• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK CEDERA KEPALA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK CEDERA KEPALA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN SKRIPSI"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK CEDERA KEPALA DI RUMAH SAKIT

UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2016 - 2017

SKRIPSI

Oleh :

YENNY ELISABETH SIGALINGGING

140100104

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KARAKTERISTIK CEDERA KEPALA DI RUMAH SAKIT

UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2016 - 2017

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Kedokteran

Oleh :

YENNY ELISABETH SIGALINGGING

140100104

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu setia memberikan berkat dan rahmat-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini berjudul “Karakteristik Cedera Kepala Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2016-2017”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran.

Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Rasa terima kasih penulis disampaikan kepada :

1. Dr. dr. Aldy S. Rambe, Sp.S (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. dr. Iskandar Japardi, Sp. BS (K) selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Prof. Dr. dr. Irma Damayanti, Sp. KK (K) selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

4. dr. Andre Siahaan, M. Ked, Sp. BS selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu penulis yang dihormati dan disayangi, Novita Sihaloho yang telah banyak memberikan dorongan moril, doa, dan materil dalam penyusunan skripsi ini.

7. Saudara yang penulis sayangi Ranita Veronica Sigalingging, Riwandi Sigalingging, dan Triputri Sigalingging yang telah memberikan dukungan dan doa dalam penyusunan skripsi ini.

8. Teman-teman kuliah saya, Bella, Ceem, Debby, Dina, Femmy, Grace, Heppy, Kinia, Liza, Monica, Natalia yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Teman-teman sekolah saya, Nanda, Tira, Ruth, Putri, Maria, Atek, Janglee, Vero yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

(5)

10. Saudara, kerabat dan teman-teman angkatan 2014 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan sebagai masukan penulisan selanjutnya. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

Medan, 15 Januari 2018 Hormat Saya

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi... iv

Daftar Tabel ... vii

Daftar Gambar ... viii

Daftar Singkatan... ix Abstrak ... x BAB I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 2 1.3. Tujuan Penelitian ... 2 1.3.1. Tujuan Umum ... 2 1.3.2. Tujuan Khusus... 2 1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Definisi Cedera Kepala ... 4

2.2. Anatomi Kepala ... 4 2.2.1. Kulit Kepala ... 4 2.2.2. Tengkorak... 4 2.2.3. Meninges ... 5 2.2.4. Otak ... 6 2.2.5. Cairan Serebrospinal ... 8

2.3. Penyebab Cedera Kepala ... 8

(7)

2.4.1. Cedera Primer ... 9

2.4.2. Cedera Sekunder ... 10

2.5. Klasifikasi Cedera Kepala ... 11

2.5.1. Berdasarkan Tingkat Keparahan Klinis ... 11

2.5.2. Berdasarkan Etiologi ... 12

2.5.3. Berdasarkan Keterlibatan ... 12

2.5.4. Berdasarkan Perkembangan Cedera ... 12

2.5.5. Berdasarkan ICD 10 ... 14

2.6. Diagnosa Cedera Kepala ... 15

2.6.1 Anamnesa ... 15

2.6.2. Pemeriksaan Fisik ... 15

2.6.3. GCS dan Pemeriksaan Pupil ... 17

2.6.4. Pemeriksaan Laboratorium ... 18

2.6.5. Pencitraan (Imaging) ... 19

2.7. Komplikasi Cedera Kepala ... 20

2.8. Prognosis Cedera Kepala ... 21

2.9. Kerangka Teori... 22

2.10. Kerangka Konsep ... 23

BAB III. METODE PENELITIAN ... 24

3.1. Rancangan Penelitian ... 24

3.2. Lokasi Penelitian ... 24

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 24

3.3.1 Populasi ... 24

3.3.2 Sampel ... 24

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 25

3.5. Metode Analisis Data ... 25

(8)

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Distribusi penderita cedera kepala berdasarkan jenis kelamin ... 30

4.2 Distribusi penderita cedera kepala berdasarkan usia ... 31

4.3 Distribusi penderita cedera kepala berdasarkan Pekerjaan ... 32

4.4 Distribusi penderita cedera kepala berdasarkan penyebab ... 33

4.5 Distribusi penderita cedera kepala berdasarkan jenis cedera kepala ... 34

4.6 Distribusi penderita cedera kepala berdasarkan tingkat keparahan... 35

4.7 Distribusi penderita cedera kepala berdasarkan lama rawa inap ... 35

4.8 Distribusi penderita cedera kepala berdasarkan keadaan sewaktu pulang ... 37

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

5.1 Kesimpulan ... 38

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1 Distribusi penderita cedera kepala berdasarkan

jenis kelamin ... 30 4.2 Distribusi penderita cedera kepala berdasarkan usia ... 31 4.3 Distribusi penderita cedera kepala berdasarkan

Pekerjaan ... 32 4.4 Distribusi penderita cedera kepala berdasarkan

penyebab ... 33 4.5 Distribusi penderita cedera kepala berdasarkan jenis

cedera kepala ... 34 4.6 Distribusi penderita cedera kepala berdasarkan

tingkat keparahan... 35 4.7 Distribusi penderita cedera kepala berdasarkan keadaan

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Tengkorak... 5

2.2 Lapisan meninges ... 6

2.3 Kerangka teori ... 22

(11)

DAFTAR SINGKATAN

ABCD : Airway, Breathing, Circulation, Disability

CBF : Cerebral Blood Flow

CCHR : Canadian Computed Tomography Head Rule

CDC : Center of Disease Control and Prevention

CO2 : Carbon Dioksida

CSS : Cairan Serebrospinal

CT : Computed Tomography

CTE : Chronic Traumatic Encephalopathy

DAI : Diffuse Axonal Injury

FBC : Full Blood Count

GCS : Glasgow Coma Scale

ICD : International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems

ICP : Intracranial Pressure

INR : International Normalized Ratio mg/dL : miligram/deciliter

MRI : Magnetic Resonance Imaging

NICE : National Institute for Clinical Excellence NOC : New Orleans Criteria

PT : Prothrombin Time

PTA : Post Traumatic Amnesia

PTT : Partial Thromboplastin Time

RS : Rumah Sakit

RSUP HAM : Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

SCALP : Skin, Connective tissue, Aponeurosis, Loose areolar tissue, Perikranium

SSP : Susunan Saraf Pusat

TBI : Traumatic Brain Injury

(12)

ABSTRAK

Latar Belakang. Cedera kepala adalah kegawatdaruratan yang umum terjadi di seluruh dunia.

Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar tubuh. Cedera kepala biasanya mengacu pada Traumatic Brain Injury (TBI), namun cedera kepala bukan hanya mengenai otak, tetapi dapat mengenai kulit kepala, tengkorak, jaringan otak atau gabungan dari masing-masing bagian tersebut. Data yang tersedia menunjukkan bahwa hampir 60% dari cedera kepala adalah karena cedera lalu lintas jalan di seluruh dunia; sekitar 20-30% adalah karena jatuh; 10% karena kekerasan, dan 10% lainnya. Tujuan. Mengetahui karakteristik cedera kepala di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2016-2017. Metode. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan desain penelitian retrospektif. Pengambilan sampel menggunakan teknik Total Sampling. Hasil. Berdasarkan penelitian terhadap 258 subjek penelitian, didapatkan hasil penderita cedera kepala 76,7% adalah laki-laki, 28,3% berusia 17-25 tahun, 35,3% berstatus sebagai pelajar/mahasiswa, 83,7% penyebabnya karena kecelakaan lalu lintas, 54,4% menderita intracranial injury, 78,7% datang dengan Glasgow Coma Scale (GCS) ringan (13-15), 10 hari median lama rawat inap dengan GCS ringan, 9 hari dengan GCS sedang, 4 hari dengan GCS berat, dan 60,4% pulang dengan keadaan sembuh. Kesimpulan. Cedera kepala paling banyak diderita oleh laki-laki, berusia 17-25 tahun, berstatus pelajar/mahasiswa, disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, menderita intracranial injury, datang dengan GCS ringan, dirawat selama 10 hari, dan pulang dengan keadaan sembuh.

(13)

ABSTRACT

Background. Head injuries are common emergencies around the world. Head injury is a damage

to the head, not congenital or degenerative, but caused by physical attacks or impacts from outside the body. Head injury usually refers to a traumatic brain injury (TBI), but head injury is not only about the brain, but it can affect the scalp, skull, brain tissue or a combination of each of these parts. Available data indicate that nearly 60% of head injuries are due to road traffic injuries worldwide; about 20-30% is due to fall; 10% due to violence, and another 10%.

Objective. To know the characteristic of head injury at Haji Adam Malik General Hospital Medan

in 2016-2017. Method. This research is retrospective descriptive design. Sampling using Total Sampling technique. Results. Based on the research on 258 subjects, 76.7% of the results were 76.7% male, 28.3% were 17-25 years old, 35.3% were students, 83.7% were caused by traffic accidents , 54.4% suffered from intracranial injury, 78.7% came with mild Glasgow Coma Scale / GCS (13-15), 10 days median duration of hospitalization with mild GCS, 9 days with moderate GCS, 4 days with severe GCS, and 60.4% returning home recovered. Conclusion. The most common head injury to males, aged 17-25 years old, is a student, caused by a traffic accident, suffering from intracranial injury, coming with mild GCS, being treated for 10 days, and returning home recovered.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Cedera kepala adalah masalah kegawatdaruratan di seluruh dunia. Namun, gejala yang dialami oleh mereka yang menderita cedera kepala sering tidak terlihat, seperti gangguan memori atau kognisi, sehingga disebut sebagai “silent epidemic” (Hyder et al., 2007). Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar (Zamzami et al., 2010).Dari semua jenis cedera, cedera kepala adalah yang paling mungkin mengakibatkan kematian atau cacat (Hyder et al., 2007).

Data yang tersedia menunjukkan bahwa hampir 60% dari cedera kepala adalah karena cedera lalu lintas; sekitar 20-30% karena jatuh; 10% karena kekerasan, dan 10% karena gabungan dari tempat kerja dan olahraga terkait cedera (Hyder et al., 2007).Pria memiliki risiko lebih tinggi mengalami cedera kepala daripada wanita (Li et al., 2016). Insidensi cedera kepala jika dilihat dari gawat darurat, rawat inap, dan kematian terus meningkat dari tahun 2001 ke 2010. Misalnya, dari tahun 2001 sampai 2005, tingkat cedera kepala mengalami peningkatan 521-616 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2010 peningkatan ke 824 per 100.000 penduduk (Center of Disease Control and Prevention (CDC, 2014)).

Setiap tahun, setidaknya 1,7 juta cedera kepala terjadi di Amerika Serikat (di semua kelompok umur), dan penyebab sekitar sepertiga (30,5%) dari semua kematian adalah karena cedera. Remaja yang lebih tua (usia 15 sampai 19 tahun), orang dewasa yang lebih tua (usia 65 tahun dan lebih tua), dan laki-laki di semua kelompok umur yang paling mungkin untuk mengalami cedera kepala (ASHA, 2017). Di Eropa, secara keseluruhan tingkat kejadian sebanyak 262 per 100.000

(15)

2

untuk kasus cedera (Peeters et al., 2015).

Data epidemiologi cedera kepala di Indonesia belum tersedia secara nasional. Namun ada beberapa data epidemiologi di wilayah Indonesia yang bisa didapatkan, antara lain dari bagian saraf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo pada tahun 2005 didapatkan kasus cedera otak mencapai 434 pasien cedera otak ringan, 315 pasien cedera otak sedang, kasus dengan mortalitas sebanyak 23 kasus. Sedangkan data epidemiologi di Medan, diperoleh dari RS Pirngadi Medan pada tahun 2002-2003 sebanyak 1095 kasus cedera kepala dan 92 kasus kematian akibat cedera kepala (Zamzami et al., 2010). Di RS Haji Medan pada tahun 2007 sebanyak 102 kasus cedera kepala. Di RSUP H.Adam Malik berjumlah 977 kasus cedera kepala yang dirawat inap dan 605 kasus cedera kepala yang dirawat jalan pada tahun 2015.

Data-data mengenai kasus cedera kepala di Indonesia kurang lengkap khususnya data pada setiap daerah di Indonesia. Maka, dengan itu penulis memilih Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang merupakan rumah sakit tipe A dan sebagai pusat rujukan di Sumatera Utara dan sekitarnya.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimana karakteristik cedera kepala di Rumah Sakit Umum Pusat Haji

Adam Malik Medan Tahun 2016 sampai 2017?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik cedera kepala di Rumah Sakit Umum Pusat

Haji Adam Malik Medan Tahun 2016 sampai 2017.

1.3.2 Tujuan Khusus

(16)

2. Mengetahui proporsi penderita cedera kepala berdasarkan jenis kelamin, umur, pekerjaan.

3. Mengetahui proporsi penderita cedera kepala berdasarkan penyebab. 4. Mengetahui proporsi penderita cedera kepala berdasarkan jenisnya. 5. Mengetahui proporsi penderita cedera kepala berdasarkan tingkat

keparahan cedera kepala.

6. Mengetahui proporsi penderita cedera kepala berdasarkan lamanya dirawat inap.

7. Mengetahui proporsi penderita cedera kepala berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan dan masukan untuk penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan cedera kepala. 2. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan

pengetahuan dalam melakukan penelitian dan pemahaman tentang cedera kepala.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang benar tentang karakteristik cedera kepala di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2016 sampai 2017.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI CEDERA KEPALA

Cedera kepala biasanya mengacu pada cedera otak traumatis (Traumatic Brain Injury/TBI), lebih tepatnya mengarah kepada yang lebih luas karena dapat melibatkan kerusakan pada struktur selain otak, yaitu seperti kulit kepala dan tengkorak (Pushkarna et al., 2010). CDC mendefinisikan TBI sebagai gangguan pada fungsi normal otak yang bisa disebabkan oleh benturan, pukulan, atau sentakan ke kepala atau cedera kepala yang tembus (Frieden et al., 2015).

2.2 ANATOMI KEPALA

2.2.1 Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu (Faiz et al., 2011):

a. Skin atau kulit

b. Connective Tissue atau jaringan penyambung c. Aponeurosis atau galea aponeurotika

d. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar e. Perikranium

2.2.2 Tengkorak

Tengkorak adalah tulang kerangka dari kepala yang disusun menjadi dua bagian yaitu kranium (kalvaria) yang terdiri atas delapan tulang dan kerangka wajah yang terdiri atas empat belas tulang. Rongga tengkorak mempunyai permukaan atas yang dikenal sebagai kubah tengkorak, licin pada permukaan luar dan pada permukaan dalam ditandai dengan gili-gili dan lekukan supaya dapat

(18)

sesuai dengan otak dan pembuluh darah. Permukaan bawah dari rongga dikenal sebagai dasar tengkorak atau basis kranii. Dasar tengkorak ditembusi oleh banyak lubang supaya dapat dilalui oleh saraf dan pembuluh darah (Pearce, 2008).

Gambar 2.1 Tengkorak (Netter, 2011). 2.2.3 Meninges

Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meninges yang melindungi struktur saraf yang halus, membawa pembuluh darah, dan sekresi cairan, yaitu cairan serebrospinal yang akan melindungi dari benturan atau goncangan (Pearce, 2008).Meninges terdiri atas dura mater, araknoidea mater, dan pia mater.

 Dura mater : berbentuk padat dan keras, terdiri dari dua lapisan. Lapisan luar yang melapisi tengkorak, dan lapisan dalam yang bersatu dengan lapisan luar, kecuali pada bagian tertentu, di mana sinus-venus terbentuk, dan di mana dura mater membentuk bagian-bagian berikut: Falx serebri yang terletak di antara kedua hemisfer otak. Tepi atas falx serebri membentuk sinus longitudinalis inferior atau sinus sagitalis inferior yang menyalurkan darah keluar falx serebri. Tentorium Serebeli memisahkan serebelum dari serebrum (Pearce, 2008).

(19)

6

 Araknoidea mater : di sebelah dalam dura mater. Membentuk jembatan di atas sulki dan fisura otak. Rongga subaraknoidea berisi liquor serebrospinalis.

Pia mater : mengikuti kontur otak, mengisi sulki (Faiz et al., 2011).

Gambar 2.2 Lapisan meninges (Netter, 2011). 2.2.4 Otak

Otak merupakan organ tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat kendali dari semua alat tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak (kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Otak terdiri dari otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum), dan batang otak (Trunkus serebri) (Pearce, 2008). Besar otak orang dewasa kira-kira 1300 gram, 7/8 bagian berat terdiri dari otak besar (Irianto, 2008).

1. Otak besar (cerebrum)

Otak besar merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak, berbentuk telur mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Fungsi otak besar yaitu sebagai pusat berpikir (kepandaian), kecerdasan dan kehendak. Selain itu otak besar juga mengendalikan semua kegiatan yang disadari seperti bergerak, mendengar, melihat, berbicara, berpikir dan lain sebagainya (Irianto, 2008).

(20)

2. Otak kecil (cerebellum)

Otak kecil terletak dibawah otak besar. Terdiri dari dua belahan yang dihubungkan oleh jembatan varol, yang menyampaikan rangsangan pada kedua belahan dan menyampaikan rangsangan dari bagian lain. Fungsi otak kecil adalah untuk mengatur keseimbangan tubuh serta mengkoordinasikan kerja otot ketika bergerak (Irianto, 2008). Batang Otak (Trunkus serebri) (Syaifuddin, 1997).

Batang otak terdiri dari :

 Diensefalon

Bagian batang otak paling atas terdapat diantara serebellum dengan mensepalon. Diensefalon ini berfungsi sebagai vaso konstruksi (memperkecil pembuluh darah), respiratori (membantu proses pernafasan), mengontrol kegiatan refleks, dan membantu pekerjaan jantung.

 Mensefalon

Mensefalon ini berfungsi untuk sebagai pusat pergerakan mata, mengangkat kelopak mata, dan memutar mata.

 Pons varolli

Merupakan bagian tengah batang otak dan karena itu memiliki jalur lintas naik dan turun seperti otak tengah. Selain itu terdapat banyak serabut yang berjalan menyilang menghubungkan kedua lobus cerebellum dan menghubungkan cerebellum dengan korteks serebri (Pearce, 2008).

 Medula oblongata

Merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah yang menghubungkan pons varolli dengan medulla spinalis. Medulla oblongata memiliki fungsi yang sama dengan diensefalon (Syaifuddin, 1997).

(21)

8

2.2.5 Cairan Serebrospinal

Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh pleksus koroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III kemudian melalui aquaductus sylvii menuju ventrikel IV. Selanjutnya CSS keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke dalam ruang subaraknoid yang berada di seluruh permukaan otak dan medula spinalis. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui vili araknoid.

2.3 PENYEBAB CEDERA KEPALA

Penyebab paling umum cedera kepala adalah sebagai berikut:

 Jatuh – 35,2%

 Cedera akibat kendaraan bermotor – 17,3%

 Tidak disengaja terbentur sesuatu – 16,5%

 Kekerasan - 10%

 Lainnya - 21%

Jatuh adalah penyebab paling umum cedera kepala, terutama terjadi pada anak-anak yang sangat muda dan kelompok usia dewasa yang lebih tua. Jatuh adalah penyebab utama kedua kematian pada cedera kepala yang paling sering terjadi pada orang berusia di atas 65 tahun (Faul et al., 2010). Usia menentukan baik buruknya prognosis, pada jenis cedera kepala manapun, dibandingkan karena penyebab cedera tertentu (BMJ, 2008).

Cedera yang berkaitan dengan kendaraan bermotor adalah penyebab utama cedera kepala kedua, dan merupakan penyebab utama kematian terkait cedera kepala. Cedera akibat kendaraan bermotor meliputi kendaraan bermotor, sepeda motor, dan sepeda, serta pejalan kaki yang ditabrak kendaraan. Kematian paling banyak terjadi pada orang berusia 20 sampai 24 tahun (Faul et al., 2010).

Karena tidak disengaja oleh atau terhadap suatu benda adalah penyebab utama cedera kepala ketiga, namun lebih umum menyebabkan cedera kepala ringan sampai sedang, dan angka kematian terkait adalah yang terendah dari penyebab

(22)

umum cedera kepala. Kelompok ini mencakup cedera yang disebabkan oleh tidak disengaja atau dipukul oleh benda atau manusia, binatang, atau benda mati selain kendaraan, dan karena itu mencakup luka-luka karena olahraga kontak atau kegiatan rekreasi berisiko tinggi (Faul et al., 2010).

Penyerangan saat ini merupakan penyebab utama cedera kepala keempat dan penyebab utama kematian terkait cedera kepala ketiga, dengan angka kematian tertinggi pada kelompok usia 20 sampai 35 tahun. Senjata api adalah penyebab kematian yang paling umum karena serangan (Faul et al., 2010).

2.4 PATOFISIOLOGI CEDERA KEPALA

Cedera kepala dapat dibagi menjadi cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer diinduksi oleh gaya mekanik dan terjadi pada saat cedera. Cedera sekunder tidak diinduksi secara mekanis. Mungkin tertunda dari saat cedera, dan mungkin memperberat cedera di otak yang sudah terkena cedera mekanis (Silver et al., 2005).

2.4.1. Cedera Primer

Dua mekanisme utama yang menyebabkan cedera primer adalah kontak (misalnya, benda yang menabrak kepala atau otak yang menabrak bagian dalam tengkorak) dan percepatan pelambatan. Cedera primer karena kontak dapat menyebabkan luka pada kulit kepala, patah tulang tengkorak, dan memar permukaan. Cedera primer akibat percepatan-perlambatan akibat gerakan kepala yang tidak terbatas dan menyebabkan ketegangan, pergeseran, penarikan, dan penekanan. Kekuatan ini dapat menyebabkan perdarahan intrakranial, cedera vaskular difus, dan cedera pada saraf kranial dan batang hipofisis (Silver et al., 2005).

Kontusi adalah daerah yang berbeda dari jaringan otak yang membengkak. Biasanya ditemukan di lobus frontal, bagian inferior lobus frontalis, korteks atas dan di bawah operkulum pada sylvian fissures, dan bagian lateral dan inferior lobus temporal.

(23)

10

Perdarahan intrakranial adalah penyebab paling umum kematian dan kemunduran klinis setelah cedera kepala. Hematoma dikategorikan sebagai berikut (Silver et al., 2005):

 Perdarahan epidural - Biasanya ini disebabkan oleh fraktur tulang temporal dan ruptur arteri meningeal tengah. Pada perdarahan epidural, darah bergumpal mengumpul di antara tulang dan dura. Karena sumber perdarahannya bersifat arterial, perdarahan jenis ini bisa berkembang dengan cepat dan menimbulkan tekanan terhadap jaringan otak.

 Perdarahan subdural - Perdarahan semacam itu biasanya disebabkan oleh pecahnya bridging veins di ruang subdural. Dapat berkembang cukup besar sebagai lesi massa, dan berhubungan dengan morbiditas dan tingkat kematian yang tinggi.

 Perdarahan subaraknoid - Ini akibat kerusakan pembuluh darah di batang fossa posterior.

Cedera aksonal difusi (Diffuse Axonal Injury/DAI) adalah salah satu patologis cedera kepala yang paling umum dan penting. Ini merupakan kerusakan mikroskopis, dan seringkali tidak terlihat pada pemeriksaan pencitraan (imaging). Kekuatan mekanik utama yang menyebabkan DAI adalah percepatan rotasi otak, sehingga pergerakan kepala tidak terbatas. Percepatan rotasi menghasilkan gaya geser dan tarik, dan akson dapat ditarik terpisah pada tingkat mikroskopis. Evaluasi mikroskopik pada jaringan otak sering menunjukkan akson yang bengkak dan terputus. Peregangan akson yang cepat dianggap merusak sitoskeleton aksonal dan oleh karena itu, mengganggu fungsi neuron normal (Smith, Meaney and Shull, 2003).

2.4.2 Cedera Sekunder

Cedera sekunder dapat terjadi berjam-jam atau bahkan berhari-hari setelah kejadian cedera yang mendahuluinya. Cedera bisa terjadi akibat penurunan lokal aliran darah serebral (Cerebral Blood Flow/CBF) setelah cedera kepala.

(24)

Penurunan CBF adalah hasil akibat edema lokal, perdarahan, atau peningkatan tekanan intrakranial (Intracranial Pressure/ICP). Sebagai hasil dari perfusi yang tidak memadai, pompa ion seluler mungkin gagal, menyebabkan kaskade melibatkan kalsium intraseluler dan natrium. Kelebihan kalsium dan natrium yang dihasilkan dapat menyebabkan kerusakan sel. Pelepasan asam amino yang terangsang berlebihan, seperti glutamat dan aspartat, memperburuk kegagalan pompa ion. Saat kaskade berlanjut, sel mati, menyebabkan pembentukan radikal bebas, proteolisis, dan peroksidasi lipid. Faktor-faktor ini pada akhirnya dapat menyebabkan kematian neuron.

2.5 KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, termasuk tipe, tingkat keparahan, lokasi, mekanisme cedera, dan respons fisiologis terhadap cedera. Heterogenitas ini dianggap sebagai salah satu kesulitan paling berarti untuk melakukan intervensi terapeutik yang efektif pada cedera kepala (Saatman et al., 2008). Upaya di AS dan Inggris untuk membuat ketentuan penamaan, definisi, dan klasifikasi sub-kelompok cedera kepala bertujuan untuk mengurangi variabilitas dalam pengkodean data dan meningkatkan kualitas pengumpulan data dalam penelitian cedera kepala (Berger et al., 2012).

2.5.1 Berdasarkan Tingkat Keparahan Klinis

Glasgow Coma Scale (GCS) telah digunakan secara umum untuk mengklasifikasikan cedera kepala berdasarkan tingkat keparahan dan prognosis:

 Cedera kepala ringan : GCS 13-15 ; Kematian 0,1%

 Cedera kepala sedang : GCS 9-12 ; Kematian 10%

 Cedera kepala berat : GCS <9 ; Kematian 40%

Banyak penulis merekomendasikan bahwa pasien dengan GCS 13 diklasifikasikan sebagai sedang, bukan ringan atau kecil, karena tingginya kejadian cedera kepala dan hasil buruk pada pasien tersebut. Pedoman klinis di

(25)

12

Australia menyatakan bahwaterjadi peningkatan morbiditas pada pasien dengan GCS 13, dan membatasi klasifikasi cedera kepala ringan pada pasien dengan GCS 14 atau 15 (NSW Goverment, 2012).

2.5.2 Berdasarkan Etiologi

 Cedera kepala tumpul: Terjadi ketika kekuatan mekanik eksternal menyebabkan percepatan atau perlambatan yang berdampak pada otak. Hal ini biasanya ditemukan dalam cedera akibat kendaraan bermotor, jatuh, luka bakar, atau alterasi fisik.

 Cedera kepala penetrasi terjadi saat sebuah benda menembus tengkorak dan melukai dura mater, yang biasanya terlihat pada luka tembak dan tusukan.

 Cedera kepala ledak umumnya terjadi setelah pengeboman dan peperangan, karena kombinasi antara gaya kontak dan inersia, tekanan berlebih, dan gelombang akustik.

2.5.3 Berdasarkan Keterlibatan

Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan area yang terlibat, seperti dalam diffuse atau focal, walaupun 2 jenis ini sering disamakan.

 Cedera kepala yang meliputi cedera aksonal difus (DAI), cedera otak hipoksia, edema serebral difus, atau cedera vaskular yang menyebar.

 Cedera fokal meliputi lesi spesifik seperti kontusi, haematoma intrakranial, infark, axonal tears, evakuasi saraf kranial, dan fraktur tengkorak.

2.5.4 Berdasarkan Perkembangan Cedera

1) Cedera primer

Disebabkan oleh kekuatan mekanik langsung, apakah tumpul, tembus, atau meledak, dan termasuk berikut ini (Haydel, 2016):

(26)

 Kontusi (memar / berdarah pada otak) yang dapat menyebabkan perdarahan (pembekuan darah di lapisan meningeal atau struktur kortikal / subkortikal akibat trauma),

 Gegar otak (cedera kecepatan rendah yang mengakibatkan defisit fungsional tanpa cedera patologis)

 Laserasi (di jaringan otak atau pembuluh darah otak),

 Cedera aksonal difus (gaya geser traumatis yang menyebabkan robeknya serabut saraf di sepanjang gray matter).

Cedera primer dapat disebabkan oleh cedera tembus (open-head) atau cedera yang tidak menentu (close-head). Cedera tembus (open) melibatkan luka terbuka kepala karena benda asing (mis., peluru). Hal ini biasanya ditandai dengan kerusakan fokal yang terjadi di sepanjang rute yang telah dilalui benda tersebut di otak yang mencakup tengkorak retak/perforasi, robeknya meninges, dan kerusakan pada jaringan otak.

Cedera nonpenetrasi (closed-head) ditandai dengan kerusakan otak akibat dampak tidak langsung tanpa masuknya benda asing ke otak. Tengkorak itu mungkin tidak rusak, tapi tidak ada penetrasi meninges. Cedera yang tidak menentu terdiri dari dua jenis:

 Cedera akselerasi-disebabkan oleh pergerakan otak di dalam kepala yang tidak terkendali (misalnya cedera pukulan). Jika kekuatan yang mempengaruhi kepala cukup kuat, hal itu dapat menyebabkan kontusi pada tempat benturan dan sisi berlawanan tengkorak, menyebabkan kontusi tambahan (cedera coup-contrecoup).

 Cedera non-akselerasi disebabkan oleh cedera pada kepala yang tertahan dan, oleh karena itu, tidak ada akselerasi atau perlambatan otak yang terjadi di dalam tengkorak. Ini biasanya mengakibatkan deformasi (patah tulang) tengkorak, menyebabkan kerusakan lokal terpusat pada meninges dan otak.

(27)

14

2) Cedera sekunder

Mengacu pada konsekuensi patofisiologis yang berkembang dari cedera primer dan mencakup banyak kaskade neurobiologis kompleks yang diubah atau dimulai pada tingkat sel setelah cedera primer, dan termasuk berikut ini (Haydel, 2016):

 iskemia (aliran darah tidak mencukupi);

 hipoksia (kekurangan oksigen di otak);

 hipotensi / hipertensi (tekanan darah rendah / tinggi);

 edema serebral (pembengkakan otak);

 tekanan intrakranial meningkat (tekanan meningkat di dalam tengkorak), yang dapat menyebabkan herniasi (bagian otak tergusur);

 hiperkapnia (kadar karbon dioksida yang berlebihan dalam darah);

 meningitis (infeksi pada lapisan meningeal) dan abses otak;

perubahan biokimia (perubahan kadar neurotransmitter, sodium, potasium, dll);

 epilepsi

2.5.5 Berdasarkan ICD 10

International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems revisi ke 10 atau disingkat dengan ICD-10 adalah buku mengenai pengkodean atas penyakit dan tanda-tanda, gejala, temuan-temuan yang abnormal, keluhan, keadaan sosial dan eksternal menyebabkan cedera atau penyakit, seperti yang diklasifikasikan oleh World Health Organization (WHO). Pengkodean mengenai cedera kepala adalah sebagai berikut :

1) superficial injury of head (S00) 2) open wound of head (S01)

3) fracture of skull and facial bone(S02)

4) dislocation, sprain, and strain of joints and Ligament (S03) 5) injury of cranial nerves (S04)

(28)

7) intracranial injury (S06) 8) crushing injury of head (S07)

9) traumatic amputation of part of head (S08) 10) other and unspecified injuries of head (S09)

2.6 DIAGNOSIS CEDERA KEPALA

2.6.1 Anamnesa

Setelah resusitasi awal dan penanganan ABCD (Airway, Breathing, Circulation, Disability), menanyakan riwayat pasien harus dilakukan pada setiap pasien dengan cedera kepala atau penyebab status mental yang tidak diketahui. Penjelasan rinci tentang kejadian cedera harus diminta dari pasien, anggota keluarga, penolong pertama, atau polisi. Saksi atau individu yang mengetahui pasien mungkin sangat membantu dalam memastikan rincian kejadian dan lingkungan saat cedera. Penting untuk membuat diagnosis banding agar tidak membuat kesalahan diagnosa pasti. Riwayat pasien harus mencakup hal berikut:

 Mekanisme cedera dan deskripsi mendetail tentang cedera o Kehilangan kesadaran, amnesia, lucid periods

o Kejang, kebingungan, penurunan dalam status mental o Muntah atau sakit kepala

 Penggunaan narkoba atau alkohol

o Keracunan : terbukti meningkatkan kejadian cedera intrakranial yang terdeteksi pada CT(Easter et al., 2013).

o Kronis: berhubungan dengan atrofi serebral, diperkirakan dapat meningkatkan risiko pemecahan bridging vein

 Riwayat medis sebelumnya, termasuk operasi SSP, trauma kepala masa lalu, hemofilia, atau kejang

 Pengobatan saat ini termasuk antikoagulan

 Usia: cedera kepala di usia yang lebih tua memiliki hasil yang lebih buruk di semua subkelompok.

(29)

16

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik menyeluruh harus dilakukan setelah ABCD awal ditangani :

 Nilai GCS dan pemeriksaan pupil harus dilakukan setiap 15 menit sampai pasien stabil, untuk segera mengidentifikasi penurunan fungsi neurologis.

 Kepala dan leher

o Pemeriksaan defisit saraf kranial, ekimosis periorbital atau postaurikular, rhinorrhoea CSF atau otorrhoea, haemotympanum (tanda-tanda fraktur basis kranii)

o Pemeriksaan fundoskopik untuk perdarahan retina (tanda abuse) dan papilloedema (tanda peningkatan ICP) (Maguire et al., 2013) o Palpasi kulit kepala untuk hematoma, krepitasi, laserasi, dan

deformitas tulang (penanda fraktur tengkorak) o Auskultasi untuk bruit karotid (tanda diseksi karotid)

o Evaluasi untuk nyeri leher rahim, parestesia, inkontinensia, kelemahan ekstremitas, priapisme (tanda-tanda cedera tulang belakang)

o Benda asing yang jelas atau objek yang tertusuk tidak boleh dilepas sampai dura dibuka di ruang operasi dan prosedurnya dapat dilakukan dengan visualisasi langsung.

o Status kardiovaskular memerlukan pemeriksaan jantung selanjutnya dan pemantauan tekanan darah. Setiap episode hipotensi harus segera ditangani. (Manley et al., 2001)

o Status pernafasan memerlukan puls oksimetri terus menerus dan pada pasien intubasi, capnografi CO2 end-tidal berkelanjutan. Setiap episode hipoksia harus segera ditangani (Manley et al., 2001).

 Ekstremitas harus dilakukan pemeriksaan motor dan sensorik (untuk tanda-tanda cedera tulang belakang).

(30)

2.6.3 GCS Dan Pemeriksaan Pupil

GCS banyak digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pada pasien cedera kepala, dan memberikan informasi prognostik yang cukup baik (bila skor sangat rendah atau sangat tinggi) yang memungkinkan dokter merencanakan persyaratan diagnostik dan pemantauan yang diharapkan. Skor 13 sampai 15 dikaitkan dengan hasil yang baik, meskipun tidak dapat digunakan untuk menyingkirkan cedera intrakranial. Skor <9 dikaitkan dengan penurunan klinis dan hasil buruk. Pemantauan nilai GCS memberikan peringatan klinis yang akan menurun.

GCS memiliki 3 komponen: respon mata terbaik (E), respon verbal terbaik (V), dan respon motorik terbaik (M). Skor untuk setiap komponen harus dicatat secara terpisah (misalnya, GCS 10 = E3 V4 M3). Penurunan komponen motorik memiliki hubungan terkuat dengan hasil buruk pada pasien cedera kepala. Pasien dengan trauma oral/okular atau mereka yang diintubasi, diobati, atau sangat muda dapat bertentangan dengan nilainya, walaupun penelitian terbaru menunjukkan bahwa keracunan alkohol memiliki sedikit efek pada GCS, kecuali tingkat alkohol darah >200 mg/dL (Stuke et al., 2007).

Refleks pupil berfungsi sebagai indikasi patologi dan keparahan cedera yang mendasarinya, dan harus dipantau secara lanjut.Pemeriksaan pupil dapat dinilai pada pasien yang tidak sadar atau pada pasien yang menerima penghambat neuromuskular atau sedasi. Pupil harus diperiksa untuk melihat ukuran, simetri, refleks cahaya langsung/konsensual, dan durasi pelebaran/fiksasi. Refleks pupil yang abnormal dapat menyebabkan herniasi atau cedera batang otak. Trauma orbital, agen farmakologis, atau trauma saraf kranial III dapat menyebabkan perubahan pupil tanpa adanya peningkatan ICP, patologi batang otak, atau herniasi.

 Ukuran pupil:

o Diameter normal pupil antara 2 dan 5 mm, dan meskipun kedua pupil harus sama dalam ukuran, selisih 1 mm dianggap varian normal.

(31)

18

o Ukuran abnormal disebut anisokor yang diartikan sebagai perbedaan >1 mm antara pupil lainnya.

 Simetri pupil:

o Pupil normal bulat, tapi bisa tidak teratur karena operasi mata. o Simetri abnormal dapat terjadi akibat kompresi saraf kranial III

yang dapat menyebabkan pupil pada awalnya menjadi oval sebelum menjadi melebar dan tetap.

 Refleks cahaya langsung:

o Pupil normal mengecil dengan cepat terhadap cahaya, tapi mungkin kurang respon karena obat mata.

o Refleks cahaya yang tidak normal dapat terlihat pada respons pupil lesu yang terkait dengan peningkatan ICP. Pupil tetap non-reaktif memiliki respon <1 mm terhadap cahaya terang dan dikaitkan dengan ICP yang sangat meningkat.

GCS dan penilaian pupil dapat dipercaya pada pasien dengan hemodinamik yang stabil tanpa hipoksia atau hipotensi karena hal ini dapat mengubah pemeriksaan klinis pasien.

2.6.4 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dasar harus mencakup:

 FBC termasuk trombosit

 Serum elektrolit dan urea

 Serum glukosa

Status koagulasi: PT, INR, actived PTT

 Tingkat alkohol darah dan skrining toksikologi jika diindikasikan

 Analisa urin

Gas darah arteri biasanya tidak diindikasikan di cedera kepala, karena mengamankan jalan napas didasarkan pada temuan klinis dan perkiraan rawat inap di rumah sakit. Seorang pasien dengan GCS <8, atau pasien dengan cedera

(32)

kepala yang tidak bernafas secara spontan, tidak dapat mempertahankan jalan nafas terbuka, atau tidak dapat mempertahankan > 90% saturasi oksigen dengan oksigen tambahan pasti memerlukan jalan napas.

2.6.5 Pencitraan (Imaging)

CT scan yang tidak kontras (computed tomography) adalah pencitraan pilihan untuk pasien dengan cedera kepala dan dugaan cedera intrakranial; Ini mampu mendeteksi sebagian besar cedera klinis yang penting dan dapat membantu dalam manajemen medis dan bedah cedera kepala.

Rekomendasi konsensus dari American College of Radiology terus mendukung penggunaan CT sebagai modal pencitraan lini pertama pada pasien cedera kepala (ACR, 2006). Temuan CT berikut terkait dengan hasil yang buruk pada cedera kepala: pergeseran garis tengah, perdarahan subaraknoid, atau kompresi/hilang, basal sisterna.MRI dianjurkan saat gambaran klinis masih belum jelas setelah CT, untuk mengidentifikasi lesi yang lebih halus, seperti yang ditemukan pada cedera aksonal difus (DAI). CT langsung ditunjukkan pada semua pasien cedera kepala yang mengalami luka tembus; Dicurigai basilar, depresi, atau fraktur terbuka; GCS <13; Atau defisit neurologis fokal.

Sampai saat ini, lebih dari 20 peraturan keputusan klinis telah diterbitkan (Pandor et al., 2011), namun New Orleans Criteria (NOC) dan Canadian CT Head Rule (CCHR) menonjol karena sensitivitasnya yang tinggi (99% sampai 100%) dalam validasi eksternal berulang-ulang pasien dengan dan tanpa kehilangan kesadaran, serta pada pasien dengan GCS 13-15 (Papa et al., 2012). Kedua panduan untuk CT mencakup variabel berikut: beberapa bentuk muntah, usia lanjut, status mental berubah, dan tanda-tanda trauma kepala pada pemeriksaan fisik. Di Inggris, pedoman NICE untuk pendekatan terhadap pasien dengan cedera kepala kecil mencakup variabel dari Canadian CT Head Rule. Di AS, CDC telah menyesuaikan variabel dari Kriteria New Orleans dalam pendekatan terhadap pasien dengan cedera kepala ringan.

(33)

20

2.7 KOMPLIKASI CEDERA KEPALA

Komplikasi meliputi:

1. Posttraumatic seizures: sering terjadi setelah cedera kepala sedang atau berat

2. Hidrosefalus

3. Trombosis vena dalam: Insiden setinggi 54%

4. Pengerasan heterogen: Insidensi 11-76%, dengan kejadian pengerasan heterotopik 10-20%

5. Spastisitas

6. Komplikasi gastrointestinal dan genitourinari: paling umum pada pasien cedera kepala

7. Kelainan gaya berjalan

8. Agitasi: biasa setelah cedera kepala 9. Ensefalopati traumatik kronis (CTE)

Kelainan fisik, kognitif, dan perilaku jangka panjang adalah faktor yang paling sering membatasi pasien bersosialisasi kembali dengan masyarakat dan pada saat bekerja kembali. Yang meliputi:

1. Insomnia

2. Penurunan kognitif

3. Sakit kepala posttraumatic: Sakit kepala tipe tegang adalah bentuk yang paling umum, namun serangan sakit kepala seperti migrain juga sering terjadi.

4. Depresi post trauma: Depresi setelah cedera kepala dikaitkan lebih lanjut dengan penurunan kognitif, gangguan kecemasan, penyalahgunaan zat, pengaturan ekspresi emosional yang salah, dan agresif berlebihan (Chamelian et al., 2006).

(34)

2.8 PROGNOSIS CEDERA KEPALA

Menentukan prognosis pasien setelah cedera kepala tetap sulit dan kompleks. Heterogenitas status kesehatan premorbid pasien, sifat dan tingkat keparahan cedera, interval dari cedera pada perawatan awal, intervensi akut, dan perbedaan tindak lanjut membuat kesulitan dalam mengembangkan sistem penilaian sederhana dan akurat.

Brown dan rekannya menemukan variabel berikut untuk memprediksi hasil :

 Skor GCS awal

 Jangka waktu PTA

 Amnesia

 Jenis kelamin

(35)

22

2.9 KERANGKA TEORI

Gambar 2.3 Kerangka teori.  Jatuh

 Kecelakaan lalu lintas

 Terbentur sesuatu  Penyerangan Cedera Kepala Klasifikasi Berdasarkan : 1. Tingkat Keparahan 2. Etiologi 3. Lokasi 4. Perkembangan

Perubahan Fisik, Kognitif, dan Perilaku

Prognosis bergantung pada :

 Skor GCS awal

 Jangka waktu PTA

 Amnesia  Jenis kelamin  Usia  Anamnesa  Pemeriksaan Fisik  Pemeriksaan Laboratorium  Imaging

(36)

2.10 KERANGKA KONSEP

Gambar 2.4 Kerangka konsep penelitian.

Jenis Kelamin Umur Pekerjaan Penyebab Jenis Tingkat Keparahan Keadaan Sewaktu Pulang Lama Rawat Inap

Penderita Cedera

Kepala

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rancangan penelitian

retrospektif. Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan masalah kesehatan serta yang terkait dengan kesehatan sekelompok penduduk atau orang yang tinggal dalam komunitas tertentu (Notoatmodjo, 2012).Pengumpulan data didapatkan dari data sekunder yaitu rekam medik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui karakteristik pasien cedera kepala yang di rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan.

3.2 LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini mengumpulkan data dari bulan Oktober 2016 sampai Maret

2017 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

3.3 POPULASI DAN SUBJEK PENELITIAN

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien cedera kepala yang dirawat inap

di RSUP Haji Adam Malik Medan pada Oktober 2016 sampai Maret 2017.

3.3.2 Subjek

Subjek adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012). Pemilihan besarnya sampel menggunakan metode Total Sampling. Sampel penelitian ini adalah pasien yang menderita cedera kepala di RSUP Haji Adam Malik Medan bulan Oktober 2016 sampai Maret 2017. Sampel penelitian ini harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, yaitu sebagai berikut :

(38)

Kriteria inklusi :

 Pasien yang menderita cedera kepala yang dirawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan bulan Oktober 2016 sampai Maret 2017.

 Usia subjek penelitian di atas 5 tahun. Kriteria eksklusi :

 Pasien dengan data rekam medik yang tidak lengkap.

3.4 METODE PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu rekam medik yang menggunakan klasifikasi ICD-10 dengan kode S00-S09 yaitu tentang cedera kepala di RSUP Haji Adam Malik Medan bulan Oktober 2016 sampai Maret 2017. Data-data tersebut dicatat kemudian dikelola untuk hasil penelitian.

3.5 METODE ANALISIS DATA

Data rekam medik yang telah dikumpulkan dan dicatat kemudian diolah dan

dianalisis menggunakan perangkat lunak yaitu komputer. Hasil penelitian ini akan menggunakan data kategorik dan data numerik. Data kategorik terdiri dari nominal dan ordinal, akan diolah dan hasilnya didapat dalam bentuk frekuensi dan proporsi setiap variabel yang diteliti.

Data numerik terdiri dari interval dan rasio. Hasilnya akan didapatkan dengan beberapa langkah. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah melihat apakah data numerik tersebut berdistribusi normal atau tidak. Ada beberapa cara untuk melihat distribusi data, yaitu dengan metode deskriptif gambar, deskripsi hitung, dan analitik. Metode deskripsi gambar dikatakan berdistribusi normal jika bentuk diagramnya bell-shaped. Namun metode tersebut terlalu subjektif karena setiap orang memliki cara pandang berbeda. Metode deskripsi hitung memliki salah satu contoh metode yaitu koefisien varian. Koefisien varian diperoleh dari rumus. Jika koefisien varian <30%, maka data berdistribusi normal. Metode ini jarang digunakan karena tidak menggambarkan bentuk. Metode analitik adalah metode

(39)

26

yang sering dipakai. Ada dua jenis uji, yaitu Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk. Kolmogorov-Smirnov digunakan jika jumlah subjek >30. Shapiro-Wilk digunakan jika jumlah subjek <=30. Metode analitik ini menggunakan Statistical Package for the Social Science (SPSS). Setelah dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk, jika nilai p >= 0,05 berarti data berdistribusi normal. Jika data berdistribusi normal, maka hasilnya didapatkan dengan menghitung mean ± standar deviasi. Sedanglan jika data berdistribusi tidak normal, maka hasilnya didapatkan dengan menghitung median dan kuartil.

3.6 DEFINISI OPERASIONAL

1. Cedera kepala adalah cedera pada kepala yaitu pada kulit kepala,

tulang tengkorak, jaringan otak, saraf atau kombinasi dari masing-masing bagian tersebut.

a. Cara ukur : melihat dan mencatat rekam medik b. Alat ukur : rekam medik

c. Hasil ukur : tidak ada d. Skala ukur : tidak ada

2. Jenis Kelamin adalah identitas pasien sesuai keadaan biologis dan

fisik.

a. Cara ukur : melihat dan mencatat rekam medik b. Alat ukur : rekam medik

c. Hasil ukur : 1) laki-laki 2) perempuan d. Skala ukur : nominal

3. Umur adalah perhitungan lamanya pasien hidup yang dimulai dari

waktu kelahiran dan dinyatakan dalam satuan tahun. Penggolongan umur di bawah berdasarkan Depkes 2009.

a. Cara ukur : melihat dan mencatat rekam medik b. Alat ukur : rekam medik

c. Hasil ukur : 1) anak (5 – 11 tahun)

(40)

3) remaja akhir (17 – 25 tahun) 4) dewasa awal (26 – 35 tahun) 5) dewasa akhir (36 – 45 tahun) 6) lansia awal (46 – 55 tahun) 7) lansia akhir (56 – 65 tahun) 8) manula (> 65 tahun)

d. Skala ukur : ordinal

4. Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan sesorang untuk memenuhi

kebutuhannya.

a. Cara ukur : melihat dan mencatat rekam medik b. Alat ukur : rekam medik

c. Hasil ukur : 1) pelajar/mahasiswa 2) pegawai negeri 3) pegawai swasta 4) wiraswasta 5) honorer 6) pensiunan 7) supir 8) tukang 9) petani 10) nelayan 11) pekerja lepas 12) ibu rumah tangga 13) tidak kerja d. Skala ukur : nominal

5. Penyebab adalah sesuatu yang menimbulkan keadaan cedera kepala.

a. Cara ukur : melihat dan mencatat rekam medik b. Alat ukur : rekam medik

c. Hasil ukur : 1) kecelakaan lalu lintas 2) jatuh

(41)

28

4) kelalaian/tidak disengaja d. Skala ukur : nominal

6. Jenis cedera kepala adalah bentuk spesifik dari penyakit cedera

kepala.

a. Cara ukur : melihat dan mencatat rekam medik b. Alat ukur : rekam medik

c. Hasil ukur : 1) superficial injury of head (S00) 2) open wound of head (S01)

3) fracture of skull and facial bone(S02) 4) dislocation, sprain, and strain of joints and ligament (S03)

5) injury of cranial nerves (S04) 6) injury of eye and orbit (S05) 7) intracranial injury (S06) 8) crushing injury of head (S07)

9) traumatic amputation of part of head (S08) 10) other and unspecified injuries of head (S09) d. Skala ukur : nominal

7. Tingkat keparahan adalah derajat keparahan penyakit yang diderita

pasien cedera kepala berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale (GCS). a. Cara ukur : melihat dan mencatat rekam medik

b. Alat ukur : rekam medik

c. Hasil ukur : 1) ringan (GCS 13-15) 2) sedang (GCS 9-12)

3) berat (GCS <9) d. Skala ukur : ordinal

8. Lama rawat inap adalah waktu yang dihitung mulai pasien dirawat

sampai pasien meninggalkan rumah sakit.

a. Cara ukur : melihat dan mencatat rekam medik b. Alat ukur : rekam medik

(42)

d. Skala ukur : rasio

9. Keadaan sewaktu pulang adalah kondisi pasien yang dirawat inap

sewaktu meninggalkan rumah sakit.

a. Cara ukur : melihat dan mencatat rekam medik b. Alat ukur : rekam medik

c. Hasil ukur : 1) sembuh

2) pulang berobat jalan

3) pulang atas permintaan sendiri 4) meninggal

(43)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Medan di bagian Rekam Medik. Penelitian ini dilakukan dengan melihat dan mengumpulkan data rekam medik pasien penderita cedera kepala bulan Oktober 2016 sampai bulan Maret 2017 berdasarkan data yang diteliti. Jumlah penderita cedera kepala pada penelitian ini berjumlah 349 orang dan yang memenuhi kriteria inklusi pada penelitian ini berjumlah 258 orang.

Pada penelitian ini, data-data yang diteliti adalah distribusi penderita cedera kepala berdasarkan jenis kelamin, berdasarkan usia, berdasarkan pekerjaan, berdasarkan penyebab, berdasarkan jenis cedera kepala, berdasarkan tingkat keparahan, berdasarkan lama rawat inap, dan berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

4.1 Distribusi Penderita Cedera Kepala Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.1 Distribusi penderita cedera kepala berdasarkan jenis kelamin.

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki-laki 198 76,7

Perempuan 60 23,3

Total 258 100

Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa penderita cedera kepala dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 198 orang (76,7%) dan penderita cedera kepala dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 60 orang (23,3%). Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa penderita cedera kepala lebih banyak diderita oleh laki-laki yaitu 198 orang (76,7%) dibandingkan perempuan yaitu 60 orang (23,3%). Hal ini sama dengan penelitian Li et al., (2016) yang mengatakan bahwa laki-laki memiliki risiko lebih tinggi mengalami cedera kepala daripada perempuan. Hal ini dikarenakan laki-laki melakukan perkerjaan yang lebih berat daripada perempuan sehingga resiko untuk cedera kepala pun tinggi.

(44)

4.2 Distribusi Penderita Cedera Kepala Berdasarkan Usia Menurut

Depkes RI 2009

Tabel 4.2 Distribusi penderita cedera kepala berdasarkan usia.

Usia Frekuensi Persentase (%)

Anak (5 – 11 tahun) 18 7,0

Remaja awal (12 – 16 tahun) 39 15,1

Remaja akhir (17 – 25 tahun) 73 28,3

Dewasa awal (26 – 35 tahun) 30 11,6

Dewasa akhir (36 – 45 tahun) 42 16,3

Lansia awal (46 – 55 tahun) 24 9,3

Lansia akhir (56 – 65 tahun) 24 9,3

Manula (> 65 tahun) 8 3,1

Total 258 100

Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa penderita cedera kepala berdasarkan usia yaitu anak berusia antara 5-11 tahun berjumlah 18 orang (7,0%), remaja awal berusia antara 12-16 tahun berjumlah 39 orang (15,1%), remaja akhir berusia antara 17-25 tahun berjumlah 73 orang (28,3%), dewasa awal berusia antara 26-35 tahun berjumlah 30 orang (11,6%), dewasa akhir berusia antara 36-45 tahun berjumlah 42 orang (16,3%), lansia awal berusia antara 46-55 tahun berjumlah 24 orang (9,3%), lansia akhir berusia antara 56-65 tahun berjumlah 24 orang (9,3%), manula berusia lebih dari 65 tahun berjumlah 8 orang (3,1%). Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa cedera kepala paling banyak diderita oleh remaja akhir berusia antara 17-25 tahun yaitu 73 orang (28,3%) dan paling sedikit diderita oleh manula berusia > 65 tahun yaitu 8 orang (3,1%). Hal ini sama dengan penelitian ASHA (2017) bahwa remaja yang lebih tua (usia 15 sampai 19 tahun) paling mungkin untuk mengalami cedera kepala. Hal ini disebabkan oleh remaja yang masih dalam tahap aktif untuk melakukan sesuatu ataupun untuk mencoba-coba sesuatu hal.

(45)

32

4.3 Distribusi Penderita Cedera Kepala Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 4.3 Distribusi penderita cedera kepala berdasarkan pekerjaan.

Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)

Pelajar/Mahasiswa 91 35,3 Pegawai Negeri 10 3,9 Pegawai Swasta 17 6,5 Wiraswasta 61 23,6 Honorer 3 1,2 Pensiunan 3 1,2 Supir 3 1,2 Tukang 2 0,8 Petani 27 10,4 Nelayan 1 0,4 Pekerja lepas 5 1,9

Ibu rumah tangga 24 9,3

Tidak bekerja 11 4.3

Total 258 100

Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa penderita cedera kepala yang bekerja sebagai pelajar/mahasiswa berjumlah 91 orang (35,3%), pegawai negeri berjumlah 10 orang (3,9%), pegawai swasta berjumlah 17 orang (6,5%), wiraswasta berjumlah 61 orang (23,6%), honorer berjumlah 3 orang (1,2%), pensiunan berjumlah 3 orang (1,2%), supir berjumlah 3 orang (1,2%), tukang berjumlah 2 orang (0,8%), petani berjumlah 27 orang (10,4%), nelayan berjumlah 1 orang (0,4%), pekerja lepas berjumlah 5 orang (1,9%), ibu rumah tangga berjumlah 24 orang (9,3%), dan tidak bekerja berjumlah 11 orang (4,3%). Dari hasil tersebut, maka dapat disimpulkan penderita cedera kepala paling banyak diderita oleh pelajar/mahasiswa sebanyak 35,3%. Hal ini sama dengan penelitian Damanik et al., (2012) yang mengatakan bahwa penderita cedera kepala paling

(46)

banyak masih berstatus sebagai pelajar atau mahasiswa yaitu sebanyak 32,5%. Hal ini didukung oleh bahwa cedera kepala paling banyak diderita oleh remaja akhir usia antara 17-25 yang masih berstatus sebagai pelajar ataupun mahasiwa.

4.4 Distribusi Penderita Cedera Kepala Berdasarkan Penyebab

Tabel 4.4 Distribusi penderita cedera kepala berdasarkan penyebab.

Penyebab Frekuensi Persentase (%)

Kecelakaan lalu lintas 216 83,7

Jatuh 22 8,5

Kekerasan 11 4,3

Kelalaian/Tidak disengaja 9 3,5

Total 258 100

Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa penderita cedera kepala disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas berjumlah 216 orang (83,7%), cedera kepala yang disebabkan oleh jatuh berjumlah 22 orang (8,5%), cedera kepala yang disebabnkan oleh kekerasan berjumlah 11 orang (4,3%), dan cedera kepala yang disebabkan oleh kelalaian/tidak disengaja berjumlah 9 orang (3,5%). Dari hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa cedera kepala paling banyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yaitu 216 orang (83,7%) dan cedera kepala paling sedikit disebabkan oleh kelalaian/tidak disengaja yaitu 9 orang (3,5%). Hal ini bertentangan dengan penelitian Faul et al., (2010) yang mengatakan bahwa jatuh adalah penyebab paling umum cedera kepala. Namun hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Manarisip et al., (2014), bahwa cedera kepala paling banyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas tidak hanya terkait masalah tabrakan antar kendaraan, namun lebih luas lagi seperti pejalan kaki yang ditabrak maupun kecelakaan tunggal karena mengantuk, rem yang tidak berfungsi atau tergelincir.

(47)

34

4.5 Distribusi Penderita Cedera Kepala Berdasarkan Jenis Cedera Kepala Menurut ICD 10

Tabel 4.5 Distribusi penderita cedera kepala berdasarkan jenis cedera kepala. Jenis Cedera Kepala Frekuensi Persentase (%)

Superficial injury of head (S00) 0 0

Open wound of head (S01) 31 11,5

Fracture of skull and facial bone (S02) 81 30,0

Dislocation, sprain,and strain of joins and ligament (S03)

0 0

Injury of cranial nerves (S04) 0 0

Injury of eye and orbit (S05) 6 2,2

Intracranial injury (S06) 147 54,4

Crushing injury of head (S07) 0 0

Traumatic amputation of part of head (S08) 0 0

Other and unspecified injuries of head (S09) 5 1,9

Total 270 100

Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa penderita cedera kepala mengalami jenis cedera kepala open wound of head berjumlah 31 orang (11,5%), fracture of skull and facial bone berjumlah 81 orang (30,0%), injury of eye and orbit berjumlah 6 orang (2,2%), intracranial injury berjumlah 147 orang (54,4%), dan other and unspecified injuries of head berjumlah 5 orang (1,9%). Ada beberapa penderita cedera kepala yang mengalami 2 jenis cedera kepala. Sedangkan jenis cedera kepala superficial injury of head, dislocation, sprain,and strain of joins and ligament, injury of cranial nerves, crushing injury of head, traumatic amputation of part of head tidak ditemukan dalam penelitian ini. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa penderita cedera kepala paling banyak mengalami jenis cedera kepala intracranial injury yaitu 147 orang (54,4%). Hal ini sama dengan yang NICE (2014) yang mengatakan bahwa concussion adalah penyebab tersering cedera kepala. Concussion adalah bagian dari intacranial injury. Hal ini

(48)

disebabkan karena rata-rata penderita cedera kepala datang untuk berobat karena gejala concussion.

4.6 Distribusi Penderita Cedera Kepala Berdasarkan Tingkat Keparahan

Tabel 4.6 Distribusi penderita cedera kepala berdasarkan tingkat keparahan.

Nilai GCS Frekuensi Persentase (%)

Ringan (13 – 15) 203 78,7

Sedang (9 – 12) 42 16,3

Berat (<9) 13 5,0

Total 258 100

Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa penderita cedera kepala dengan nilai GCS ringan (13-15) berjumlah 203 orang (78,7%), penderita cedera kepala dengan nilai GCS sedang (9-12) berjumlah 42 orang (16,3%), dan penderita cedera kepala dengan nilai GCS berat (<9) berjumlah 13 orang (5,0%). Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa penderita cedera kepala paling banyak datang ke rumah sakit dengan nilai GCS ringan (13-15) yaitu 203 orang (78,7%) dan penderita cedera kepala paling sedikit datang ke rumah sakit dengan nilai GCS berat (<9) yaitu 13 orang (5,0%). Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Manarisip et al., (2014) bahwa penderita cedera kepala paling banyak memiliki nilai GCS ringan (13-15) dan paling sedikit memiliki nilai GCS berat (<9).

4.7 Distribusi Penderita Cedera Kepala Berdasarkan Lama Rawat Inap

4.7.1 GCS Ringan

Hasil penelitian ini diperoleh dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov karena jumlah subjek >30 dan didapatkan nilai p value <0,05 sehingga data tidak berdistribusi tidak normal. Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa median dari distribusi penderita cedera kepala berdasarkan lama rawat inap dengan nilai GCS ringan adalah sebesar 10,00 (7,00–16,00). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Kraus, bahwa median lama rawat inap dengan GCS ringan adalah 2-3 hari.

(49)

36

4.7.2 GCS Sedang

Hasil penelitian ini diperoleh dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov karena jumlah subjek >30 dan didapatkan nilai p value <0,05 sehingga data tidak berdistribusi tidak normal. Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa median dari distribusi penderita cedera kepala berdasarkan lama rawat inap dengan nilai GCS sedang adalah sebesar 8,50 (5,75–15,25). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Morris et al., (2008) bahwa median lama rawat inap dengan GCS sedang adalah 11 hari.

4.7.3 GCS Berat

Hasil penelitian ini diperoleh dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov karena jumlah subjek >30 dan didapatkan nilai p value <0,05 sehingga data tidak berdistribusi tidak normal. Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa median dari distribusi penderita cedera kepala berdasarkan lama rawat inap dengan nilai GCS berat adalah sebesar 4,00 (2,50–17,50). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Andelic et al., (2012), bahwa median lama rawat inap dengan GCS berat adalah 12 hari.

Lama rawat inap pada masing-masing nilai GCS bergantung beratnya diagnosa atau kondisi dari penderita cedera kepala. Dan setiap penelitian mempunyai median lama rawat inap yang berbeda-beda karena jumlah pasien dan karakteristik pasien yang berbeda pula.

(50)

4.8 Distribusi Penderita Cedera Kepala Berdasarkan Keadaan Sewaktu

Pulang

Tabel 4.7 Distribusi penderita cedera kepala berdasarkan keadaan sewaktu pulang. Keadaan Sewaktu Pulang Frekuensi Persentase (%)

Sembuh 156 60,4

Pulang berobat jalan 60 23,3

Pulang atas permintaan sendiri 15 5,8

Meninggal 27 10,5

Total 258 100

Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa penderita cedera kepala sewaktu pulang dalam keadaan sembuh berjumlah 156 orang (60,4%), penderita cedera kepala sewaktu pulang dalam keadaan pulang berobat jalan berjumlah 60 orang (23,3%), penderita cedera kepala sewaktu pulang dalam keadaan pulang atas permintaan sendiri berjumlah 15 orang (5,8%), dan penderita cedera kepala sewaktu pulang dalam keadaan meninggal berjumlah 27 orang (10,5%). Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa keadaan penderita cedera kepala sewaktu pulang yang paling banyak adalah dalam keadaan sembuh yaitu 156 orang (60,4%) dan keadaan penderita cedera kepala sewaktu pulang yang paling sedikit adalah dalam keadaan pulang atas permintaan sendiri berjumlah 15 orang (5,8%). Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Damanik et al., (2012) bahwa penderita cedera kepala paling banyak pulang dengan keadaan sembuh ataupun berobat jalan. Hal ini bergantung dengan derajat keparahan atau jenis cedera yang dialaminya.

(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai karakteristik penderita

cedera kepala di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2016-2017, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Penderita cedera kepala paling banyak diderita oleh laki-laki yaitu berjumlah 198 orang (76,7%) sedangkan perempuan berjumlah 60 orang (23,3%).

2. Penderita cedera kepala paling banyak diderita oleh remaja akhir berusia antara 17 sampai dengan 25 tahun yaitu berjumlah 73 orang (28,3%), diikuti dengan dewasa akhir (36-45 tahun) berjumlah 42 orang (16,3%), remaja awal (12-16 tahun) berjumlah 39 orang (15,1%), dewasa awal berjumlah 30 orang (11,6%), lansia awal (46-55 tahun) dan lansia akhir (56-65 tahun) masing-masing berjumlah 24 orang (9,3%), anak (5-11 tahun) berjumlah 18 orang (7,0%), dan manula (>65 tahun) berjumlah 8 orang (3,1%).

3. Penderita cedera kepala paling banyak diderita oleh pelajar/mahasiswa yaitu berjumlah 91 orang (35,3%), diikuti dengan wiraswasta berjumlah 61 orang (23,6%), petani berjumlah 27 orang (10,4%), ibu rumah tangga berjumlah 24 orang (9,3%), pegawai swasta berjumlah 17 orang (6,5%), tidak kerja berjumlah 11 orang (4,3%), pegawai negeri berjumlah 10 orang (3,9%), pekerja lepas berjumlah 5 orang (1,9%), pensiunan berjumlah 3 orang (1,2%), honorer berjumlah 3 orang (1,2%), supir berjumlah 3 orang (1,2%), tukang berjumlah 2 orang (0,8%), dan nelayan berjumlah 1 orang (0,4%).

4. Cedera kepala paling banyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yaitu berjumlah 216 orang (83,7%), diikuti dengan jatuh berjumlah 22 orang

Gambar

Gambar 2.1 Tengkorak (Netter, 2011).
Gambar 2.2 Lapisan meninges (Netter, 2011).
Gambar 2.3 Kerangka teori.
Gambar 2.4 Kerangka konsep penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Dari definisi tersebut dapat diketahui tujuan utama surveying (pemetaan) adalah penentuan lokasi titik yang terdapat diatas, pada maupun dibawah permukaan bumi.. Untuk penentuan

Lebih lanjut Sudaryanto menyatakan peranan dan fungsi labortorium ada tiga, yaitu sebagai (1) sumber belajar, artinya laboratorium digunakan untuk memecahkan masalah yang

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, karunia dan anugerah yang di berikanNya kepada saya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

perencanaan awal. Pada tahap ini pelaksanaan pembelajaran yang telah dilaksanakan berdasarkan langkah-langkah pembelajaran model kooperatif tipe jigsaw. 3)Tahap pengamatan

Penulis dapat menyimpulkan bahwa orang yang mampu menahan diri dalam pencobaan atau keinginan, yang datang dari diri sendiri, maka dialah yang memiliki hadiah yang

Surat yang memberi perintah pada bank untuk membayar sejumlah uang kepada pihak penerima pembayaran