• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. hutan rakyat diusahakan tanaman pohon-pohon yang hasil utamanya kayu: sengon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. hutan rakyat diusahakan tanaman pohon-pohon yang hasil utamanya kayu: sengon"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan rakyat merupakan salah satu model pengelolaan sumber daya alam yang berdasarkan inisiatif masyarakat. Hutan rakyat di Indonesia pada umumnya dikembangkan pada lahan milik masyarakat yang diakui pada tingkat lokal (tanah adat) maupun di tanah milik yang diakui secara formal oleh pemerintah. Dalam hutan rakyat diusahakan tanaman pohon-pohon yang hasil utamanya kayu: sengon (Paraserianthes falcataria), akasia (Accacia auriculiformis); hasil utamanya getah : kemenyan (Styrax benzoin), damar (Shorea javanica); maupun hasil utamanya buah: kemiri (Aleurites moluccana) dan bambu (Bambosaa spp) (Suharjito dan Darusman, 1998).

Pelestarian hutan, yang dewasa ini menjadi isu global, bukan bermaksud untuk melarang sama sekali manusia memanfaatkan hutan beserta hasilnya. Yang diinginkan oleh ide pelestarian hutan itu adalah bahwa hutan dimanfaatkan oleh manusia dengan cara yang arif. Yakni cara pemanfaatan hutan untuk kesejahteraan rakyat banyak, dengan senantiasa mengutamakan kesinambungan fungsi-fungsi ekonomi dan ekologi hutan. Cara-cara pemanfaatan hutan yang arif ini sebenarnya sudah dipraktikkan oleh rakyat di kebanyakan kampung-kampung hutan. Meski mereka memanfaatkan hutan untuk kepentingan ekonominya, namun mereka tetap mengindahkan kepentingan lingkungan dengan cara-cara yang jauh dari sifat tamak dan serakah. Tetapi karena praktik-praktik pengelolaan hutan tersebut tidak lahir dari hasil kajian 'ilmiah' maka seringkali "praktik orang kampung" itu direndahkan artinya oleh orang-orang dari luar kampung hutan; yaitu orang-orang yang selama

(2)

ini paling didengarkan seruannya oleh penguasa. Dia bisa menuduh dan membela diri saat ditemukan kesalahannya (Zuska, 2005).

Salah satu jenis tanaman yang terdapat pada hutan rakyat adalah kemenyan. Salah satu daerah pengembangan kemenyan ini adalah di Desa Pangurdotan. Pengembangan hutan rakyat kemenyan di Pangurdotan merupakan upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di daerah tersebut, karena keberadaan hutan rakyat mempunyai arti penting bagi peningkatan keadaan sosial ekonomi masyarakat. Selain itu hutan rakyat mempunyai arti penting dalam upaya menjaga tata air, pemanfaatan lahan kering dan terlantar. Tanaman kemenyan merupakan jenis tanaman yang sudah lama dikenal oleh masyarakat Pangurdotan dan secara turun temurun telah dipertahankan oleh masyarakat tersebut, sehingga komoditi ini menjadi ciri khas masyarakat Pangurdotan.

Sebelum sistem agroforestry diterapkan, masyarakat Desa Pangurdotan mengelola lahannya dengan sistem non agroforestry dengan kemenyan sebagai komoditi utama. Setelah Sistem agroforestry diterapkan, petani di Desa Pangurdotan mengkombinasikan tanaman kehutanan (kemenyan) dengan tanaman musiman (padi). Kombinasi tanaman kehutanan dengan musiman disebut juga dengan agroforestry tipe agrisilfikultur.

Pengelolaan lahan dengan sistem agroforestry dianggap sebagai alternatif yang paling memungkinkan bagi pemilik lahan dalam upaya meningkatkan pendapatan ekonominya. Namun dalam kenyataan dilapangan, khususnya kondisi lahan di Desa Pangurdotan yang menjadi lokasi penelitian, penerapan proporsi kombinasi tanaman tidak seimbang (ada komponen yang dominan). Hal ini yang menjadi alasan peneliti melakukan penelitian di Desa Pangurdotan untuk

(3)

mengetahui penyebab masyarakat mengubah sistem pengelolaan lahan di desa tersebut dan kelayakan finansial budidaya kemenyan dengan penerapan sistem

agroforestry.

Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengapa petani di Desa Pangurdotan mengubah lahan non-agroforesty menjadi lahan agroforesty, Bagaimana tingkat kelayakan pengusahaan lahan secara finansial yang diusahakan petani dalam sistem non-agroforestry dibandingkan dengan sistem agroforestry?.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui penyebab terjadinya perubahan pengusahaan lahan di Desa Pangurdotan dan membandingkan kelayakan finansial pengusahaan lahan dalam sistem agroforestry dengan sistem non-agroforestry.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai informasi bagi masyarakat yang terdapat di Pangurdotan, agar dapat menerapkan pola kombinasi kemenyan dalam sistem agroforestry yang memberikan kelayakan secara finansial dan meningkatkan pengetahuan dan wawasan dari para pembaca tentang kelayakan finansial budi daya kemenyan dalam sistem agroforestry.

(4)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Hutan rakyat adalah hutan yang pengelolaannya dilaksanakan oleh organisasi masyarakat baik pada lahan individu, komunal (bersama), lahan adat, maupun lahan yang dikuasai oleh negara. Hutan rakyat tersusun dari satuan ekosistem kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi daya semusim, peternakan, barang dan jasa, serta rekreasi alam (Awang dkk. 2002).

Salah satu solusi untuk mengurangi tekanan terhadap hutan dan mengatasi masalah kebutuhan lahan pertanian adalah dengan menerapkan sistem agroforestry. Agroforestry merupakan sistem pemanfaatan lahan secara optimal berasaskan kelestarian lingkungan dengan mengusahakan atau mengkombinasikan tanaman kehutanan dan pertanian (perkebunan, ternak) sehingga dapat meningkatkan perekonomian petani di pedesaan (Gautama, 2007).

Lembaga Penelitian IPB (1983) dalam Purwanto dkk. (2004) membagi hutan rakyat dalam tiga kelompok, yaitu:

1. Hutan rakyat murni (monoculture), yaitu hutan rakyat yang hanya terdiri dari satu jenis tanaman pokok berkayu yang ditanam secara homogen atau monokultur.

2. Hutan rakyat campuran (polyculture), yaitu hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis pohon-pohonan yang ditanam secara campuran.

3. Hutan rakyat wana tani (agroforestry), yaitu yang mempunyai bentuk usaha kombinasi antara kehutanan dengan cabang usaha tani lainnya seperti tanaman

(5)

pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan lain-lain yang dikembangkan secara terpadu.

Pengembangan hutan rakyat dengan komoditi tertentu dapat memperbaiki mutu lingkungan disamping meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan iklim mikro yang baik, memperbaiki struktur tanah, dan mengendalikan erosi. Hal tersebut menjadikan hutan rakyat merupakan salah satu teknik konservasi tanah dan air secara vegetatif (Purwanto, dkk. 2004). Pembangunan hutan rakyat secara swadaya merupakan alternatif yang dipilih untuk mengatasi masalah sosial ekonomi dan lingkungan hidup, selain itu pengaruh positif yang lain adalah terpeliharanya sumberdaya alam (konservasi tanah dan air) sehingga meningkatkan daya dukung lahan bagi penduduk dan ikut serta dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), mengurangi terjadinya kerusakan hutan akibat penebangan liar dan penyerobotan tanah. Kombinasi berbagai jenis tanaman memungkinkan pemetikan hasil secara terus menerus dan memungkinkan terbentuknya stratifikasi tajuk sehingga mencegah erosi tanah dan hempasan air hutan (Arief, 2001).

Deskripsi Tanaman Kemenyan

Kemenyan (Styrax spp.) termasuk jenis pohon berukuran besar yaitu dari famili Styracaceae. Adapun urutan sistematika kemenyan adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Superdivision : Spermatophyta Division : Angiospermae Class : Dikotil

(6)

Family : Styracaceae

Genus : Styrax

Species : Styrax sumatrana dan Styrax benzoin

Di Indonesia terdapat tujuh jenis atau varietas kemenyan (Styrax spp.) yang menghasilkan getah akan tetapi hanya dua jenis yang lebih umum dikenal dan diusahakan di Sumatera Utara, yaitu Styrax sumatrana J.J.SM yang disebut dengan kemenyan toba dan Styrax benzoin DRYAND yang disebut dengan kemenyan (haminjon) durame. Dari kedua jenis ini tersebut, jenis yang pertama lebih dominan karena memiliki kualitas getah yang lebih baik dan bernilai ekonomi lebih tinggi dibandingkan dengan jenis yang terakhir (Sasmuko, 2000).

Ciri khas kemenyan toba (Styrax sumatrana) adalah kandungan atau kadar asam sinamatnya cukup tinggi. Jelas bahwa jenis ini dapat menghasilkan getah kualitas pertama dengan ciri-ciri memiliki aroma yang lebih wangi, berwarna putih dan tidak lengket. Sedangkan ciri khas jenis kemenyan durame (Styrax benzoin) bahwa jenis ini dapat menghasilkan getah kemenyan seperti tahir yang memiliki kualitas getah lebih rendah dengan ciri-ciri berwarna hitam kecoklatan dan agak lengket.

Manfaat/Kegunaan Kemenyan

Penggunaan kemenyan untuk industri dalam negeri sampai saat ini masih terbatas, relatif kecil dan belum banyak diketahui serta diteliti kegunaannya, kecuali dibakar sebagai bahan dupa dalam penyelenggaraan upacara-upacara keagamaan dan dipakai pada upacara adat atau sesajian serta ramuan rokok.

(7)

Ekstraksi kimia getah kemenyan menghasilkan tincture dan benzoin resin yang digunakan sebagai fix active agent dalam industri parfum. Ekstraksi kemenyan juga dapat menghasilkan beberapa senyawa kimia yang diperlukan oleh industri farmasi antara lain asam balsamat, asam sinamat, benzyl benzoate, sodium benzoate, benzophenone, ester aromatis dan sebagainya. Di negara-negara industri maju seperti negara Eropa, kemenyan (Styrax spp.) dipergunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan asam benzoate atau asam sinamat dan ester-esternya, industri farmasi (obat-obatan), industri kosmetika dan bahan pembuatan parfum, pabrik porselin, sabun, plastik sintetis, bahan pengawet pada industri makanan dan sebagainya.

Penggunaan kemenyan dari segi pemakaiannya sebagai bahan kimia yaitu antara lain:

1. Pada bidang farmasi (obat-obatan)

Penggunaan kemenyan sebagai obat-obatan telah lama dipergunakan. Hal ini dibuktikan dari berbagai literatur kimia, yaitu:

- Antiseptik

- Obat mata bagi penyakit kataraks

- Expectorant (melegakan pernafasan)

2. Pada obat-obatan pertanian

Melalui proses esterifikasi, asam sinamat dipergunakan untuk membentuk ester-ester, seperti metil dan etil ester. Beberapa turunan kimianya dapat dipergunakan untuk pembuatan obat-obatan pertanian.

(8)

3. Pada parfum

Pada parfum dipergunakan sebagai fix active, yaitu untuk menahan aroma parfum lebih lama dan mempertemukan dua atau beberapa jenis parfum dari bahan yang berbeda untuk mendapatkan aroma parfum yang lebih baik.

4. Pada Kosmetik

5. Pabrik rokok dan pabrik porselin

6. Kegiatan religius/upacara agama (dupa) 7. Varnis

Berdasarkan uji coba pembutan varnish dari kemenyan ternyata kemenyan menghasilkan varnish yang bermutu tinggi (Edison (1983) dalam Yuniandra, 1998).

Pengertian dan Fungsi Agroforestry

Agroforestry adalah suatu nama kolektif untuk sistem-sistem penggunaan

lahan teknologi, dimana tanaman keras berkayu (pohon-pohonan, perdu, jenis-jenis palm, bambu, dan sebagainya) ditanam bersamaan dengan tanaman pertanian, dan/atau hewan, dengan suatu tujuan tertentu dalam suatu bentuk pengaturan spasial atau urutan temporal, dan di dalamnya terdapat interaksi-interaksi ekologi dan ekonomi diantara berbagai komponen yang bersangkutan (Nair (1989) dalam Hairiah, 2003).

Fungsi agroforestry terhadap aspek sosial, budaya dan ekonomi antara lain: (a) Kaitannya dengan aspek tenurial, agroforestry memiliki potensi di masa kini dan masa yang akan datang sebagai solusi dalam memecahkan konflik menyangkut lahan negara yang dikuasai oleh para petani penggarap; (b) Upaya

(9)

melestarikan identitas kultural masyarakat, pemahaman akan nilai-nilai kultural dari suatu aktivitas produksi hingga peran berbagai jenis pohon atau tanaman lainnya di lingkungan masyarakat lokal dalam rangka keberhasilan pemilihan desain dan kombinasi jenis pada bentuk-bentuk agroforestry modern yang akan diperkenalkan atau dikembangkan di suatu tempat; (c) Kaitannya dengan kelembagaan lokal, dengan praktik agroforestry lokal tidak hanya melestarikan fungsi dari kepala adat, tetapi juga norma, sanksi, nilai, dan kepercayaan (unsur-unsur dari kelembagaan) tradisional yang berlaku di lingkungan suatu komunitas; (d) Kaitannya dalam pelestarian pengetahuan tradisional, salah satu ciri dari

agroforestry tradisional adalah diversitas komponen terutama hayati yang tinggi

(polyculture). Sebagian dari tanaman tersebut sengaja ditanam atau dipelihara dari permudaan alam guna memperoleh manfaat dari beberapa bagian tanaman sebagai bahan baku pengobatan. Meskipun hampir di seluruh kecamatan di Indonesia sudah tersedia Puskesmas atau Puskesmas Pembantu (Pusban), tetapi masyarakat masih banyak yang memanfaatkan lingkungannya sebagai ‘tabib’ bilamana mereka sakit (Widianto dkk. 2003).

Fungsi agroforestry ditinjau dari aspek biofisik dan lingkungan pada skala bentang lahan (skala meso) adalah kemampuannya untuk menjaga dan mempertahankan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan, khususnya terhadap kesesuaian lahan antara lain: (a) Memelihara sifat fisik dan kesuburan tanah; (b) Mempertahankan fungsi hidrologi kawasan; (c) Mempertahankan cadangan karbon; (d) Mengurangi emisi gas rumah kaca; dan (e) mempertahankan keanekaragaman hayati (Lahjie, 2004).

(10)

Klasifikasi Sistem Agroforestry

Berbagai tipe agroforestry telah banyak diinventarisir dan dikembangkan dengan bentuk yang beragam tergantung kondisi wilayah, lokasi dan tujuan

agroforestry itu sendiri. Namun demikian, keragaman agroforestry tersebut dapat

dikelompokkan ke dalam empat dasar utama (Sardjono dkk., 2003), yaitu:

(1) Berdasarkan strukturnya (Structural Basis) yang berarti penggolongan dilihat dari komposisi komponen-komponen penyusunnya (tanaman pertanian, hutan, pakan, dan/atau ternak). Agroforestry dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Agrisilvikultur (Agrisilvicultural Systems)

Sistem agroforestry yang mengkombinasikan komponen kehutanan (atau tanaman berkayu/woody plants) dengan komponen pertanian (atau tanaman non kayu). Tanaman berkayu dimaksudkan yang berdaur panjang (tree crops) dan tanaman non kayu dari jenis tanaman semusim (annual crops).

b. Silvopastura (Silvopastural Systems)

Sistem agroforestry yang meliputi komponen kehutanan (atau tanaman berkayu) dengan komponen peternakan (atau binatang ternak/pasture). Kedua komponen dalam silvopastura seringkali tidak dijumpai pada ruang dan waktu yang sama (misal: penanaman rumput hijauan ternak di bawah tegakan pinus, atau yang lebih ekstrim lagi adalah sistem ‘cut and carry’ pada pola pagar hidup/living fences of fodder hedges and shrubs; atau pohon pakan serbaguna/multipurpose fodder trees pada lahan pertanian yang disebut

(11)

c. Agrosilvopastura (Agrosilvopastural Systems)

Merupakan pengkombinasian komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian (semusim) dan sekaligus peternakan/binatang pada unit manajemen lahan yang sama. Contoh: berbagai bentuk kebun pekarangan

(home-gardens), kebun hutan (forest-(home-gardens), ataupun kebun desa (village-forest-gardens), seperti sistem Parak di Maninjau (Sumatera Barat) atau Lembo dan Tembawang di Kalimantan.

(2) Berdasarkan sistem produksi, agroforestry dibedakan menjadi :

a. Agroforestry berbasis hutan adalah bentuk agroforestry yang diawali dengan pembukaan sebagian areal hutan dan/atau belukar untuk aktivitas pertanian.

b. Agroforestry berbasis pada pertanian yaitu produk utama tanaman pertanian dan atau peternakan tergantung sistem produksi pertanian dominan di daerah tersebut. Komponen kehutanan merupakan elemen pendukung bagi peningkatan produktivitas dan/atau sustainabilitas.

c. Agroforestry berbasis pada keluarga adalah agroforestry yang dikembangkan di areal pekarangan rumah (homestead agroforestry).

(3) Berdasarkan masa perkembangannya, agroforestry dapat dibedakan menjadi : a. Agroforestry tradisional/klasik yaitu tiap sistem pertanian, dimana

pohon-pohonan baik yang berasal dari penanaman atau pemeliharaan tegakan/tanaman yang telah ada menjadi bagian terpadu, sosial ekonomi dan ekologis dari keseluruhan sistem (agroecosystem).

b. Agroforestry modern umumnya hanya melihat pengkombinasian antara tanaman keras atau pohon komersial dengan tanaman sela terpilih. Contoh:

(12)

berbagai model tumpang sari (baik yang dilaksanakan oleh Perhutani di hutan jati di Jawa atau yang coba diperkenalkan oleh beberapa pengusaha Hutan Tanaman Industri/HPHTI di luar Jawa).

Pola Kombinasi Komponen dalam Sistem Agroforestry

Secara sederhana agroforestry merupakan pengkombinasian komponen tanaman berkayu/kehutanan (baik berupa pohon, perdu, palem-paleman, bambu, dan tanaman berkayu lainnya) dengan tanaman pertanian (tanaman semusim) dan/atau hewan (peternakan), baik secara tata waktu ataupun secara tata ruang. Kombinasi yang ideal terjadi bila seluruh komponen agroforestry secara terus menerus berada pada lahan yang sama. Pengkombinasian dalam sistem

agroforestry dapat menghasilkan berbagai reaksi, yang masing-masing atau bahkan

sekaligus dapat dijumpai pada satu unit manajemen yaitu persaingan, melengkapi, dan ketergantungan (Sardjono dkk. 2003).

Sardjono dkk. (2003) juga mengatakan bahwa pengkombinasian secara tata waktu dimaksudkan sebagai durasi interaksi antara komponen kehutanan dengan pertanian dan atau peternakan. Kombinasi tersebut tidak selalu tampak di lapangan, sehingga dapat menimbulkan kesalahpahaman bahwa suatu bentuk pemanfaatan lahan tidak dapat dikategorikan agroforestry. Secara sederhana kombinasi menurut tata waktu dapat dibagi dua yaitu kombinasi permanen dan sementara. Kombinasi secara tata ruang dapat secara horizontal dan vertikal. Penyebaran menurut tata ruang juga dapat bersifat penyebaran merata atau penyebaran tidak merata.

(13)

Analisis Finansial Agroforestry

Menurut Widianto dkk (2003) bahwa keberadaan pohon dalam agroforestry mempunyai dua peranan utama. Pertama, pohon dapat mempertahankan produksi tanaman pangan dan memberikan pengaruh positif pada lingkungan fisik, terutama dengan memperlambat kehilangan hara dan energi, dan menahan daya perusak air dan angin. Kedua, hasil dari pohon berperan penting dalam ekonomi rumah tangga petani. Pohon dapat menghasilkan: (1) Produk yang digunakan langsung seperti pangan, bahan bakar, bahan bangunan; (2) Input untuk pertanian seperti pakan ternak, mulsa; serta (3) Produk atau kegiatan yang mampu menyediakan lapangan kerja atau penghasilan kepada anggota rumah tangga. Sistem produksi agroforestry memiliki suatu kekhasan (Suharjito dkk. 2003), di antaranya:

a. Menghasilkan lebih dari satu macam produk

b. Pada lahan yang sama ditanam paling sedikit satu jenis tanaman semusim dan satu jenis tanaman tahunan/pohon

c. Produk-produk yang dihasilkan dapat bersifat terukur (tangible) dan tak terukur (intangible)

d. Terdapat kesenjangan waktu (time lag) antara waktu penanaman dan pemanenan produk tanaman tahunan/pohon yang cukup lama

Sistem agroforestry menghasilkan bermacam-macam produk yang jangka waktu pemanenannya berbeda, dimana paling sedikit satu jenis produknya membutuhkan waktu pertumbuhan yang lebih dari satu tahun. Untuk melihat sejauh mana suatu usaha agroforestry memberikan keuntungan, maka analisis yang paling sesuai untuk dipakai adalah analisis proyek yang berbasis finansial. Menurut Lahjie (2004), bahwa analisis finansial pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui

(14)

seberapa besar manfaat yang diperoleh, biaya yang dikeluarkan, berapa keuntungannya, kapan pengembalian investasi terjadi dan pada tingkat suku bunga berapa investasi itu memberikan manfaat. Melalui cara berpikir seperti itu maka harus ada ukuran-ukuran terhadap kinerjanya. Ukuran-ukuran yang digunakan umumnya adalah :

a. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) yaitu nilai saat ini yang mencerminkan nilai

keuntungan yang diperoleh selama jangka waktu pengusahaan dengan memperhitungkan nilai waktu dari uang atau time value of money. Karena jangka waktu kegiatan suatu usaha agroforestry cukup panjang, maka tidak seluruh biaya bisa dikeluarkan pada saat yang sama, demikian pula hasil yang diperoleh dari suatu usaha agroforestry dapat berbeda waktunya. Untuk mengetahui nilai uang di masa yang akan datang dihitung pada saat ini, maka baik biaya maupun pendapatan

agroforestry di masa yang akan datang harus dikalikan dengan faktor diskonto

yang besarnya tergantung kepada tingkat suku bunga bank yang berlaku di pasaran. Dengan model formulasi sebagai berikut (Suharjito dkk., 2003) :

NPV =

= = + − n t t t i Ct Bt 0 (1 ) Dimana:

NPV = Nilai bersih sekarang

Bt = Benefit (aliran kas masuk pada periode-t) Ct =Cost/ Biaya total

i = Interest (tingkat suku bunga bank yang berlaku) t = Periode waktu

(15)

Dengan kriteria apabila NPV > 0 berarti usaha tersebut menguntungkan, sebaliknya jika NPV < 0 berarti usaha tersebut tidak layak diusahakan.

b. Benefit Cost Ratio (BCR)

Benefit Cost Ratio (BCR) yaitu perbandingan antara pendapatan dan

pengeluaran selama jangka waktu pengusahaan (dengan memperhitungkan nilai waktu dari uang atau time value of money). Dengan model formulasi sebagai berikut (Suharjito dkk. 2003) : BCR =

= = = = + − + − n t t t n t t t i Ct Bt i Ct Bt 0 0 ) 1 ( ) 1 ( Dimana :

BCR = Perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran Bt = Benefit (aliran kas masuk pada periode-t)

Ct = Cost/ Biaya total

i = Interest (tingkat suku bunga bank yang berlaku) t = Periode waktu

Dengan kriteria BCR > 1 dinyatakan usaha tersebut layak diusahakan dan sebaliknya jika BCR < 1 berarti usaha tersebut tidak layak diusahakan.

c. Internal Rate of Returns (IRR)

Internal Rate of Returns (IRR) menunjukkan tingkat suku bunga maksimum

yang dapat dibayar oleh suatu proyek/usaha atau dengan kata lain merupakan kemampuan memperoleh pendapatan dari uang yang diinvestasikan. Dalam perhitungan, IRR adalah tingkat suku bunga apabila BCR yang terdiskonto sama dengan nol. Usaha agroforestry akan dikatakan layak apabila nilai IRR lebih besar

Bt – Ct > 0

(16)

dari tingkat suku bunga yang berlaku di pasar pada saat tersebut. Dengan rumus sebagai berikut (Suharjito dkk. 2003) :

IRR = i1 + 2 1 1 2 1 i i NPV NPV NPV − × − Dimana :

IRR = Suku bunga maksimum yang dapat dibayar oleh suatu proyek

NPV1 = Nilai NPV yang positif pada tingkat suku tertentu

NPV2 = Nilai NPV yang negatif pada tingkat suku bunga tertentu i1 = Discount Factor (tingkat bunga) pertama dimana diperoleh

NPV Positif

i2 = Discount Factor (tingkat bunga) kedua dimana diperoleh NPV Negatif

Referensi

Dokumen terkait

Pada sampel masyarakat percontohan, sesuai dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi risiko masyarakat termasuk dalam kategori tinggi, hal ini diakibatkan karena

Analisis korelasi Pearson menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara ciri-ciri keusahawanan, latihan kemahiran, bantuan kewangan, sokongan keluarga, persepsi

Perusahaan yang memiliki leverage tinggi memilih auditor yang dapat memberikan jasa audit yang berkualitas untuk memberikan jaminan kualitas informasi bahwa informasi

(2013), “Pengaruh perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal terhadap persistensi laba dengan komponen akrual dan aliran kas sebagai variabel moderasi (studi empiris pada

Menjaga postur tulang belakang dalam periode yang lama menjadi sangat tidak nyaman, karena kebanyakan dari tekanan otot harus dipertahankan untuk menjaga tubuh dalam posisi

Tujuan pengujian adalah untuk membandingkan/me- validasi hasil simulasi numerik dengan menggunakan software LS-Dyna untuk memperoleh pemahaman akan karakteristik

Peninjauan tersebut perlu dilakukan agar wakaf uang bisa dilakukan secara maksimal dan sebanyak-banyaknya, sehingga pembatasan tersebut menutup peluang orang yang akan berwakaf dalam

a) Masyarakat yang diusulkan sebagai calon penerima penghargaan adalah mereka yang memberikan kontribusi nyata dan memenuhi persyaratan umum antara lain: (i)