa 63

responden dengan tingkat pendidikan cukup yang memberikan MP-ASI yang benar sesuai ketentuan kesehatan berjumlah 44 responden (69,8%) dan yang memberikan MP-ASI tidak benar berjumlah 19responden (30,2%), sedangkan dari 39 responden dengan tingkat pendidikan rendah yang memberikan MP-ASI yang benar sesuai ketentuan kesehatan berjumlah 18 responden (46,2%) dan yang memberikan MP-ASI yang tidak benar berjumlah 21 responden (53,8%).

Berdasarkan hasil analisis dari penelitian yang menggunakan Uji “Chi Square” untuk melihat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemberian MP-ASI pada bayi diperoleh nilai ρ (0,017) < 0,05 ini berarti secara statistik ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemberian MP-ASI pada Bayi.

b. Hubungan Antara Status Pekerjaan Dengan Pemberian MP-ASI Pada Bayi

Tabel 9

Hubungan Antara Status Pekerjaan Dengan Pemberian MP-ASI Pada Bayi Di Puskesmas

Gintu Kecamatan Lore Selatan Kabupaten Poso

Sumber : Data Primer 2014

Tabel 9 menunjukkan bahwa sebanyak 57 responden dengan Status pekerjaan tidak bekerja yang memberikan MP-ASI yang benar sesuai dengan ketentuan kesehatan sebanyak 38 responden (66,7%)

dan yang memberikan MP-ASI yang tidak benar berjumlah 19 responden (33,3%), sedangkan dari 45 responden dengan status bekerja yang memberikan MP-ASI yang benar sesuai dengan ketentuan kesehatan sebanyak 24responden (53,3%) dan yang memberikan MP-ASI yang tidak benar berjumlah 21 responden (46,7%).

Berdasarkan hasil analisis dari penelitian yang menggunakan Uji “Chi Square” untuk melihat hubungan antara status pekerjaan dengan pemberian MP-ASI pada bayi diperoleh nilai ρ (0,171) >0,05 ini berarti secara statistik tidak ada hubungan antara status pekerjaan dengan pemberian MP-ASI pada Bayi.

c. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dengan Pemberian MP-ASI Pada Bayi

Tabel 10

Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dengan Pemberian Mp-Asi Pada Bayi Di Puskesmas

Gintu Kecamatan Lore Selatan Kabupaten Poso

Sumber : Data Primer 2014

Tabel 10 menunjukkan bahwa sebanyak 52 responden dengan pengetahuan kurang yang memberikan MP-ASI yang benar sesuai ketentuan kesehatan berjumlah 21 responden (40,4%) dan yang memberikan MP-ASI yang tidak benar berjumlah 31 responden (59,6%), sedangkan dari 50 responden dengan pengetahuan cukup yang memberikan MP-ASI yang benar sesuaiketentuan kesehatan berjumlah 41 Pengetahuan

Pemberian MP-ASI

Total Nilai p

Tidak Benar Benar

n % n % n % Kurang Cukup 31 9 59,6 18,0 21 41 40,4 82,0 52 50 100,0 100,0 0,000 Jumlah 40 39,2 62 60,8 102 100,0 Status Pekerjaan Pemberian MP-ASI Total Nilai p Tidak Benar Benar n % n % n % Tidak Bekerja Bekerja 19 21 33,3 46,7 38 24 66,7 53,3 57 45 100,0 100,0 0,171 Jumlah 40 39,2 62 60,8 102 100,0

(6)

Yulnita Tungka, September 2014 Page 6 responden (82,0%) dan yang memberikan

MP-ASI yang tidak benar berjumlah 9responden (18,0%).

Berdasarkan hasil analisis dari penelitian yang menggunakan Uji “Chi Square” untuk melihat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan pemberian MP-ASI pada bayi diperoleh nilai ρ (0,000) < 0,05 ini berarti secara statistik ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan pemberian MP-ASI pada Bayi.

d. Hubungan Antara Pengaruh Sosial Budaya Dengan Pemberian MP-ASI Pada Bayi

Tabel 11

Hubungan Antara Pengaruh Sosial Budaya Dengan Pemberian Mp-Asi Pada Bayi Di Puskesmas Gintu Kecamatan Lore Selatan

Kabupaten Poso

Sumber : Data Primer 2014

Tabel 11 menunjukkan bahwa sebanyak 61 responden yang tidak terpengaruh sosial budaya yang memberikan MP-ASI yang benar sesuai ketentuan kesehatan berjumlah 45 responden (73,8%) dan yang memberikan MP-ASI yang tidak benar berjumlah 16 responden (26,2%), sedangkan dari 41 responden dipengaruhi sosial budaya dalam pemberian MP-ASI yang memberikan MP-ASI yang benar berjumlah 17 responden (41,5%) dan yang memberikan MP-ASI yang tidak benar berjumlah 24 responden (58,5%).

Berdasarkan hasil analisis dari penelitian yang menggunakan Uji “Chi Square” untuk melihat hubungan antara pengaruh sosial budaya dengan pemberian MP-ASI pada bayi diperoleh nilai ρ (0,001) < 0,05 ini berarti secara statistik ada hubungan antara pengaruh sosial budaya dengan pemberian MP-ASI pada Bayi.

e. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Pemberian MP-ASI Pada Bayi

Tabel 12

Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Pemberian MP-ASI Pada Bayi Di

Puskesmas Gintukecamatan Lore Selatan Kabupaten Poso

Sumber : Data Primer 2014

Tabel 12 menunjukkan bahwa sebanyak 65 responden yang mendapat dukungan keluarga yang memberikan MP-ASI yang benar sesuai ketentuan kesehatan berjumlah 43 responden (66,2%) dan yang memberikan MP-ASI yang tidak benar berjumlah 22 responden (33,8%), sedangkan dari 37 responden yang tidak mendapat dukungan keluarga yang memberikan MP-ASI yang benar sesuai ketentuan kesehatan berjumlah 19 responden (51,4%) dan yang memberikan MP-ASI yang tidak benar

berjumlah 18 responden

(48,6%).Berdasarkan hasil analisis dari penelitian yang menggunakan Uji “Chi Square” untuk melihat hubungan antara dukungan keluarga dengan pemberian MP-ASI pada bayi diperoleh nilai ρ (0,141) > 0,05 ini berarti secara statistik tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dengan pemberian MP-ASI pada Bayi.

Dukungan Keluarga Pemberian MP-ASI Jumlah Nilai p Tidak Benar Benar n % n % n % Tidak Ya 18 22 48,6 33,8 19 43 51,4 66,2 37 65 100,0 100,0 0,141 Jumlah 40 39,2 62 60,8 102 100,0 Pengaruh Sosial Budaya Pemberian MP-ASI Total Nilai p Tidak Benar Benar n % n % n % Tidak Ya 16 24 26,2 58,5 45 17 73,8 41,5 61 41 100,0 100,0 0,001 Jumlah 40 39,2 62 60,8 102 100,0

(7)

Yulnita Tungka, September 2014 Page 7 PEMBAHASAN

1. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Pemberian MP - ASI Pada Bayi

Dari hasil analisis uji univariat ditemukan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan responden adalah berpendidikan cukup yaitu sebanyak 63 responden dan yang memberikan MP - ASI yang benar sesuai ketentuan kesehatan berjumlah 44 responden, dan 19 responden memberikan MP - ASI dengan cara tidak benar. Sedangkan responden dengan tingkat pendidikan rendah berjumlah 39 responden dan yang memberikan MP-ASI yang benar berjumlah 18 responden dan 21 responden memberikan MP-ASI tidak benar. Hasil diatas membuktikan ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang cukup maka akan lebih paham dan tahu serta memehami lebih banyak hal dari pada seseorang yang berpendidikan lebih rendah.

Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square untuk melihat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemberian MP-ASI pada bayi didapatkan nilai p 0,017 < 0,05 dari hasil tersebut disimpulkan secara statistik ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemberian MP-ASI pada bayi. Penelitian tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mutmainnah (2010) dimana ditemukan tidak ada hubungan antara pendidikan dengan pemberian MP-ASI di Puskesmas Pamulang dengan nilai p 0,265 > 0,05.

Hasil penelitian diatas membuktikan adanya hubungan antara pemberian MP-ASI dengan status pendidikan ibu dimana sebagian besar ibu yang berpendidikan cukup memberikan MP-ASI yang benar pada bayi sesuai dengan anjuran kesehatan. Tingkat pendidikan ibu yang cukup mempunyai hubungan positif dengan pemberian MP-ASI pada bayi, yang berarti semakin cukup atau tinggi tingkat pendidikan ibu maka semakin tepat dan benar pemberian MP-ASI kepada

bayi dan sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan ibu akan menjadi faktor penyebab pemberian MP-ASI pada bayi secara tidak benar.

Pendidikan seorang ibu yang rendah memungkinkan ia lambat dalam mengadopsi pengetahuan baru, khususnya tentang hal-hal yang berhubungan dengan pola Pemberian MP-ASI, sehingga dalam prakteknya ibu cenderung memberikan MP-ASI yang tidak sesuai dengan anjuran kesehatan seperti memberikan MP-ASI dini, frekuensi pemberian MP-ASI yang salah, dan pemberian bentuk makanan yang tidak sesuai dengan usia bayi.Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk siap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Perilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh pengetahuan.

Pendidikan sangat penting bagi seorang ibu terutama dalam pemberian makanan tambahan. Pendidikan ibu akan memberi dampak terhadap perlindungan dan kelangsungan hidup anak, melalui pemberian nutrisi yang cukup sesuai dengan pertumbuhan anak. Keterbatasan pendidikan ibu akan menyebabkan keterbatasan dalam penanganan gizi keluarga terutama bayinya. Apabila tingkat pendidikan ibu baik maka akan semakin mudah untuk menerima informasi sehingga makin banyak pengetahuan yang dimiliki.

Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang. Selain itu pendidikan merupakan faktor utama yang berperan dalam menambah informasi dan pengetahuan sesorang.

2. Hubungan Status Pekerjaan Ibu Dengan Pemberian MP-ASI Pada Bayi

Dari hasil analisis uji univariat ditemukan bahwa sebagian besar status pekerjaan responden adalah tidak bekerja

(8)

Yulnita Tungka, September 2014 Page 8 sebanyak 57 responden dan sisanya 45

responden dengan status bekerja. Hasil uji univariat didapatkan dari 57 responden yang tidak bekerja sekitar 38 responden yang memberikan MP-ASI secara benar dan 19 responden memberikan MP-ASI yang tidak benar, sedangkan dari 45 responden yang bekerja sekitar 24 responden yang memberikan MP-ASI secara benar dan sisanya 21 responden yang memberikan MP-ASI secara tidak benar.

Hasil uji statistik didapatkan nilai P 0,171 > 0,05 yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara status pekerjaan ibu dengan pemberian MP-ASI pada bayi. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Novi eka (2011) ditemukan adanya hubungan antara status pekerjaan dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Desa langensari kecamatan Unggaran Barat dengan nilai p 0,002 < 0,05.

Secara teori faktor pekerjaan berhubungan dengan aktivitas ibu setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pekerjaan ibu bisa dilakukan di rumah, ditempat kerja baik yang dekat maupun yang jauh dari rumah. Dalam hal ini lamanya seorang ibu meninggalkan bayinya untuk bekerja sehari–hari menjadi alasan pemberian makanan tambahan pada bayi usia kurang dari 6 bulan (Suhardjo, 2003).

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara faktor pekerjaan dengan pemberian makanan pendamping ASI yang tidak benar. Mayoritas responden adalah ibu rumah tangga namun masih ada responden yang memberikan makanan pendamping ASI pada bayi secara tidak benar atau memberikan MP-ASI saat usia bayi dibawah 6 bulan. Hal ini dapat disebabkan karena ibu memiliki keyakinan yang dilatarbelakangi aspek budaya misalnya bayi akan rewel jika hanya diberikan ASI ekskusif selama 6 bulan sehingga ibu tersebut memutuskan memberikan makanan pendamping ASI kurang dari 6 bulan. Meskipun ibu rumah tangga memiliki banyak waktu dalam merawat bayinya, namun aspek budaya ini sangat kental sehingga dapat

berpengaruh tidak baik terhadap pola pemberian MP-ASI pada bayi. Jadi apabila tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan pemberian makanan pendamping ASI perlu dicari faktor lain yang mempengaruhi pemberian makanan pendamping ASI, seperti sosial budaya yang ada pada lingkungan setempat.

3. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Pemberian MP-ASI Pada Bayi

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 52 responden berpengetahuan kurang dan 50 responden yang berpengetahuan cukup. Dari 52 responden yang berpengetahuan kurang sekitar 21 responden yang memberikan MP-ASI secara benar dan 31 responden memberikan MP-ASI yang tidak benar, kemudian dari 50responden yang berpengetahuan cukup sekitar 41 responden yang memberikan MP-ASI secara benar dan sisanya 9 responden memberikan MP-ASI yang tidak benar. Hal tersebut membuktikan bahwa jika pengetahuan seorang ibu tentang pemberian MP-ASI baik, maka dapat memberi pengaruh positif terhadap pemberian makanan pendamping ASI bagi bayi.

Secara teori pengetahuan akan menentukan perilaku seseorang. Secara rasional seorang ibu yang memiliki pengetahuan tinggi tentu akan berpikir lebih dalam bertindak, dia akan memperhatikan akibat yang akan diterima bila dia bertindak sembarangan. Dalam menjaga kesehatan bayinya terutama dalam pemberian makanan pendamping ASI yang benar seorang ibu dituntut memiliki pengetahuan yang tinggi sehingga pemberian makanan pendamping ASI yang tidak benar dapat dicegah.

Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square untuk melihat hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian MP-ASI pada bayi didapatkan nilai p 0,000< 0,05 dari hasil tersebut disimpulkan secara statistik adanya hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian MP-ASI pada bayi. Hal ini dikatakan berhubugan karena sebagian besar ibu yang berpengetahuan cukup

(9)

Yulnita Tungka, September 2014 Page 9 memberikan makanan pendamping ASI pada

bayinya secara benar sesuai dengan ketentuan kesehatan yaitu diberikan pada bayi usia 6 bulan keatas.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Novi eka (2011) yang menemukan adanya hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Desa Langensari Kecamatan Unggaran Barat dengan nilai p 0,001 < 0,05.

Hasil penelitian membuktikan Pengetahuan ibu yang cukup tentang pemberian MP-ASI memberikan pengaruh positif terhadap pemberian MP-ASI pada bayi. Ibu-ibu yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang MP-ASI sebagian besar memberikan MP-ASI sesuai dengan anjuran kesehatan. Hal tersebut membuktikan perlu untuk seorang ibu untuk menambah wawasan dan pengetahuannya mengenai pemberian makanan pendamping ASI bagi bayi.

Berdasarkan data diatas, sebagian besar ibu yang memberikan makanan pendamping ASI yang tidak benar memiliki pengetahuan kurang. Hal ini dikarenakan ibu tersebut tidak paham akan pengertian makanan pendamping ASI dan tidak mengerti waktu pemberian makanan yang tepat. Pengetahuan responden yang kurang dapat disebabkan karena ibu tersebut kurang aktif dalam mencari informasi tentang pemberian makanan pendamping secara benar.

Dari 102 total responden sebanyak 50 responden memiliki pengetahuan cukup mengenai MP-ASI, namun disayangkan masih ada yang memberikan MP-ASI pada bayi secara tidak benar seperti memberikan makanan pendamping ASI dini.Hal ini dapat terjadi karena walaupun tingkat pengetahuan ibu baik tetapi dipengaruhi oleh budaya setempat, tradisi keluarga serta anggapan bahwa ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi. Hal ini sesuai dengan pendapat Kirana (2005) yaitu hal yang dapat mempengaruhi pemberian makanan pendamping ASI adalah lingkungan hal tersebut dipengaruhi oleh kebiasaan keluarga dalam pola pemberian MP-ASI yang salah. Pengetahuan ataukognitif merupakan domain

yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2007).

Reaksi atau respon yang masih tertutup tergantung dari pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, kebudayaan, media masa, lembaga pendidikan dan lembaga agama dan faktor emosional (Azwar, 2003).Sebagian besar dari ibu-ibu memang sudah menunjukkan perilaku yang positif terhadap apapun yang berhubungan dengan anak mereka, tetapi walaupun pengetahuan ibu cukup, belum tentu perilaku ibu baik pula, khususnya pada ibu yang kurang percaya diri dalam merawat anak. Dengan adanya dukungan dan bantuan anggota keluarga yang telah memiliki pengalaman bayi sebelumnya maka akan terdorong berperilaku positif. Dimana pengalaman yang didapat secara langsung dari orang lain akan lebih mudah diingat dari pada membaca dan menghafalkan.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan terjadi setelah orang melakukan penginderaan melalui, panca indera, penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).

4. Hubungan Pengaruh Sosial Budaya Dengan Pemberian MP-ASI

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 61 responden yang tidak terpengaruh sosial budaya dan 41 responden dipengaruhi oleh sosial budaya dalam memberikan MP-ASI. Dari 61 responden yang tidak terpengaruh sosial budaya sebanyak 45 responden yang memberikan MP-ASI pada bayi secara benar dan 16 responden memberikan MP-ASI tidak benar. Sedangkan dari 41 responden yang

(10)

Yulnita Tungka, September 2014 Page 10 dipengaruhi oleh sosial budaya dalam

pemberian MP-ASI pada bayi, sekitar171 responden memberikan MP-Asi secara benar dan 24 responden memberikan MP-ASI tidak benar.

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan, karena lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang.

Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square untuk melihat hubungan antara pengaruh sosial budaya dengan pemberian MP-ASI pada bayi didapatkan nilai p 0,001< 0,05 dari hasil tersebut disimpulkan secara statistik adanya hubungan antara pengaruh sosial budaya dengan pemberian MP-ASI pada bayi. Tradisi atau kebiasaan akan sangat berpengaruh pada perilaku responden terhadap pemberian MP-ASI. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Novi Eka (2011) yang menemukan adanya hubungan antara pengaruh sosial budaya dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Desa Langensari Kecamatan Unggaran Barat dengan nilai p 0,001 < 0,05

Berdasarkan hasil penelitian, adanya tradisi atau budaya setempat mengenai pola pemberian MP-ASI yang tidak benar dapat mempengaruhi ibu untuk memberian MP-ASI pada bayi. Dimana dari hasil penelitian sebagian besar ibu yang tidak terpengaruh dengan sosial budaya yang ada di daerah tersebut memberikan MP-ASI yang benar sesuai dengan anjuran kesehatan. Sebaliknya ibu yang terpengaruh dengan sosial budaya di daerah tersebut sebagian besar memberikan MP-ASI pada bayi secara tidak benar. Hal ini menujukan pengaruh sosial budaya dengan pemberian MP-ASI pada bayi sangat berhubungan.

Dalam wilayah tersebut ada suatu kebiasaan yang secara turun temurun dipercaya oleh masyarakat dalam pemberian MP-ASI pada bayi usia dibawah 6 bulan.

Misalnya pemberian pisang, pepaya dan madu pada bayi dipercaya dapat membuat bayi tumbuh sehat dan kuat. Sehingga banyak ibu-ibu yang mempraktekkan hal tersebut pada bayinya. kemudian ada juga kebiasaan pada masyarakat yang memberikan kopi pada anak dari sejak masih bayi atau usia dibawah 6 bulan hal ini dipercaya dapat mencegah agar bayi tidakpanas tinggi atau kejang. Padahal anjuran kesehatan tidak memperbolehkan memberikan makanan lain selain ASI pada bayi usia dibawah 6 bulan.

kebiasaan dimasyarakat dipercaya secara turun-temurun oleh masyarakat setempat sehingga jika seorang ibu yang berpengetahuan kurang masalah MP-ASI mudah dipengaruhi untuk mengikuti kebiasaan tersebut. Sosial budaya mempunyai peran penting terhadap pemberian makanan pendamping ASI. Tidak hanya prilaku ibu yang dapat mempengaruhi, namun dukungan lingkungan juga sangat penting. Pemberian MP-ASI yang tidak benar dapat disebabkan oleh prilaku keluarga atau masyarakat yang memberikan pisang kepada bayi sebelum bayi berumur 6 bulan. Hal ini selain menggagalkan program ASI esklusif juga dapat mengganggu sistem pencernaan bayi, salah satunya adalah menyebabkan bayi mengalami diare. Begitu juga sebaliknya, semakin baik dukungan sosial yang didapat oleh seorang ibu, maka akan semakin berhasil pula pemberian MP-ASI pada bayi hal ini karena orang-orang disekitar ibu telah meyadari manfaat dan pentingnya memberikan MP-ASI.

secara budaya tentang pangan adalah salah satu faktor yang menentukan apa yang dapat dimakan dan apa yang tidak boleh dimakan. Sering kali inipun masih dibatasi adanya kemungkinan kepercayaan agama ataupun tradisi mengenai apa yang boleh dan yang tidak boleh dimakan, apa yang baik dan apa yang tidak baik secara sosial. Semua itu diperoleh melalui proses pewarisan dari generasi tua kepada generasi muda secara terus menerus. Lewat proses enkulturasi dan sosialisasi tiap individu membiasakan diri

(11)

Yulnita Tungka, September 2014 Page 11 dalam apa yang patut dimakan (Puslitbang

Gizi Depkes RI 1985 dalam Kholifah 2008). Menurut Notoatmodjo (2003) hal ini dapat disebabkan oleh faktor pengetahuan yang memegang peranan penting dalam menentukan perilaku ibu dalam mengambil tindakan dalam pemberian MP-ASI terhadap bayi karena pengetahuan akan membentuk kepercayaan yang selanjutnya akan memberikan perspektif pada manusia dalam mempersiapkan kenyataan, memberikan dasar bagi pengambilan keputusan dan menentukan perilaku terhadap obyek tertentu.

5. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Pemberian MP-ASI Pada Bayi

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 65 responden yang mendapat dukungan dari keluarga dalam pemberian MP-ASI pada bayi dan 37 responden yang tidak mendapat dukungan keluarga. Dari 65 responden yang mendapat dukungan keluarga dalam pemberian MP-ASI sekitar 43 responden yang memberikan MP-ASI secara benar kepada bayinya dan 22 responden memberikan MP-ASI tidak benar. Dari 37 responden yang tidak mendapat dukungan keluarga sekitar 19 responden yang memberikan MP-ASI kepada bayinya secara benar dan 18 responden memberikan MP-ASI tidak benar.

Hasil penelitian diatas menunjukkan peran keluarga dalam mendukung pemberian MP-ASI pada bayi sangat dibutuhkan , terlebih kultur masyarakat indonesia yang masih bersifat kolektif, yaitu keluarga berperan dalam pola pengurusan anak khususnya dalam mengurus bayi.

Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square untuk melihat hubungan antara dukungan keluarga dengan pemberian MP-ASI pada bayi didapatkan nilai p 0,141> 0,05 dari hasil tersebut disimpulkan secara statistik tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dengan pemberian MP-ASI pada bayi. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Novi Eka (2011)

yang menemukan adanya hubungan antara dukungan keluarga dengan pemberian MP-ASI pada bayi dengan nilai p 0,003 < 0,05.

Hal ini tidak berhubungan karena ada faktor lain yang memiliki peranan penting dalam pemberian MP-ASI pada bayi. Dimana faktor yang paling mempengaruhi adalah dari ibu itu sendiri dalam memberikan MP-ASI secara benar maupun tidak benar. Hasil penelitian dari 65 responden yang mendapat dukungan keluarga sekitar 43 responden yang memberikan MP-ASI dengan benar. Dukungan yang baik dari keluarga akan memberikan pengaruh yang baik pula bagi ibu dalam memberikan MP-ASI pada bayi. Sebaliknya jika dukungan yang tidak baik yang diberikan oleh keluarga maka akan berdampak buruk bagi ibu dalam memberikan MP-ASI, misalnya jika keluarga memberi saran untuk memberikan MP-ASI pada bayi yang usianya masih dibawah 6 bulan. hal seperti inilah yang perlu dicerna oleh ibu dalam menerima masukan dari keluarga maupun orang lain.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Puskesmas Gintu Kecamatan Lore Selatan Kabupaten Poso tahun 2014 dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan pemberian MP-ASI pada bayi.

2. Tidak ada hubungan antara status pekerjaan ibu dengan pemberian MP-ASI pada bayi.

3. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian MP-ASI pada bayi. 4. Ada hubungan antara pengaruh sosial

budaya dengan pemberian MP-ASI pada bayi.

5. Tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dengan pemberian MP-ASI pada bayi.

(12)

Yulnita Tungka, September 2014 Page 12 Berdasarkan pembahasan dan

kesimpulan di atas dapat dikemukakan beberapa saran, yaitu :

1. Disarankan bagi para ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah agar aktif mencari informasi mengenai MP-ASI dengan mengikuti pelatihan, seminar, dan membaca buku-buku terkait MP-ASI.

2. Diharapkan bagi ibu yang bekerja untuk memberikan MP-ASI pada bayi yang tepat sesuai umurnya.

3. Disarankan bagi petugas kesehatan untuk meningkatkan program komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) khususnya tentang MP-ASI,cara memberikan MP-ASI, bentuk-bentuk makanan yang sesuai usia bayi, frekuensi pemberian MP-ASI, dan usia yang cukup untuk diberikan MP-ASI dengan memberikan penyuluhan tentang MP-ASI agar menambah wawasan dan pengetahuan mereka tentang MP-ASI. 4. Disarankan kepada masyarakat terutama

bagi para ibu agar tidak terpengaruh sosial budaya yang menjadi kebiasaan diwilayahnya tersebut dalam memberikan MP-ASI pada bayi sebelum usia bayi > 6.

5. kepada keluarga untuk dapat memberikan dukungan penuh kepada ibu dalam hal merawat dan memberikan MP-ASI pada bayi. Terutama dalam mendukung pemberian MP-ASI pada bayi usia diatas 6 bulan.

DAFTAR PUSTAKA

AIMI, 2013, artikel : Perlindungan Hak Bayi Dan Hak Ibu Menyusui , (online), (http://aimi-asi.org, diakses 16 februari 2014).

Bappeda Poso. 2014. Rencana Kerja Pemerintahan Daerah Kabupaten Poso. Poso : Kabupaten Poso. Cott, P.W. 2003. Seri Budaya Anak,

Makanan Sehat Untuk Bayi Dan Balita. Jakarta : Dian Rakyat.

Friedman M.M. 1998. Keperawatan Keluarga Teori dan Praktik. Jakarta : EGC.

Depkes RI. 2000. Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). Jakarta : Depkes RI

Depkes RI. 2002. Manajemen Laktasi. Jakarta : Direktorat Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat,.

Depkes RI. 2004. Pedoman Pelaksanaan Pendistribusian Dan Pengelolaan Makanan Pendamping Air Susu Ibu. Jakarta : Depkes RI

Depkes R. 2005. Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : Depkes RI Depkes RI. 2006. Makanan Pendamping Air

Susu Ibu (MP-ASI),

Jakarta : Direktorat Gizi Masyarakat, Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat.

Depkes RI. 2007. Pelatihan Konseling Menyusui. Jakarta : Depkes RI Gibney M, dkk. 2008. Gizi Kesehatan

Masyarakat. Diahli bahasakan oleh Hartono Andry dan Widyastuti Palupi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG.

Jitowiyono S, dan Kristiyanasari.

2010.Asuhan Keperawatan Neonatus dan Anak. Yogyakarta : Nuha Medika Juwono, Lilian. 2003. Pemberian Makanan

Tambahan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Khairunisa, W. 2013. Hubungan

Karakteristik, Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dengan Pemberian MP – ASI Pada Bayi. Skripsi tidak

diterbitkan, Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak. Kemenkes, 2011, Artikel : Banyak Sekali

Manfaat Asi Bagi Bayi Dan Ibu, (online), (http://www.depkes.go.id, diakses 22 februari 2014).

Kemenkes. 2011. Pelatihan Konseling Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). Jakarta : Kementerian Kesehatan.

Kemenkes. 2012. Data Dan Informasi

Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Jakarta : Kementerian Kesehatan.

(13)

Yulnita Tungka, September 2014 Page 13 Kementerian Gizi, 2013, Direktorat Jenderal

Bina gizi KIA : Pekan ASI sedunia 2013, (online),

(http://www.gizikia.depkes.go.id, diakses 23 februari 2014).

Kesmas, 2011, Teori Lawrence Green, (online),

(http://kesmas- unsoed.info/2011/02/teori-lawrence-green-perilaku.html, diakses 23 februari 2014).

Kodrat Laksono. 2010. Dahsyatnya ASI Dan Laktasi Untuk Kecerdasan Buah Hati Anda. Yogyakarta : Media Baca. Komalasari. 2012. Analisis Faktor – Faktor

Yang Berhubungan Dengan Persepsi Ketidakcukupan ASI Bagi Ibu Yang Memiliki Bayi 0 – 12 Bulan. Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Krisnatuti D, dan Yenrina R. 2000.

Menyiapkan Makanan Pendamping ASI. jakarta : Puspa Swara

Encyclopedia of Children’s Health, Demographics of working mothers. (online), (

http://www.healthofchildren.com , diakses 20 februari 2014).

Litbangkes. 2003. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Gizi Dan Makanan. Jakarta.

Markum A.H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak . Jilid 1. Jakarta : FKUI

Notoatmodjo S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Nursalam, 2003. Metodologi Riset

Keperawatan. Jakarta: Infomedika. Pawenrusi E, dkk. 2013. Pedoman

penulisan skripsi. Edisi 10, Makassar : STIK Makassar

Prasetyono. 2009. Buku Pintar ASI Eksklusif, Pengenalan, Praktik dan Kemanfaatan-Kemanfaatannya. cetakan 1, Jogjakarta : DIVA pres. Riskesdas. 2013. riset kesehatan dasar 2013.

jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Riskesdas. 2007. riset kesehatan dasar 2007. jakarta : Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI.\

Roesli Utami. 2000. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta : Trubus Agriwidya

Suhardjo. 1992. Pemberian Makanan Pada Bayi Dan Anak. jakarta : Bumi Aksara

Saryono dan Anggraini, M. 2013. Metode Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif Dalam Bidang Kesehatan.

Yogyakarta : Nuha Medika Sulistyoningsih, H. 2011. Gizi untuk

Kesehatan Ibu dan Anak, Yogyakarta : Graha Ilmu.

Unicef Indonesia, 2012, Ringkasan Kajian Ibu Dan Anak, (online),

(http://www.unicef.org/indonesia/id, diakses 19 februari 2014).

Wahid Iqbal. 2007. Pengantar Riset

Keperawatan Komunitas. Jakarta: Cv Sagung Seto.

Wahyu. Gambaran Karakteristik Ibu yang Memberikan MP-ASI pada Bayi Usia kurang dari 6 Bulan, (online),

(http://pustaka.unpad.ac.id, diakses 20 februari 2014).

WHO, 2013, Global Health Observatory (GHO), (online),

(http://www.who.int, diakses 18 februari 2014).

Wulandari, M. 2011. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Baru Lahir. Skripsi. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Negeri Syarif Hidayahtullah Jakarta

Gambar

Tabel 1 menunjukkan bahwa responden  menurut  kelompok  umur  terbanyak  berusia  22-27  tahun  berjumlah  41  responden  (40,2%),  dan  kelompok  umur  yang  paling  sedikit berusia 17-21 berjumlah 13 responden  (12,7%)  dan  34-39  tahun  berjumlah  13
Tabel  6  menunjukkan  bahwa  responden  yang  mengikuti  kebiasaan  memberikan  MP-ASI  pada  bayi  usia  &lt;  6  bulan  Sebanyak  41  responden  (40,2%),  dan  sebanyak  61responden  (59,8%)  yang  tidak  mengikuti  kebiasaan  memberikan  MP-ASI  pada b

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan konsep healing environment pada lingkungan perawatan akan tampak pada kondisi akhir kesehatan pasien, yaitu pengurangan waktu rawat, pengurangan biaya

Konsentrasi asam sulfat bertindak sebagai agen dehidrasi yang bertindak pada gula untuk membentuk furfural dan turunannya yang kemudian dikombinasikan dengan alfa

Additional future research should investigate whether the reliability and validity of responses to branched and unbranched questions are the same across

Jika tidak ada suatu proses yang mengerjakan critical section dan ada beberapa proses yang akan masuk ke critical section, maka hanya proses yang sedang berada pada entry-

Hasil uji Friedman pada taraf kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada perbedaan yang sangat nyata terhadap nilai tekstur tahu interaksi antara lama simpan dan jenis konsentrasi

Cipta, 2004), hal.. dalam belajar mata pelajaran tertentu. Dalam proses pembelajaran anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berfikir. Secara umum

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan literasi sains siswa yang menerapkan model pembelajaran 5E terintegrasi pendekatan saintifik berada pada 4 kategori

Oleh karena itulah perbuatan zina yang dilakukan oleh orang telah menikah (Zina muhshan) termasuk salah satu dari tiga orang yang darahnya diharamkan. Diriwayatkan oleh