• Tidak ada hasil yang ditemukan

C/ rar PEMERINTAH PROVINSI MALUKU RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR... TAHUN 2OO7 TENTANG RENCANA: TATARUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "C/ rar PEMERINTAH PROVINSI MALUKU RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR... TAHUN 2OO7 TENTANG RENCANA: TATARUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

C/ rar

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU

RANCANGAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU

NOMOR ... TAHUN 2OO7

TENTANG

RENCANA: TATARUANG

WILAYAH PROVINSI MALUKU

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU

2047

(2)

DAFTAR ISI

BAB I

Ketentuan Umum

BAB II

Tujuan Kebijakan, dan Strategi Penataan RuangWilayah

Bagian kesatu

: Tujuan Penataan

Ruang Wilayah Provinsi

Bagian kedua : Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah

Provinsi

BAB III

Rencana Struktur ruang Wilayah Provinsi

Bagian kesatu

Bagian kedua

Paragraf 1

Paragraf 2

Bagian ketiga

Paragraf 1

Paragraf 2

Bagian kempat

Paragraf 1

Paragraf 2

Bagian kelima

Paragraf 1

Paragraf 2

Bagian keenam

Paragraf 1

Paragraf 2

Umum

Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem

Perkotaan

Rencana Pengembangan Sistem Perkotaan

Kriteria Sistem Perkotaan

Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem

Jaringan Transportasi

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan

Transportasi

Kriteria Sistem Jaringan Transportasi

Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem

Jaringan Energi

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Energi

Kriteria Sistem Jaringan Energi

Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem

Jaringan Telekomunikasi

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan

Telekomunikasi

Kriteria Sistem Jaringan Telekomunikasi

Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem

Jaringan Sumberdaya Air

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan

Sumberdaya Air

Kriteria Sistem Jaringan Sumberdaya Air

BAB IV

Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi

Bagian kesatu

: Umum

Bagian kedua

: Rencana Pengembangan Kawasan Llndung

Bagian ketiga

: Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya Yang

Memiliki Nilai Strategis

(3)

BAB VI

Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi

BAB VII

Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Bagian kesatu

Bagian kedua

Paragraf 1

Patagraf 2

Paragraf 3

Paragraf 4

Paragraf 5

Paragraf 6

Paragraf 7

Paragraf 8

Paragraf 9

Bagian ketiga

Bagian kempat

Bagian kelima

BAB VIII

Peran Masyarakat

BAB D(

Ketentuan Peralihan

BAB X

Ketentuan Penutup

Umum

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi

Indikasi Arahan Peraturan Zonasi untuk Sistem

Perkotaan

Indikasi Arahan Peraturan Zonasi untuk Sistem

Jaringan Transportasi Darat

Indikasi Arahan Peraturan Zonasi untuk Sistem

Jaringan Transportasi Laut

Indikasi Arahan Peraturan Zonasi untuk Sistem

Jaringan Transportasi Udara

Indikasi Arahan Peraturan Zonasi untuk Sistem

Jaringan Energii

Indikasi Arahan Peraturan Zonasi untuk Sistem

Jaringan Telekomunikasi

Indikasi Arahan Peraturan Zonasi untuk Sistem

Jaringan Prasarana Sumber Daya Air

Indikasi Arahan Peraturan Zonasi untuk Kawasan

Lindung

Indikasi Arahan Peraturan Zonasi untuk Kawasan

Budidaya

Arahan Perizinan

Arahan Insentif dan Disinsentif

Arahan Sanksi

(4)

GUBERNUR MALUKU

RANCANGAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU

NOMOR ... TAHUN 2OO7

TENTANG

RENCANA TATA RUANGWILAYAH PROVINSI MALUKU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR MALUKU,

Menirnbang : a. bahwa Ruang Wilayah Provinsi Maluku sebagai karunia

Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia khususnya

rakyat di Daerah Maluku, memiliki letak dan kedudukan

strategis

sebagai

Provinsi

Kepulauan

dengan

keanekaragaman ekosistem laut pulau merupakan potensi yang perlu disyukuri, dilindungi dan dikelola untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat;

b. bahwa untuk mengarahkan pembangunan Provinsi Maluku sebagai Provinsi Kepulauan, maka pemanfaatan ruang wilayah meliputi daratan, lautan dan udara serta sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya harus dianggap sebagai satu kesatuan dan dikelola secara terpadu antar sektor, daerah dan masyarakat dalam ssuatu kebijaksanaan pokok penataan Ruang Wilayah Maluku, sehingga penyelenggaraan pembangunan daerah dapat berdaya guna, berhasil guna dan berkelanjutan;

c. bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, maka strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah nasional perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku;

d. bahwa Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Maluku Nomor 05 Tahun 1993 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Maluku, tidak sesuai lagi dengan perkembangan penyelenggaraan pemerintahan,

(5)

pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat pasca Pemekaran Wilayah Provinsi Maluku;

bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf "a", "b" "g," dan "d" di atas, perlu ditetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku dengan Peraturan Daerah Provinsi Maluku.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Maluku (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 79, Tambahan kmbaran Negara Republik Indonesia Nomor 1617);

2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);

3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831);

4. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3186);

5. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3r.86);

6. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3234), sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3368);

7. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 341e);

8. Undang-undang Nomor I Tahun lgg0 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3427);

9. Undang-undang Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia

(6)

-Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469);

10. Undang-undang Nomor L4 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun L992 Nomor 49, Tambahan kmbaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480);

11. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran Q,embaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3493);

12. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);

13. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888);

14. Undang-undang Nomor 46 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Maluku lftara, Kabupaten Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);

15. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Seram Bagian Timur, Kabupaten Seram Bagian Barat dan Kabupaten Kepulauan Aru di Provinsi Maluku (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4350);

16. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2OA4 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO4 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389)

17. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2OO4 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor lO4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 442L);

18. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

a$il;

19. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4aBD;

(7)

2 t .

22.

23.

20. Undang'undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4438);

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2OO7 tentang Penanggulangan Bencana;

Undang-undang Nomor 26 Tahun 2OO7 tentang Penataan Ruang;

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal Di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373);

Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3660);

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (I-embaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 372L)

Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (l,embaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan l,embaran Negara Republik Indonesia Nomor

3e34);

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);

Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor ll Tahun L967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan;

Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.

Keputusan Presiden Nomor 33 tahun 1991 tentang Penggunaan Tanah Bagi Kawasan Industri.

24.

25.

26.

27.

28.

29.

30.

3 1 .

4

(8)

-32. Peraturan Daerah Provinsi Maluku Nomor 14 Tahun 2005 tentang Penetapan Kembali Negeri Sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Wilayah Provinsi Maluku (Lembaran Daerah Provinsi Maluku Tahun 2005 Nomor 14).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAI(YAT DAERAH PROVINSI MALUKU

DAN

GUBERNUR MALUKU

MEMUTUSKAN

Menetapkan

: PERATURAN DAERAH PRO\INSI MALUKU

TENTANG RENCANA TATA RUANG WII,AYAH

PROVINSI MALUKU.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

a. Kabupaten/I(ota adalah Kabupaten Kota dalam wilayah Provinsi Maluku; b' Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang

udara sebagai suatu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk hidup lainnya melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya; c. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang;

d. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional;

e. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya;

Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;

Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang;

Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait, yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/ atau aspek fungsional;

f.

g .

h .

(9)

J .

l . Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku selanjutnya disebut RTRWP

Maluku adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah Provinsi Maluku yang meliputi struktur ruang dan pola ruang serta pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Provinsi Maluku, sebagai penjabaran dari strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah provinsi; Kawasan adalah suatu wilayah yang mempunyai fungsi utama lindung atau budidaya;

k. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumberdaya buatan;

l. Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan;

m. Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi;

n. Kawasan Agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis;

o. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi;

p. Kawasan Permukiman adalah kawasan yang didominasi lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan sarana, prasarana dan tempat kerja yang memberikan pelayanan dan kesempatan kerja guna mendukung penghidupan, perikehidupan sehingga fungsi kawasan dapat berdaya guna dan berhasil guna;

q. Kawasan Industri adalah kawasan khusus untuk kegiatan industri pengolahan atau manufaktu, kawasan ini dilengkapi dengan prasarana dan sarana/fasilitas penunj ang;

r. Kawasan Strategis Provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diStrategiskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan;

s. Kawasan strategis KabupatenlKota adalah wilayah yang penataan ruangnya diStrategiskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan;

t. Izin Pemanfaatan Ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

u. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat yaitu Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia

(10)

-sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun L945;

v. Daerah adalah Provinsi Maluku;

w. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Maluku yaitu Gubernur Maluku dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah Maluku;

x. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Maluku;

Y. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Maluku yaitu lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

BAB II

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN

RUANG WILAYAH PROVINSI

Bagian Kesatu

Tujuan dan Sasaran Penataan RuangWilayah Provinsi

P a s a l 2

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku disusun dengan tujuan menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku yang berbasis mitigasi bencana alam sesuai dengan daya dukung wilayah.

Pasal S

Sasaran penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku adalah : (a). Tersusunnya kembali secara menyeluruh terhadap dokumen RTRW

Provinsi Maluku yang ada terkait dengan perubahan pada struktur perencanaan pembangunan nasional yang ditandai dengan terbitnya undang-undang Nomor 26 tahun 200? menggantikan undang-undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang;

(b) Teridentifikasinya jenis dan besaran ruang yang dibutuhkan dalam pengembangan Provinsi Maluku berdasarkan data dan analisis terhadap kondisi eksisting, upaya mitigasi bencana alam serta kebijakan pemekaran wilayah;

(c). Terumuskannya rencana struktur dan pola ruang wilayah;

(d). Terumuskannya arahan pemanfaatan ruang wilayah yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan;

(e). Terumuskannya arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.

(11)

Bagian Kedua

Kebijakan dan Strategi Penataan RuangWilayah Provinsi

P a s a l 4 Kebijakan penataan ruang meliputi :

(1). Struktur Ruang Wilayah Provinsi Maluku yang meliputi : (a). Kebijakan Pengembangan Struktur Ruang Gugus Pulau; (b). Kebijakan Pengembangan Sistem Pusat-Pusat Permukiman (c). Kebijakan Pengembangan Sarana dan Prasarana

(2). Pola Ruang Wilayah Provinsi Maluku

(a). Kebijakan Pemantapan Kawasan Lindung; (b). Kebijakan Pengembangan Kawasan Budidaya; (c). Kebijakan Pengembangan Kawasan Strategis;

(d). Kebijakan Pengembangan Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil; (e). Kebijakan Pengembangan Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

Pasal S

Kebijakan Pengembangan Struktur Ruang Gugus Pulau sebagaimana dimaksud pada Pasal4 ayat (1) huruf a meliputi

(a). Pengembangan tata ruang Provinsi Maluku menggunakan pendekatan pengembangan'Laut-Pulau' ;

(b). Pengembangan struktur ruang wilayah Provinsi Maluku semenjak tahun 2001 dilakukan dengan pendekatan 'Gugus Pulau' dengan pembagian berdasarkan kesamaan ekosistem, sosial budaya (<ependudukan), transportasi, potensi sumberdaya alam, dan perekonomian.

P a s a l 6

Kebijakan Pengembangan Sistem Pusat-Pusat Permukiman sebagaimana dimaksud pada Pasal4 ayat (1) huruf b meliputi :

(a). Pembangunan sarana dan prasarana pemerintahan, sosial dan ekonomi di kota Ambon, sebagai pusat pemerintahan provinsi yang dimasa mendatang dapat melayani kebutuhan penduduk tingkat provinsi;

(b). Pembangunan sarana dan prasarana perkotaan di ibukota kabupaten pemekaran oleh instansi-instansi yang berwenang hendaknya tidak hanya berdasarkan pada atas pelayanan tetapi juga mempertimbangkan usaha pengembangan ekonomi suatu pusat/kota sesuai dengan pola pengembangan yang tertuang dalam RTRW Provinsi Maluku;

(c). Prioritas pengembangan dilakukan pada kota-kota yang berperan sebagai pusat-pusat pengembangan wilayah di masing-masing Gugus Pulau.

(12)

-Pasal T

Kebijakan Pengembangan Sarana dan Prasarana sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (1) huruf c meliputi:

(a). Untuk menjamin terciptanya sistem transportasi yang terpadu maka pengembangan transportasi darat dan laut harus disesuaikan dengan pengembangan tata ruang wilayah Provinsi Maluku;

(b). Pembukaan jalur-jalur pelayaran baru terutama yang dapat menjangkau pulau-pulau terpencil, sehingga aksesibilitas antar wilayah berkembang dengan wilayah terisolir dapat tercapai dengan baik;

(c). Pengembangan dermaga dan angkutan penyeberangan untuk meningkatkan hubungan antar pulau yang jaraknya relatif dekat;

(d). Pengembangan jaringan jalan darat dalam wilayah internal pulau (Pulau Ambon, Pulau Lease, Pulau Seram, Pulau Buru, Pulau Kei, Pulau Kobror, Pulau Wetar dan Pulau Yamdena), sehingga aksesibilitas dalam pulau tersebut dapat mencapai setiap bagian wilayah pulau tersebut. Dalam hal ini dikaitkan dengan pengembangan fungsi ibukota kabupaten yang berada di wilayah daratannya;

(e). Pengembangan sarana dan prasarana lain seperti pendidikan, kesehatan, peribadatan, perdagangan dan jasa, air minum, listrik, Pos, dan telekomunikasi harus tetap mengacu pada rencana pengembangan sistem pusat-pusat permukiman dan semaksimal mungkin mendukung arahan pengembangan kawasan budidaya;

(0. Prioritas pengembangannya ditujukan pada pembangunan prasarana transportasi laut sebagai wilayah kepulauan untuk integrasi wilayah secara internal.

P a s a l 8

Kebijakan Pemantapan Kawasan Lindung sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (2) huruf a meliputi :

(a). Pemantapan fungsi lindung pada kawasan lindung yang masih dapat dipertahankan;

(b). Pengembalian fungsi lindung pada kawasan yang mengalami tumpang tindih dengan kegiatan budidaya atau lahan kritis yang dapat mengganggu fungsi lindung;

(c). Pelarangan dilakukannya kegiatan budidaya yang sudah ada (yang masih dapat ditolerir) pada kawasan lindung, sehingga tidak berkembang lebih jauh, dengan tindakan konservasi secara intensif;

(d). Pemindahan kegiatan budidaya yang dapat mengganggu fungsi lindung sebagai upaya penertiban pada kawasan lindung.

P a s a l 9

Kebijakan Pengembangan Kawasan Budidaya sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (2) huruf b meliputi:

(13)

(a). Pengarahan lokasi kegiatan budidaya melalui mekanisme perijinan (untuk kawasan berskala besar) baik itu dengan pendekatan insentif maupun disinsentif;

(b). Pelarangan/pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya yang tidak sesuai dengan rencana;

(c). Pembatasan kegiatan lain yang sudah ada dengan ketentuan tidak dilakukan pengembangan lebih lanjut;

(d). Penyelesaian masalah konflik antara kegiatan budidaya (status penguasaan lahan, proyek pembangunan, penggunaan yang telah berlangsung lama) melalui berbagai ketentuan yang berlaku.

Pasal L0 Kebijakan Pengembangan Kawasan Strategis Pasal 4 ayat (2) huruf c meliputi :

sebagaimana dimaksud pada

(a). Membuka wilayah sangat tertinggal dengan meningkatkan aksesibilitas melalui jalur perhubungan laut;

(b). Pengembangan industri perikanan di wilayah pesisir yang selama ini masih terisolir dan terpencil untuk meningkatkan perekonomian di wilayah tersebut dan menarik penduduk pendatang;

(c). Peningkatan aksesibilitas dari kawasan strategis yang potensial berkembang dan wilayah cepat tumbuh;

(d). Setiap program yang menjangkau kawasan-kawasan strategis harus benar-benar diprioritaskan baik dalam hal waktu pelaksanaan maupun pendanaannya.

Pasal 11

Kebijakan Pengembangan Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (2) huruf d meliputi :

(a). Kegiatan ekonomi harus memperhatikan kelestarian kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung;

(b). Kegiatan pariwisata di wilayah pesisir dan laut harus berjalan serasi dengan kegiatan perikanan/nelayan. Apabila potensi sumberdaya perikanan tangkap ataupun perikanan budidaya besar, maka harus di upayakan pembagian ruang yang seimbang dan tidak terjadi konflik antara satu dengan yang lainnya. Kegiatan pariwisata dapat berjalan serasi dengan kegiatan perikanan dengan adanya pengaturan kelembagaan, sehingga limbah kegiatan pariwisata tidak merusak sumberdaya perikanan, dan kegiatan perikanan dapat menjadi atraksi dan pemandangan khas bagi para wisatawan;

(c). Apabila kawasan tersebut ditetapkan sebagai kawasan lindung maka kegiatan penangkapan ikan maupun budidaya perairan dilakukan tanpa atau seminimal mungkin merusak potensi ekologi seperti terumbu karang, mangrove, ataupun kegiatan pariwisata lainnya;

(d). Apabila ruang wilayah pesisir dan laut mempunyai potensi kandungan sumberdaya alam mineral, maka pemanfaatan ruang untuk eksploitasi

(14)

-sumberdaya mineral tersebut harus dilakukan secara hati-hati dan atas pertimbangan yang matang akan dampak lingkungan d.an terhadap kegiatan sektor ekonomi lainnya, khususnya yang sangat dipengaruhi oleh keadaan alam seperti pariwisata, pertanian dan perikanan.

Pasal 12

Kebijakan Pengembangan Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil sebagaimana dimaksud pada Pasal4 ayat (2) huruf e meliputi :

(a). Mendorong upaya peningkatan kapasitas infrastruktur pelabuhan perikanan pantai dan infrastruktur lainnya yang mendukung percepatan pembangunan perikanan dan kelautan;

(b). Peningkatan kemampuan SDM serta mendorong pengembangan riset dan teknologi untuk penyediaan data dan informasi;

(c). Pengelolaan perikanan tangkap melalui optimalisasi pemanfaatan dan pengendalian terhadap sumber daya perikanan pada kawasan yang indikasi produksinya menurun;

(d). Optimalisasi pemanfaatan kawasan budidaya untuk mendukung program-program nasional (Inbudkan, Bupedes dan Budinteg) dan pengembangan potensi budidaya perikanan lokal;

(e). Peningkatan nilai tambah melalui perbaikan mutu dan pengembangan produk yang mengarah pada pengembangan industri Perikanan dan Kelautan yang terpadu berbasis masyarakat melalui pengembangan komoditas unggulan dan berkelanjutan serta meningkatkan promosi dan marhet intelligence;

(f). Pengelolaan dan pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil secara terpadu dan berkelanjutan, pemberdayaan masyarakat sekitarnya serta mendorong penetapan batas wilayah kelola laut dan implementasi kewenangan di laut, revitalisasi hukum adat dan kearifan tradisional; G)- Peningkatan pengawasan dan pengendalian sumberdaya Perikanan dan

Kelautan melalui penerapan sistem monitoring, controlling, dan surveillance (MCS), sistem pengawasan masyarakat (Siswamas), serta perangkat pendukung untuk operasionalnya.

Pasal 13

Strategi penataan ruang di Provinsi Maluku meliputi : (l). Struktur Ruang Wilayah Provinsi Maluku

(a). Strategi Pengembangan Struktur Ruang Gugus Pulau Antar Wilayah (b). Strategi Pengembangan Struktur Ruang Gugus Pulau Intra Wilayah (c). Strategi Pengembangan Sistem Kota-kota ;

(d). Strategi Pengembangan Prasarana Wilayah (2). Pola Ruang Wilayah Provinsi Maluku

(a). Strategi Pengembangan Pola Ruang Wilayah Provinsi (Makro); (b). Strategi Pengembangan Pola Ruang Wilayah Provinsi (Mikro);

(15)

(c). StrategiPengembangan Kawasan Strategis; (d). Strategi Pengembangan Kawasan Bencana; (e). Strategi Pengembangan Kawasan Lindung Laut; (f). Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Laut; (g). StrategiPengembangan Perikanan

Pasal 14

Strategi Pengembangan Struktur Ruang Gugus Pulau Antar Wilayah sebagaimana dimaksud pada Pasal L3 ayat (1) huruf a meliputi :

(a). Meningkatkan keterkaitan ekonomi dan ruang antara Provinsi Maluku dengan wilayah luar provinsi;

(b). Mengembangkan kota-kota yang berkedudukan cukup strategis dan memiliki peran sebagai pintu-pintu keluar-masuk (Multy Gate) dalam menciptakan hubungan&eterkaitan ekonomi dan spasial dengan daerah luarnya;

(c). Mengembangkan sistem transportasi yang diprioritaskan dan diarahkan untuk keterkaitan antar pusat-pusat pengembangan, baik transportasi darat, laut, maupun udara.

Pasal 15

Strategi Pengembangan Struktur Ruang Gugus Pulau Intra Wilayah sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (1) huruf b meliputi

(a). Memperkuat struktur kegiatan bagi Gugus-gugus Pulau yang ada di Provinsi Maluku, serta memperkuat struktur dan implikasi ruang kota-kota yang menjadi orientasi pertumbuhan di masing-masing Gugus Pulau. Hal ini dapat dicapai dengan mengembangkan kegiatan perekonomian dan prasarana transportasinya;

(b). Mengembangkan kota-kota yang tingkatannya lebih rendah agar dapat berfungsi sebagai pendukung pusat-pusat orientasi ini.

Pasal 16

Strategi Pengembangan Sistem Kota-kota sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (1) huruf c meliputi:

(a). Mengembangkan keterkaitan antar kota secara fungsional dan pola ruang; (b). Mengembangkan dan meningkatkan fungsi ibukota kabupaten terutama

sebagai pusat wilayah belakangnya;

(c). Mengembangkan kota-kota sebagai pusat pelayanan yang berhierarki; (d). Mengembangkan Kota-kota Pelabuhan di masing-masing Gugus Pulau

sebagai Pusat Strategis Pengembangan.

(16)

-Pasal 17

Strategi Pengembangan Prasarana Wilayah sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (1) huruf d meliputi :

(a). Strategi pengembangan prasaran perhubungan/transportasi meliputi (i) Pembangunan prasarana perhubungan laut terutama diarahkan meningkatkan hubungan inter-regional; (ii) Pembangunan prasarana jalan untuk menghubungkan intra pulau besar maupun pulau keci; dan (iii) Pengembangan angkutan udara diarahkan agar hubungan pusat-pusat kegiatan ekonomi dan pemerintahan lainnya, baik di dalam Provinsi Maluku maupun dalam hubungan dengan daerah di luar provinsi terjamin (b). Strategi pengembangan prasarana pengairan, diarahkan di wilayah

potensial untuk mendukung pengembangan usaha pertanian tanaman pangan, terutama persawahan lahan basah dan pasang surut mendukung perkebunan;

(c). Strategi pengembangan energi, diarahkan untuk mendukung pengembangan kawasan-kawasan yang potensial bagi pengembangan perindustrian dan pertambangan;

(d). Strategi pengembangan parasarana telekomunikasi, pengembangan sistem telekomunikasi diarahkan untuk mendukung kawasan-kawasan yang sulit dijangkau oleh prasarana perhubungan /transportasi, terisolir, dan rawan bencana alam, serta kawasan-kawasan yang akan menjadi pusat-pusat pengembangan wilayah (industri dan pariwisata).

Pasal 18

Strategi Pengembangan Pola Ruang Wilayah Provinsi (Makro) sebagaimana dimaksud pada Pasal LB ayat (2) huruf a meliputi :

(a). Mengembangkan pusat-pusat pengembangan wilayah di masing-masing Gugus Pulau dan kota - kota kabupaten potensial lainnya sebagai pusat pertumbuhan. Peningkatan fungsi kota ini perlu diimbangi dengan peningkatan kapasitas dan jangkauan pelayanan yang sesuai dengan fungsi pelayanannya;

(b). Meningkatkan akses antara Kota Ambon sebagai ibukota provinsi dengan kota-kota orientasi pelayanan Gugus Pulau maupun kota-kota kabupaten lainnya dan juga dengan wilayah sekitarnya melalui pengembangan sistem jaringan transportasi baik darat, laut, maupun udara;

(c). Meningkatkan peran kota/pusat pertumbuhan pada masing-masing Gugus Pulau yang berfungsi sebagai pintu keluar/masuk (Multy Gate) bagi kawasan sekitarnya melalui pengembangan infrastruktur:

(d). Mengembangkan prasarana dan sarana sesuai dengan fungsi dan peran kota-kota agar terjadi pemerataan pelayanan.

Pasal 19

Strategi Pengembangan Pola Ruang Wilayah Provinsi (Mikro) sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (2) huruf b meliputi :

(17)

(a). Strategi Pengembangan Kawasan Lindung, dalam upaya pemantapan fungsi pelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan serta nilai sejarah dan budaya bangsa, maka perlu dilakukan pemantapan dan pengendalian kawasan lindung yang memberi arahan bagi badan hukum dan perseorangan dalam merencanakan dan melaksanakan program pembangunan.

(b). Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya, Analisis daya dukung lingkungan kawasan budidaya dilakukan dengan upaya pendekatan terhadap potensi, kendala dan limitasi yang dimiliki oleh suatu wilayah.

Pasal20

Strategi Pengembangan Kawasan Strategis sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (2) huruf c meliputi:

(a). Menetapkan kawasan strategis, termasuk kawasan perbatasan;

(b). Mengembangkan kawasan strategis untuk menunjang sudut kepentingan sosial budaya Maluku melalui upaya-upaya konservasilperlindungan dan pengembangan potensi sosial budaya masyarakat Maluku dalam memperkuat keanekaragaman jati diri bangsa Indonesia;

(c). Mengembangkan kawasan strategis untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah Maluku dan peningkatan manfaat ruang di wilayah Provinsi Maluku sekaligus mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal dan sangat tertinggal di wilayah Provinsi Maluku, melalui:

(t. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan berbasis potensi sumberdaya alam dan sektor/komoditas unggulan;

(it). Penyediaan insentif dan penyederhanaan prosedur perizinan investasi;

(iii). Pengelolaan dan promosi peluang investasi kawasan; (iv). Penyediaan dukungan infrastruktur.

(d). Mengembangkan kawasan strategis untuk mendayagunakan sumberdaya alam dan teknologi tinggr untuk kemajuan Provinsi Maluku;

(e). Mengembangkan kawasan strategis untuk melestarikan fungsi dan meningkatkan daya dukung lingkungan hidup untuk kepentingan penduduk Maluku sekarang dan di masa depan;

(f). Mengembangkan kawasan strategis untuk menunjang kepentingan pertahanan keamanan nasional serta integrasi nasional.

Pasal 2L

Strategi Pengembangan Kawasan Bencana sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (2) huruf d meliputi :

(a). Mengalihkan orientasi pertumbuhan di daerah yang mempunyai risiko bencana alam tinggi ke daerah yang berpotensi rendah terhadap bencana alam;

(18)

-(b). Membatasi pertumbuhan di daerah yang berpotensi tinggr terhadap bencana alam, gerta penerapan teknologi yang tepat untuk pembangunan di daerah risiko bencana tinggi;

(c). Menyiapkan ?nrra-zona penyangga bagi kegiatan evakuasi akibat bencana alam, dimana z,ona-zona penyangga ini harus dipersiapkan untuk penyediaan fasilitas penyelamatan, secara vertikal maupun horizontal, sesuai kondisi geografrs.

Pasal 22

Strategi Pengembangan Kawasan Lindung Laut sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (2) huruf e meliputi :

(a). Penetapan dan Pemantapan Kawasan Lindung; Penetapan dan pemantapan kawasan lindung di wilayah pesisir dan laut Maluku dilakukan terhadap kawasan-kawasan yang berfungsi melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan, mengandung nilai budaya dan nilai sejarah;

(b). Pengendalian Kawasan Lindung; Pengendalian kawasan lindung bertujuan agar eksistensi sebagai fungsi lindung dapat dipertahankan. Untuk mempertahankannya, maka kegiatan budidaya yang ada, seperti aktivitas pariwisata atau perikanan harus tidak mengganggu fungsi lindungnya, seperti penggunaan bom dan racun dalam kegiatan penangkapan ikan yang darnpaknya merusak sumberdaya seperti terumbu karang dan seluruh kehidupan hayati di tempat pengeboman tersebut.

P a s a l 2 3

Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Laut sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (2) huruf f adalah adanya aktivitas ekonomi dimana terdapat keterkaitan antar sektor ekonomi dan memperhatikan implikasi keruangan yang didasarkan atas komplementari antar sektor utama dalam wilayah yang berbeda.

Pasal 24

Strategi Pengembangan Perikanan sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (2) huruf g meliputi :

(a). Strategi pembangkitan diarahkan sebagai strategi dimana sumberdaya perikanan yang masih belum mengalami ouerfishing dapat dimanfaatkan untuk menjadi pusat pembangkitan penerimaan atau surplus ekonomi (b). Strategi pengendalian diarahkan pada rasionalisasi alat tangkap dengan

menggunakan instrumen ekonomi seperti Quota, limited entry, pajak input dan pajak output serta pengaturan musim (seasonal closure dsb).

(c). Strategi pencegahan diarahkan untuk mencegah terjadinya encrouchment terhadap ruang pesisir

(d). Strategi pemantauan yakni pemantauan IUU dari daerah lain ke wilayah Maluku maupun dari wilayah Maluku sendiri karena ini akan sangat terkait dengan masalah tata ruang. Tata ruang yang semu akan

(19)

menimbulkan terjadinya IUU fishing (berlaku juga untuk nelayan asing) yang bisa menimbulkan konflik sosial dan vertikal.

BAB III RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU

Bagian Kesatu Urnum

Pasal 25 (1) Rencana struktur ruang Provinsi terdiri dari:

a. rencana pengembangan sistem perkotaan provinsi;

b. rencana pengembangan sistem jaringan transportasi wilayah; c. rencana pengembangan sistem jaringan energi dan kelistrikan;

d. rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi provinsi; dan e. rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air provinsi. {21 Rencana struktur ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:250.000.

Bagian Kedua

Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem Perkotaan

Paragraf 1

Rencana Pengernbangan Sistem Perkotaan

Pasal 26

Rencana Pengembangan sistem perkotaan sebegaimana dimaksud pada Pasal 24 ayat (1) huruf a adalah sebagai berikut :

(l). Rencana Kebijakan Pengembangan PKN adalah :

(a). Pemantapan keterkaitan antar wilayah dengan kota-kota utama di wilayah Indonesia Bagian Timur (seperti sorong, Fak-fak, Biak, Merauke, Dili, Manado, Kendari dan Ujung Pandang), Ind'onesia Bagian Barat (Surabaya, Jakarta, dan lain-lain) dan Negara Asia Pasifik (Australia, Jepang dan lain-lain) melalui peningkatan sarana dan prasarana komunikasi (aut, udara dan telekomunikasi);

(b). Penyediaan prasarana perkotaan sesuai dengan fungsi kota dengan pendekatan program pembangunan prasarana kota terpadu;

(20)

-(c). Peningkatan peran swasta dalam pembangunan prasarana dan sarana perkotaan;

(d). Pengembangan kegiatan ekonomi kota (industri, jasa, perdagangan, dan lain-lain) untuk memacu pertumbuhan daerah serta memperluas kesempatan kerja;

(e). Penataan ruang kota melalui perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian tata ruang kota.

(2). Rencana Kebijakan Pengembangan PKW adalah:

(a). Penataan ruang kota melalui perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian ruang kota;

(b). Penyediaaan prasarana perkotaan dengan pendekatan program pembangunan prasarana kota terpadu;

(c). Peningkatan aksesibilitas ke wilayah belakang yang dilayani melalui pengembangan jaringan jalan darat, laut dan udara;

(d). Peningkatan aksesibilitas ke wilayah regional, nasional maupun internasional yang dilayani melalui pengembangan jaringan transportasi laut dan udara, khususnya bagi pusat'pusat pengembangan wilayah di masing-masing Gugus Pulau yang berfungsi sebagai Pintu Jamak Olulty Gate)

(3). Rencana Kebijakan Pengembangan PKSN adalah:

(a). Penataan ruang kota melalui perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian ruang kota;

(b). Penyediaaan prasarana perkotaan dengan pendekatan program pembangunan prasarana kota terpadu;

(c). Peningkatan aksesibilitas ke wilayah internasional yang dilayani melalui pengembangan jaringan transportasi laut dan udara;

(d). Peningkatan wilayah perbatasan untuk menunjang kepentingan pertahanan keamanan nasional serta integrasi nasional;

(e). Peningkatan pembangunan prasarana dan sarana wilayah untuk peluang investasi.

(4). Rencana Kebijakan Pengembangan PKL adalah:

(a). Penataan ruang kota melalui perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian ruang kota;

(b). Penyediaaan prasarana perkotaan dengan pendekatan program pembangunan prasarana kota terpadu;

(c). Peningkatan aksesibilitas ke wilayah belakang yang dilayani melalui pengembangan jaringan jalan darat dan laut.

(21)

Paragraf 2

Kriteria Sistem Perkotaan

Pasal 27

(1) PKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) ditetapkan dengan kriteria:

(a). kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional;

(b). kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi; atau

(c). kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi. (2) PKW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) ditetapkan dengan

kriteria:

(a). kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten;

(b). kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN; atau

(c). kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten. (3) PKSN sebagaimana fimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) ditetapkan dengan

kriteria:

(a). pusat permukiman yang berpotensi dan telah disepakati sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara tetangga;

(b). pusat permukiman yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan dengan negara tetangga;

(c). pusat permukiman yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya; dan

(d). pusat permukiman yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan wilayah di sekitarnya.

(4) PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) ditetapkan dengan kriteria:

(a). kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan; atau

(b). kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan.

(22)

-Bagian Ketiga

Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem Jaringan Transportasi

Paragraf 1

Rencana Pengembangan Sistern Jaringan Transportasi

Pasal 28

Rencana kebijakan pengembangan sistem transportasi wilayah sebagaimana dimaksud pada Pasal2i ayat (1) huruf b antara lain :

(1). Mempertahankan kinerja pelayanan sistem transportasi wilayah yang telah terbangun dengan mengoptimalkan pemanfaatan prasarana transportasi yang ada dan pembangunan prasarana transportasi yang mendukung "Trans Maluku". Sehingga seluruh wilayah terutama gugus pulau dapat terhubung satu sama lain;

(2). Mengharmonisasikan keterpaduan sistem jaringan transportasi Provinsi Maluku dengan kebijakan tata ruang wilayah nasional yang merupakan acuan pengembangan wilayah dan meningkatkan keterpaduannya dengan sistem jaringan prasarana lainnya dalam konteks pelayanan intermoda dan sistem transportasi nasional (SISTRANAS) yang menjamin efisiensi pelayanan transportasi;

(3). Mengembangkan rencana induk sistem jaringan prasarana transportasi berbasis kepulauan;

(4). Mendorong keterlibatan peran dunia usaha dan masyarakat dalam penyelenggaraan dan penyediaan prasarana transportasi;

(5). Menyediakan jalur transportasi untuk evakuasi bila terjadi bencana alam; (6). Memperhatikan peran Alki III sebagai suatu peluang pengembangan

Provinsi Maluku disamping perhatian dan komitmen pemerintah pusat untuk membangun kawasan timur Indonesia (KTD.

Paragraf 2

Kriteria Sistem Jaringan Transportasi

P a s a l 2 9

(1) Jaringan jalan arteri primer ditetapkan dengan kriteria : a. menghubungkan antar-PKN dan antara PKN dan PKW; b. jalan umu m yang melayani angkutan utama;

c. melayani perjalanan jarak jauh;

d. memung kinkan untuk lalu lintas dengan kecepatan rata-rata tinggi; dan;

e. jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. (2) Jaringan jalan kolektor primer ditetapkan dengan kriteria:

(23)

a. menghubungkan antar-PKW dan antara PKW dengan PKL;

b. jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi;

c. melayani perjalanan jarak sedang;

d. memung kinkan untuk lalu lintas dengan kecepatan rata-rata sedang; dan

e. jumlah jalan masuk dibatasi.

(3) Kriteria jaringan jalan strategis provinsi dan jaringan jalan tol ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 30

(1) Jaringan jalur kereta api lintas utama ditetapkan dengan kriteria: (a). menghubungkan antar-PKN; dan

(b). merupakan lintasan yang melayani angkutan jarak jauh dan jarak sedang.

(2) Jaringan jalur kereta api lintas cabang fitetapkan dengan kriteria:

(a). menghubungkan antara PKN dengan PKW, menghubungkan antar-PKW, dan/atau merupakan bagian dari sistem angkutan umum di kawasan perkotaan metropolitan; dan

(b). merupakan lintasan yang melayani angkutan jarak sedang dan jarak dekat.

(3) Kriteria teknis jaringan jalur kereta api lintas utama dan lintas cabang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang perhubungan.

Pasal Sl"

(1) Pelabuhan sungai dan pelabuhan danau sebagaimana dimaksud dalam ditetapkan dengan kriteria:

(a). berada di dalam kawasan permukiman penduduk;

&). terintegrasi dengan sistem jaringan transportasi darat lainnya; dan (c). berada di luar kawasan konservasi.

(2) Pelabuhan penyeberangan ditetapkan dengan kriteria:

(a). merupakan simpul dari sistem jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang terpisah oleh perairan;

(b). berada di lokasi yang menghubungkan dengan pelabuhan penyeberangan lain pada jarak terpendek yang memiliki nilai ekonomis; dan

(c). berada di luar kawasan konservasi.

(3) Kiteria teknis pelabuhan sungai, pelabuhan danau, dan pelabuhan penyeberangan ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang perhubungan.

(24)

-Pasal 82

(1) Pelabuhan internasional hub dan pelabuhan internasional ditetapkan dengan kriteria:

(a). berhadapan langsung dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia, berhadapan langsung dengan jalur pelayaran internasional, dan/atau berjarak tidak melebihi 500 (hma ratus) mil dari Alur Laut Kepulauan Indonesia atau jalur pelayaran internasional;

(b). sebagai bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN dalam sistem transportasi antar-negara;

(c). berfungsi sebagai simpul utama pendukung pengembangan produksi kawasan andalan ke pasar internasional;

(d). berada di luar kawasan konservasi; dan

(e). berada pada perairan yang memiliki kedalaman sekurang-kurangnya 12 (dua belas) meter.

(2) Pelabuhan nasional ditetapkan dengan kriteria:

(a). sebagai bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN dalam sistem transportasi antar-provinsi;

O). berfungsi sebagai simpul pendukung pemasaran produk kawasan andalan ke pasar nasional;

(c). memberikan akses bagi pengembangan pulau-pulau kecil dan kawasan andalan laut, termasuk pengembangan kawasan tertinggal; (d). berada di luar kawasan konservasi; dan

(e). berada pada perairan yang memiliki kedalaman sekurang-kurangnya 7 (tujuh) meter.

(3) Pelabuhan pengumpan regional ditetapkan dengan kriteria:

(a). sebagai bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN atau PKW dalam sistem transportasi antarprovinsi;

(b). berfungsi sebagai simpul pendukung pemasaran produk kawasan andalan ke pasar regional;

(c). memberikan akses bagr pengembangan kawasan andalan laut, kawasan pedalaman sungai, dan pulau-pulau kecil, termasuk pengembangan kawasan tertinggal;

(d). berada di luar kawasan konservasi; dan

(e). berada pada perairan yang memiliki kedalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) meter.

(4) Pelabuhan pengumpan lokal ditetapkan dengan kriteria:

(a). sebagai bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKW atau PKL dalam sistem transportasi antarkabupatenlkota dalam satu provinsi;

(b). berfungsi sebagai simpul pendukung pemasaran produk kawasan andalan ke pasar lokal;

(25)

(c). memberikan akses bagr pengembangan kawasan andalan laut, kawasan pedalaman sungai, dan pulau-pulau kecil, termasuk pengembangan kawasan tertinggal;

(d). berada di luar kawasan konservasi;

(e). berada pada perairan yang memiliki kedalaman sekurang-kurangnya 2 (dua) meter; dan

(0. dapat melayani pelayaran rakyat.

(5) Kriteria teknis pelabuhan internasional hub, pelabuhan internasional, pelabuhan nasional, pelabuhan pengumpan regional, dan pelabuhan pengumpan lokal ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang perhubungan.

Pasal 33

(1) Bandar udara pusat penyebaran skala pelayanan primer ditetapkan dengan kriteria:

(a). sebagai bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN; dan (b). melayani penumpang dengan jumlah lebih dari 5.000.000 (lima juta)

per tahun.

(2) Bandar udara pusat penyebaran skala pelayanan sekunder ditetapkan dengan kriteria:

(a). sebagai bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN; dan (b). melayani penumpang dengan jumlah antara 1.000.000 (satu juta)

sampai dengan 5.000.000 0i-a juta) per tahun.

(3) Bandar udara pusat penyebaran skala pelayanan tersier ditetapkan dengan kriteria:

(a).sebagai bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN atau PKW terdekat; dan

(b).melayani penumpang dengan jumlah antara 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta) per tahun.

(4) Kriteria teknis bandar udara pusat penyebaran skala pelayanan primer, bandar udara pusat penyebaran skala pelayanan sekunder, dan bandar udara pusat penyebaran skala pelayanan tersier ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang perhubungan.

Bagian Keempat

Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistern Jaringan Energi

Paragraf 1

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Energi dan listrik

Pasal 34

(26)

-Rencana kebijakan pengembangan sistem energi dan listrik sebagaimana dimaksud pada PasaI2S ayat (1) huruf c antara lain :

(a). Pembangkitlistrik;

Pembangkit listrik dikembangkan pada lokasi yang memiliki sumber daya energi dan fisesuaikan dengan besaran kebutuhan energi di wilayah yang dilayaninya. Pembangkit listrik ditetapkan untuk melayani keterpaduan jaringan pembangkit dan jaringan transmisi baik secara nasional maupun

antar provinsi.

(b). Jaringan terinterkoneksi;

Jaringan terinterkoneksi dikembangkan untuk menghubungkan kawasan perkotaan yang terdiri atas sistem jaringan lintas provinsi, dan lintas kabupaten/kota. Jaringan terinterkoneksi ditetapkan untuk melayani PKN dan kawasan andalan dan kawasan strategis nasional.

(c). Jaringanterisolasi;

Jaringan terisolasi dikembangkan di daerah terpencil yang berdiri sendiri serta jauh dari pusat pelayanan. Jaringan terisolasi ditetapkan untuk: (a). melayani kawasan yang tersebar atau terpisah-pisah; (b). melayani daerah terpencil yang berdiri sendiri; (c). melayani kawasan yang jauh dari pusat pelayanan.

(d). Penyediaan sumber energi (pembangkit listrik) cadangan dalam mengantisipasi terjadinya bencana alam;

(e). Pembangkit listrik bersumber dari energi : gelombang pasang, air, angin, laut, bioenergi, tenaga surya, dan tenaga panas bumi, seperti:

(r). Tulehu, Awalnya pernah dilakukan penyelidikan awal potensi panas bumi di Tulehu, tetapi belum ditindaklanjuti;

(ii). Oma; (iii). Nusalaut; (iv). Saparua;

(v). Waeapo (Pulau Buru);

(vi). Kabupaten Kepulauan Aru, khususnya Kepulauan Aru Selatan (Batu Goyang dan sekitarnya).

Paragraf 2

Kriteria Sistem Jaringan Energi dan listrik

Pasal 35

(1) Pembangkit listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b ditetapkan dengan kriteria untuk melayani keterpaduan jaringan pembangkit dan jaringan transmisi baik secara nasional maupun antarprovinsi.

(27)

(21 Jaringan terinterkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal Pasal 33 huruf c ditetapkan dengan kriteria:

melayani PKN dan kawasan andalan; atau melayani kawasan strategis nasional.

(3) Jaringan terisolasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf d ditetapkan dengan kriteria:

(a). melayani kawasan yang tersebar atau terpisah-pisah; (b). melayani daerah terpencil yang berdiri sendiri; atau (c). melayani kawasan yang jauh dari pusat pelayanan.

(4) Kriteria teknis pembangkit listrik, jaringan terinterkoneksi, dan jaringan terisolasi ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagalistrikan.

Bagian Kelima

Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistern JaringanTelekornunikasi

Paragraf I

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 36

Rencana pembangunan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada PasaI24 ayat (1) huruf d antara lain:

(a). Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi untuk melayani PKN, PKW, PKSN, PKL dan kawasan strategis provinsi, sehingga meningkatkan kemudahan pelayanan telekomunikasi bagi dunia usaha dan masyarakat;

(b). Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi pada kawasan yang tersebar dan terpencil, sehingga komunikasi tetap berjalan, utamanya pada kawasan perbatasan dan kawasan prioritas;

(c). Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan satelit dalam mendorong pengembangan Sistem Prasarana Telekomunikasi di Provinsi Maluku;

(d). Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi untuk mengantisipasi terjadinya bencana alam.

Paragraf 2

Kriteria Sistern Jaringan Telekornunikasi

(28)

-Pasal ST

(l) Jaringan terestrial sebagaimana dimaksud dalam ditetapkan dengan kriteria:

menghubungkan pusat perkotaan provinsi; mendukung pengembangan kawasan andalan; mendukung kegiatan berskala nasional. (2) Kriteria lokasi pengembangan stasiun bumi

terestrial ditetapkan oleh menteri yang pemerintahan dalam bidang telekomunikasi.

atau

dan kriteria teknis jaringan menyelenggarakan urusan

Bagian Keenam

Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Paragraf 1

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 38

Rencana kebijakan pembangunan sumber daya air di Provinsi Maluku sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 ayat (1) huruf e antara lain:

(1). Memperhatikan keserasian antara konservasi dan pendayagunaan, hulu dan hilir, antara pemanfaatan air permukaan dan air tanah, antara pengelolaan demand, dan supply, serta antara pemenuhan kebutuhan jangka pendek dan kepentingan jangka panjang;

(2). Pendayagunaan sumber daya air untuk pemenuhan kebutuhan air irigasi pada lima tahun kedepan difokuskan pada upaya peningkatan jaringan irigasi yang sudah dibangun tapi belum berfungsi, rehabilitasi pada areal irigasi berfungsi yang mengalami kerusakan, dan peningkatan kinerja operasi dan pemeliharaan;

(3). Pendayagunaan sumber daya air untuk pemenuhan kebutuhan air baku diprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan pokok rumah tangga terutama di wilayah rawan defi.sit air, wilayah tertinggal dan wilayah strategis;

(4). Mendorong proses pengelolaan sumberdaya air yang terpadu antar sektor dan antar wilayah yang terkait di provinsi, kabupaten/kota dan wilayah sungai akan dilakukan dengan pendekatan budaya, terutama untuk menggali dan merevitalisasi kearifan lokal (locol wisdom) yang secara tradisi banyak tersebar di masyarakat Indonesia;

(5). Mengarahkan pemanfaatan sumberdaya alr mengantisipasi terjadinya bencana alam;

dalam rangka

(6). Penyulingan air laut sebagai salah satu alternatif penyediaan air

(29)

(?). Mengarahkan tiap kabupaten untuk meyediakan minimal 30% dan wilayahnya untuk kawasan lindung/hutan yang berfungsi sebagai resapan atr (catching area);

(8). Mendorong dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam melindungi kawasan-kawasan konservasi air dalam usaha membatasi konversi lahan.

Paragraf 2

Kriteria Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 39

Wilayah sungai skala nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) ditetapkan dengan kriteria:

(a). wilayah sungai lintas provinsi;

(b). wilayah sungai strategis nasional; atau

(c). wilayah sungai yang melayani kawasan strategis provinsi.

BAB IV

RENCANA POI,A RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU

Bagian Kesatu Umurn

Pasal 40

Rencana pola ruang wilayah Provinsi Maluku meliputi : (a). Rencana Pengembangan Kawasan Lindung

(b). Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya

Bagian Kedua

Rencana Pengernbangan Kawasan Lindung

Pasal 4L

(1). Sebagaimana dimaksud pada Pasal 39 huruf a bahwa penetapan kawasan lindung ini mengacu pada Pengembangan Kawasan Sentra Produksi Provinsi Maluku mengenai Penyusunan Master Plan dan Action Plan Kawasan Sentra Produksi Universitas Pattimura mengenai satuan lahan

(30)

-dan kesesuaian lahan, Tata Guna Hutan Kesepakatan @adu Serasi), serta kajian ulang aspek geologr.

(2). Pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam penentuan kawasan lindung ini yaitu :

(a). Rencana Tata Guna Hutan Kesepakatan ([GHK);

(b). Kriteria menurut Keppres Nomor 32 Tahun 1990 rencana-rencana sektoral fuerkebunan, transmigrasi, kehutanan, dan sebagainya); (c). Rencana kesesuaian lahan.

(3). Sesuai dengan Keppres No. 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, maka kawasan lindung yang akan ditetapkan di Maluku meliputi wilayah daratan dan lautan yang terdiri atas :

(a). Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, yaitu : Kawasan hutan lindung;

(b). Kawasan perlindungan set.empat; (c). Kawasan suaka alam;

(d). Kawasan rawan bencana alam;

(4). Sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berdasarkan hasil analisis diketahui kawasan lindung yang terdapat di Provinsi Maluku adalah sebagai berikut

(a). Kawasan pantai, yaitu sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat;

(b). Sempadan Sungai, yaitu sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada di luar permukiman, untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi (1O*15 meter). Berdasarkan ketentuan Departemen Kehutanan (Maret 1986), bahwa garis sempadan daerah pengamanan aliran sungai di luar kawasan lindung adalah dihitung 5 meter dari luar kaki tanggul untuk sungai yang bertanggul;

(c). Kawasan sekitar mata air, yaitu sekurang-kurangnya dengan jari'jari 2000 meter d.i sekitar mata air;

(d). Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya (yang dalam hal ini terdiri dari hutan lindung), seluas 627,338 Ha, atau sekitar LI.5%. Kawasan hutan lindung di Wilayah Provinsi Maluku terdapat di beberapa daerah yaitu : Pulau Ambon, Pulau Buru, Pulau Seram, Kepulaun Kei, Kepulauan Aru, Kepulauan Yamdena, dan Kepulauan Tanimbar;

(e). Suaka alam laut dan perairan lainnya adalah daerah berupa perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugus karang dan atol yang mempunyai ciri khas berupa keragaman dan atau keunikan ekosistem. Di Provinsi Maluku yang termasuk dalam Kawasan Suaka Alam Laut berupa Cagar Alam Laut dan Taman Wisata Alam Laut. Cagar Alam Laut terletak di Selatan Kepulauan Aru, sedangkan

(31)

Taman Wisata Alam Laut terletak di Seram Bagian Barat seluas 10,325 Ha;

(0. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, pariwisata, rekreasi dan pendidikan seluas 155,265 Ha atau sekitat 2.8o/o;

(g). Taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, pengembangan ilmu pengetahuan pendidikan, kebudayaan, pariwisata, dan rekreasi. Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam di darat maupun di laut yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. Di Wilayah Provinsi Maluku terdapat Taman Nasional yang terletak di Kabupaten Maluku Tengah, Taman Wisata Alam yang terletak di Seram Bagian Barat dan Taman Wisata Alam Danau Rana Pulau Buru;

(h). Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah kawasan dimana lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun bentuk geologi alami yang khas berada;

Bagian Ketiga

Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya yang Merniliki Nilai Strategis Provinsi Maluku

P a s a l 4 2

(1). Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada Pasal 39 huruf b yaitu kawasan yang berada di luar kawasan lindung yang berdasarkan kondisi fisiknya dan potensi sumber daya alamnya dianggap dapat dan perlu dimanfaatkan bagr kepentingan produksi maupun bagi pemenuhan kebutuhan permukiman.

(2). Sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kawasan budidaya yang akan ditetapkan mencakup wilayah daratan dan lautan yang terdiri dari :

(a). Hutan Produksi terbatas;

(b). Kawasan hutan produksi konversi; (c). Hutan produksi;

(d).Budidaya Non Hutan dan Perkebunan yang dapat dikonversikan; (e). Pertanian meliputi (i) Lahan Basah; (ii) Perkebunan/Pertanian

Tanaman Kering; dan (iii) Peternakan. (0. Kawasan pertambangan;

(g). Kawasan perindustrian; &). Kawasanpariwisata; (i). Perikanan;

(32)

-O. Kawasan permukiman. (k).

(3). Rencana penyebaran Hutan Produksi Terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, seluas 922,621Ha atau sekitar L7,Oyo dari luas total daratan yang tersebar di Pulau Buru, Pulau Seram, dan Pulau Yamdena; (4). Rencana kawasan Hutan Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

huruf b seluas 1,698,917 Ha atau sekitar 3LO% dari total luas wilayah daratan yang diarahkan di pesisir Pulau Buru, Pulau Seram, Pulau Aru, Pulau Yamdena, dan Pulau Tanimbar;

(5). Rencana penyebaran Hutan Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, diarahkan pada pulau-pulau yang memiliki potensi kayu hutan yang dikaitkan dengan keberadaan industri perkayuan yang ada di Maluku. Rencana kawasan hutan produksi di Provinsi Maluku seluas

661,404 Ha atau L2,2yo dari luas total daratan yang tersebar di Pulau Buru, Pulau Seram, di Pulau Yamdena, di Kepulauan Aru, dan Pulau Tanimbar

(6). Kawasan Budidaya non hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d seluas 323,432 Ha, atau sekitar 6.0% banyak tersebar di Pulau Seram. (7). Rencana penyebaran kawasanPertanian sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) huruf e antara lain :

(a). Lahan basah mehputi Kab. Buru, Seram Bagian Barat, Maluku Tengah, Maluku Tenggara Barat;

(b). Lahan kering Tersebar di seluruh kabupaten yang ada di Provinsi Maluku;

(c). Peternakan Tersebar di seluruh kabupaten yang ada di Provinsi Maluku.

(8). Rencana penyebaran Kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f meliputi Maluku Tengah dan kab. SBB.

(9). Rencana penyebaran Kawasan perindustrian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g tersebar di seluruh kabupaten yang ada di Provinsi Maluku.

(10). Rencana penyebaran Kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h meliputi Kab. Seram Bagian Barat, Kab. Maluku Tengah, Kab. Maluku Tenggara dan Kab. Buru.

(11.). Rencana penyebaran Kawasan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf i tersebar di seluruh kabupaten yang ada di Provinsi Maluku..

(12). Rencana penyebaran Kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf j tersebar di seluruh kabupaten yang ada di Provinsi Maluku.

(13). Sebagaimana dirnaksud pada ayat (3) rencana pengembangan kawasan budidaya akan mencakup :

(a). Pengembangan pemanfaatan ruang secara optimal pada tiap kawasan budidava:

(33)

(b). Pengembangan prasarana pendukung pengembangan tiap kawasan bufidaya;

(c). Pengendalian pemanfaatan ruang kegiatan budidaya yang dapat mengganggu fungsi lindung;

(d). Penanganan masalah tumpang tindih antar kegiatan budidaya; (e). Pengembangan pemanfaatan ruang kawasan budidaya untuk

permukiman pada daerah yang relatif aman dari bencana alam.

BAB V

PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS PROVINSI MALUKU

Pasal 43

(1). Kawasan strategis provinsi di Provinsi Maluku adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.

(2). Jenis kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain: (a). Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan

keamanan;

(b). Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi; (c). Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya;

(d). Kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi;

(e). Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

(3). Kawasan Khusus Pertahanan Keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, antara lain Kepulauan Aru, Kepulauan PP Terselatan dan Kepulauan Babar.

(4). Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, antara lain :

(a). Kawasan Pulau Buru;

(b) Zona industri Seram Selatan; (c). Kawasan Seram Timur; (d). Kawasan Kota Ambon;

(e). Kawasan wisata bahari Kepulauan Banda; (0. Kawasan Kepulauan Tanimbar;

(g). Kawasan Kepulauan Kei; (h). Kawasan Pulau Kesui;

(34)

-(t. Kawasan Pulau Osi dan sekitarnya (Teluk Kotania), mempunyai potensi perikanan & pariwisata (pengembangan budidaya perikanan & wisata bahari);

(i). Kawasan Wakate, sebagai pusat pengembangan perikanan;

(k). Daratan Wahai (SBT) beraglomerasi dengan daratan Banggoi (kawasan transmigrasi di SBB) sebagai kawasan agropolitan;

(l). Kawasan Ketahanan pangan di daerah rawan pangan (kawasan Bula) dan rawan bencana.

(5). Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, antara lain :

(a). Kawasan kritis pelabuhan Samudera Ambon, Teluk Ambon; (b). Kawasan khusus Taman Nasional Manusela;

(c). Cagar alam Taman Laut Banda; (d). Cagar alam Taman Laut Aru;

(e). Cagar alam Taman Laut Air Jiu Pulau Pasir Putih Kabupaten Pulau Buru.

BAB VI

ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU

Bagian Pertama f l r n u r n

Pasal 44

(1) Rencana struktur tata ruang dan pola penataan ruang wilayah Provinsi Maluku diwujudkan melalui kegiatan pemanfaatan ruang yang meliputi program, kegiatan dan tahapan pelaksanaannya.

(2) Rencana pemanfaatan ruang Provinsi Maluku mencakup pengembangan struktur tata ruang, pengembangan pola tata ruang, peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

Bagian Kedua

Program Pengembangan Struktur Tata Ruang

Pasal 45

Program pengembangan struktur tata ruang meliputi program pengembangan sistem kota-kota dan infrastruktur wilayah, program pengembangan kawasan andalan dan program pengamanan kawasan pertahanan dan keamanan.

(35)

Pasal 46

(1) Program pengembangan sistem kota-kota dan infrastruktur wilayah dilakukan berdasarkan pengembangan masing-masing Gugus Pulau.

(2) Program pengembangan transportasi darat, Iaut dan udara, dilakukan untuk meningkatkan dan mempertahankan tingkat pelayanan infrastruktur transportasi, guna mendukung tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan, meliputi:

(a). Peningkatan kapasitas pelayanan sistem jaringan jalan arteri primer; (b). Peningkatan pelayanan sistem jaringan jalan kolektor primer;

(c). Pembangunan jalan tol;

(d). Pengembangan angkutan masal;

(e). Pembangunan sarana terminal dan pelabuhan penyeberangan; (0. Peningkatan kapasitas dan pelayanan pelabuhan dan bandar udaya. (3) Program pengembangan sumberdaya air dan irigasi, dilakukan untuk

mewujudkan keseimbangan ketersediaan air pada musim hujan dan kemarau serta meningkatkan dan mempertahankan jaringan irigasi dalam rangka ketahanan pangan, meliputi :

(a). Pembangunan waduk dan tandon air untuk menyediakan air baku serta konservasi sumberdaya air;

(b). Pemanfaatan sumber air baku alternatif pada situ-situ dan kawah gunung;

(c). Pembangunan prasarana pengendali bajir;

(d). Pembangunan dan pemeliharaan jaringan irigasi.

(4) Program pengembangan jaringan energi listrik dan telekomunikasi, dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan energi dan jaringan telekomunikasi, meliputi :

(a). Pembangunan instalasi baru, pengoperasian instalasi penyaluran dan peningkatan jaringan distribusi;

(b). Pembangunan prasarana listrik yang bersumber dari energi alternatif;

(c). Pengembangan fasilitas telekomunikasi perdesaan dan model-model telekomunikasi alternatif.

(5) Program pengembangan prasarana perumahan dan permukiman, dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan infrastruktur perumahan dan permukiman, melalui pembangunan prasarana yang memiliki skala pelayanan lintas wilayah.

(6) Program pengembangan kawasan andalan, dilakukan melalui program pengembangan agribisnis, industri, pariwisata, bisnis kelautan, jasa dan pengembangan sumberdaya manusia.

(7) Program pengamanan kawasan pertahanan dan keamanan, dilakukan melalui:

(a). Pengukuhan lokasi kawasan pertahanan dan keamanan;

Referensi

Dokumen terkait

Cuplikan hasil pengolahan dapat dilihat pada Gambar 4.2, Gambar 4.3, dan Gambar 4.4, sedangkan untuk tampilan lengkap dari hasil pengolahan GAMIT dapat dilihat pada

pendapatan yang besarnya merupakan persentase tertentu dari pendapatan (T = tY).. 2) Kemudian pilih “Pendapatan Nasional” , lalu input angka yang tertera pada soal, pilih

Analisis regresi pada dasarnya adalah sebuah studi mengenai ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen (penjelas/bebas),

Dengan melakukan observasi dan analisis pada VTR tentang pembelajaran matematika, dimana telah direkam seorang guru yang telah melaksanakan pembelajaran matematika dengan

Komoditas penyumbang inflasi di tahun 2014 untuk keenam kota tersebut adalah. bensin, beras, cabai rawit, angkutan antar kota, nasi dengan lauk, telur ayam ras,

Kementerian Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kelas jabatan ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan setelah

(2) Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup visi dan misi serta tahapan sasaran yang akan diwujudkan, kebijakan dan

dan interactions plot pada gambar 7 menunjukkan bahwa efisiensi maksimal yang dapat dicapai oleh pompa hydram adalah pada saat beban katup limbah 400 gram dan volume tabung 1300